Anda di halaman 1dari 31

makalah anthelmintik

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, atas berkat dan bimbingnnya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini berdasarkan dari beberapa
buku sumber.
Saya mennyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan ini. Oleh karena itu, saya
minta saran dan kritik yang bersifat membangun dengan harapan dengan kesempurnaannya.
Semoga ini memberikan manfaat bagi kita semua untuk lebih memahami dan menerapkan
dalam kehidupan kita baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan kehidupan kita sehari-
hari.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

BAB I ISI

CACING TAMBANG
A. etiologi
B. menufestasi klinis
C. penota pelaksanaan
D. komposisi
E. obat untuk infestasi cacing
F. prognosis

BAB II OBAT MEBENDAZOI

A. indikasi
B. dosis

Daftar pustaka
PENDAHULUAN

ANTHELMINTIK obat yang membasmi atau membunuh cacing.


Infeksi oleh cacing merupakan penyakit rakyat. Gejalah penyakit cacing ialah terjadi
gangguan lambung usus seperti mules, kejang-kejang , diare serta hilangnya nafsu makan.
Mencegah terjadinya adalah dengan mematuhi aturan kesehatan yaitu menjaga kebersihan
dalam mengelolah makanan dan terutama pada anak-anak harus selalu mencuci tangan
sebelum makan. Dapat pula karena luka lesi yaitu pada cacing tambang dan cacing benang.
Dalam parasitologi kedokteran pembagian rematuda menjadi nematuda usus yang hidup di
rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan bagian alat tubuh gejalah ini
disebabkan oleh larva cacing dewasa.
Obat yang diperlukan adalah pirantel pamoat, mebendasol, pipevasin sitrat, dan lavamisol.

CACING TAMBANG (Necator americancis )

A. etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing tambang yaitu necator americanus dan ancyvostama
deledenale. Telur cacing ditemukan pada tinja dan akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari
atau setelah 3 minggu. Kemudian berubah menjadi larva filariform yang dapat menembus
kulit manusia, lalu masuk ke kapiler darah menuju jantung kanan kemudian ke paru-paru lalu
ke bronkus masuk ke trakea, laring dan usus halus.

B. MANIFESTASI KLINIS
- Bila larva folariform menembus kulit maka terjadi groum itch pada kulit.
- Stadium dewasa
Gejalah tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gisi pasien. Kedua jenis
cacing tambang dapat menyebabkan anemia hipokrom mikrositik. Tiap cacing menyebabkan
kehilangan darah 0,0005-0,100ml sehari (N. americanus ). 0.08-0,34ml sehari ( A duodenale
). Keadaan tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menurunkan daya tahan tubuh dan
prestasi kerja.

C. PENATA LAKSANAAN
- umum
Pemberian nutrisi yang baik dan suplementasi prepart di perlukan bagi pasien dengan gejalah
klinis berat.
- Athelmintik

D. KOMPOSISI
- Dermafitis pada kulit
- anemia berat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan dan payah jantung.

5. OBAT UNTUK INFESTASI CACING

JENIS INFEKSI OBAT DOSIS


Askaris
Cacimg tambang

Filaria Piranty Damoat


Mebundazol
Diperazin sitrat

Lavamizol

Mebudazol
Piranta pamoat

Dietilkarbamazin Dosis tunggal 10 mg/kg BB basa dua kali sehari 100 mg selama 3 hari.
Dewasa 3,5 g sebagai dosis tunggal selama dua hari.

50-15 mg dosis tunggal

2 kali sehari selama 3 hari


Untuk A duodenale dosis tunggal
Pirantel basa 10 mg /kg BB (maksimal 1g) selama tiga hari

Untuk anak-anak kecil dosis oral 3x0,5 mg/kg BB (maksimal 50 mg/hari)


Selama 3 hari 3x2 mg/kg BB (maksimal 100 mg/hari selama 3 hari dan 3x2 mg/kg BB
(maksimal 150 mg/hari selama 2-3 minggu.

