Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

DDDD.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah
a. Bagaimana deskripsi dari tradisi adat seruit sebagai tata cara makan suku
Lampung?
b. Apa saja nilai-nilai yang terkadung dalam tradisi seruit?
c. Bagaimana keterkaitan tradisi seruit dengan pembelajaran Biologi?

1
BAB II
ISI

2.1. Provinsi Lampung


Ibukota Provinsi Lampung terletak di Kota Bandar Lampung. Provinsi lampung
dibagi menjadi 12 kabupaten dengan 2 kota serta memiliki 214 kecamatan (Lampung
Gov, 2014). Luas provinsi ini sebesar ± 3.528.835 ha terletak di antara 105°45'-
103°48' BT dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat
Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam
wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di
antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian,
Pulau Sebesi, Pulau Pahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus dan Pulau Tabuan. Ada
juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung
Barat. Sebelah barat dan selatan Lampung yaitu daerah pantai dan bukit-bukit
merupakan sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Di tengah-tengah
merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang
tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas (Lampungprov, 2016).
Gambar 1. Peta Provinsi Lampung (sumber: sejarahnegara.com)

2
Masyarakat Lampung yang tinggal di pesisir kebanyakan berprofesi sebagai
nelayan dan bercocok tanam. Sedangkan masyarakat di wilayah tengah kebanyakan
berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dan lain-lain. Selain itu, Provinsi Lampung
juga fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sarit,
karet, padi, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, dan tebu. Beberapa daerah
pesisir merupakan komoditas perikanan seperti tambak udang yang sudah terkenal di
tingkat nasional dan internasional (BPS Lampung, 2016).
Secara adat, masyarakat Lampung terbagi menjadi dua kelompok yaitu adat
Lampung Pepadun dan Saibatin atau sering disebut pesisir. Lampung memiliki
julukan yang sering disebut Sai Bumi Ruwa Jurai yang berarti satu daerah (bumi)
dihuni oleh dua kelompok (Pepadun dan Saibatin). Selain itu, dalam bahasa Lampung
juga dibagi menjadi dua dialek yaitu dialek ‘A’ dan dialek ‘O’. Dialek ‘A’ dominan
digunakan oleh masyarakat Saibatin. Sedangkan dialek ‘O’ dominan digunakan oleh
masyarakat Pepadun (Yusuf, 2016).
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian
penduduk masyarakat Lampung, terdapat lima prinsip yaitu (Yusuf, 2016):
a. Pi’il Pesengiri
Pi’il Pesengiri diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri,
perilaku dan sikap hidup yang dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan
martabat secara pribadi maupu secara berkelompok yang senantiasa di
pertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang dapat mempertaruhkan apa saja
(termasuk nyawanya) demi untuk mempertahankan Pi’il Pesengirinya.
b. Sakai Sambayan
Berarti gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, dan saling memberi
sesuatu yang dibutuhkan orang lain dan hal tersebut tidak terbatas pada sesuatu
yang sifatnya materi saja, tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan
pikiran dan sebagainya
c. Nemui Nyimah
Berarti mermurah hati dan ramah tamah terhadap semua orang. Bermurah hati
dengan memberikan sesuatu yang ada padanya kepada orang lain, juga
bermurah hati dalam bertutur kata serta sopan santun terhadap tamu.

3
d. Nengah Nyappur
Nengah Nyappur adalah sebagai tata pergaulan masyarakat Lampung dengan
kesediaan membuka diri dalam pergaulan masyaraat umum dan
berpengetahuan luas. Ikut serta dalam partisipasi terhadap hal yang bersifat
baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman.
e. Bejuluk Beadek
Ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwariskan turun temurun dari zaman
dahulu. Mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya.
Selain itu juga bermakna keharusan berjuang untuk meningkatkan
kesempurnaan hidup, bertata tertib dan bertata krama sebaik mungkin.

