Anda di halaman 1dari 11

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki usaha mikro, kecil, dan
menengah dalam jumlah yang relatif besar. Sebanyak 99,99 persen unit usaha di
Indonesia adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada tahun 2015,
sedangkan sisanya yaitu hanya sekitar 0.01 persen yaitu merupakan usaha besar.
Adapun gambaran mengenai unit UMKM dan usaha besar dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 2015
Uraian Satuan Jumlah Persentase
A. Usaha Mikro, Kecil, Unit 59.262.772 99,99
dan Menengah
- Usaha Mikro Unit 58.521.987 98,74
- Usaha Kecil Unit 681.522 1,15
- Usaha Menengah Unit 59.263 0,10
B. Usaha Besar Unit 4.987 0,01
Jumlah (A+B) Unit 59.267.759 100,00
Sumber : Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia (2016) 1

Meskipun memiliki unit usaha lebih banyak daripada usaha besar, usaha
kecil dan menengah (UKM) memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto
(PDB) Indonesia yang lebih kecil. Usaha mikro memberikan kontribusi sekitar Rp
3.327 Trilyun, usaha kecil sebesar Rp 876 Trilyun, usaha menengah sebesar Rp
1.237 Trilyun, dan korporasi sebesar Rp 3.575 Trilyun (Gambar 1).

1
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. 2016. Laporan
Tahunan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2016. Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia: Jakarta
4000

3000

2000

1000

0
Mikro Kecil Menengah Besar

PDB

Gambar 1. Produk Domestik Bruto UMKM Tahun 2013 (dalam satuan Trilyun
Rupiah)2

Meskipun nilai PDB UKM lebih kecil apabila dibandingkan dengan usaha
mikro dan besar, namun jumlah UKM tercatat bertumbuh lebih cepat daripada
usaha kecil dan menengah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir (2009-
2013). Hal tersebut juga terjadi pada pertumbuhan jumlah karyawan. Jumlah
karyawan di sektor UKM lebih tinggi dariapada pertumbuhan yang terjadi di
usaha mikro dan usaha besar. Pertumbuhan PDB dan investasi yang lebih baik di
sektor UKM juga terjadi beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan jumlah
perusahaan, karyawan, PDB, dan investasi di sektor UMKM dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Compound Annual Growth Rate dalam Satuan Persen pada Sektor
UMKM 2009-2013
Usaha Jumlah Jumlah PDB Investasi
Perusahaan Karyawan (harga konstan) (harga konstan)
Mikro 2.3 3.8 4.3 3.2
Kecil 4.6 12.2 11.2 6.8
Menengah 6.0 9.8 6.0 16.7
Besar 1.7 7.1 6.6 3.8
Sumber : International Finance Corporation3

1.2 Perumusan Masalah


Produktivitas UKM lebih kecil apabila dibandingkan dengan usaha besar.
Pada umumnya, seorang karyawan pada usaha besar 5,2 kali lebih produktif

2
International Finance Corporation. 2016.Woman-owned SMEs in Indonesia: A Golden
Opportunity for Local Financial Institutions. International Finance Corporation : Jakarta
3
__________________
daripada seorang karyawan pada usaha kecil dan 3,3 kali lebih produktif daripada
seorang karyawan pada usaha menengah. Hal tersebut sejalan dengan nilai
investasi rata-rata per karyawan yang diberikan pada masing-masing sektor usaha.
Sektor usaha besar memberikan investasi rata-rata per karyawan paling besar
daripada sektor UMKM. Sementara itu, sektor menengah berada di urutan yang
kedua, sektor usaha kecil berada di bawah sektor usaha menengah. Sektor usaha
mikro menjadi yang paling kecil nilai investasi rata-rata per karyawan
(International Finance Corporation, 2016).

Sektor UKM memiliki pertumbuhan jumlah karyawan yang relatif lebih


besar apabila dibandingkan dengan usaha besar, namun memiliki nilai investasi
rata-rata per karyawan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan usaha
besar. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa sektor UKM relatif lebih
dinamis dalam penggunaan tenaga kerja apabila dibandingkan dengan sektor
usaha besar, namun memiliki keterbatasan yang relatif lebih besar dalam
pengembangan sumberdaya manusia apabila dibandingkan dengan sektor usaha
besar.

