Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi Hipertiroid atau Hipertiroidisme
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, Hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa peningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal (Bahn,
2011).
Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari
produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Doenges 2001)
Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon
tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid
menyebabkan paparan berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan
munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam
berbagai proses metabolisme tubuh (Bartalena, 2011).
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara
umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic
adenoma, dan multinodular goiter.
a. Graves’ Disease
Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena sekitar 80%
kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease. Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit
autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe 1 (Fumarola et al, 2010).
Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar hormon
tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid
stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH
(TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan
aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal.
TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun
pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar
tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA
(human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk
memproduksi antibodi berupa TSAb.
Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada
pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh
empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke
tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan umumnya pada orang normal, asam amino
pada urutan tersebut berupa glutamine (Jacobson et al, 2008).
b. Toxic Adenoma
Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat memproduksi
hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa folikel tiroid yang memiliki
fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi oleh kerja TSH (Sherman dan Talbert,
2008).
Sekitar 2-9 % kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan karena hipertiroidisme
jenis ini. Menurut Gharib et al (2007), hanya 3–7% pasien dengan nodul tiroid yang
tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76% pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat
dengan bantuan ultra sound. Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia
lanjut, defisiensi asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi.
Pada pasien dengan toxic adenoma sebagian besar tidak muncul gejala atau
manifestasi klinik seperti pada pasien dengan Graves’ disease. Pada sebagian besar kasus
nodul ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan pemeriksaan kesehatan umum atau
oleh pasien sendiri.
Sebagian besar nodul yang ditemukan pada kasus toxic adenoma bersifat benign
(bukan kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang ditemukan. Namun apabila terjadi
pembesaran nodul secara progresif disertai rasa sakit perlu dicurigai adanya pertumbuhan
kanker. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap kondisi
pasien untuk memberikan tatalaksana terapi yang tepat.
Munculnya nodul pada tiroid lebih banyak ditemukan pada daerah dengan asupan
iodine yang rendah. Menurut Paschke (2011), iodine yang rendah menyebabkan
peningkatan kadar hidrogen peroksida di dalam kelenjar tiroid yang akan menyebabkan
mutasi. Hal ini sesuai dengan Tonacchera dan Pinchera (2010), yang menyatakan pada
penderita hipertiroidisme dengan adanya nodul ditemukan adanya mutasi pada reseptor
TSH.
c. Toxic Multinodular Goiter
Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter merupakan
salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia.
Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena
ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan, namun
pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi baik
secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah faktor
genetik dan defisiensi iodine.
d. Hipertiroidisme Subklinis
Graves’ Disease, toxic adenoma, dan toxic multinodular goiter merupakan penyebab
utama hipertiroidisme utama di seluruh dunia dan termasuk dalam jenis overt
hyperthyroidism. Pada hipertiroidisme jenis ini, kadar TSH ditemukan rendah atau tidak
terdeteksi disertai peningkatan kadar T4 dan T3 bebas (Bahn et al, 2011).
3. Patofisiologi
Penyakit hipertiroidisme slogan besar adalah penyakit graves. Goiter multinoduler toksik,
adenoma toksik soliter hipertiroidisme pada penyakit graves adalah akibat antibody reseptor
TSH yang merangsang aktifitas tiroid. Sedangkan pada multinodular toksik ada hubungannya
dengan autoimun tiroid itu sendiri. Adapula hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan
sekresi TSH dari pituitario, namun ini jarang di temukan. Hipertiroidisme pada T3
tiroksitosis mungkin diakibatkan oleh deidonation dari T4 pada tiroid atau meningkatnya T3
pada jaringan di luar tiroid (Waspadji, 2001 766-767).
Pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi
abnormal kelenjar oleh imunoglobium dalam darah. Stimulator tiroid kerja panjang (LATS,
Long-Acting Thiroid Stimulator) Di temukan dalam serum dengan konsentrasi yang
bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek pada
sistem kekebalan tubuh.
Hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering di bandingkan laki-laki dan
insidennya akan memuncak dalam dekade usia ketiga serta keempat, keadaan ini dapat
timbul setelah terjadinya syok emosional, stres atau syok infeksi tetapi makna hubungan ini
yang tepat belum di pahami. Penyebab lain hipertiroidisme yang sering di jumpai adalah
tiroiditis dan penggunaan hormon tiroid yang berlebihan (Smelter, 2001).
