Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

KIMIA LINGKUNGAN DAN PENCEMARAN


PENCEMARAN LIMBAH MINYAK DILAUTAN DAN
LIMBAH BATUBARA DIPERAIRAN

Disusun Oleh :
Nama : Heny Agustati
NPM : E2A017022
Dosen Pengampu : Dr.Agus Martono, HP, DEA

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam


Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
November 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak
dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber
kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Sopiani, 2014). Kualitas air dinyatakan
dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut),
parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam) dan parameter biologi
(keberadaan plakton, bakteri) dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Boyd dalam
Bapedalda (2003), kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan
untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam
suatu kisaran tertentu.
Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut diklasifikasikan atas senyawa konservatif
(senyawa yang sukar terurai) dan senyawa non konservatif (senyawa yang mudah terurai di
perairan). Polutan yang masuk ke perairan laut seringkali mengandung senyawa konservatif
dan non-konservatif, salah satu diantaranya adalah polutan minyak. Minyak merupakan
polutan yang memiliki potensi besar mencemari air laut. Pencemaran minyak merupakan
penyebab utama pencemaran laut yang dapat membahayakan ekosistem laut karena laut dan
biota perairan sangat rentan terhadap minyak (Mukhtasor 2007). Penambangan batubara
merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Dampak dari proses
penambangan batubara adalah timbulnya air asam tambang. Timbulnya air asam tambang
memiliki dampak yang besar bagi kelestarian lingkungan maupun masyarakat sekitar baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung adalah terbentuknya air
asam tambang. Pembentukan air asam tambang dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu air,
udara dan material yang mengadung mineral-mineral sulfida (Nurisman dkk, 2012).
Secara fisik, pencemaran minyak akan terlihat jelas pada lingkungan laut seperti pantai
menjadi kotor akibat permukaan air laut tertutup oleh lapisan minyak atau karena gumpalan
ter dipermukaan air laut. Secara kimia, minyak bumi mengandung senyawa aromatik
hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat mematikan organisme laut. Secara biologi, adanya
pencemaran minyak dapat mengganggu kehidupan organisme termasuk ikan, oleh karena itu
perlu suatu usaha yang intensif untuk meminimalkan pencemaran minyak di laut. Pengaruh
spesifik dampak dari pencemaran minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai
tergantung pada jumlah minyak yang mencemari, lokasi kejadian, dan waktu kejadian (Syakti
2004). Menurut Gautama (2014), air tambang merupakan air yang berasal dari penyaliran
tambang (mine drainage) yang berpotensi mencemari badan perairan alamiah baik dalam
bentuk air asam tambang maupun bukan air asam tambang jika tidak dikelola dan dikontrol
dengan baik. Adanya kegiatan penambangan batubara selain telah menciptakan kolam-kolam
raksasa juga diperkirakan akan timbul tekanan terhadap ekosistem lingkungan sekitarnya,
akibat adanya perubahan struktur batuan yang diikuti dengan perubahan kualitas fisika dan
kimia tanah serta air di sekitarnya (Ginting, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menangani atau solusi pencemaran protein, lemak dan minyak goreng
diperairan?
2. Bagaiman menangani atau solusi pencemaran limbah minyak mentah di laut?
3. Bagaiman menangani atau solusi pencemaran limbah batubara diperairan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara menangani atau solusi pencemaran protein, lemak dan minyak
goreng diperairan.
2. Untuk mengetahui cara menangani atau solusi pencemaran limbah minyak mentah di
laut.
3. Untuk mengetahui cara menangani atau solusi pencemaran limbah batubara
diperairan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Limbah Minyak