Perkembangan sektor UKM tersebut, tidak dapat terlepas dari peran


perempuan maupun laki-laki sebagai pemilik usaha pada sektor tersebut. UKM
yang dimiliki wanita mencakup lebih dari 50 persen dari seluruh usaha kecil dan
sekitar 30 persen dari seluruh usaha menengah, sehingga berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang kira-kira sama
besarnya dengan yang dikontribusikan UKM yang dimiliki laki-laki (International
Finance Corporation, 2016). Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dibuat suatu
rumusan permasalahan yaitu “Bagaimana peran laki-laki dan perempuan dalam
UKM di Indonesia?”

Kelemahan rencana strategik bisnis pada umumnya dikatikan dengan


UKM yang dikelola oleh perempuan. Meskipun demikian baik perempuan
maupun laki-laki memiliki pola persepsi yang sama yaitu bahwa usaha yang
mereka lakukan adalah usaha yang menguntungkan. Oleh karena itu, dapat dibuat
suatu rumusan permasalahan lainnya yaitu “Apa saja yang menjadi kendala yang
dirasa oleh perempuan dalam mengelola UKM di Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Mempelajari peran laki-laki dan perempuan dalam UKM di Indonesia
2. Mempelajari kendala yang dirasa oleh perempuan dalam mengelola UKM
di Indonesia
1.4 Metode Penelitian
Adapun metode penelitian ini yaitu metode kualitatif. Data diperoleh baik
secara primer maupun sekunder. Data sekunder diperoleh melalui jurnal, maupun
publikasi ilmiah lainnya. Sementara itu data primer diperoleh melalui penyebaran
kuesioner terhadap responden. Jumlah responden yaitu sebanyak 13 orang.
Adapun karakteristik responden relatif homogen yaitu merupakan mahasiswa
pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

BAB II. PEMBAHASAN

Swindall (2010) menemukan bahwa faktor usia, jenis kelamin, warna kulit,
dan pendidikan mempengaruhi pendapatan. Senada dengan itu Bosma, et al.
(2000) yang menunjukkan bahwa sumberdaya manusia lah yang merupakan
faktor terpenting bila dibandingkan dengan sumberdaya modal, sumberdaya sosial
dalam menentukan kelangsungan hidup usaha baik dari sisi waktu maupun dari
sisi keuntungan. Oleh karena itu, pembahasan dalam makalah ini akan dimulai
dari kompetensi kewirausahaan, kinerja usaha dari perspektif gender, gambaran
karakteristik UKM di Indonesia dari perspektif gender, dan kendala yang dihadapi
oleh perempuan dalam mengembangkan UKM di Indonesia.

2.1 Kompetensi Kewirausahaan


Pembahasan pada sub bab ini akan diawali dengan tinjauan pustaka
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi kewirausahaan.
Selanjutnya yaitu tinjauan pustaka mengenai pendapatan wirausaha.
Kustiari (2012) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi pembudidaya dalam mengelola usaha budidaya rumput laut polikultur
di perairan Pantai Utara Pulau Jawa. Berdasarkan hasil penelitiannya, kompetensi
pembudidaya dipengaruhi secara nyata oleh peubah efektivitas penyuluhan,
dengan nilai koefisien paling tinggi, dan kemudian berturut-turut diikuti oleh
karakteristik individu dan proses belajar budidaya.
Muatip,et al. (2008) meneliti mengenai kompetensi kewirausahaan
peternak sapi perah di kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan hasil
penelitian Muatip, et al. (2008), kompetensi kewirausahaan dipengaruhi oleh
tingkat latar belakang pendidikan dan jumlah anggota keluarga, keterbatasan
fasilitas, informasi, dan kebijakan pemerintah.
Pamela (2013) menemukan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah
di Malang dipengaruhi signifikan oleh minat individidu terhadap kegiatan
kelompok peternak, kemampuan memperhitungkan resiko, dan pengalaman
kerja. Semakin tinggi minat individu terhadap kegiatan kelompok peternak, dan
semakin memperhitungkan resiko, maka kompetensi kewirausahaan peternak
semakin tinggi. Sementara itu pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap
kompetensi kewirausahaan. Semakin lama pengalaman kerja yang dimiliki oleh
peternak maka semakin rendah kompetensi kewirausahaan. Hal tersebut
dikarenakan semakin lama menjadi seorang pekerja, ada kecenderungan semakin
takut dalam mengambil resiko.

2.2 Kinerja Dari Perspektif Gender


Gneezy, et al. (2003) menguji kinerja laki-laki dan perempuan dalam
lingkungan usaha yang kompetitif. Gneez, et al. (2003) menemukan bahwa wanita
bisa jadi lebih kecil kinerja dibandingan dengan laki-laki di dalam situasi atau
lingkungan kompetitif maupun tidak kompetitif. Hal tersebut disebabkan oleh cara
pandang perempuan bahwa mereka merupakan makhluk yang relatif lebih lemah
daripada laki-laki.
Sementara itu, untuk dapat membuat perempuan meningkatkan kinerjanya
yaitu apabila perempuan ditempatkan pada lingkungan kerja yang sesama jenis
kelamin dan di dalam lingkungan yang kompetitif. Apabila lingkungan kerja
sesama jenis kelamin, namun tidak kompetitif, perempuan cenderung tidak
berupaya untuk meningkatkan kinerjanya.
Apabila ditinjau dari perspektif laki-laki, laki-laki menyukai meningkatkan
kinerjanya. Peningkatan kerja dapat terjadi dalam lingkungan kerja yang berbeda
jenis kelamin maupun sama jenis kelamin. Selain itu juga peningkatan kerja dapat
terjadi dalam lingkungan yang kompetitif maupun tidak kompetitif.
Sejalan dengan itu, berdasarkan hasil kuesioner terhadap responden.
Sebanyak 100 persen responden laki-laki menjawab menyukai persaingan usaha.
Sementara itu, sebanyak 50 persen responden perempuan lebih menyukai
persaingan usaha yang relatif statis. Sisanya, sebanyak 50 persen responden
perempuan menyukai persaingan yang relatif dinamis. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Persepsi Responden Terhadap Persaingan Usaha


Jenis Menyukai persaingan Menyukai persaingan Jumlah
kelamin usaha yang dinamis usaha yang statis (Persentase)
(Persentase) (Persentase)
Laki-Laki 100 0 100
Perempuan 50 50 100

Sementara itu, sebanyak 70 persen responden mempersepsikan bahwa


perbedaan jenis kelamin turut mempengaruhi peran atau kinerja usaha. Sisanya,
sebanyak 30 persen responden mempersepsikan bahwa baik peran ataupun kinerja
usaha tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4. Persepsi Responden Terhadap Isu Gender Mempengaruhi Peran


dan Kinerja Usaha
No Pernyataan Jumlah (Persentase)
1 Gender mempengaruhi peran dan kinerja 70
usaha seseorang
2 Gender tidak mempengaruhi peran dan 30
kinerja usaha seseorang
Total 100

Senada dengan itu Pamela (2016) juga menemukan bahwa terdapat


perbedaan kemampuan bidang yang dimiliki antara petani laki-laki maupun
perempuan di Kabupaten Kubu Raya. Petani laki-laki memiliki kemampuan
bidang teknis dan kepemimpinan yang relatif lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan petani perempuan. Sementara itu, petani perempuan memiliki kemampuan
bidang strategik atau perencanaan bila dibandingkan dengan petani laki-laki.
Selanjutnya, Sumantri (2013) mengemukakan bahwa peningkatan
pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis tertentu, dan latar
belakang keluarga akan meningkatkan jiwa wirausaha yang dimiliki oleh
pengusaha perempuan yang bergerak di sektor UKM di Bogor. Semakin
meningkat jiwa wirausaha, semakin baik pula kinerja usaha yang dihasilkan. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja usaha pada pengusaha perempuan
dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis,
asal etnis tertentu, dan latar belakang keluarga.