4. Manifestasi Klinik
Perjalanan yang penyakit hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Adapun manifestasinya yang paling sering adalah :
a. Penurunan berat badan
b. Kelelahan
c. Tremor
d. Berkeringat banyak
e. Palpitasi
f. Pembesaran tiroid
g. Takikardi
h. Mata melotot atau mata menonjol.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Ambilan RAI : Meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter nodular menular
pada penyakit tiroiditis.
b. T4 dan T3 Serum : Meningkat
c. T4 dan T3 bebas serum : Meningkat
d. TSH (Tiroid Releasing Hormon). : Tertekan dan tak berespon pada TRH (Tiroid
Releasing Hormon).
e. Triglobulin : meningkat.
f. Stimulasi TRH : Dikatakan hipertiroidisme jika TRH tida sampai meningkat setelah
pemberian TRH.
g. Ambilan Tiroid131 : Meningkat.
h. Gula Darah : Meningkat (sehubungan dengan kerusakan pada adrenal).
i. Fosfat alkali dan kalsium serum : Meningkat.
j. Pemeriksaan Fungsi Hepar : Abnormal.
k. Elektrolit : Hiponatremia mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi
dalam terapi cairan pengganti.
l. Hipokalemia : Terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui Gastrointestinal dan
dieresis.
m. Kotekolamin : Serum menurun.
n. Kreatinin urine : Meningkat.
o. EKG : Fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek kardiomegali.
6. Komplikasi
Seorang penderita hipertiroidisme berisiko mengalami komplikasi apabila kondisinya
tidak ditangani. Berikut ini beberapa komplikasi yang mungkin terjadi :
a. Oftalmopati Graves. Gangguan mata ini disebabkan oleh penyakit Graves. Gejala yang
bisa muncul meliputi mata kering atau mengeluarkan air mata berlebihan, penglihatan
kabur, mata bengkak, dan sensitivitas berlebihan terhadap cahaya.
b. Keguguran dan preeklampsia. Wanita hamil dengan riwayat penyakit Graves atau yang
menderita hipertiroidisme lebih berisiko mengalami komplikasi seperti keguguran,
preeklampsia dan eklampsia (kejang-kejang pada masa kehamilan), kelahiran prematur,
serta bayi dengan berat badan lahir rendah.
c. Hipotiroidisme. Dampak dari pengobatan terhadap hipertiroidisme adalah kelenjar tiroid
menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroksin dan triiodotironin. Sebagai akibatnya,
terjadilah hipotiroidisme. Beberapa gejala hipotiroidisme adalah kelelahan berlebihan,
konstipasi, sensitif terhadap dingin, depresi, dan peningkatan berat badan.
d. Badai tiroid (thyroid storm). Ini adalah kondisi munculnya gejala yang parah dan tiba-
tiba akibat sistem metabolisme yang berjalan terlalu cepat. Ini bisa terjadi ketika
hipertiroidisme tidak ditangani atau tidak terdiagnosis. Selain itu, badai tiroid bisa terjadi
karena beberapa hal, misalnya infeksi, kehamilan, tidak mengonsumsi obat sesuai anjuran
dokter, dan kerusakan kelenjar tiroid akibat cedera pada leher. Badai tiroid merupakan
kondisi darurat yang membutuhkan penanganan medis segera. Beberapa gejalanya
meliputi nyeri dada, diare, demam, menggigil, merasa ketakutan dan kebingungan,
kuning pada kulit dan bola mata.
e. Gangguan jantung, seperti detak jantung cepat, kelainan irama jantung, dan gagal
jantung.
f. Osteoporosis atau tulang rapuh. Kekuatan tulang bergantung kepada jumlah kalsium dan
mineral lain di dalamnya. Tubuh akan kesulitan memasukkan kalsium ke dalam tulang
ketika terganggu dengan banyaknya hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.
7. Penatalaksanaan
Terdapat tiga bentuk terapi yang tersedia untuk mengobati hipertiroidisme dan
mengendalikan aktivitas tiroid yang berlebihan.
a. Farmakoterapi
Dengan ini menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi sintesis hormontiroid serta
preparat yang mengendalikan manifestasi hipertiroidisme(mengurangi jumlah jaringan
tiroid yang mengakibatkan penurunan produksi hormontiroid).
b. Penyinaran atau radiasi yang meliputi penggunaan radio isotop 1’31 atau 1’25 untuk
menimbulkan efek destruktif pada kelenjar tiroid yang bertujuan untuk menghancurkan
sel-sel tiroid yang berlebihan, terapi ini paling sering di lakukan pada pasien lansia dan
pemberian preparat tersebut di lakukan peroral berdasarkan pada berat tiroid diperkirakan
80-160 ucl/8.
c. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid terapi yang dilakukan
bergantung pada penyebab hipertiroidisme dan mungkin memerlukan gabungan semua
terapiutik.

Anda mungkin juga menyukai