2.2. Seruit
Seruit adalah makanan khas masyarakat Lampung. Seruit berisi masakan ikan
yang digoreng atau di bakar kemudian dicampur sambal terasi dan tempoyak.
Tempoyak adalah makanan hasil fermentasi dari buah durian. Seruit di santap dengan
nasi dan pindang. Jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan sungai atau ikan air
tawar seperti ikan belida, baung, layis dan lain –lain. Seruit juga berisi lalapan yang
sangat bervariasi yaitu timun, petai, kemangi, kol dan tomat selain itu juga terdapat
pula sayur rebusan seperti kacang panjang, daun singkon, jagung muda dan daun
pepaya (Pratiwi, 2015). Seruit bersifat sangat fleksibel mengikuti apa yang sedang
panen pada saat itu sehingga masyarakat tidak akan kesulitan untuk mencari bahan
tertentu (Anggraini, 2017).
Tata cara khusus dalam menyantap seruit. Umumnya dalam menyantap seruit
tidak menggunakan alat makan (sendok dan garpu) melainkan menggunakan tangan,
sehingga sebelum makan hendaknya mencuci kedua tangan hingga bersih. Kemudian
ambil mangkuk lalu tuang sambal terasi secukupnya, tambahkan danging ikan lalu
timun dan kuah pindang atau kuah gulai. Kemudian aduk semuanya lalu terakhir
tambahkan tempoyak. Setelah tercampur rata, ambil sebagian dan makan dengan nasi
(Anggraini, 2017).

4
Gambar 2. Komponen Seruit (sumber: hasbundoya.com)

Seruit juga dapat disajikan di mangkuk yang besar. Seruit juga dapat langsung
dinikmati dengan tambahan terung bakar yang sudah dibakar dan dikupas kulitnya.
Terung bakar ini sangat lezat sehingga semakin membuat penikmatnya tidak ingin
berhenti mengunyah (Anggraini, 2017).

Gambar 3. Pembuatan Seruit (sumber: elvirawordpress.com)

Seruit termasuk ke dalam katgori makan berat, biasanya masyarakat Lampung


makan seruit pada siang atau malam hari. Saat nyeruit, semua orang duduk di atas alas
tikar atau karpet (lesehan). Nyeruit juga biasanya dimakan pada saat acara tertentu
seperti acara keluarga, pernikahan, syukuran dan acara adat. Nyeruit sangat terikat
waktu dan harus dilakukan saat itu dan di tempat itu juga karena ketersediaan seruit
sangat jarang pada restoran lokal. Nyeruit juga harus dilakukan secara beramai-ramai
karena pandangan orang Lampung seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan sendirian.
Makanan seruit juga sudah tersedia di alas tikar dengan piring-piring kecil sebagai
wadahnya sehingga saat makan tidak perlu mengantri seperti halnya makan
prasmanan (Pratiwi, 2015)

5
.

Gambar 4. Ibu-ibu sedang nyeruit (sumber: ulunlampung.blogspot.com)

Gambar 5. Walikota Bandar Lampung sering menyantap seruit (sumber:duniaindra.com)

Gambar 6. Pemuka adat nyeruit di pesta pernikahan (sumber: jurnallampung.com)


Budaya nyeruit masih terus dipelihara hingga kini. Bahkan pada tahun 2011
nyeruit masal diadakan di Lampung. Sebanyak 4.937 orang mengikuti makan bersama
di lapangan Enggal, Bandar Lampung sehingga rekor MURI dengan peserta terbanyak
terpecahkan (Anggraini, 2017).

6
Gambar 7. Foto bersama pemecahan rekor MURI (sumber: tribunlampung.com)

2.3. Nilai-Nilai yang terkandung dalam tradisi Seruit


Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi
seruit diantaranya adalah:
a. Nilai kebudayaan
Nilai budaya yang terkandung dalam tradisi nyeruit yaitu tradisi ini telah
berlangsung dari nenek moyang dan hingga kini masih tetap dipelihara oleh
sebagian besar masyarakatnya. Selain itu tradisi seruit hendaknya selalu
dilestarikan agar tidak punah.
b. Nilai pendidikan
Nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi ini yaitu mengajarkan kepada
generasi muda untuk selalu bersilaturahmi pada keluarga, teman maupun orang
lain. Dengan terciptanya silaturahmi yang baik akan mendatangkan hubungan
yang baik antar sesama manusia.
c. Nilai sosial
Nilai sosial yang tercermin dalam tradisi ini yaitu cara silaturahmi dengan
menggunakan nyeruit. Makan bersama di suatu tempat menciptakan
keharmonisan yang selalu terjaga baik.
d. Nilai gotong royong
Nilai gotong royong yang tercermin pada tradisi nyeruit yaitu masyarakat bahu
membahu untuk melengkapi hidangan pada seruit. Hidangan seruit yang
jenisnya sangat beragam akan dirasa mudah jika masyarakat tolong menolong
dalam pembuatannya.
e. Nilai kesehatan
Seruit mengandung gizi yang sangat baik, di dalamnya terdapat karbohidrat,
protein, lemak, mineral serta vitamin yang dibutuhkan tubuh manusia.
Sehingga jika menyantap seruit dengan jangka waktu yang lama akan
membuat tubuh kita selalu sehat.

7
2.4. Keterkaitan seruit dengan pembelajaran di Sekolah
Etnopedagogi merupakan praktik pendidikan berbasis kearifan lokal dan
bersumber dari nilai-nilai kultural suatu etnis dan menjadi standar perilaku (Rustaman,
2014). Selain itu etnopedagogi juga merupakan landasan dalam pendidikan
sebagaimana sejalan dengan salah satu filosofi pengembagan kurikulum 2013 yaitu
pendidikan berakar pada budaya bangsa masa kini dan masa yang akan datang
(Albaiti, 2015). Etnopedagogi yang mengkaji karifan lokal kelompok budaya tertentu
tentunya dapat mendorong perkembangan dalam bidang pendidikan (Djulia, 2005).

8
Keterkaitan tradisi seruit terhadap pembelajaran Biologi kelas XII SMA yaitu KD
3.10 “Menganalisis prinsip-prinsip Bioteknoogi dan penerapannya ebagai upaya
peningkatan kesejahteraan manusia dan KD 4.10 “Menyajikan laporan hasil
percobaan penerapan prisip-prinsip Bioteknologi konvensional berdasarkan scientific

method”. Dalam tradisi makan seruit terdapat tempoyak sebagai pelengkapnya.


Tempoyak merupakan hasil fermentasi dari buah durian. Untuk menghasilkan
tempoyak dibutuhkan daging durian yang difermentasi dengan ditambahkan garam
sehingga melibatkan bakteri asam laktat (Yuliana, 2004). Dengan kata lain fermentasi
durian menjadi tempoyak termasuk ke dalam fermentasi asam laktat. Penambahan
garam menyebabkan penarikan air dari bahan-bahan bergizi dari jaringan bahan yang
difermentasi, yang kemudian akan digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan
bakteri yang terlibat dalam fermentasi. Fermentasi daging durian menjadi tempoyak
dapat dilakukan secara spontan dan juga dengan penambahan kultur atau ragi. Pada
umumnya pembuatan tempoyak pada masyarakat Lampung dilakukan secara
tradisional dan sifatnya spontan tanpa adanya penambahan inokulum atau kultur
murni.
Gambar 8. Langkah-langkah membuat tempoyak (sumber:friedchillies.com)