I. PROGNOSIS
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis baik
pengobatan dapat memberikan kesembuhan 88-99%.

BAB II OBAT MEBENDAZOL


A. INDIKASI
Mengumpulkan dan mengeluarkan berbagai jenis cacing dari usus enterobius ( cacing kremi )
askariasis ( cacing gelang ) frichuriasis ( cacing cambuk ) dan infeksi necator americant dan
ancylostoma duodendle ( cacing tambang )

B. DOSIS
Oral :
Untuk mencegah enterobiasis dewasa 100mg dosis tunggal bila belum sembuh dalam 3
minggu pengobatan di ulangi. Tablet boleh di kunyah, di telan dan di campur dengan
makanan.
- Anak ( < 2 tahun ) sama seperti dewasa
- Untuk cacing gelang 2 tablet 100mg dosis tunggal
- Untuk friehetriasis dan cacing tambang dewasa 100mg 2 kali sehari( pagi dan malam )
selama 3 hari berturut-turut, bila belum sembuh dalam 2 minggu pengobatan diulangi. Anak
sama seperti dewasa cara pemberian dan penyesuaian dosis tidak diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

- Kapita selekta kedokteran edisi ke 3 jilid I


- DOI edisi 10
- Penggolongan obat oleh prof, drs Anief APF fakultas farmasi universitas gadjah mada
- Parasitologi kedokteran edisi ke 3

Obat-Obat Antelmintik

Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing)

adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.

Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari

saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya,

yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007)

Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga

diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan

antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa

senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti

Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya.

Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)


Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat

baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih

tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial

ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga

semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat

menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)

Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda,

trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan

pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak mempengaruhi atau

berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001)

A. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda

1. Mebendazol

Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini tidak

larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka

(Ganirwarna, 1995). Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing

Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria

stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena,

Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena (Tennant, 2002). Senyawa ini

merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan

glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen

dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler

dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing (Ganirwarna, 1995). Nama


kimia mebendazole yaitu methyl [(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate.

Rumus kimia : C16H13N3O3

- farmakokinetika

Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral

absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang

disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic

metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan

metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol

akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak (Ganirwarna, 1995).

- Efek Nonterapi dan Kontraindikasi

Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena

absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia

maupun malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare dan sakit

perut ringan yang bersifat sementara. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas

keamanan yang lebar. Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada

tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik (Ganirwarna, 1995).

2. Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat adalah obat cacing yang banyak

digunakan saat ini. Mungkin karena cara penggunaannya

yang praktis, yaitu dosis tunggal, sehingga disukai banyak

orang. Selain itu khasiatnya pun cukup baik.Pirantel pamoat

dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa

diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris


lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius vermicularis) (MIMS,1998).

Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang

lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing

akan segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong,

atau diminum bersama makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).

Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis

biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian,

dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau

tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,

membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4

tablet pirantel (125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di

Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain

(MIMS,1998) .

3. Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap

strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva

migrans pada kuliat (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan

Trichinella spinalis). Obat juga menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hamper

tidak larut dalam air, obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obar

dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijum[pai

ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan

tentang gejala SSP. Diantara kasus eritema multiforme dan sindrom Stevens

Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, terdapat beberapa kematian. (Mycek,

2001)
4. Invermektin

Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai)

disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies. Ivermektin

bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite. Aliran klorida dipacu

keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan

oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek farmakologik.

Namun, tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah lebih

permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil.

Tidak boleh untuk pasien yangmenggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat

bekerja pada reseptor GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi

seperti ’’Mozatti’’ (demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan

sebagainya) (Mycek, 2001)

B. Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang

diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.

1. Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan obat

pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti

sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat

menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah

diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar

yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif

dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif

dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek, 2001)


Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau

makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil

atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah

dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin,

simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan

peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati

sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak

mata (Mycek, 2001).

C. Obat Untuk Pengobatan Cestoda

Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus

pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus

selama siklusnya.

1. Niklosamid

Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya.

Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang

menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan

segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum pemberian

niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-segmen cacing

yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi

sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan

(Mycek, 2001)

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi


(Editor).1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta

Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat,
penggunaan dan efek sampingnya : Elexmedia Computindo

Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta

Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta

MIMS Annual (1998) : Combantrin. Edisi 8. Singapore.

Drugs.Com (2007). Pyrantel Pamoate. Dikutip 25 Nop 2007.