A. Karekteristik Minyak di Perairan
Minyak adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan produk
petroleum yang komposisi utamanya terdiri dari hidrokarbon. Minyak bumi
merupakan campuran yang sangat kompleks dari hidrokarbon-hidrokarbon organik
(sel-sel dan jaringan hewan dan tumbuhan) yang tertimbun selama jutaan tahun yang
lalu di dalam tanah baik di daerah daratan maupun di daerah lepas pantai (Mukhtasor
2007).
Minyak mentah (crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi
mengandung bermacam-macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair
maupun padatan. Lebih dari separoh (50-98%) dari zat-zat tersebut adalah merupakan
hidrokarbon. Senyawa utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah alifatik,
alisiklik dan aromatik.
Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan
komponen hidrokarbon lainnya yaitu berkisar 2–4 %. Komponen hidrokarbon
aromatik yang paling sederhana adalah benzen. Secara umum senyawa aromatik
bersifat mudah menguap (folatil) dan lebih beracun dari senyawa lainnya (Darmono
2001). Penyebaran minyak yang masuk ke perairan tergantung pada jumlah,
karakteristik dan tipe minyak, kondisi cuaca, gelombang, arus dan jika minyak
tertinggal di laut atau terbawa ke darat. Polutan yang berasal dari minyak bumi
(petroleum hydrocarbon) telah memperoleh perhatian yang sangat besar secara
internasional, politik dan keilmuan apabila mencemari perairan. Hal ini disebabkan
karena pengaruh minyak terhadap ekosistem perairan mampu menurunkan kualitas air
laut (Mukhtasor 2007).
B. Sumber Pencemaran Minyak di Laut
Lingkungan laut merupakan tempat hidupnya berbagai jenis biota laut dan
tumbuhan yang sangat beraneka ragam dan harus dilindungi untuk memertahankan
ekosistim yang telah ada. Kerusakan lingkungan laut diakibatkan oleh ulah manusia
yang tidak peduli dan akibat pencemaran yang antara lain :
Penyebab pencemaran laut dapat berasal dari :
1. Ladang minyak di bawah dasar laut, baik melalui rembesan maupun kesalahan
pengeboran pada operasi lepas pantai.
2. Kecelakaan pelayaran seperti kapal kandas, tenggelam dan kapal tanker yang
tabrakan.
3. Pembuangan air bilge (air got) dari kapal.
4. Terminal banker minyak dipelabuhan, dimana minyak dapat tumpahpada waktu
memuat/membongkar pengisian bahan bakar.
5. Limbah pembuangan refinery, minyak pelumas dan cairan yang mengandung
hydrocarbon dari darat.
Tumpahan minyak dari kapal terjadi karena faktor-faktor :
1. Kerusakan mekanis :
a. Kerusakan dari sistim peralatan kapal
b. Kebocoran lambung kapal
c. Kerusakan katup-katup hisap atau katup pembuangan kelaut
d. Kerusakan selang-selang muatan bahan bakar
2. Kesalahan manusia :
a. Kurang pengetahuan/pengalaman
b. Kurang perhatian dari personil pada saat pengisian bahan bakar
c. Kurang ditaatinya ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
d. Kurangnya pengawasan terhadap pentingnya perlindungan lingkungan laut
C. Dampak Tumpahan Minyak di Laut
Telah banyak kerugian yang dialami dan akibat yang ditimbulkan dari
terjadinya pencemaran minyak bumi di laut, seperti menurut Malisan, (2010):
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak.
Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan,
pasir, tumbuhan dan hewan. Kontaminasi terhadap udara yang perlu diperhatikan
akan bahaya penguapan benzene karena mempunyai efek karsinogenik kepada
manusia. Keadaan ini semakin penting untuk diantisipasi apabila kejadian
tumpahan minyak berada dekat dengan lokasi penduduk yang padat. Dan benda
purbakala, cagar alam dan harta karun di dasar laut yang terkena minyak dapat
rusak atau berkurang nilai estetikanya. Oleh sebab itu nilai jualnya akan berkurang.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal
Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia
mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan
terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan
perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu
karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan
waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya. Minyak dapat
mempengaruhi kehidupan mangrove dan organisme lain yang berasosiasi pada
mangrove. Minyak dapat menutupi daun, menyumbat akar nafas, mencegah difusi
garam dan menghambat proses respirasi pada mangrove. Dan vegetasi bawah air
sangat sensitif terhadap kontaminasi minyak, karena vegetasi bawah air mimiliki
produktivitas yang tinggi, berperan dalam siklus nutrien, berfungsi sebagai
kawasan asuhan, mencari makan, dan berlindung berbagai spesies penting dan
komersial tinggi dari jenis-jenis ikan.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun
dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari
proses biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang,
dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan
manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan
minyak di permukaan air).
Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini
dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk
hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak,
terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan
isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
D. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Minyak di Laut
Bioremediasi adalah suatu cara penanggulangan pencemaran minyak dengan
memanfaatkan organisme tertentu yang dapat mendegredasi polutan minyak.
Bioremediasi merupakan cara penanggulangan tumpahan minyak yang paling aman
bagi lingkungan (Mukhtasor, 2007).
Menurut Fakhruddin (2004), mikroorganisme dapat memanfaatkan minyak
sebagai sumber karbon untuk pembentukan biomasa dan energi bagi pertumbuhannya.
Organisme tersebut terdistribusi secara luas di laut, dan cenderung berlimpah pada
perairan yang tercemar minyak akibat buangan industri dan limbah cair domestik.
Mikroorganisme pengurai minyak yang biasa digunakan adalah sianobakteria
dan alga biru. Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri
merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi yaitu alkana yang bersifat lebih
mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri.
Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena
substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Komponen minyak bumi yang
sulit terdegradasi jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi
sehingga mikroba pendegradasi komponen ini jumlahnya lebih sedikit dan tumbuh
lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki
substrat lebih banyak.
Penanggulangan pencemaran minyak harus terkoordinasi dengan melibatkan
berbagai stakeholders yang meliputi pemerintah (Administrator Pelayaran, Pelindo,
Kementrian Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan), pengusaha migas, operator
kapal (nakoda/kapten kapal), nelayan setempat, lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan unsur masyarakat harus berkoordinasi dalam menanggulangi pencemaran minyak
di perairan. Koordinasi ini sangat penting dilakukan agar pencemaran yang terjadi
dapat diatasi, dimana segenap komponen bahu membahu saling mengisi kekurangan
dan saling tukar informasi.
2.2 Limbah Batubara
Limbah padat batubara dari pabrik tekstil terdiri dari abu terbang (fly ash) dan
abu bawah (bottom ash) yang merupakan sisa pembakaran yang tidak sempurna dari
batubara. Jumlah limbah batubara yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara
bervariasi tergantung sumber dan kualitas batubara, tetapi biasanya berkisar antara 12%
sampai dengan 16% dari batubara yang dibakar (Evangelou, 1996).
Secara kimia, abu batubara merupakan mineral aluminosilikat yang banyak
mengandung unsurunsur seperti Ca, K, dan Na disamping juga mengandung sejumlah
kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah
bagi tanaman diantaranya Boron (B), fosfor (P) dan unsur-unsur seperti Cu, Zn, Mn, Mo
dan Se. Umumnya abu batubara bersifat alkalis (pH 8-12). Secara fisika, abu batubara
memiliki ukuran partikel berukuran silt dan memiliki karakteristik kapasitas pengikat air
dari sedang sampai tinggi (Damayanti, 2003).
Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari meningkatnya penggunaan batubara
dalam industri adalah berupa peningkatan jumlah limbah padat sisa pembakaran batubara
yang yang termasuk kategori limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 dan
memerlukan penanganan khusus. Dari pembakaran batubara dihasilkan sekitar 5%
polutan padat yang berupa abu terbang (fly ash) dan abu bawah (bottom ash), dimana
sekitar 10-20% adalah abu bawah dan sekitar 80-90% adalah abu terbang dari total abu
yang dihasilkan (Wardani, 2008).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Untuk menangani atau solusi pencemaran protein, lemak dan minyak goreng
diperairan dapat dilakukan dengan cara biorimedasi dengan bantuan bakteri
pendegradasi minyak (lipid).
2. Untuk menangani atau solusi pencemaran limbah batubara diperairan dapat dilakukan
dengan dilakukkan pengelolahan dalam pembuangan limbah batubara sehingga dapat
memperkecil kemungkinan terjadi pencemaran.

