Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun dan usia 60 keatas tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata (WHO, 2010). Dari data
International Data Base (IDB) jumlah orang lanjut usia di dunia pada tahun 2016
sebanyak 2.235 juta orang (IDB, 2016).
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat
21,68 (8,49%) juta jiwa penduduk lansia di Indonesia hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia termasuk negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing
population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 tahun keatas melebihi angka
7%. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan jenis kelamin angka harapan
hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini terlihat dengan keberadaan
penduduk lansia perempuan yang lebih banyak daripada lansia laki-laki. Persentase
lansia perempuan pada tahun 2015 sebesar 8,96% sedangkan, persentase lansia laki-
laki sebesar 7,91% (BPS, 2015).
Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang mengalami
peningkatan presentase lansia yaitu dari 4,03% pada tahun 2011 menjadi 4,6% pada
tahun 2014 (BPS, 2015). Peningkatan jumlah lansia menjadi tantangan bagi bidang
kesehatan yaitu timbulnya masalah penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular,
seperti gangguan kesehatan jiwa yaitu depresi, demensia, dan gangguan tidur.
Depresi salah satu masalah kesehatan jiwa pada lansia yang paling sering
terjadi di Indonesia ( Kementerian Kesehatan RI, 2014). Depresi menurut WHO
merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan perasaan tertekan,
kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah,
gangguan makan atau tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah (WHO,
2010).
Gangguan depresi sering terjadi pada perempuan dua kali lebih besar
dibanding laki-laki dan seorang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang

1
erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah (Ismail & Siste, 2014). Pendidikan
juga berpengaruh terhadap depresi pada lansia dalam memotivasi untuk sikap,
berperan dalam pembangunan kesehatan jiwa. Makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi, sehingga kurang pendidikan akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah atau -nilai yang baru diperkenalkan
(Notiatmodjo, 2007).

Faktor yang menyebabkan depresi pada lansia ialah kematian anggota


keluarga atau ditinggalkan keluarga, kehilangan peranan sosial, peningkatan isolasi
dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan & Sadock, 2010). Lansia yang ditinggalkan
keluarga dianggap keluarga sebagai beban dalam keluarga sehingga memandang
panti werdha sebagai solusi terbaik untuk tempat tinggal lansia (Mubeen & Henry,
2012). Perbedaan jenis tempat tinggal disebut sebagai faktor prediktor independen
untuk terjadinya depresi pada lansia sehingga hubungan secara tidak langsung yang
mengakibatkan perubahan peran dalam menyesuaikan diri di Panti Werdha akan
mengalami masalah serius, khususnya masalah kejiwaan maupun fisik (Karakaya,
Bilgin, Ekici, & Otman, 2009).

Penelitian Monika di Kelurahan Pajang, Surakarta tahun 2015 menyimpulkan


terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara tingkat depresi lansia yang tinggal di
Panti Wredha Dharma Bhakti dibandingkan yang tinggal bersama keluarga yang
mengalami depresi di Panti Lansia 87% dan 25,8% dengan keluarga (Monika, 2015).
Penelitiaan lain dilakukan terhadap lansia berada dilingkungan masyarakat yang pergi
ke Posyandu Lansia diPuskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar Bali
didapatkan depresi sebesar 23,3% (Aryawangsa & Ariastuti, 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


perbedaan tingkat depresi lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana
Puri Samarinda dibandingkan dengan lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia di
Puskesmas Remaja.

2
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan tingkat depresi antara lansia di Panti Sosial Tresna
Wredha Nirwana Puri Samarinda dengan Posyandu Lansia Puskesmas Remaja
Samarinda ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi
antara lansia di panti sosial tresna wredha nirwana puri Samarinda dengan
posyandu lansia puskesmas remaja Samarinda
.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu :
a. Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia di panti tresna werdha
nirwana puri samarinda.
b. Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia di posyandu lansia puskesmas
remaja.
c. Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi antara lansia di panti sosial
tresna werdha nirwana puri samarinda dengan posyandu lansia puskesmas
remaja.
d. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya depresi pada
lansia di panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda dan posyandu
lansia puskesmas remaja.
e. Mengetahui hubungan antara usia dengan terjadinya depresi pada lansia di
panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda dan posyandu lansia
puskesmas remaja.

f. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan terjadinya depresi pada


lansia di panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda dan posyandu
lansia puskesmas remaja.

3
g. Mengetahui hubungan antara status pernikahan dengan terjadinya depresi
pada lansia di panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda dan
posyandu lansia puskesmas remaja.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat praktis
a. Memberikan informasi mengenai tingkat depresi pada usia lanjut yang
tinggal di panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda dan di
posyandu lansia di puskesmas remaja. diharapkan dapat memberi
pengetahuan untuk mengurangi terjadinya depresi pada lanjut usia.
b. Untuk institusi terkait dalam hal ini panti werdha dan puskesmas remaja
diharapkan dapat dijadikan masukan untuk mendapatkan informasi yang
lebih luas tentang permasalahan yang sedang dihadapi usia lanjut.

1.4.2 Manfaat Ilmiah


a. Memperkaya informasi dan pengetahuan kedokteran terutama di bidang
ilmu penyakit jiwa khususnya depresi
b. Sebagai dasar penelitian ilmiah selanjutnya dan perlu dikembangkan
dalam upaya pemecahan masalah kesehatan pada usia lanjut untuk
menunjang program kesehatan.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti
a. Sebagai sarana pembelajaraan dan penerapan dari ilmu-ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan khusunya ilmu penyakit jiwa.
b. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan peneliti dalam menganalisis
persoalan yang ada di masyarakat.
c. Sebagai pemenuhan tugas dalam memperoleh gelar serjana kedokteran.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu Lansia

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia adalah wadah pelayanan kesehatan


bersumber daya masyarakat (UKBM) untuk melayani penduduk lansia,yang proses
pembentukan dan pelaksanaanya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga
swadaya masyarakat (LSM) , lintas sektor pemeritah dan non pemerintah , swasta
organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan kesehatan pada
upaya promotif dan preventif. Di samping pelayanan kesehatan , Posyandu Lansia
juga memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, keterampilan, olahraga , seni
budya dan pelayanan yang lain yang dibutuhkan para lansia dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan (
Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.1 Tujuan Posyandu Lansia


Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan
Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat.
Tujuan khsusus Posyandu Lansia adalah :
1. Meningkatnya kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan.
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan lansia, khususnya aspek
peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek pengobatan dan
pemulihan .
3. Perkembangan Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan
kualitas yang baik secara berkesinambungan (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
2.1.2 Manfaat Posyandu Lansia
Manfaat dari posyandu lansia adalah pengetahuan lansia menjadi meningkat,
yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat menorong minat atau motivasi
mereka untuk selalu mengikuti kegaiatan posyandu lansia sehingga lebih percayadiri

5
dihari tuanya. Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan kualitas yang baik
secara berkesinambungan (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
2.1.3 Sasaran Posnyadu Lansia
1. Sasaran Langsung :
a. Kelompok pra lansia (45-59 tahun), kelompok lansia (60 tahun keatas)
b. Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun keatas)
2. Sasaran Tidak Langsung : Keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan lansia dan masyarakat luas.

2.2 Panti Lansia


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti panti adalah rumah atau
tempat kediaman dan arti dari panti wredha adalah rumah tempat memelihara dan
merawat orang jompo. Arti kata lansia sendiri menurut KBBI adalah tua sekali dan
sudah lemah fisiknya; tua renta; uzur. Pengertian panti wredha menurut Kementerian
Kesehatan RI adalah suatu tempat untuk menampung lansia dan jompo terlantar
dengan memberikan pelayanan dan perawatan serta berbagai aktifitas yang dapat
dimaanfaatkan manula untuk mengatasi kemunduran fisik dan mental secara
bersama-sama dalam komunitas. Disini manula berperan mandiri dan tidak
dimanjakan sehingga manula terdorong untuk tetap aktif. Beberapa aktifitas yang
dijadwalkan adalah senam pagi, melukis, menari bermain musik dan lain sebagainya.
Selain itu, pelayanan dan perawatan yang diberikan adalah konsumsi, cek kesehatan
secara rutin, terapi ( Kementerian Kesehatan RI, 2014).
2.2.1 Manfaat Panti Lansia
Manfaat panti lansia adalah sebagai tempat untuk menampung manusia lanjut
usia yang menyediakan fasilitas dan aktifitas khusus untuk manula yang dijaga dan
dirawat oleh suster atau pekerja sosial.
2.2.2 Tujuan Panti Lansia
Tujuan utama Panti Jompo adalah untuk menampung manusia lanjut usia
dalam kondisi sehat dan mandiri yang tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga

6
atau yang memiliki keluarga namun dititipkan karena ke tidak mampuan keluarga
untuk merawat manula ( Kementerian Kesehatan RI, 2014).
2.3 Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun dan usia diatas 60
tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata
(WHO, 2010). Menjadi tua lansia merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan nya yaitu anak, dewasa dan tua atau lansia. Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
memulai kemunduran yang ditandai dengan rambut memutih, gigi mulai ompong ,
pendengaran kurang jelas , penglihatan kabur, gerakan lambat dan bentuk tubuh tidak
professional (Nugroho, 2010).

Berdasarkan WHO menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun


b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) >90 tahun

2.3.1 Perubahan fisik


Perubahan fisik merupakan bentuk nyata dari proses menua yang dapat
diamati secara langsung. Perubahan fisik terjadi pada semua sistem pada lansia

a. Fungsi kognisi dan kecerdasaan


Fungsi kognisi ialah pencapaian pengetahuan, pada lansia fungsi kognisi bisa tetap
stabil atau menurun, fungsi kognisi yang stabil adalah konsentrasi, kemampuan
berkomunikasi sehari-hari, kemampuan bahasa dan gambaran yang dapat
dibayangkan otak sederhana.
b. Fungsi kekebalan tubuh
Fungsi imunologis atau kekebalan mengalami penurunan sesuai dengan umur , ini
berakibat terjadinya mudah terserang penyakitt.

7
c. Panca indera
Penurunan fungsi panca indra seperti indra perasa, penciuman, penglihatan dan
pendengaran
d. Otot
Penurunan berat badan akibat hilangnya jaringan otot dan jaringan lemak pada
tubuh, kira kira pada pada usia 40 tahun akan menurun.
e. Jantung dan pembuluh darah
Pada pembuluh darah dan jantung , terkait dengan bertambahnya usia sulit
dibedakan dengan perubahan yang diakibatkan oleh penyakit. Pada lansia jumlah
jaringan ikat pada jantung (baik atrium maupun ventrikel meningkat sehingga
efisiensi fungsi pompa jantung berkurang.
f. Tulang
Bertambahnya usia mengakibatkan kepadatan tulang menurun masa tulang terjadi
secara perlahan-lahan pada pria dan wanita dimulai sejak masa tulang puncak tercapai
yaitu usia 35 tahun.
g. Kulit dan rambut
Penuaan membuat perubajan pada kulit dan rambut, menginjak pada masaa lansia
kulit mulai mengkerut lambat laun mejadi tipus kerig keriput dan tidak elastis lagi
(Atun, 2010).
2.1.2 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun.
Berikut ini menurut Hudak dan Gallo (2010). Yang akan terjadi pada masa pensiun :

a. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (Income) berkurang.


b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan fasilitasnya.
c. Kehilangan teman atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
e. Merasakan atau kesadaran akan kematian.

8
2.4 Depresi

2.4.1 Definisi

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering terjadi pada pasien
lansia yang berusia lebih dari 60 dan merupakan contoh penyakit paling umum
dengan gejala yng tidak spesifik / tidak khas pada populasi geriatri (Soejono,
Probosuseno, & Sari, 2009). Depresi yaitu keadaan emosional yang ditandai dengan
kehilangan minat untuk melakukan sesuatu dan kegembiraan terhadap hal yang
menyenangkan serta merasakan kesedihan yang sangat dalam, perasaan tidak
berharga, merasa bersalah dan menarik diri dari orang lain dilingkungan. (Muhith &
Nasir, 2011). Depresi adalah terganggunya fungsi manusia seperti perasaan sedih dan
gejala penyertanya, termasuk perubahan nafsu makan dan pola tidur , psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan
bunuh diri (Kaplan & Sadock, 2010).

2.4.2 Epidemiologi
Depresi adalah salah satu gangguan mental terbanyak yang terjadi di dunia,
diperkirakan sekitar 8-12% penduduk dunia mengalami depresi setiap tahunnya.
Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8%-15% dan hasil meta analisis dari
laporan negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia
adalah 13,5% dengan perbandingan wanita-pria 14,1 : 8,6 (Evy, 2008).
Gangguan depresi mayor umum terjadi dengan prevalensi 15% dan meningkat
sampai 25% pada wanita. Sebuah diskusi panel yang diadakan American Pshyciatric
Association (APA) menyatakan adanya perbedaan jenis kelamin sebagai besar
disebabkan karena banyaknya jumlah stress yang dihadapi wanita selama masa
kehidupan, karena wanita lebih cenderung menghadapi penganiayaan mental, fisik
,seksual, kemiskinan, menjadi orang tua tunggal, faktor hormonal dan diskriminasi
dalam kehidupan sosial cenderung memperbesar depresi. Sedangkan pada laki-laki,
lebih cenderung mengalihkan perhatian jika mereka depresi (APA, 2010). Pravalensi

9
di Negara barat 1,8%-3,2 % untuk laki-laki dan antara 2,0%-9,3% untuk perempuan
(Puri, Laking, & Treasaden, 2011)

2.4.3 Faktor-faktor Resiko yang Menyebabkan Depresi Pada Lansia

2.4.3.1 Faktor Demografi

a. Usia

Usia adalah rentang perhitungan waktu hidup seseorang sejak dilahirkan sampai
sekarang. Usia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan depresi terutama pada
seseorang lansia) (Mojtabai, 2014). Lansia dapat digolongkan menjadi 3 berdasarkan
usia yaitu lansia (elderly) 60-69 tahun, lansia tua (old) 70-80 tahun, usia sangat tua
lebih dari 80 tahun (Azizah, 2011). Resiko terjadinya depresi dapat meningkat dua
kali lipat saat usia semakin meningkat (Mojtabai, 2014). Banyak terjadi perubahan
pada hidup penderita pada masa tersebut sehingga depresi muncul. Perubahan
tersebut baik perubahan secara fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia (Kartika, 2012).

b. Jenis Kelamin

Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan depresi dua
kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki (Kaplan & Sadock, 2010).
Kemungkinann disebabkan karena adanya beberapa faktor seperti: kematian
pasangan hidup, perbedaan sosial dan budaya (Taraque & BS, 2013). Selain itu
pengaruh perubahan fisiologis dikarenakan ada kaitannya dengan perubahan
hormonal pada perempuan misalnya early onset of menopause atau post-menopause
(Agus, 2014) . Tanggung jawab seorang perempuan dalam kehidupan sehari hari
cukup berat, seperti mengurus rumah tangga dan mengurus anak. menyebabkan
kemungkinan faktor resiko depresi lebih banyak pada lansia perempuan daripada
laki-laki (Jacob & OPenheimer, 2001).

c. Status Sosioekonomi

10
Seseorang dengan status sosioekonomi yang lebih rendah memiliki resiko yang lebih
besar menderita depresi dibandingkan dengan yang status sosioekonominya lebih
baik (Agus, 2014). Hal ini dikarenakan seseorang dengan status ekonomi yang rendah
akan membuat kebutuhan sehari-hari tidak tercukupi sehingga seseorang mudah
terkena depresi.

d. Status Pernikahan

Gangguan depresif terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki close
interpersonal relationship atau yang telah bercerai (Kaplan & Sadock, 2010).
Pernikahan tidak hanya mempererat hubungan asmara antara laki laki dan
perempuan, juga bertujuan untuk mengurangi resiko mengalami gangguan psikologis.
Bagi seseorang yang menagalami perceraian maupun ditinggalkan pasangan hidup
rentan terjadinya depresi ,karena merasa kehilangan atau tidak menerima kenyataan.

e. Pendidikan

Pendidikan juga berpengaruh terhadap depresi pada lansia dalam memotivasi untuk
sikap , berperan dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi, sehingga kurang pendidikan akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah atau -nilai yang baru diperkenalkan
(Notiatmodjo, 2007).

2.4.3.2. Dukungan Sosial


Lansia secara perlahan akan mengalami penurunan kondisi fisik, penurunan aktifitas,
pemutusan hubungan sosial dan perubahan posisi dalam masyarakat (Amir, 2005). .
Dukungan sosial seperti perhatian dan motivasi dibutuhkan oleh lansia untuk
memperoleh ketenangan (Riyadi & TP, 2009). Dukungan sosial merupakan sumber
daya yang terdapat ketika berinteraksi dengan orang lain (amir, 2005). Dukungan
sosial dapat diartikan sebagai bentuk tanda seseorang merasa dicintai, diperhatikan,
dan dihagai melalui komunikasi serta kontak sosial. Semakin tinggi frekuensi

11
hubungan dan kontak sosial, maka semakin panjang harapan hidup seseorang. Hasil
studi menunjukkan dukungan sosial bagi lansia sangat penting, karena dukungan
sosial yang baik telah terbukti menurunkan depresi parental dan bertindak sebagai
suatu pelindung bagi lansia (Saputri & Indrawati, 2011). Semakin tinggi dukungan
sosial yang diterima oleh lansia yang tinggal di panti, semakin rendah depresi yang
dialami oleh lansia.

2.4.3.3. Dukungan keluarga


Masalah keluarga dapat berperan dalam perkembangan depresi, sehingga
dukungan keluarga terhadap pasien depresi sangat penting. Fungsi keluarga sangat
penting untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa. Berdasarkan teori Miller
(2009) bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kemampuan lansia untuk mencegah
terjadinya stress serta depresi dalam kehidupannya juga meningkatkan kemampuan
fungsional diantaranya kemampuan kognitif.

2.4.4 Etiologi
Penyebab timbulnya gejala depresi hingga kini belum diketahui secara pasti,
beberapa hipotesis menghubungkan penyebab terjadinya depresi berdasarkan faktor
tersebut.

2.4.4.1 Faktor Biologis


Kelainan atau disregulasi metabolit amin biogenik seperti asam 5-
hidoksiindolasetat(5-HIAA), asam vanilat (HVA), 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol
(MHPG) di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pasien dengan gangguan
mood.
1. Amin Biogenik
Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat
patofisiologi gangguan mood.
2. Norepinefrin

12
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinis anti depresi
mungkin merupakan peran langsung sistem neuroadrenergik pada depresi. Bukti lain
yang juga melibatkan reseptor 𝑏2 -presinaptik pada depresi, yaitu aktifnya reseptor
yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor 𝑏2 -
presinaptik juga terletak pada neuron serotoninergik dan mengatur jumlah pelepasan
serotonin.
3. Dopamin
Aktifitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan antara dopamin dan gangguan mood.
Dua teori baru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D 1 mungkin
hipoaktif pada depresi.
4. Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab
untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian
ditemukan jumlah serotonin yang berkurang dicelah sinap dikatakan berpengaruh
terhadap terjadinya depresi (Ismail & Siste, 2015).

2.4.4.2Faktor Genetik
Salah satu diantara kedua orang tua memiliki riwayat depresi, maka 27%
anaknya akan menderita gangguan tersebut. Jika kedua orang tua yang menderita
depresi, maka kemungkinan anaknya menderita depresi akan meningkat hingga 50-
75%. Hal ini juga ditemukan pada beberapa anggota keluarga kembar monozigotik
sekitar 60-79% dibandingkan dengan kembar dizigotik yang mencapai sekitar 13-
20% (Kaplan & Sadock, 2010).

13
2.4.4.3 Faktor Psikososial
1) Stress Dalam Kehidupan dan Lingkungan
Peristiwa kehidupan memegang peranan penting terjadinya depresi. Episode pertama
ini lebih ringan dibandingkan dengan episode berikutnya. Data menunjukkan bahwa
kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun, kehilangan pasangan yang dicintai dan
kehilangan pekerjaan akan memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk terjadinya
depresi (Kaplan & Sadock, 2010).
2) Kepribadian
Aspek_aspek kepribadian mempengarui tinggi rendahnya depresi serta kerentanan
depresi, yang lebih rentan yaitu mempunyai ksnep diri serta pola pikir yang negativ,
pesimis, juga tipe kepribadian introvert (Lubis, 2009)
3) Psikodinamik
Menurut Sadock dan Sadock (2014) terdapat teori pandangan klasik dari depresi
termasuk 4 hal utama, yaitu
a. Gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral, yaitu 10-18 bulan pertama
pada masa pertumbuhan, menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap
depresi.
b. Depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan.
c. Introjeksi merupakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan
yang berkaitan dengan kehilangan objek.
d. Kehilangan objek dianggap sebagai campuran antara benci dan cinta, perasaan
marah yang diarahkan pada diri sendiri
e. Teori Kognitif
Penderita depresi cendrung menyalahkan diri sendiri karena adanya distorsi kognitif
terhadap diri , dunia, dan masa depannya, sehingga dalam mengevaluasi diri dan
mengartikan yang terjadi mereka cendrung mengambil kesimpulan yang tidak cukup
dan berpandangan negativ (Lubis, 2009).

14
2.4.5 Gambaran Klinis
2.4.5.3 Episode Depresi
Berdasarkan dari PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Ganguan
Jiwa edisi III), gejala utama depresi meliputi tiga hal penting, yaitu: kehilangan minat
dan kegembiraan, rasa mudah lelah dan hilangnya kegembiraan serta afek depresi.
Sedangkan gejala tambahan meliputi: konsentrasi dan perhatian yang berkurang,
harga diri dan kepercayaan yang berkurang, gagasan tentang rasa bersalah,
pandangan mengenai masa depan yang suram, gagasan atau perbuatan yang
membahayakan diri serta berkurangnya nafsu makan. Gejala tersebut harus terjadi
sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala sangat berat dan berlangsung cepat, maka
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari dua minggu.
a) Episode depresi ringan
Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan,
dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling
khas, dan sekurang-kurangnya dua gejala utama, ditambah sekurang-kurangnya dua
gejala yang lain. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya. Lamanya seluruh
episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar dua minggu.
b) Episode depresi sedang
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari gejala utama ditentukan untuk
episode depresif sedang ditambah sekurang-kurangnya tiga gejala lainnya. Lamanya
seluruh episode berlangsung minimal sekitar dua minggu. Individu dengan episode
depresif taraf sedang biasanya mulai menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
pekerjaan dan kegiatan sosial lain.
c) Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
Biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tidak berguna mungkin terlihat mencolok,
dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada kasus berat.
d) Episode depresi berat dengan gejala psikotik

15
Gejala yang disertai dengan adanya waham, halusinasi atau stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide maupun pikiran tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Terdapat halusinasi auditorik atau olfaktori berupa suara yang menghina atau
menuduh.

2.4.6 Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-V-TR (Diagnostic And Statistical Manual of Mental
Disorders V Text Revision) untuk episode mayor seperti dibawah ini (APA, 2013):
a) Lima (atau lebih) gejala yang mengikuti, telah ada selama periode 2 minggu dan
menggambarkan perubahan diri fungsi sebelumnya; sedikitnya dijumpai satu gejala,
baik (a) mood depresi atau (b) kehilangan minat atau kesenangan.
1) Mood depresi
2) Berkurangnya minat secara nyata atau kesenangan
3) Pengurangan atau pertambahan berat badan yang nyata
4) Insomnia atau hipersomnia
5) Agitasi psikomotor atau retardasi
6) Kelelahan atau kehilangan energi
7) Perasaan tidak berarti
8) Kekurangan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, kurang dapat
memutuskan sesuatu
9) Pikiran berulang untuk mati, ide bunuh diri, usaha bunuh diri atau rencana untuk
bunuh diri
b) Gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
c) Gejala yang menyebabkan stress secara klinis atau kerusakan fungsional
(contohnya, fungsi sosial, fungsi pekerjaan).
d) Gejala dikarenakan efek fisiologis langsung akibat penyalahgunaan zat-zat
(contohnya, penyalahgunaan obat-obatan) atau karena kondisi medis umum
(contohnya hipotiroidisme).

16
e) Gejala yang tidak dinilai sebagai duka cita, yakni, setelah kehilangan orang yang
sangat dicintai, gejala ini menetap lebih dari 2 bulan atau yang dicirikan sebagai
gangguan fungsional yang nyata, ketidakberartian, ide bunuh diri, gejala psikotik,
atau retardasi psikomotor.

Kriteria diagnostik depresif berdasakan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan


Jiwa (PPDGJ) 3, (2004), yaitu:

F32 Episode Depresif


1. Gejala depresif:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c. Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna, bahkan pada episode ringan
sekalipun.
d. Pandangan masa depan suram dan pesimis.
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
f. Nafsu makan berkurang
2. Gejala somatik:
a. Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang biasanya dapat
dinikmati.
b. Tidak bereaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang
biasanya menyenangkan.
c. Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya.
d. Depresi lebih parah pada pagi hari.
e. Bukti obyektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata.
f. Kehilangan nafsu makan secara mencolok.
g. Penurunan berat badan 5 persen atau lebih dari berat badan bulan terakhir.
h. Penurunan libido yang mencolok.

17
F32.0 Episode Depresif Ringan
1.Terdapat sekurangnya dua gejala dari:
a. Mood yang depresif
b. Kehilangan minat dan kesenangan
c. Mudah lelah
2. Ditambah sekurangnya dua gejala lain dari F32.
3. Tidak boleh ada gejala yang berat.
4. Berlangsung sekurangnya dua minggu.
5. Resah tentang gejalanya dan sukar menjalankan kegiatan pekerjaan dan
sosial yang biasanya, namun tidak berhenti berfungsi sama sekali.

F32.00 Episode Depresif Ringan Tanpa Gejala Somatik


F32.01 Episode Depresif Ringan Dengan Gejala Somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang


1. Terdapat sekurangnya dua dari tiga gejala paling khas untuk episode
depresif ringan.
2. Ditambah sekurangnya tiga (sebaiknya empat) dari gejala depresi lainnya.
3. Berlangsung sekurangnya dua minggu.
4. Kesulitan nyata dalam kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F32.10 Episode Depresi Sedang Tanpa Gejala Somatik


F32.11 Episode Depresi Sedang Dengan Gejala Somatik

F32.2 Epsiode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


1. Harus ada ketiga gejala khas pada depresi ringan dan sedang.
2. Ditambah sekurangnya empat gejala lainnya.
3. Beberapa diantaranya harus berintensitas berat, kecuali agitasi atau retardasi
sudah mencolok.
4. Berlangsung sekurangnya dua minggu, atau lebih pendek bila gejala sangat

18
berat dan berawitan sangat cepat.
5. Tidak mampu menjalankan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah
tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik


1. Gejala memenuhi kriteria F32.2 yang disertai waham, halusinasi, atau
depresif stupor.
2. Isi waham ide tentang dosa, kemiskinan atau tentang malapetaka yang
mengancam dan individu dapat merasa bertanggung jawab atas hal tersebut.
3. Halusinasi auditorik atau olfaktorik berupa suara menghina, menuduh, atau
bau kotoran atau daging membusuk.
4. Retardasi motorik berat yang dapat menuju stupor.
5. Waham atau halusinasi yang sesuai atau tidak sesuai dengan afek.

2.4.7 Penatalaksanaan
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala
depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Pada beberapa penderita ada yang
tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut
dicegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka
sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit (Kaplan & Sadock, 2010).

2.4.7.1 Psikoterapi
Penggunaan psikoterapi direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan awal
untuk pasien gangguan depresi ringan sampai sedang, dengan bukti klinis yang
mendukung penggunaan terapi kognitif-perilaku, psikoterapi interpersonal,
psikodinamik terapi, dan terapi pemecahan masalah pada masing masing individu
maupun berkelompok. Faktor-faktor dilakukannya intervensi psikoterapi adalah
adanya stres psikososial yang signifikan, konflik intrapsikis, kesulitan interpersonal,
gangguan pada axis II, ketersediaan pengobatan, atau yang keinginan pasien. Pada
wanita yang sedang hamil, ingin hamil, atau sedang menyusui, terapi psikoterapi

19
tanpa farmakoterapi dipertimbangkan sebagai pilihan awal dan tergantung pada
tingkat keparahan gejala. Pertimbangan dalam memilih jenis dari psikoterapi
mencakup tujuan, respon positif pada terapi psikoterapi sebelumnya, keinginan
pasien, dan ketersediaan dokter ahli dalam pendekatan psikoterapi yang spesifik
(APA, 2015). Bila pasien dalam kondisi depresi berat, terlebih dengan ciri psikotik,
yang dapat dilakukan hanya psikoterapi suportif, jangan menghibur pasien atau
langsung diberi nasihat karena pasien akan bertambah sedih bila tidak mampu
melaksanakan nasihat dokternya. Bila pasien sudah lebih tenang, tidak dipengaruhi
gejala psikotiknya, dapat dipertimbangkan pemberian psikoterapi kognitif, atau
kognitif-perilaku atau psikoterapi dinamik (Ismail & Siste, 2015).

2.4.7.2 Farmakoterapi
Penggunaaan efektif dan spesifik, seperti obat trisiklikn untuk ganggguan depresi
berat telah digunakan selama 40 tahun. Seperti SSRIs, Trisiklik, dan MAOIs (Ismail
& Siste, 2015).
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)
SSRIs merupakan antidepresan yang digunakan dalam pengobatan depresi,
gangguan kecemasan, dan beberapa gangguan personal saja (Mayo Clinic Staff,
2015). SSRIs mengurangi gejala depresi dengan memblokade reabsorpsi (reuptake)
serotonin oleh sel-sel saraf tertentu di dalam otak. Hal ini membuat lebih banyak
serotonin yang tinggal di dalam otak, dengan demikian meningkatkan neurotransmisi
dengan mengirim impuls-impuls saraf dan memperbaiki mood. Jenis SSRIs yang
telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah Citalopram
(Celexa), Escitalopram (Lexapro), Fluoxetine (Prozac, Prozan, dan Weekly),
Paroxetine (Paxil, Paxil CR), dan Sertraline (Zoloft) (Mayo Clinic Staff, 2015).
b. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepressant/TCAs)
Antidepresan trisiklik menginhibisi reabsorpsi (reuptake) serotonin dan
norepineprin. TCAs juga menginhibisi reabsorpsi dopamin, walaupun sedikit
dibandingkan dengan inhibisi pada serotonin dan norepineprin. Antidepresan ini juga
memblokade reseptor-reseptor sel tertentu, yang kemudian menimbulkan banyak efek

20
samping. Beberapa TCAs yang telah disetujui oleh FDA untuk mengobati depresi,
dengan nama generik dan nama dagangnya; Amitriptilin, Amoxapine, Desipramine
(Norpramin), Doxepin (Sinequan), Imipramine (Tofranil), Nortriptyline (Pamelor),
dan Trimipramine (Surmontil). (Mayo Clinic Staff, 2015).
c. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
MAOIs merupakan antidepresaan yang sangat kuat dan digunakan sebagai
pilihan obat antidepresan terakhir ketika SSRIs dan TCAs tidak memberikan respon
terhadap pengobatan. MAOIs bekerja dengan menghambat aktivitas monoamine
oksidase dengan mencegah enzim monoamine oksidase pada neurotransmitter
norepineprin, serotonin dan dopamin yang bermetabolisme di dalam otak. Sehingga
kadarnya tetap tinggi di dalam otak dan memperbaiki mood. Obat-obatan MAOIs
yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah Phenelzine
(Nardil), Tranylcypromine (Pamate), Isocarboxazid (Marplan) dan Selegiline
(Emsam) (Mayo Clinic Staf, 2015).

2.4.8 Prognosis
Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Biasanya
cenderung untuk menjadi kronik dan kambuh. Episode pertama gangguan depresi
berat yang dirawat di rumah sakit sekitar 50 persen angka kesembuhannya pada tahun
pertama. Persentase pasien untuk sembuh setelah perawatan berulang berkurang
seiring berjalannya waktu. Banyak pasien yang tidak pulih akan menderita gangguan
distimik. Kekambuhan depresi berat juga sering terjadi. Sekitar 25 persen pada 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit, sekitar 30 sampai 50 persen dalam 2 tahun
pertama, dan sekitar 50 sampai 75 persen dalam periode 5 tahun. Insiden relaps
berkurang pada pasien yang melanjutkan terapi psikofarma profilaksis dan pasien
yang hanya mempunyai satu atau dua episode depresi. Secara umum, semakin sering
pasien mengalami episode depresi, semakin memperburuk keadaannya (Sadock &
Sadock, 2014).

21
2.4.9 Skrining

Instrumen yang digunakan berupa kuisoner Geriatric Depression Scale


memiliki format yang sederhana karena pertanyaan-pertanyaan yang mudah dibaca
dan mudah untuk dipahami. Geriatric Depression Scale di Indonesia telah divalidasi
pada berbagai populasi lansia. GDS yang dipergunakan adalah Kuesioner Geriatri
Depression Scale-15 (GDS-15) Kuesioner ini digunakan untuk screening responden
yang mengalami depresi. Kuesioner dengan 15 item pertanyaan yang dijawab dengan
jawaban “IYA” dan “TIDAK”. Pada soal yang terdiri dari pertanyaan favorable pada
item nomor 1, 5, 7, 11, dan 13 jika dijawab “IYA” maka bernilai 0 dan diberi kode
“0” untuk jawaban “IYA” kemudian jika dijawab “TIDAK” maka bernilai 1 dan
diberi kode “1” untuk jawaban “TIDAK”. Pada soal yang terdiri dari pertanyaan
unfavorable pada item nomor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10,12, 14, 15 jika dijawab “TIDAK”
maka bernilai 0 dan diberi kode “0” untuk jawaban “TIDAK” kemudian jika dijawab
“IYA” maka bernilai 1 dan diberi kode “1” untuk jawaban “IYA”. Poin-poin tersebut
selajutnya dijumlah untuk mengetahui skor total dari skala tersebut. Skor total adalah
15 dan skor minimal adalah 0. Kemudian dengan mengetahui skor total ditentukan
tingkatan depresi dengan kriteria: 0 – 4 maka tidak depresi, >4 mengindikasikan
depresi.

22
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Posyandu Lansia Tingkat Depresi Panti Lansia

Faktor Demografi Dukungan Sosial Dukungan Keluarga

 Usia
 Jenis Kelamin
 Status pernikahan
 Pendidikan
 Sosial ekonomi

Keterangan : Adalah variabel yang akan diteliti

Adalah variabel yang tidak diteliti


3.2 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :

H0) Tidak terdapat ada perbedaan tingkat depresi antara lansia di panti lansia dengan
di posyandu lansia

H1) Terdapat ada perbedaan tingkat depresi antara lanisa dipanti lansia dengan
diposyandu lansia

23
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat Analitik untuk mengetahui


Perbedaan Tingkat Depresi Antara Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana
Puri Samarinda dengan di Posyandu lansia Puskesmas Remaja.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di UPTD Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana Puri


Samarinda dan Puskesmas Remaja samarinda.

4.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli- agustus 2017.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh subyek yang ingin diketahui
dalam penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian untuk mengetahui Perbedaan Tingkat
Depresi Antara Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana Puri Samarinda
dengan di Posyandu lansia Puskesmas Remaja maka populasi target penelitian ini
adalah seluruh orang lanjut usia yang tinggal di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha
Nirwana Puri Samarinda dan Posyandu lansia Puskesmas remaja.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh orang
lanjut usia yang tinggal di UPTD Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana Puri
Samarinda dan incidental sampling pada 6 kali kegiatan dalam sebulan di Posyandu
lansia Puskesmas remaja.

24
4.3.3 Kriteria Sampel Penelitian
4.3.3.1 Kriteria Inklusi :
1. Lansia yang tinggal di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri
Samarinda.
2. Lansia yang berusia ≥ 60 tahun.
3. Lansia yang mengunjungi posyandu lansia di Puskesmas Remaja.
4. Lansia yang bersedia menjadi responden.
4.3.3.2 Kriteria Eksklusi :
1. Lansia yang mengalami keterbatasan fisik seperti tuli dan buta.
2. Lansia yang menderita penyakit demensia.
3. Mengalami gangguan jiwa berat / psikosis.

4.4 Cara Pengumpulan Data


4.4.1 Data Penelitian
Data penelitian merupakan data primer yang didapatkan dari hasil wawancara
dengan lansia yang berada di UPTD Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana Puri
Samarinda dan Posyandu lansia Puskesmas Remaja.

4.4.2 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, laptop dan
data primer berupa kuisoner Geriatric Depression Scale memiliki format yang
sederhana karena pertanyaan-pertanyaan yang mudah dibaca dan mudah untuk
dipahami. Kuesioner dengan 15 item pertanyaan yang dijawab dengan jawaban
“IYA” dan “TIDAK”. Pada soal yang terdiri dari pertanyaan favorable pada item
nomor 1, 5, 7, 11, dan 13 jika dijawab “IYA” maka bernilai 0 dan diberi kode “0”
untuk jawaban “IYA” kemudian jika dijawab “TIDAK” maka bernilai 1 dan diberi
kode “1” untuk jawaban “TIDAK”. Pada soal yang terdiri dari pertanyaan
unfavorable pada item nomor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10,12, 14, 15 jika dijawab “TIDAK”
maka bernilai 0 dan diberi kode “0” untuk jawaban “TIDAK” kemudian jika dijawab
“IYA” maka bernilai 1 dan diberi kode “1” untuk jawaban “IYA”. Poin-poin tersebut

25
selajutnya dijumlah untuk mengetahui skor total dari skala tersebut. Skor total adalah
15 dan skor minimal adalah 0. Kemudian dengan mengetahui skor total ditentukan
tingkatan depresi dengan kriteria: 0 – 4 maka tidak depresi, >4 mengindikasikan
depresi.