Combantrin Product Inf

http://biologi-news.blogspot.com/2011/02/mebendazole-hexamine-adidryl.html

ANTELMINTIK

Adalah obat yg dipergunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing


dalam lumen usus atau jaringan tubuh

1. Dietilkarbamazin
- Pemberian :
 Merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis
 Dlm bentuk garam sitrat, kristal tak berwarna, mudah larut air, rasa tidak enak.
- Aktivitas Antelmintik :
 Menyebabkan hilangnya mikrofilaria dalam peredaran darah
 Cacing betina dan mikrofilaria dalam nodulus tidak dipengaruhi
 Mekanisme kerja :
 Menurunkan aktivitas otot paralisis
 Menyebabkan perubahan pada permukaan membran mikrofilaria  lebih
mudah dihancurkan oleh daya tahan tubuh hospes
- Farmakokinetik :
 Abs : cepat usus
 Distribusi :merata ke seluruh jar, kecuali jar lemak
 Ekskresi : urin , 70% dl bentuk metabolit
 Pemakaian berulang akumulasi
- Efek samping :
 Pada dosis terapi :aman
 Malaise, nyeri sendi, anoreksia, muntah  hilang bila terapi dihentikan
 Sakit kepala, muntah,gelisah  rangsangan pd SSP
 Alergi  timbul karena matinya parasit atau substansi yg dilepaskan oleh
mikrofilaria yg hancur , berupa : sakit kepala, malaise, edem, gatal,
hiperpireksia, artralgia, takikardia, berlangsung 3-7 hari.
 Dapat terjadi ensefalitis karena alergi  jarang
- Posologi :
 Sediaan :
 Tablet : 50mg, 200mg dan 400mg
 Dosis :
 Tergantung pada jenis cacing
- Indikasi :
 Pengobatan masal infestasi W brancofti  5-6mg/kgBB ,per oral, 1 hari / mgg
atau per bulan, sebanyak 6-12 dosis

2. Mebendazol
- Efek Antelmintik :
 Efektif untuk mengobati infestasi : cacing gelang, cacing kremi, cacing
tambang, T trichiura, cacing pita
- Mekanisme kerja :
 Menyebabkan kerusakan struktur subseluler
 Menghambat sekresi enzim asetilkolinesterase
 Menghambat intake glukosa
 Akibatnya cacing mati pelan-2 hasil terapi baru kelihatan sesudah 3 hari
pemberian obat
 Menimbulkan sterilitas pada telur cacing T trichiura, cacing tambang dan
ascaris  gagal berkembang menjadi larva
 Larva yg sudah matang  tidak dapat dipengaruhi oleh mebendazol

- Farmakokinetik :
 Absorpsi oral tidak baik
 BA rendah , karena metabolisme lintas pertama hepatik cepat.
 Ekskresi : urin
 Absorpsi meningkat bila diberikan bersama makanan yg berlemak
- Efek non-terapi dan kontra indikasi :
 Batas keamanan lebar
 Diare dan sakit perut ringan, sementara
 Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester I, karena efek embryotoxic dan
teratogenik pd hewan uji
 Penggunaan pada anak < 2 tahun  dipertimbangkan , karena uji coba klinik
masih sedikit.

- Indikasi :
 Obat terpilih untuk enterobiasis dan tricuriasis, terutama pada anak-2
 Untuk infestasi A duodenale
 Alternatif pilihan untuk N americanus dan askaris sesudah pirantel pamoat
perlu dosis ganda.

- Posologi :
 Sediaan :
 Tablet 100mg dan sirup 10mg/ml
 Dosis :
 Untuk askariasis, trichuris dan cacing tambang : pada dws dan anak sama :
2x100mg/hari , selama 3 hari. Bila perlu pengobatan ulang 3 mgg kmd
 T. Solium : 2x 300mg/hari, selama 3-4 hari

- Interaksi :
 Karbamazepin  menurunkan konsentrasi mebendazol dalam darah
 Simetidin  meningkatkan konsentrasi dalam darah

3. Niklosamid
- Efek antelmintik :
 Terutama efektif thd cacing pita
 Mekanisme kerja :
 Menghambat respirasi dan ambilan glukosa
 Menghambat fosforilasi ADP
- Efek non-terapi :
 Abs sangat sedikit  hampir bebas dari efek samping
 Cukup aman untuk kehamilan, penderita dengan keadaan umum buruk
 Tidak mengganggu fungsi hati, ginjal dan darah, tidak iritasi lambung
- Indikasi :
 Obat terpilih untuk T saginata, D latum
 Untuk T. Solium tidak merusak telur dl segmen cacing  dapat
menyebabkan sistiserkosis perlu pencahar
- Posologi:
 Tablet kunyah 500mg, dimakan waktu perut kosong
 Dosis :
 Dws : 2 gram, dosis tunggal
 Anak BB > 34kg : 1,5 gram
 Anak BB 11 – 34 kg : 1 gram

4. Piperazin
- Efek antelmintik :
 Efektif thd A lumbricoides dan E vermicularis
 Cara kerja : paralisis otot cacing  mudah dikeluarkan
 Cacing keluar 1-3 hari sesudah pengobatan, tidak perlu pencahar

- Farmakokinetika :
 Abs melalui sal cerna :baik biotransformasi
 Ekskresi : urin , selama 24 jam
- Efek non-terapi :
 Batas keamanan lebar
 Pada dosis terapi kadang-2 terjadi : nausea, vomitus, diare,alergi
 Takar lajak atau terjadi akumulasi karena ggn fungsi ginjal : inkoordinasi atau
kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung  gejala hilang bila terapi
dihentikan

