Anda di halaman 1dari 26

BAB III

DASAR TEORI

III.1 Pengertian Batubara


Batubara adalah batuan sedimen, terbentuk dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan
yang merupakan material organik dan telah mengalami dekomposisi atau penguraian
oleh adanya proses geokimia dan biokimia sehingga mengalami perubahan baik
secara fisika maupun kimianya. Tingkat perubahan tersebut akan sangat
mempengaruhi peringkat dari batubara itu sendiri, mulai dari peringkat tinggi sampai
dengan rendah.
Perubahan secara kimia meliputi pelepasan atau berkurangnya, zat terbang
dan oksigen disertai penyusunan kembali molekul-molekul dari bahan sisa dan
sebagai akibatnya terjadi penambahan proporsi karbon. Sedang perubahan fisik
terutama ditandai oleh bertambahnya warna gelap, bertambah keras, dan perubahan
pada bidang belah.
Faktor-faktor secara rinci yang penting dalam pembentukan batubara adalah
akumulasi sisa-sisa tumbuhan, bakteri dan organisme tingkat rendah, temperatur,
tekanan dan waktu.
Dengan adanya akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang terletak pada daerah yang
digenangi air (kondisi rawa), dimana akhirnya akan menjadi daerah pengendapan
bagi batuan klastik. Keadaan dapat dicapai dari produksi tumbuhan yang tinggi,
penimbunan secara perlahan dan terus-menerusdisertai penurunan dasar secara
perlahan. Tahap pertama pembentukan batubara yaitu proses biokimia yang
merupakan proses perubahan sisa tumbuhan menjadi bahan pembentuk gambut
(peat). Pada tahap ini perubahan fisik maupun kimia terutama disebabkan oleh kerja
bakteri dan organisme tingkat rendah lainnya. Mereka akan merusak akumulasi sisa
tumbuhan yang ada dan merubahnya menjadi bahan pembentuk gambut berupa
massa berbentuk agar-agar (jelly). Bahan pembentuk gambut ini berakumulasi dan
termampatkan menjadi gambut.

12
Tahap selanjutnya yang terjadi adalah proses geokimia yang dimulai setelah
proses penimbunan oleh batuan klastik. Karena adanya penimbunan oleh batuan
klastik ini, maka akan timbul tekanan dan panas selain panas yang juga diakibatkan
oleh adanya gradien panas bumi yang mampu menghasilkan perubahan fisik dan
kimia terhadap kerak bumi, dalam hal ini akan merubah gambut menjadi berbagai
peringkat batubara. Karakteristik panas pada tahap ini selain dihasilkan dari tekanan
timbunan dari batuan klastik yang tebal, juga dapat diperoleh dari adanya interusi
batuan beku, sirkulasi larutan hidrothermal dan gejala-gejala tektonik lainnya.
Dengan adanya tekanan, selain menimbulkan tekanan, juga akan mengakibatkan
panas yang membantu mendorong keluar unsur-unsur zat terbang dari lapisan
batubara yang dikenal dengan istilah proses devolatilisasi. Pelepasan unsur-unsur zat
terbang ini akan berlangsung dengan mudah apabila lapisan penutup ayang berada di
atasnya memilki sifat yang porus. Pengaruh panas pada pembentukan batubara tidak
dapat dilepaskan dari lamanya waktu pemanasan. Pemanasan dalam waktu yang
lama dengan temperatur yang sama akan menghasilkan batubara dengan peringkat
lebih tinggi.
Pada dasarnya, batubara terdiri dari komponen-komponen batubara murni,
material pengotor (mineral metter) serta kandungan air total. Parameter yang penting
dalam penentuan peringkat batubara adalah kandungan air bawaan, nilai kalor,
kandungan zat terbang, dan karbon tetap serta kandungan unsur-unsur batubara
seperti karbon, hidrogen, dan oksigen.
Mendefinisikan batubara, harus ditinjau dari beberapa aspek yaitu sifat
fisiknya, asal kejadiannya, dan pemanfaatannya. Untuk memberikan gambaran
mengenai pengertian batubara secara umum oleh beberapa penulis dapat diuraikan
sebagai berikut :
 Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-
sisa tumbuhan dalam variasi tingkat pengawetan, diikuti oleh proses
kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan yang diawali pada
kedalaman yang tidak terlalu dangkal (“The International Hand Book Of
Coal Petrography” dalam terbitannya tahun 1963).