4.5 Variabel Penelitian


Variabel pada penelitian ini adalah Tingkat depresi, usia , jenis kelamin ,
status pernikahan, pendidikan dan lokasi.

4.6 Definisi Operasional


4.6.1 Tingkat Depresi
Tingkat depresi adalah seberapa berat depresi yang diderita oleh pasien yang
didapatkan dari hasil pengukuran dengan kuesioner Geriatric Depression Scale
(GDS) dengan skala ordinal.
Kriteria objektif tingkat depresi adalah :
1. Tidak : 0
2. Normal: 0-4
3. Depresi ringan: 5-8
4. Depresi sedang: 9-11
5. Depresi berat: 12-15
4.6.2 Lokasi
Lokasi pelaksanaan ini adalah Panti Tresna Wredha Nirwana Puri Samarinda
yang merupakan panti lansia dan Posyandu Lansia Puskesmas Remaja tempat lansia
dilingkungan Sungai Pinang Dalam yang memeriksakan diri . Lokasi akan ditentukan
dengan skala nominal
4.6.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah keterangan mengenai jenis kelamin Responden yang
tertera pada kuisoner Lai-laki & Perempuan. Jenis Kelamin akan ditentukan dengan
skala nominal.

26
4.6.4 Usia
Usia ditentukan berdasarkan tahun kelahiran hingga saat penelitian dilakukan
yang didapatkan dari hasil wawancara. Usia akan ditentukan dengan skala Ordinal.
Kriteria objektif usia adalah :
1. Usia lanjut: 60-74
2. Lanjut tua: 75-90
3. Sangat tua: >90
4.6.5 Status perkawinan
Status perkawinan adalah keterangan mengenai status perkawinan responden
yang didapatkan dari hasil wawancara. Status perkawinan akan ditentukan dengan
skala nominal.
Kriteria objektif status Pernikahan adalah:
1. Menikah
2. Janda /duda
3. Tidak menkah

4.6.6 Pendidikan Terakhir

Pendidikan terakhir adalah pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan


oleh responden dari hasi wawancara. Pendidikan terkhir akan ditentukan dengan skala
ordinal.

Kriteria objektif pendidikan terakhir adalah

1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT

27
4.7 Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang diperoleh ditabulasikan menurut frekuensi distribusi dan persentase.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Word 2011 dan
Microsoft Excel 2011. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi dan tabel.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik sampel


penelitian. Setiap variabel dalam penelitian dideskripsikan dengan gambaran
distribusi frekuensi. Data kemudian disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan
grafik.

4.8.2 Analisis Bivariat


Analisis Bivariat untuk mengetahui Perbedaan tingkat depresi antara Lansia
di panti dan posyandu lansia di puskesmas remaja analisa data yang digunakan
adalah Mann Whitney dan untuk mengetahui hubungan antar variabel terikat dengan
variabel bebas menggunakan uji Chi Square. Pengujian menggunakann program
SPSS.

28
4.9 Alur Penelitian

Meminta izin penelitian ke Panti Sosial Tresna Wredha Nirwana Puri


Samarinda dan Puskesmas Remaja.

..

Pasien bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani lembar


informed consent

Membagikan Kuisoner GDS dengan kriteria sampel dan variabel yang


diteliti.

Data kemudian dianalisis lalu disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan
grafik.

Tabel 4.1 Alur Penelitian

29
4.10 Rencana Jadwal Kegiatan

BULAN
KEGIATAN
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

Penyusunan dan
Seminar
Proposal

Revisi Proposal
dan Pengajuan
Permohonan Izin
Penelitian di
Komisi Etik FK
Unmul

Pengambilan
Data dan
Pengajuan
Kuesioner
Kepada Sampel
Penelitian

Pengolahan
Data,
Penyelesaian
Tugas Akhir, dan
Seminar Hasil

30
31
32
Lampiran 1

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Perbedaan Tingkat Depresi Antara Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha


Nirwana Puri Samarinda Dengan Posyandu lansia Puskesmas Remaja

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Umur :
Alamat :

Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian yang akan


dilaksanakan oleh peneliti dari Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNMUL dari awal
hingga akhir penelitian dan akan dijalankan sengan sebaik-baiknya, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.

Samarinda,
Peneliti Responden

Pahroni _________________

33
Lampirn 2

SKALA DEPRESI GERIATRI

(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)

Nama :
Umur :
Jen.Kelamin :
Pendidikan :
Status Perkawinan :
Tinggal Sendiri/Keluarga :
No. Keadaan yang dialami selama seminggu NILAI RESPON
YA TIDAK
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? 0 1
2. Apakah anda telah banyak meninggalkan kegiatan dan hobi anda ? 1 0
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? 1 0
4. Apakah anda sering merasa bosan ? 1 0
5. Apakah anda masih memiliki semangat hidup ? 0 1
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada 1 0
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia utuk sebagian besar hidup anda ? 0 1
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? 1 0
9. Apakah anda lebih suka tinggal di rumah, daripada pergi keluar 1 0
untuk mengerjakan sesuatu yang baru ?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya 1 0
ingat anda dibandingkan orang lain ?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang menyenangkan ? 0 1
12. Apakah anda merasa tidak berharga ? 1 0
13. Apakah anda merasa penuh semangat ? 0 1
14. Apakah anda merasa keadaan anda tidak ada harapan ? 1 0
15. Apakah anda merasa bahwa orang lain lebih baik keadaannya 1 0
daripada anda ?
SKOR
Interpretasi
1) Normal :0-4
2) Depresi ringan :5-8
3) Depresi sedang : 9 - 11
4) Depresi berat : 12 – 15

34

Anda mungkin juga menyukai