9
Pengolahan durian yang dilakukan secara fermentasi menghasilkan produk yang
dikenal dengan nama tempoyak, pikel durian, pekasam atau durian asam. Durian
fermentasi atau tempoyak digunakan sebagai bumbu masakan di beberapa daerah
beretnis Melayu seperti Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat (juga
dikenal sebagai durian asam), Aceh (disebut Pekasam) dan Kalimantan Barat.
Fermentasi durian secara spontan adalah fermentasi yang tidak dikontrol dengan
penambahan starter atau kultur. Pembuatan dengan metode ini dilakukan dengan cara
melumatkan daging buah durian dan diberi garam sampai homogen, kemudian
ditempatkan pada wadah atau toples tertutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar
selama satu minggu. Hal yang harus diperhatikan pada pengolahan durian secara
fermentasi adalah terciptanya kondisi anaerobik sampai sedikit aerobik, karena
fermentasi melibatkan bakteri asam laktat yang bersifat aerofilik (kondisi sedikit
aerobik). Dengan demikian bahan fermentasi harus seimbang dengan wadah
fermentasi sedemikian rupa sehingga hanya tersisa sedikit ruang antara bahan dan
tutup wadah. Jika terlalu penuh, kemungkinan akan terjadi desakan tutup oleh gas
yang dihasilkan selama fermentasi, sedangkan jika terlalu banyak ruang kosong
kondisi anaerobik kurang terbentuk akibatnya terjadi peluang kontaminasi.
Penambahan garam pada pembuatan tempoyak di masyarakat sangat bervariasi
(2,5 % sampai 30% dari berat tempoyak). Kandungan garam yang ditambahkan dapat
menghasilkan dua jenis tempoyak yang berbeda yaitu tempoyak asam jika kandungan
garam kurang dari 5% dan tempoyak asin jika diberi kandungan garam lebih dari 5%.
Kandungan garam yang rendah akan lebih mendukung pertumbuhan bakteri asam
laktat sehingga produk akhir mempunyai tingkat keasaman tinggi dalam waktu yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan tempoyak yang diberi garam tinggi. Tetapi,
tempoyak yang dihasilkan dengan garam tinggi lebih awet dibandinkan dengan yang
bergaram rendah. Penambahan garam pada bahan akan menyebabkan pelepasan cairan
dari bahan dasar. Cairan tersebut mengandung gula, protein terlarut, mineral dan zat-
zat lain yang dapat digunakan sebagai substrat oleh bakteri asam laktat (BAL).
Larutan garam juga berfungsi sebagai media selektif pertumbuhan mikroorganisme.
Pada kadar garam yang rendah, jumlah dan jenis mikroba yang tumbuh lebih banyak,
produksi asam lebih cepat sehingga berpengaruh terhadap keasaman total. Sedangkan
pada tempoyak yang diberi garam tinggi, hanya bakteri asam laktat selektif yang dapat

10
hidup sehingga tingkat keasaman berkurang dan secara sensori, rasa asin menjadi
dominan. (Yuliana, 2007).
Tempoyak tidak hanya dimakan begitu saja, banyak masyarakat lampung
mengolah tempoyak menjadi sambal yang ditambahkan ikan maupun petai. Sekarang,
tempoyak sudah dijual dengan berbagai kemasan sehingga mudah untuk didapatkan.

Gambar 9. Olahan sambal tempoyak (sumber:carousell.com)

Materi Bioteknologi berisi tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)


KI 1. Menghargai dan menghayati 1.1. Mengagumi keteraturan dan
ajaran agama yang dianutnya kompleksitas ciptaan Tuhan tentang
keanekaragaman hayati, ekosistem,
dan lingkungan hidup.
1.2. Menyadari dan mengagumi pola
pikir ilmiah dalam kemampuan
mengamati bioproses.
1.3. Peka dan peduli terhadap
permasalahan lingkungan hidup,
menjaga dan menyayangi
lingkungan sebagai manisfestasi
pengamalan ajaran agama yang
dianutnya
KI 2. Menghayati dan mengamalkan 2.1. Berperilaku ilmiah: teliti, tekun,

11
Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)
perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, jujur sesuai data dan fakta, disiplin,
peduli (gotong royong, kerjasama, tanggung jawab,dan peduli dalam
toleran, damai), santun, responsif dan observasi dan eksperimen, berani
pro-aktif dan menunjukkan sikap dan santun dalam mengajukan
sebagai bagian dari solusi atas berbagai pertanyaan dan berargumentasi,
permasalahan dalam berinteraksi secara peduli lingkungan, gotong royong,
efektif dengan lingkungan sosial dan bekerjasama, cinta damai,
alam serta dalam menempatkan diri berpendapat secara ilmiah dan
sebagai cerminan bangsa dalam kritis, responsif dan proaktif dalam
pergaulan dunia. dalam setiap tindakan dan dalam
melakukan pengamatan dan
percobaan di dalam
kelas/laboratorium maupun di luar
kelas/laboratorium.
2.2. Peduli terhadap keselamatan diri
dan lingkungan dengan menerapkan
prinsip keselamatan kerja saat
melakukan kegiatan pengamatan
dan percobaan di laboratorium dan
di lingkungan sekitar.
KI 3. Memahami, menerapkan, 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
menganalisis pengetahuan faktual, Bioteknoogi dan penerapannya
konseptual, prosedural berdasarkan rasa sebagai upaya peningkatan
ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, kesejahteraan manusia
teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan

12
Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)
bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KI 4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.10 Menyajikan laporan hasil
dalam ranah konkret dan ranah abstrak percobaan penerapan prisip-
terkait dengan pengembangan dari yang prinsip Bioteknologi
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, konvensional berdasarkan
dan mampu menggunakan metoda scientific method
sesuai kaidah keilmuan.

Berikut ini merupakan tabel 2.2 yang berisi tentang identifikasi nilai-nilai kearifan
lokal yang terdapat pada tradisi makan seruit suku Lampung:

Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
1.1. Mengagumi keteraturan dan
kompleksitas ciptaan Tuhan
tentang keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan lingkungan
hidup.
1.2. Menyadari dan mengagumi
Tradisi nyeruit terus dilakukan pola pikir ilmiah dalam
Nilai
dan telah berlangsung dari kemampuan mengamati
Kebudayaan
nenek moyang hingga kini bioproses.
1.3. Peka dan peduli terhadap
permasalahan lingkungan
hidup, menjaga dan menyayangi
lingkungan sebagai manisfestasi
pengamalan ajaran agama yang
dianutnya
Nilai Tradisi nyeruit mengajrakan 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
Pendidikan pada generasi muda untuk Bioteknoogi dan
selalu bersilaturahmi pada penerapannya sebagai upaya

13
Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
keluarga, teman maupun orang peningkatan kesejahteraan
lain. Dengan terciptanya manusia
silaturahmi yang baik akan
mendatangkan hubungan yang
baik antar sesama manusia.
1.2. Menyadari dan mengagumi pola
Tradisi nyeruit mencerminkan pikir ilmiah dalam kemampuan
nilai sosial yaitu cara
mengamati bioproses.
silaturahmi dengan 1.3. Peka dan peduli terhadap
Nilai Sosial menggunakan nyeruit. Makan permasalahan lingkungan

bersama di suatu tempat hidup, menjaga dan menyayangi

menciptakan keharmonisan lingkungan sebagai manisfestasi

yang selalu terjaga baik. pengamalan ajaran agama yang


dianutnya
Nilai Tradisi nyeruit mencerminkan 2.1. Berperilaku ilmiah: teliti, tekun,
Gotong- sikap gotong royong pada saat jujur sesuai data dan fakta,
royong masyarakat bahu membahu disiplin, tanggung jawab,dan
untuk melengkapi hidangan peduli dalam observasi dan
pada seruit. Hidangan seruit eksperimen, berani dan santun
yang jenisnya sangat beragam dalam mengajukan pertanyaan
akan dirasa mudah jika dan berargumentasi, peduli
masyarakat tolong menolong lingkungan, gotong royong,
dalam pembuatannya. bekerjasama, cinta damai,
berpendapat secara ilmiah dan
kritis, responsif dan proaktif
dalam dalam setiap tindakan
dan dalam melakukan
pengamatan dan percobaan di
dalam kelas/laboratorium
maupun di luar

14
Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
kelas/laboratorium.
2.2 Peduli terhadap keselamatan
Seruit mengandung gizi yang diri dan lingkungan dengan
sangat baik, di dalamnya menerapkan prinsip
terdapat karbohidrat, protein, keselamatan kerja saat
lemak, mineral serta vitamin melakukan kegiatan
Nilai yang dibutuhkan tubuh pengamatan dan percobaan di
Kesehatan manusia. Sehingga jika laboratorium dan di
menyantap seruit dengan
lingkungan sekitar.
jangka waktu yang lama akan 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
membuat tubuh kita selalu Bioteknoogi dan penerapannya

sehat. sebagai upaya peningkatan


kesejahteraan manusia

Rencana singkat pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada tabel 2.3
berikut ini:
Pertemua
Kegiatan Pembelajaran Materi
n
Pertama Pertemuan pertama dilaksanakan di kelas. Guru Materi Bioteknologi
mengenalkan pada siswa tentang tradisi seruit yang dikaitkan
lalu mengaitkannya dengan pembelajaran dengan kearifan lokal
bioteknologi khusus nya fermentasi. seruit. Tempoyak
Penyampaian materi dapat melalui gambar merupakan salah satu
maupun video. Setelah penyampaian materi produk bioteknologi
selesai guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok praktikum dan meminta siswa untuk
membawa bahan yang akan dipakai pada
praktikum pertemuan selanjutnya.
Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan di laboratorium. Praktikum pembuatan
Guru meminta siswa untuk melakukan tempoyak dengan
praktikum tentang fermentasi durian kemudian menggunakan LKS

15
Pertemua
Kegiatan Pembelajaran Materi
n
mengerjakan LKS yang diberikan. Karena sebagai panduan
fermentasi tempoyak membutuhkan waktu yang belajar siswa
lama yaitu sekitar satu minggu, maka hasil dari
praktikum akan dilihat pada pertemuan
selanjutnya
Ketiga Pertemuan ketida dilaksanakan di laboratorium. Penyampaian hasil
Guru meminta siswa untuk melanjutkan praktikum tempoyak
kembali praktikum. Hasil dari fermentasi
tersebut di presentasikan dan ditulis di dalam
laporan.

16
BAB III
KESIMPULAN

Seruit merupakan makanan khas Lampung sedangkan nyeruit merupakan


kegiatan tata cara makan seruit. Seruit terdiri dari ikan goreng/bakar, lalapan ataupun
sayur rebusan, sambal terasi dan tempoyak yang dicampur di mangkuk kemudian di
makan dengan nasi. Seruit memiliki nilai gizi yang tinggi karena mengandung
krabohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh manusia.
Masyarakat Lampung menyantap seruit yaitu pada acara tertentu seperti acara
keluarga, pernikahan, syukuran dan acara adat. Kegitan ini tentunya memiliki nilai-
nilai yang bermanfaat bagi kehidupan yaitu nilai sosial, nilai kebudayaan, nilai
pendidikan, nilai kesehatan dan nilai gotong royong. Sehingga tradisi nyeruit tentunya
perlu dilestarikan dan tetap dilakukan terus menerus pada generasi yang selanjutnya.
Seruit dapat dihubungkan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Sebagai
contoh pada pelajaran Biologi kelas XII SMA pada materi bioteknologi. Guru dapat
mengkaitkan tempoyak yang merupakan bagian dari seruit dengan materi
bioteknologi. Sehingga siswa akan mendapat pengetahuan tentang tradisi seruit dan
juga pengetahuan tentang fermentasi buah durian atau tempoyak.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Albaiti. (2015). Kajian Kearifan Lokal Kelompok Budaya Dani Lembah Baliem
Wamena Papua. Jurnal Pendidikan Nusantara Indonesia. 1 (1).

Anggraini, D. (2017). Menyeruit, yuk! Kuliner Lampung. Badan Pengembagan dan


Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Badan Pusat Statistik Lampung. (2016). Lampung dalam Angka. BPS Provinsi
Lampung

Diana, N. (2012). Manajemen Pendidikan Berbasis Budaya Lokal Lampung. Jurnal


Analisis IAIN Raden Intan. 12 (1).

Djulia, E. (2005). Peran Budaya Lokal dalam Pembentukan Sains. Studi tentang
Pembentukan Sains Siswa Kelompok Budaya Sundan Tentang Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan dalam Konteks Sekolah dan Lingkungan Pertanian. Disertasi
UPI. Tidak Diterbitkan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2018) (diakses pada website


https://kbbi.kemdikbud.go.id/

Lampung Provinsi. (2016). Sejarah Lampung. (diakses pada website


http://lampungprov.go.id/page/detail/sejarah-lampung.html)

Latief, Y. (2007). Kajian Adat Budaya Lampung Sai Batin dalam Pengembagan
Kepariwisataan di Kabupaten Tanggamus. Fakta Press Fakultas Tarbiyah IAIN Raden
Intan.

Pratiwi, A.M. (2015). Nyeruit di Kedamaian (Kajian Keyakinan Makanan serta


Perubahannya pada Orang Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Rustaman, N. (2014). Ethnopedagogy, Ethnoscience & Indigneous Science. Materi


Perkuliahan Etnosains dalam bentuk Power Point.

Yuliana, N. (2004). Biochemical Changes in Fermented Durian (Durio zibhethinus


Murr.). Dissertation. UPLB. Laguna. Phillippines.

Yuliana, N. (2007). Pengolahan Durian (Durio zibethinus) Fermentasi (Tempoyak).


Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 12 (2).

Yusuf. (2016). Nilai-Nilai Islam dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung. Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam 10 (1).

Anda mungkin juga menyukai