3.2 Saran
Saran saya adalah perlu adanya kesadaran dari pihak pabrik, pengelolah SDA dan
masyarakat sekitar untuk lebih memperhatikan lagi dampak yang ditimbulkan pada
daerah perairan akibat limbah yang terjatuh keperairan baik itu sengaja ataupun tidak
disengaja karena itu dapat merusak ekosistem yang ada diperairan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti, R., 2003. Pemanfaatan Abu Batubara Sebagai Bahan Pembenah Tanah
atau Soil Conditioner di Daerah Penimbunan Tailing Pengolahan Emas. Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
2. Evangelou, V. P., 1996. Coal Ash Chemical Properties and Potential Influence on
Water Quality. Proceedings of Coal Combustion By-Products Associated with Coal
Mining: Interactive Forum. Southern Illinois University at Carbondale.
3. Fakhruddin. 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta : Kompas
4. Ginting, Perdana, Ir.,2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.
Jakarta : MS. CV YRAMA WIDYA
5. Malisan J. 2010. Kajian Pencemaran Kapal Dalam Rangka Penerapan PP Nomor 21
Tahun 2010 Tentang PErlindungan Laut. J.P. Transla.Vol 13 (1): 65-77
6. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
7. Sabhan, Mudin Y, Babanggai M. 2014,Pemodelan Tumpahan Minyak Di Teluk
Lalong Kabupaten Banggai. Online Jurnal Of Natural Science. Vol.3(2): 10-17
8. Sopiani A. 2014. Menjaga Laut Dari Pencemaran Dan Kerusakan. Mitra Edukasi
Indonesia: 37-46
9. Wardani, S. P. R., 2008. Pemanfaatan Limbah Batubara (Fly ash) Untuk Stabilisasi
Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran
Lingkungan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai