Anda di halaman 1dari 2

PUSKESMAS

A. Praktik Baik Kolaborasi Interprofesional Kesehatan


a. Pembagian peran Profesi yang jelas
b. Komunikasi antar profesi yang baik
c. Koordinasi yang baik dalam pelayanan kesehatan
B. Manfaat kolaborasi interprofesi
a. Pandangan tenaga kesehatan mengenai kolaborasi Interprofesi
b. Manfaat kolaborasi interprofesi dalam pelayanan kesehatan
Pada Puskesmas, manfaat yang paling terlihat adalah dapat memberikan
pelayanan yang menyeluruh dari segi preventif, promotif dan kuratif.
Contohnya: Ketika ditemukan salah satu penyakit berbasis lingkungan
pada masyarakat, maka selain diobati masyarakat juga akan diberikan
konseling dan edukasi untuk menangani dan mencegah penyakit tersebut.
Selain itu, kolaborasi juga dapat memberikan manfaat menyeluruh untuk
kesejahteraan pasien, yaitu dapat menghasilkan pelayanan terpadu antar
tenaga kesehatan sehingga pengobatan pasien akan tepat sasaran.

C. Tantangan dalam Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesi


a. SDM Tidak Sebanding dengan Beban Kerja
Masalah ini banyak terjadi di Puskesmas dibandingkan di RSUD maupun
di Klinik, karena di Puskesmas terutama puskesmas kelurahan (UPF)
biasanya hanya ada sekitar 10-20 tenaga kerja. Kekurangan SDM ini bisa
menyebabkan petugas menjadi bekerja tidak sesuai dengan
kompetensinya, contohnya di Puskesmas Duren Sawit, pasien MTBS
harusnya ditangani oleh perawat poli umum, tetapi karena SDMnya tidak
ada maka bidan yang bertugas harus menangani pasien tersebut.
Banyaknya program-program yang ada di puskesmas membuat SDM
yang ada, selain memberikan pelayanan juga berperan sebagai pelaksana
program yang mengharuskannya untuk bekerja di luar lapangan, tidak
berada di dalam puskesmas, sehingga tenaga kesehatan yang tersedia di
puskesmas semakin berkurang dan beban kerja untuk tenaga kesehatan
yang tidak bekerja di luar lapangan menjadi bertambah.
b. Perbedaan pendapat pada masing-masing profesi
Perbedaan pendapat mungkin dapat terjadi secara formal namun tidak ada
konflik yang terjadi karena perbedaan pendapat. Contoh, perbedaan
pendapat yang sering terjadi di puskesmas antara dokter dan apoteker
adalah berhubungan dengan dosis, merk obat atau banyak pemberian.
Misalnya: Dokter A memberikan resep obat X ke pasiennya, namun
ternyata persediaan obat X di farmasi Puskesmas habis sehingga apoteker
berkonsultasi dengan dokter untuk mengganti obat X dengan obat Y
dengan kandungan yang sama. Perbedaan pendapat mengenai kondisi
pasien bisa diselesaikan tanpa menimbulkan konflik. Penyelesaian
masalah dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan pasien.

c. Komunikasi yang tidak efektif


Masalah yang sering terjadi jika komunikasi tidak efektif di puskesmas
yaitu ketika tenaga kesehatan turun lapangan ke desa, dimana dibutuhkan
surat izin kepada kepala desa, sering kali terjadi kelalaian pada
penyampaian surat antara kepala desa dengan ketua RT, sehingga tenaga
kesehatan tidak mampu turun lapangan dan harus menunggu surat
disampaikan kepada pihak RT terkait perizinan. Masalah lain mengenai
komunikasi yang tidak efektif ini juga terjadi ketika pasien dirujuk dari
dari klinik ke puskesmas tanpa bukti surat rujukan hanya berdasarkan
instruksi dari dokter setempat sehingga dokter di puskesmas harus
melakukan pemeriksaan dari awal lagi.

d. Kesiapan Individu dalam berkolaborasi


e. Sistem Komputerisasi yang tidak dipahami
D. Strategi dalam Pelaksanaan Kolaborasi Interprofesi
a. Teknik komunikasi yang baik efektif
b. Penanaman nilai yang baik
c. Pelatihan mengenai kolaborasi interprofesi
d. Pembagian beban kerja secara merata
e. Meningkatkan koordinasi dalam pelayanan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai