PENDAHULUAN
DDDD.
1
BAB II
ISI
2
Masyarakat Lampung yang tinggal di pesisir kebanyakan berprofesi sebagai
nelayan dan bercocok tanam. Sedangkan masyarakat di wilayah tengah kebanyakan
berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dan lain-lain. Selain itu, Provinsi Lampung
juga fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sarit,
karet, padi, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, dan tebu. Beberapa daerah
pesisir merupakan komoditas perikanan seperti tambak udang yang sudah terkenal di
tingkat nasional dan internasional (BPS Lampung, 2016).
Secara adat, masyarakat Lampung terbagi menjadi dua kelompok yaitu adat
Lampung Pepadun dan Saibatin atau sering disebut pesisir. Lampung memiliki
julukan yang sering disebut Sai Bumi Ruwa Jurai yang berarti satu daerah (bumi)
dihuni oleh dua kelompok (Pepadun dan Saibatin). Selain itu, dalam bahasa Lampung
juga dibagi menjadi dua dialek yaitu dialek ‘A’ dan dialek ‘O’. Dialek ‘A’ dominan
digunakan oleh masyarakat Saibatin. Sedangkan dialek ‘O’ dominan digunakan oleh
masyarakat Pepadun (Yusuf, 2016).
Prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan suatu corak keaslian
penduduk masyarakat Lampung, terdapat lima prinsip yaitu (Yusuf, 2016):
a. Pi’il Pesengiri
Pi’il Pesengiri diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri,
perilaku dan sikap hidup yang dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan
martabat secara pribadi maupu secara berkelompok yang senantiasa di
pertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang dapat mempertaruhkan apa saja
(termasuk nyawanya) demi untuk mempertahankan Pi’il Pesengirinya.
b. Sakai Sambayan
Berarti gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, dan saling memberi
sesuatu yang dibutuhkan orang lain dan hal tersebut tidak terbatas pada sesuatu
yang sifatnya materi saja, tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan
pikiran dan sebagainya
c. Nemui Nyimah
Berarti mermurah hati dan ramah tamah terhadap semua orang. Bermurah hati
dengan memberikan sesuatu yang ada padanya kepada orang lain, juga
bermurah hati dalam bertutur kata serta sopan santun terhadap tamu.
3
d. Nengah Nyappur
Nengah Nyappur adalah sebagai tata pergaulan masyarakat Lampung dengan
kesediaan membuka diri dalam pergaulan masyaraat umum dan
berpengetahuan luas. Ikut serta dalam partisipasi terhadap hal yang bersifat
baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman.
e. Bejuluk Beadek
Ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwariskan turun temurun dari zaman
dahulu. Mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya.
Selain itu juga bermakna keharusan berjuang untuk meningkatkan
kesempurnaan hidup, bertata tertib dan bertata krama sebaik mungkin.
2.2. Seruit
Seruit adalah makanan khas masyarakat Lampung. Seruit berisi masakan ikan
yang digoreng atau di bakar kemudian dicampur sambal terasi dan tempoyak.
Tempoyak adalah makanan hasil fermentasi dari buah durian. Seruit di santap dengan
nasi dan pindang. Jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan sungai atau ikan air
tawar seperti ikan belida, baung, layis dan lain –lain. Seruit juga berisi lalapan yang
sangat bervariasi yaitu timun, petai, kemangi, kol dan tomat selain itu juga terdapat
pula sayur rebusan seperti kacang panjang, daun singkon, jagung muda dan daun
pepaya (Pratiwi, 2015). Seruit bersifat sangat fleksibel mengikuti apa yang sedang
panen pada saat itu sehingga masyarakat tidak akan kesulitan untuk mencari bahan
tertentu (Anggraini, 2017).
Tata cara khusus dalam menyantap seruit. Umumnya dalam menyantap seruit
tidak menggunakan alat makan (sendok dan garpu) melainkan menggunakan tangan,
sehingga sebelum makan hendaknya mencuci kedua tangan hingga bersih. Kemudian
ambil mangkuk lalu tuang sambal terasi secukupnya, tambahkan danging ikan lalu
timun dan kuah pindang atau kuah gulai. Kemudian aduk semuanya lalu terakhir
tambahkan tempoyak. Setelah tercampur rata, ambil sebagian dan makan dengan nasi
(Anggraini, 2017).
4
Gambar 2. Komponen Seruit (sumber: hasbundoya.com)
Seruit juga dapat disajikan di mangkuk yang besar. Seruit juga dapat langsung
dinikmati dengan tambahan terung bakar yang sudah dibakar dan dikupas kulitnya.
Terung bakar ini sangat lezat sehingga semakin membuat penikmatnya tidak ingin
berhenti mengunyah (Anggraini, 2017).
5
.
6
Gambar 7. Foto bersama pemecahan rekor MURI (sumber: tribunlampung.com)
7
2.4. Keterkaitan seruit dengan pembelajaran di Sekolah
Etnopedagogi merupakan praktik pendidikan berbasis kearifan lokal dan
bersumber dari nilai-nilai kultural suatu etnis dan menjadi standar perilaku (Rustaman,
2014). Selain itu etnopedagogi juga merupakan landasan dalam pendidikan
sebagaimana sejalan dengan salah satu filosofi pengembagan kurikulum 2013 yaitu
pendidikan berakar pada budaya bangsa masa kini dan masa yang akan datang
(Albaiti, 2015). Etnopedagogi yang mengkaji karifan lokal kelompok budaya tertentu
tentunya dapat mendorong perkembangan dalam bidang pendidikan (Djulia, 2005).
8
Keterkaitan tradisi seruit terhadap pembelajaran Biologi kelas XII SMA yaitu KD
3.10 “Menganalisis prinsip-prinsip Bioteknoogi dan penerapannya ebagai upaya
peningkatan kesejahteraan manusia dan KD 4.10 “Menyajikan laporan hasil
percobaan penerapan prisip-prinsip Bioteknologi konvensional berdasarkan scientific
9
Pengolahan durian yang dilakukan secara fermentasi menghasilkan produk yang
dikenal dengan nama tempoyak, pikel durian, pekasam atau durian asam. Durian
fermentasi atau tempoyak digunakan sebagai bumbu masakan di beberapa daerah
beretnis Melayu seperti Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat (juga
dikenal sebagai durian asam), Aceh (disebut Pekasam) dan Kalimantan Barat.
Fermentasi durian secara spontan adalah fermentasi yang tidak dikontrol dengan
penambahan starter atau kultur. Pembuatan dengan metode ini dilakukan dengan cara
melumatkan daging buah durian dan diberi garam sampai homogen, kemudian
ditempatkan pada wadah atau toples tertutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar
selama satu minggu. Hal yang harus diperhatikan pada pengolahan durian secara
fermentasi adalah terciptanya kondisi anaerobik sampai sedikit aerobik, karena
fermentasi melibatkan bakteri asam laktat yang bersifat aerofilik (kondisi sedikit
aerobik). Dengan demikian bahan fermentasi harus seimbang dengan wadah
fermentasi sedemikian rupa sehingga hanya tersisa sedikit ruang antara bahan dan
tutup wadah. Jika terlalu penuh, kemungkinan akan terjadi desakan tutup oleh gas
yang dihasilkan selama fermentasi, sedangkan jika terlalu banyak ruang kosong
kondisi anaerobik kurang terbentuk akibatnya terjadi peluang kontaminasi.
Penambahan garam pada pembuatan tempoyak di masyarakat sangat bervariasi
(2,5 % sampai 30% dari berat tempoyak). Kandungan garam yang ditambahkan dapat
menghasilkan dua jenis tempoyak yang berbeda yaitu tempoyak asam jika kandungan
garam kurang dari 5% dan tempoyak asin jika diberi kandungan garam lebih dari 5%.
Kandungan garam yang rendah akan lebih mendukung pertumbuhan bakteri asam
laktat sehingga produk akhir mempunyai tingkat keasaman tinggi dalam waktu yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan tempoyak yang diberi garam tinggi. Tetapi,
tempoyak yang dihasilkan dengan garam tinggi lebih awet dibandinkan dengan yang
bergaram rendah. Penambahan garam pada bahan akan menyebabkan pelepasan cairan
dari bahan dasar. Cairan tersebut mengandung gula, protein terlarut, mineral dan zat-
zat lain yang dapat digunakan sebagai substrat oleh bakteri asam laktat (BAL).
Larutan garam juga berfungsi sebagai media selektif pertumbuhan mikroorganisme.
Pada kadar garam yang rendah, jumlah dan jenis mikroba yang tumbuh lebih banyak,
produksi asam lebih cepat sehingga berpengaruh terhadap keasaman total. Sedangkan
pada tempoyak yang diberi garam tinggi, hanya bakteri asam laktat selektif yang dapat
10
hidup sehingga tingkat keasaman berkurang dan secara sensori, rasa asin menjadi
dominan. (Yuliana, 2007).
Tempoyak tidak hanya dimakan begitu saja, banyak masyarakat lampung
mengolah tempoyak menjadi sambal yang ditambahkan ikan maupun petai. Sekarang,
tempoyak sudah dijual dengan berbagai kemasan sehingga mudah untuk didapatkan.
Materi Bioteknologi berisi tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut ini:
11
Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)
perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, jujur sesuai data dan fakta, disiplin,
peduli (gotong royong, kerjasama, tanggung jawab,dan peduli dalam
toleran, damai), santun, responsif dan observasi dan eksperimen, berani
pro-aktif dan menunjukkan sikap dan santun dalam mengajukan
sebagai bagian dari solusi atas berbagai pertanyaan dan berargumentasi,
permasalahan dalam berinteraksi secara peduli lingkungan, gotong royong,
efektif dengan lingkungan sosial dan bekerjasama, cinta damai,
alam serta dalam menempatkan diri berpendapat secara ilmiah dan
sebagai cerminan bangsa dalam kritis, responsif dan proaktif dalam
pergaulan dunia. dalam setiap tindakan dan dalam
melakukan pengamatan dan
percobaan di dalam
kelas/laboratorium maupun di luar
kelas/laboratorium.
2.2. Peduli terhadap keselamatan diri
dan lingkungan dengan menerapkan
prinsip keselamatan kerja saat
melakukan kegiatan pengamatan
dan percobaan di laboratorium dan
di lingkungan sekitar.
KI 3. Memahami, menerapkan, 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
menganalisis pengetahuan faktual, Bioteknoogi dan penerapannya
konseptual, prosedural berdasarkan rasa sebagai upaya peningkatan
ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, kesejahteraan manusia
teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan
12
Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD)
bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KI 4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.10 Menyajikan laporan hasil
dalam ranah konkret dan ranah abstrak percobaan penerapan prisip-
terkait dengan pengembangan dari yang prinsip Bioteknologi
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, konvensional berdasarkan
dan mampu menggunakan metoda scientific method
sesuai kaidah keilmuan.
Berikut ini merupakan tabel 2.2 yang berisi tentang identifikasi nilai-nilai kearifan
lokal yang terdapat pada tradisi makan seruit suku Lampung:
Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
1.1. Mengagumi keteraturan dan
kompleksitas ciptaan Tuhan
tentang keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan lingkungan
hidup.
1.2. Menyadari dan mengagumi
Tradisi nyeruit terus dilakukan pola pikir ilmiah dalam
Nilai
dan telah berlangsung dari kemampuan mengamati
Kebudayaan
nenek moyang hingga kini bioproses.
1.3. Peka dan peduli terhadap
permasalahan lingkungan
hidup, menjaga dan menyayangi
lingkungan sebagai manisfestasi
pengamalan ajaran agama yang
dianutnya
Nilai Tradisi nyeruit mengajrakan 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
Pendidikan pada generasi muda untuk Bioteknoogi dan
selalu bersilaturahmi pada penerapannya sebagai upaya
13
Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
keluarga, teman maupun orang peningkatan kesejahteraan
lain. Dengan terciptanya manusia
silaturahmi yang baik akan
mendatangkan hubungan yang
baik antar sesama manusia.
1.2. Menyadari dan mengagumi pola
Tradisi nyeruit mencerminkan pikir ilmiah dalam kemampuan
nilai sosial yaitu cara
mengamati bioproses.
silaturahmi dengan 1.3. Peka dan peduli terhadap
Nilai Sosial menggunakan nyeruit. Makan permasalahan lingkungan
14
Nilai-Nilai
Bentuk Tradisi yang Kompetensi Inti dan Kompetensi
Kearifan
dilakukan Masyarakat Dasar
Lokal
kelas/laboratorium.
2.2 Peduli terhadap keselamatan
Seruit mengandung gizi yang diri dan lingkungan dengan
sangat baik, di dalamnya menerapkan prinsip
terdapat karbohidrat, protein, keselamatan kerja saat
lemak, mineral serta vitamin melakukan kegiatan
Nilai yang dibutuhkan tubuh pengamatan dan percobaan di
Kesehatan manusia. Sehingga jika laboratorium dan di
menyantap seruit dengan
lingkungan sekitar.
jangka waktu yang lama akan 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip
membuat tubuh kita selalu Bioteknoogi dan penerapannya
Rencana singkat pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada tabel 2.3
berikut ini:
Pertemua
Kegiatan Pembelajaran Materi
n
Pertama Pertemuan pertama dilaksanakan di kelas. Guru Materi Bioteknologi
mengenalkan pada siswa tentang tradisi seruit yang dikaitkan
lalu mengaitkannya dengan pembelajaran dengan kearifan lokal
bioteknologi khusus nya fermentasi. seruit. Tempoyak
Penyampaian materi dapat melalui gambar merupakan salah satu
maupun video. Setelah penyampaian materi produk bioteknologi
selesai guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok praktikum dan meminta siswa untuk
membawa bahan yang akan dipakai pada
praktikum pertemuan selanjutnya.
Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan di laboratorium. Praktikum pembuatan
Guru meminta siswa untuk melakukan tempoyak dengan
praktikum tentang fermentasi durian kemudian menggunakan LKS
15
Pertemua
Kegiatan Pembelajaran Materi
n
mengerjakan LKS yang diberikan. Karena sebagai panduan
fermentasi tempoyak membutuhkan waktu yang belajar siswa
lama yaitu sekitar satu minggu, maka hasil dari
praktikum akan dilihat pada pertemuan
selanjutnya
Ketiga Pertemuan ketida dilaksanakan di laboratorium. Penyampaian hasil
Guru meminta siswa untuk melanjutkan praktikum tempoyak
kembali praktikum. Hasil dari fermentasi
tersebut di presentasikan dan ditulis di dalam
laporan.
16
BAB III
KESIMPULAN
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Albaiti. (2015). Kajian Kearifan Lokal Kelompok Budaya Dani Lembah Baliem
Wamena Papua. Jurnal Pendidikan Nusantara Indonesia. 1 (1).
Badan Pusat Statistik Lampung. (2016). Lampung dalam Angka. BPS Provinsi
Lampung
Djulia, E. (2005). Peran Budaya Lokal dalam Pembentukan Sains. Studi tentang
Pembentukan Sains Siswa Kelompok Budaya Sundan Tentang Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan dalam Konteks Sekolah dan Lingkungan Pertanian. Disertasi
UPI. Tidak Diterbitkan.
Latief, Y. (2007). Kajian Adat Budaya Lampung Sai Batin dalam Pengembagan
Kepariwisataan di Kabupaten Tanggamus. Fakta Press Fakultas Tarbiyah IAIN Raden
Intan.
Yusuf. (2016). Nilai-Nilai Islam dalam Falsafah Hidup Masyarakat Lampung. Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam 10 (1).