2.3 Gambaran Karakteristik UKM di Indonesia dari Perspektif Gender


Sehubungan dengan akses terhadap pembiayaan dan persyaratan yang
terkait dengan bisnis, tidak ditemukan diskriminasi antara UKM milik pria dengan
UKM milik wanita, karena sebagian besar undang-undang tidak membedakan
jenis kelamin. Namun ada norma-norma sosial yang diskriminatif terkait dengan
kedudukan sosial perempuan dalam masyarakat dimana keluarga lebih membatasi
perempuan dibandingkan laki-laki. Hal tersebut secara tidak langsung berdampak
terhadap pola akses oleh wanita, penggunaan dan permintaan akan layanan
keuangan (International Finance Corporation, 2016)
Biasanya, sebuah bisnis baru yang berkelanjutan akan mendaftarkan diri
setelah beroperasi satu sampai dua tahun atau saat mencapai omset Rp 1 Milyar.
Omset UKM milik perempuan yang lebih rendah adalah salah satu alasan
mengapa usaha informal yang dilakukan oleh perempuan relatif tinggi. Salah satu
alasan lain lagi adalah bahwa karena tanggung jawab rumah tangga, wanita
mempunya waktu lebih sedikit untuk berurusan dengan dokumentasi dan urusan
administrasi yang menyita waktu. Penghasilan yang lebih rendah mungkin
semakin meningkatkan kesulitan dalam mendaftarkan properti dan bisnis.
Setidaknya untuk UKM perkotaan yang dimiliki perempuan, proses
pendaftaran tidak bermasalah. Perempuan lebih sedikit mendaftarkan bisnisnya
dibandingkan laki-laki adalah karena kekuatiran akan menghadapi prosedur yang
rumit, dan sebagian besar perempuan tidak melihat keuntungan dari pendaftaran
bisnis mereka.
Menimbang keuntungan dari pendaftaran terhadap biaya yang berkaitan
dengan prosedurnya, perempuan lebih sering mengatakan bahwa pendaftaran
dianggap kurang layak diupayakan. Selain itu, fakta bahwa teman-teman di
komunitas yang sama juga tidak mendaftarakan diri, menambah keengganan
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini juga bisa menunjukkan kurangnya
model peran positif bagi perempuan yang menunjukkan manfaat dari pendaftaran
usaha. Selain itu, jenis bisnis yang cenderung dijalankan perempuan mungkin
mempengaruhi keputusan untuk tidak mendaftarkan bisnis mereka.
Meskipun perempuan relatif lebih sedikit mendaftarkan UKM mereka,
namun perempuan lebih banyak mengambil manfaat dari dukungan pemerintah
dibandingkan laki-laki. Dukungan pemerintah tersebut yaitu berpartisipasi dalam
pameran, pelatihan, dan perluasan jejaring. Namun ada satu bagian dari dukungan
pemerintah yang relatif dihindari oleh perempuan yaitu kredit. Sementara itu, pria
lebih memanfaatkan fasilitas kredit dalam menunjang usaha mereka.
Usaha kecil lebih banyak dikelola oleh perempuan, sementara usaha
menengah lebih banyak dimiliki oleh laki-laki. Secara rata-rata, jumlah karyawan
yaitu sekitar 10 orang untuk satu unit usaha yang dijalankan oleh perempuan, dan
12 orang untuk satu unit usaha yang dijalankan oleh laki-laki. Usaha informal
lebih disukai oleh perempuan, sementara usaha formal lebih disuka oleh laki-laki.
Pendapatan perusahaan yang dikelola oleh perempuan relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan pendapatan perusahaan yang dikelola oleh laki-laki. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh perempuan lebih sering aktif pada sektor
perdagangan atau jasa dan kurang aktif dalam sektor manufaktur. Adapun jenis
bidang usaha yang dilakukan oleh perempuan di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5. Bidang Usaha Yang Dikelola Oleh Perempuan di Indonesia


No Bidang Usaha Persentase
1 Makanan dan Minuman 25
2 Fashion 34
3 Kecantikan 6
4 Jasa 10
5 Lainnya 35
Sumber : Hani et al. (2012)
Perbedaan karakteristik lainnya yaitu penggunaan teknologi, misalnya
komputer. Perempuan lebih jarang menggunakan komputer daripada laki-laki dan
lebih banyak perempuan yang tidak menggunakannya sama sekali. Namun
jaringan sosial dan website lainnya sama-sama digunakan baik oleh perempuan
maupun laki-laki dalam pemasaran produk.
Terkait dengan penggunaan media online maupun offline, berdasarkan hasil
kuesioner, sebanyak 100 persen responden laki-laki menjawab mengusahakan
UKM secara offline saja, atau tidak menggunakan media online. Sebanyak 60
persen responden perempuan menjawab mengusahakan UKM secara offline.
Sementara itu, sisanya sebanyak 40 persen responden perempuan menjawab
mengusahakan UKM secara keduanya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan Media dalam Pengusahaan UKM


Jenis Penggunaan media Penggunaan media Jumlah
Kelamin offline saja offline dan online (Persentase)
(Persentase) (Persentase)
Laki-Laki 100 0 100
Perempuan 60 40 100

2.4 Kendala Yang Dihadapi Oleh Perempuan Dalam Mengembangkan UKM


Di Indonesia
Akses terhadap modal awal bisa menjadi penghalang potensial bagi
keberhasilan bisnis baru. Kekurangan pembiayaan selama tahap memulai usaha
merupakan salah saru dari empat kendala utama yang dihadapi oleh perempuan.
Kendala pertama yaitu kesulitan mencari pelanggan. Sementara itu kendala ketiga
yaitu kendala menemukan tempat bisnis dan karyawan yang tepat, dan kendala
keempat yaitu kendala rasa percaya diri yang relatif lemah.
Perempuan lebih banyak mengandalkan pinjaman dari kerabat dan tabungan
mereka sendiri. Kerabat yang pada umumnya dipilih yaitu suami dan orangtua.
Jika suami atau anggota keluarga menolak untuk mendukung mereka, perempuan
kurang memiliki peluang untuk membangun bisnis sendiri. Jika perempuan
berhasil membuat usahanya berkelanjutan, maka Bank, lembaga keuangan mikro,
dan kiperasi menyediakan pembiayaan, mungkin sebagai kredit konsumen dan
terhadap agunan keras. Akhirnya, perempuan relatif memilih untuk fokus
terhadap urusan pekerjaan rumah tangga, maka usaha tersebut pada umumnya
akan lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki. Sehingga laki-laki mendapatkan
keuntungan dari jaringan yang lebih luas dan mobilitas yang lebih tinggi untuk
menjangkau sumber pembiayaan di luar keluarga dan teman (International
Finance Corporation, 2016).

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Adapun peran laki-laki dan perempuan dalam UKM sebagai berikut. Laki-laki
lebih menyukai hal-hal yang relatif formal seperti pendaftaran usaha dan
pembiayaan ke Bank. Sementara itu, perempuan lebih menyukai hal-hal yang
relatif informal seperti menjalankan usaha tanpa mendaftarkan aspek legalitas,
dan mengandalkan pembiayaan ke kerabat atau keluarga.
2. Kekurangan pembiayaan selama tahap memulai usaha merupakan salah saru
dari empat kendala utama yang dihadapi oleh perempuan. Kendala pertama
yaitu kesulitan mencari pelanggan. Sementara itu kendala ketiga yaitu kendala
menemukan tempat bisnis dan karyawan yang tepat, dan kendala keempat
yaitu kendala rasa percaya diri yang relatif lemah.
DAFTAR PUSTAKA

Bosma, N, Praag M, Wit G. 2000. Determinant of Succesful Entrepreneurship.


Zoetermeer (NL) : EIM Small Business Research and Consultancy.
Gneezy, U, Muriel N, Aldo R. 2003. Performance in Competitive Environments :
Gender Differences. The Quarterly Journal of Economics .The President
and Fellows of Harvard College and The Massachusette Institute of
Technology : 1049-1074
Hani, U, Ilma NR, SAnti S, Rucita CP. 2012. Patterns of Indonesian Women
Entrepreneurship. Procedia Economics and Finance 4 : 274-285
International Finance Corporation. 2016. .Woman-owned SMEs in Indonesia: A
Golden Opportunity for Local Financial Institutions. International Finance
Corporation : Jakarta
Kustiari, T, Sumardjo, Slamet M, Tjitropranoto. 2012. Pengaruh Efektivitas
Penyuluhan Terhadap Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Polikultur
di Perairan Pantai Utara Pulau Jawa. Jurnal Sosek Kelautan dan
Perikanan. 7 (6)
Muatip, K, Sugihen BG, Susanto D, Asngari PS. 2008. Kompetensi
Kewirausahaan Peternak Sapi Perah, Kasus Peternak Sapi Perah di
Kabupaten Bandung Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan. 4(1)
Pamela. 2013. Kompetensi Kewirausahaan Dengan Keberhasilan Usaha Peternak
Sapi Perah Pujon Malang [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
Pamela. 2016. Kewirausahaan dan Kinerja Petani Padi di Kubu Raya. Kalimantan
Barat [Laporan Akhir Penelitian Dosen Pemula. Pontianak (ID). Politeknik
Tonggak Equator
Swindall, D.C. 2009. The Determinants of Entrepreneurial Income In South
Carolina [disertasi]. South Carolina (US) . Clemson University.

Anda mungkin juga menyukai