- Kontra indikasi :
 Epilepsi memperkuat efek kejang
 Gangguan fungsi hati dan ginjal
 Penderita malnutrisi dan anemi berat  pengawasan
 Karena menghasilkan nitrosamin penggunaan pada wanita hamil hanya bila
tidak ada obat alternatif lain.
- Posologi :
 Dalam bentuk garam sitrat :
 Tablet 250mg dan sirup 500mg/5ml
 Dalam bentuk garam tartrat :
 Tablet 250mg dan 500mg
 Dosis :
 Askariasis :
Dewasa : 3,5 g sekali sehari, diberikan 2 hari berturut-turut
Anak : 75mg /kg BB, maks 3,5g,sekali sehari
 Enterobiasis : dws dan anak : 65mg/kg BB , maksimal 2,5 g, sekali sehari
selama 7 hari, terapi diulang sesudah 1-2 mgg

5. Pirantel Pamoat
- Efek antelmintik:
 Terutama untuk cacing gelang, kremi, cacing tambang
 Cara kerja : spasme otot cacing mati
- Farmakokinetika :
 Abs sal cerna : baik
 Ekskresi : feses, << urin
- Efek non-terapi:
 Efek samping jarang, ringan dan sementara : keluhan pada sal cerna, sakit
kepala, demam
- Kontra indikasi :
 Wanita hamil dan anak < 2 th
 Tidak boleh digunakan bersama piperazin
 Hati-2 pada penderita ggn fungsi hati  SGOT >>
- Indikasi :
 Obat terpilih untuk : askariasis, ankilostomiasis, enterobiosis dan
strongiloidiasis
 Dengan dosis tunggal angka penyembuhan cukup tinggi
- Posologi :
 Sediaan :
 Tablet : 125 mg dan 250mg
 Sirup :50mg/ml

 Dosis :
 Dosis tunggal : 10mg/kg BB, setiap saat, tidak dipengaruhi makanan /minuman.
 Untuk enterobiasis  dianjurkan mengulang dosis setelah 2 mgg
 Untuk N americanus sedang dan berat  pemberian 3 hari berturut-turut

6. Prazikuantel
- Efek antelmintik :
 Efektif thd cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia
 Cara kerja :
 Paralisis spastik reversibel  cacing terlepas dari tempatnya yg normal
 Pada dosis terapi yg lebih tinggi isi cacing keluar  memacu mekanisme
pertahanan tubuh hospes  cacing hancur

- Farmakokinetik :
 Abs p.o.: baik
 Eks : urin dalam waktu 24 jam (metabolit >>>, utuh <<)

- Efek samping :
 Sakit perut, anoreksia, sakit kepala dan pusing : ringan , sementara,
berhubungan dg dosis.
 Kontra indikasi :
 Jangan diberikan pada wanita hamil trimester I dan menyusui
 Umur kurang dari 4 th
 Ocular cysticercosis : karena kehancuran parasit di mata  cacat menetap

- Posologi :
 Harus diminum dengan air, sesudah makan, tidak boleh dikunyah karena pahit.
 Obat terpilih untuk skistosoma , dosis 20mg/kgBB, 3xsehari,selama 1 hari
 Untuk S haematobium, S mansoni : dosis tunggal , 40mg/kgBB
 S japonicum : 2x30mg/kgBB, selama 1 hari

7. Tiabendazol
- Efek antelmintik :
 Efektif thd strongiloides, askariasis, oksiuriasis, larva migran kulit, trikuriasis
dan trikinosis akut.
 Cara kerja :menghambat enzim pada cacing
 Dapat membentuk kompleks yg berwarna dg logam

 Mempunyai efek imunosupresi dan antiinflamasi

- Farmakokinetik :
 Abs melalui usus : baik, dapat diserap melalui kulit
 Ekskresi: urin dalam waktu 1 hari ekskresi mencapai 90%

- Efek non-terapi :
 Efek samping yg sering : anoreksia,mual,muntah, pusing
 Jarang : diare, sakit kepala,pusing, lelah,mengantuk
 Perubahan fungsi hati selintas
 Kristaluria yg hilang waktu pengobatan dihentikan
 Terjadi : hiperglikemia, jaundice dan kelainan fungsi hati

- Indikasi :
 Obat terpilih untuk S stercoralis dan cutaneous larva migrans dari A braziliensis
dan A caninum
 Sebaiknya tidak untuk askaris, trikuris, cacing kremi dan cacing tambang 
sediaan lain yg aman masih ada
- Kontra indikasi :
 Anak-2 dengan BB < 15kg
 Aktivitas yang perlu kewaspadaan
 Penderita gangguan fungsi hati dan ginjal  pakai alternatif
 Hipersensitif

- Posologi :
 Sediaan :
 Tablet 500mg dan sirup 100mg/ml
 Dosis standar : 2x25mg/kgBB (maks 1,5 gram )
 Pemberian obat sehabis makan, preparat tablet harus dikunyah dengan baik

8. Albendazol
- Efektifitas antelmintik
 Efektif untuk kremi, gelang, trikuris, S stercoralis, N americanus
 Cysticercosis dan hidatid

- Farmakokinetika
 Abs per oral : baik oleh usus
 Ekskresi : urin, feses <<

- Mekanisme kerja :
 Menghambat ambilan glukosa oleh larva dan cacing dewasa  parasit mati
 Membunuh larva N americanus
 Merusak telur cacing gelang, tambang dan trikuris

- Indikasi
 Untuk infeksi cacing kremi, tambang, askaris atau trikuris
 Untuk kremi  pengobatan diulang sesudah 2 minggu
 Untuk cacing tambang dan trikuris : lama pengobatan yg dianjurkan 2-3 hari
 Untuk cacing S. stercoralis
 Hydatid
 Neuro-cysticercosis
 T. Saginata, cutaneous larva-migrans

- Kontra indikasi:
 Anak < 2th
 Wanita hamil
 Sirosis hati
- Efek samping
 Untuk penggunaan 1-3 hari  aman
 Efek samping : nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, insomnia
 Pada pengobatan penyakit hidatid :alopecia, leukemia reversibel, peningkatan
transaminase reversibel, anafilaksis
 Penggunaan kronis pada hewan uji : diare, anemia, hipotensi, kelainan fungsi
hati, toksisitas thd fetus

PEMILIHAN PREPARAT
Jenis infeksi Obat pilihan I Obat pilihan II
Askaris Pirantel Pamoat Piperazin Sitrat
Mebendazol
Levamisol
Cacing kremi Mebendazol
Pirantel Pamoat
Cacing tambang Mebendazol
Pirantel Pamoat
T trichiura Mebendazol
Tiabendazol
Strongiloides Tiabendazol Mebendazol
stercoralis
Prazikuantel Niklosamid

T saginata dan T solium


Filaria Dietilkarbamazin
S haematobium Prazikuantel
S mansoni Prazikuantel
S japonicum Prazikuantel Niridazol
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan.
Dalam penulisan laporan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dalam
rangka penyelesaian makalah yang berjudul Aktivitas Antelmintik.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN ................................................................................................... 1
B. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN ......................................................................................... 2
B. OBAT ANTELMINTIK YG DIGUNAKAN .......................................... 2
C. MACAM = MACAM CACING ............................................................. 5

BAB III
METODE PELAKSANAAN
ALAT DAN BAHAN ............................................................................... 9
PROSEDURE KERJA .............................................................................. 9

BAB IV
HASIL
TABEL HASIL PENGAMATAN ............................................................ 10

BAB V
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN ....................................................................................... 11

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN ......................................................................................... 14
SARAN ..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 15


DAFTAR LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan
1. Dapat merancang dan melakukan eksperimen sederhana untuk menguji aktivitas antelmintik
(anti cacing) suatu bahan uji secara in vitro.
2. Dapat menjelaskan perbedaan paralisis spastic dan flasid yang terjadi pada cacing setelah
kontak dengan antelmintik (anti cacing)

B. Latar Belakang
Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing dalam
tubuh manusia dan hewan. Yang tercakup dalam istilah ini adalah semua zat yang bekerja
lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemis yang membasmi cacing
maupun larvanya yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh.
Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi tidak
mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau sisa–sisa cacing
mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat mungkin (Tjay dan
Rahardja, 2002:185)
Maka dari itu, kami melakukan eksperimen sederhana untuk menguji aktivitas
antelmintik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini
termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-
obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan
tubuh (Tjay, 2007)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan
secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik yang lama,
sudah tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole,
Tiabendazole, dan sebagainya. Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti
lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih
spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap merupakan salah
satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia.
Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan
kepariwisataan udara dapat menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda, trematoda, dan
cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target metabolic
yang terdapat dalam parasite tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu.
(Mycek,2001)

B. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan


1. Piperazin
Efektif terhadap A.lumbricoides dan E.vermicularis. Mekanisme kerjanya menyebabkan
blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing mudah dikeluarkan
oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi melalui urine. (Anonim.2010)
Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949). Pengalaman
klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A. lumbricoides dan E.
vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai. Piperazin juga terdapat sebagai
heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat
dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat
larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam. (Anonim.A)
a. Efek antelmintik
Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga
terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya keluar
1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu.
Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh dalam larutan
garam faal pada suhu 37°C. (Anonim.A)
Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas
membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat,
sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis.
(Anonim.A)
Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata
dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-
monistrosopiperazine dan arti klinis dari penemuan ini belum diketahui. (Anonim.A)

b. Farmakokinetik
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang diserap
mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut, Rogers (1958) tidak ada
perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam kecepatan ekskresinya
melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada kecepatan ekskresi antar individu.
Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat
urin ini berlangsung selama 24 jam. (Anonim.A)

c. Efek nonterapi dan kontraindikasi


Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya tidak
menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang nausea, vomitus, diare, dan alergi.
Pemberian i.v menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal menyebabkan
konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi obat karena gangguan
faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara,
bingung yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek
kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh diberikan pada penderita
epilepsi dan gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan
anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan
nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar perlu atau kalau tak
tersedia obat alternatif. (Anonim.A)

d. Sediaan dan posologi


Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml, sedangkan
piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g
sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2
hari berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65
mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah
1-2 minggu. (Anonim.A)

2. Pirantel Pamoat
Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme kerjanya
menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi imfuls, menghambat
enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,
<15% lewat urine. (Anonim.2010)
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang,
tetapi tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan
penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan
dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar
bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati. Di samping itu pirantel
pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay dan Rhardja, 2002:193)
Resorpsinya dari usus ringan kira – kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh
bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek sampingnya
cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan kadang sakit kepala.
(Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap cacing kremi dan cacing gelang sekaligus 2-3
tablet dari 250 mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai usia (10mg/kg). (Tjay dan Rhardja,
2002:193). Dosis tunggal pirantel pamoat 10mg/kg Bb (ISO, 2009 : 81).
C. Macam-Macam Cacing
 CACING TAMBANG
Adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus kecil inang(korban sebagai
tempat makan)nya, dalam hal ini adalah manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia(KBBI) Cacing Tambang didefinisikan sebagai cacing parasit pengisap darah yang
mempunyai pengait yang kuat pada rongga mulut atau pipi untuk menyerang usus.

 CACING GELANG/ ASCARIS (CACING PERUT)


Cacing ini termasuk dalam kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang(invertebrata)
yang termasuk dalam filum Nemathelminthes Ascaris lumbricoides.Untuk definisi lengkap
dari cacing gelang ini, saya belum menemukannya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia(KBBI)pun Cacing Gelang berada dalam sub pengertian cacing sebagai cacing yang
hidup dalam usus halus manusia. Hanya itu saja yang saya temukan, sayang sekali.
 CACING CAMBUK
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Cambuk tidak terdapat
definisinya. Namun dari berbagai sumber yang ada Trichuris trichiura ini disebut cambuk
adalah karena pada bagian anteriornya berbebtuk langsing memanjang seperti cambuk, yang
panjangnya kira-kira mencapai 3/5 dari panjang seluruh tubuhnya.
 CACING JANTUNG
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Jantung atau Dirofilaria immitis
didefinisikan sebagai cacing nematoda yang terdapat dalam jantung karnivora, betinanya
dapat mencapai panjang 30 cm. Cacing ini kebanyakan menyerang pada hewan, seperti
anjing dan kucing. Dapat menyebabkan kematian pada hewan inangnya apabila tidak dirawat.
 CACING PITA
Termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa
Cyclophyllidea, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Pita didefinisikan
sebagai cacing berkepala, beruas-ruas, panjang dan pipih seperti pita, hidup di dalam perut,
biasanya dianggap sebagai sumber penyakit. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit
vertebrata dan yang paling penting cacing ini dapat menginfeksi manusia, babi, sapi, dan
kerbau.
 CACING PIPIH
Tubuhnya memipih dan badan berbentuk pita adalah Filum Platyhelminthes yang
terdapat 4 kelas didalamnya yaitu Turbellaria, Trematoda, Cestoda dan monogenea (cacing
pita merupakan bagian dari cestoda). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing
Pipih didefinisikan sebagai cacing berbadan pipih, yang mempunyai rongga tubuh.

 CACING KREMI ATAU ENTEROBIUS VERMICULARIS


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Kremi definisinya adalah cacing
kecil yang hidup sebaga parasit dalam perut, terutama pada anak-anak.Penyakit ini sering
disebut kremien di kalangan orang jawa. Cacing ini tumbuh dan berkembangbiak di dalam
usus manusia dan aktif pada malam hari(bergerak ke anus untuk bertelur).
 CACING BENANG ATAU FILARIA(Wuchereria bancrofti)
Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut cacing benang atau filaria.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Benang definisinya adalah cacing yang
menyebabkan penyakit filariaris yang menyebabkan pembengkakan pada kaki.
 CACING TANAH
Cacing Tanah adalah nama yang paling umum digunakan untuk hewan dalam kelompok
Oligochaeta, yang nama kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya. Cacing ini
tergolong dalam filum Annelida. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing
Tanah didefinisikan sebagai cacing yang hidup di dalam tanah yang lembap.
Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida yang
panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan
bersegmen menyerupai cincin. (Anonim.B)
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen
dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi,
dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan
menembus septa. Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan
annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. (Anonim.B)
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).
Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus
(kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga
memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga
berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke
seluruh tubuh. (Anonim.B)
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan
faring pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia,
nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal–nefridium) merupakan organ ekskresi yang terdiri
dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka npori
permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen
tubuhnya. (Anonim.B)
Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan
menempel pada vertebrata, termasuk manusia. Habitat annelida umumnya berada di dasar
laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap.
Annelida hidup di berbagai tempat dengan membuat liang sendiri. (Anonim.B)
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan gamet. Namun
ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi. Organ seksual
annelida ada yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada
individu lain (gonokoris). (Anonim.B)
Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut banyak),
Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea. (Anonim.B)

BAB III
METODE PELAKSANAAN

I. Alat dan bahan


Alat Bahan
 Cawan petri  Cacing tanah
 Beaker glass  Combactrin tab
 Sarung tangan  Combactrin syr
 Serbet  Upixon syr
 Tabung Reaksi  NaCl 0.9% b/v
 Stopwatch

II. Prosedur

1. Siap kan cacing tanah, masing – masing cawan berisi 2 ekor cacing.
2. Di siapkan larutan uji Combactrin tab ,Combactrin syr, Upixon syr, dan NaCl 0.9% b/v.
Masing – masing larutan di tambah kan Nacl 5ml

3. Di tuangkan larutan uji masing-masing ke dalam tiap cawan petri dengan pola sebagai
berikut:
- Cawan petri I : Combactrin tab ctrl1(+)
- Cawan petri II : Combactrin syr ctrl2(+)
- Cawan petri III : Upixon syr ctrl3(+)
- Cawan petri IV : NaCl fisiologis ctrl1(-)

4. Kemudian amati selama 1 jam, lalu di catat waktunya

BAB IV
HASIL
Tabel Hasil Pengamatan
Nama Cacing Flasid (F) Cacing Mati (M) 1 jam pengamatan
Sediaan Uji
NaCl N N N
fisiologis
ctrl1(-)
Combactrin 3 menit 43 detik 6 menit 35 detik M
tab ctrl1(+)

Combactrin 3 menit 25 detik 7 menit 44 detik M


syr ctrl2(+)
Upixon syr 2 menit 27 detik 7 menit 26 detik M
ctrl3(+)

Keterangan :
N = Normal/Tetap hidup
F= Diam/Pingsan
M= Mati

BAB V
PEMBAHASAN
Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing dalam
tubuh manusia dan hewan. Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat
melumpuhkan cacing, jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit
menjadi aktif lagi atau sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus
dikeluarkan secepat mungkin
Cacingan merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat dan saat
ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Cacingan dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas
penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan
kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas
sumber daya manusia. Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu, mempunyai risiko tinggi terjangkit
penyakit ini.
Pada praktikum kali ini, yang menjadi bahan amatan pengamat adalah aktivitas
pirantel pamoat juga sebagai obat antelmintik yang bekerja dalam mempengaruhi sistem saraf
dari cacing yang akan diamati efeknya.
Pada prosedur awal, cacing yang digunakan adalah cacing tanah , hal ini dapat dilakukan
karena yang akan diamati oleh pengamat adalah aktivitas pirantel pamoat terhadap aktivitas
sistem saraf pusat, dan yang lebih memudahkannya adalah bila menggunakan cacing tanah
tidak diperlukan dua jenis cacing dari jenis kelamin yang berbeda, karena cacing tanah
merupakan cacing berkelamin ganda (hemaprodit).
Pada pratikum kali ini, sediaan uji yang digunakan adalah combactrin tablet ctrl 1(+);
combactrin sirup ctrl 2(+); upixon sirup ctrl 3(+) dan Nacl fisiologis 0,9% ctrl 1(-). Masing –
masing sediaan uji diambil 5ml, lalu ditambahkan 5ml Nacl untuk menambah volume sediaan
dan kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Setiap cawan petri masing – masing berisikan cacing tanah 2 ekor yang masih hidup.
Kemudian langkah selanjutnya adalah memasukkan masing – masing sediaan uji secara
bersamaan kedalam cawan petri yang berisi cacing tanah. Cacing diamati dengan waktu
maksimal 1 jam.
Cacing pingsan pada upixon sirup ctrl 3(+) saat 2 menit 27 detik , pada combactrin sirup ctrl
1(+) cacing pingsan saat 3 menit 25 detik , lalu pada combactrin tablet ctrl 2(+) saat 3 menit
43 detik dan sedangkan Nacl fisiologis 0,9% ctrl 1(-) cacing tidak pingsat bahkan tetap hidup
normal.
Pengamatan selanjutnya cacing mengalami kematian pada menit ke 6 ini,
karena tidak memberikan aktivitas apapun, terlebih dahulu pada combactrin tablet ctrl 1(+)
saat 6 menit 35 detik, lalu upixon sirup ctrl 3(+) saat 7 menit 26 detik, combactrin sirup ctrl
2(+) saat 7 menit 35 detik dan Nacl fisiologis 0,9% ctrl 1(-) cacing tetap hidup. Larutan ini
dipakai sebagai medium karena larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonis dan tidak
merusak membran sel tubuh cacing, oleh sebab itu standar batas kematian cacing sebagai
kontrol negatif digunakan larutan NaCl 0,9%.
Penggunaan sediaan uji pyrantel pamoat, Pyrantel pamoat adalah suatu obat
cacing yang penggunaannya sangat praktis (dosis tunggal) dan efektif untuk mengobati
penyakit cacingan. Mekanisme kerja dari pyrantel pamoat yaitu dengan mengganggu
hubungan neuromuskuler. Hal ini akan menyebabkan spasmus dan pengerutan otot cacing,
sehingga cacing mudah dikeluarkan oleh gerakan usus. Pyrantel sangat sedikit diserap usus
sehingga tidak menimbulkan bahaya keracunan. Mekanisme lainnya dengan menghambat
masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.
Hewan uji yang digunakan adalah cacing tanah, selain itu cacing tanah memiliki
banyak manfaat di dunia kesehatan, Daging cacing tanah merupakan salah satu sebagai
alternative pengobatan bagi kehidupan manusia. Banyak khasiat daging cacing tanah
bagi kesehatan manusia. Lumbricus Rubellus dapat menjadi obat yang manjur untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Diantaranya ialah penyakit tekanan darah rendah dan
tekanan darah tinggi, kencing manis, tipus, rematik, disentri, maag, muntaber, asma dan
penyakit kronis lainnya.
Hasil – hasil penelitian pun telah menguak multi manfaat cacing tanah. Hewan ini
mengandung berbagai enzim penghasil antibiotic dan asam arhidonat yang berkhasiat
menurunkan demam. Sejak tahun 1990 di Amerika Serikat cacing ini dimanfaatkan
sebagai penghambat pertumbuhdan kanker. Di Jepang dan Australia, cacing tanah
dijadikan sebagai bahan baku kosmetika. Penelitian laboratorium mikrobiologi fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Unpad Bandung tahun 1996 menunjukkan bahwa
ekstra cacing rubellus mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen penyakit
tipus dan diare. Memang tak ada informasi yang jelas, kapan cacing dianggap
berkhasiat. Tapi, Lumbricus rubellus punya manfaat medis. Sudah diteliti para ilmuwan
Amerika. Dari sana lah ditemukan bahwa lumbricus punya kemampuan mengubah
Omega – 6 menjadi Omega – 3. Omega 3 ini dapat mencegah terjadinya pengerasan
pembuluh darah yang diakibatkan oleh lemak. Dalam penelitian itu juga dilakukan
percobaan dengan mengisolasi bahan kimia yang ada pada tubuh lumbricus rubellus.
Kemudian menumbuhkannya ke sel tubuh manusia. Ternyata bahan kimia itu dapat
mengurangi gangguan di pembuluh arteri yang dapat mengakibatkan serangan jantung
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pirantel pamoat memberikan efek paralisis flasid
karena mempunyai mekanisme kerja berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pirantel pamoat memberikan efek
paralisis flasid karena mempunyai mekanisme kerja berdasarkan perintangan penerusan
impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan.

B. SARAN

Sebaiknya kita selalu menjaga kebersihan makanan dan selalu mencuci tangan
agar terhindar dari cacingan.

DAFTAR PUSTAKA

Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta


Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
Anonim.2010. http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/antelmintik.pdf
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat – Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Jakarta
Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika; 2002;
280-81

Anda mungkin juga menyukai