13
 Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks, terdiri dari bermacam-
macam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit
dari komponen kimia tersebut yang dapat deketahui. Pada umumnya benda
padat tersebut homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sisa tumbuhan
(Thiessen, 1947).
 Batubara adalah suatu benda padat karbonan berkomposisi maseral
(Spackman, 1958).
 Batubara dalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuh-
tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna
coklat sampai hitam, sejak pengendapannya terkena proses kimia dan fisika
yang mengakibatkan terjadinya pengkayaan kadungan karbonnya (Wolf,
1984).
 Batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik
yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi
untuk membentuk lapisan batubara, material tersebut telah mengalami
kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas
dan tekanan selama periode geologis. Bahan-bahan organik yang terkandung
dalam lapisan batubara mempunyai berat > 50% volume bahan organik
(Badan Standarisasi Nasional dalam SNI, 1997)
Kelima definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu
rangkuman pengertian batubara adalah suatu karbonan berlapis yang terbentuk oleh
akumulasi sisa-sisa tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang terawetkan dalam
lapisan sedimen dan menjadi kaya akan unsur karbon dengan adanya proses
diagenesis.

14
.Gambar 3.1. Skema pembentukan batubara (Sumber : mining.itb.ac.id)

Pembagian parameter geometri lapisan batubara itu sendiri (Jeremic, 1985


dalam Bambang. Kuncoro 2000) didasarkan pada hubungannya dengan terdapatnya
lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya, meliputi :

a. Ketebalan lapisan batubara : (a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 m,
(b) tipis 0,5-1,5 m, (c) sedang 1,5-3,5 m, (d) tebal 3,5-25 m, dan (e) sangat tebal,
apabila >25 m.
b. Kemiringan lapisan batubara: (a) lapisan horisontal, (b) lapisan landai, bila
kemiringannya kurang dari 25, (c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25-
45, (d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45-75, dan (e) vertikal.

15
c. Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya: (a) teratur dan (b)tidak teratur.
d. Kemenerusan lapisan batubara: (a) ratusan meter, (b) ribuan meter 5-10 km, dan
menerus sampai lebih dari 200 km.
Selanjutnya agar geometri lapisan batubara menjadi berarti dan menunjang
untuk perhitungan cadangan, bahkan sampai pada tahap perencanaan tambang,
penambangan, pencucian, pengangkutan, penumpukan, maupun pemasaran, maka
menurut B. Kuncoro (2000) parameternya adalah :

1. Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung
berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem
penambangan dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor
pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan,
pembajian, splitting dan kapan terjadinya. Apakah terjadi selama proses
pengendapan, antara lain akibat perubahan kecepatan akumulasi batubara,
perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses
karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi
permukaan. Pengertian tebal lapisan batubra tersebut termasuk parting, (gross
coal thickness), tebal lapisan batubara tidak temasuk parting (net coal
thickness).tebal lapisan batubara yang ditambang (mineable thickness).

2. Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap
perhitungan cadangan ekonomis , dan sistem penambangan. Besarnya
kemiringan harus berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi.
Dianjurkan pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas
dengan metode dip direction sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan
lapisan batuan yang mengapitnya (interburden).

16
Pengertian kemiringan, selain besarnya kemiringan lapisan juga masih perlu
dijelaskan :
a. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut bersifat menerus dan
sama besarnya sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya
bersifat setempat.
b. Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut membentuk pola linier,
pola lengkung, atau pola luasan.
c. Mengenai faktor – faktor pengendalinya.

3. Pola sebaran lapisan batubara


Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas
perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu,
faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh struktur
lipatan (antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar dengan pola
tertentu atau dengan pensesaran yang kuat.

4. Kemenerusan lapisan batubara


Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu
diketahui, yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan,
split, sesar, intrusi atau erosi.
Misal pada splitt, kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk
membaji dari lapisan sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya
dapat karena proses sedimentasi (autosedimentational splitt) atau tektonik
yang ditujukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok
akibat sesar (Werbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh karena itu,
pemahaman yang baik tentang splitt akan sangat membantu pada :
a. Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara dan
penentuan perhitungan cadangan.
b. Kegiatan penambangan hadirnya splitt dengan kemiringan sekitar 450
yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakkan batuan, maka
akan menimbulkan masalah dalam kegatan tambang terbuka, kestabilan
lereng, dan kestabilan atap pada operasi penambangan bawah tanah

17
5. Keteraturan lapisan batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan
batubara (jurus dan kemiringan) artinya :
a. Apakah pola lapisan batubara dipermukaan (crop line) menunjukkan pola
teratur (garis lurus, melengkung/meliuk pada elevasi yang hampir sama)
atau membentuk pola yang tidak teratur (garis yang tidak menerus,
melengkung/meliuk pada elevasi yang tidak sama).
b. Apakah bidang lapisan batubara membentuk bidang permukaan yang
hampir rata, bergelombang lemah atau bergelombang kuat)
c. Juga harus dipahami faktor pengendali keteraturan lapisan batubara.

6. Bentuk lapisan batubara


Merupakan perbandingan antara tebal lapisan batubara dan
kemenerusannya, apakah melembar, membaji, melensa atau bongkah. Bentuk
melembar merupakan bntuk yang umum dijumpai, oleh karena itu selain
bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor pengendalinya.

7. Roof dan Floor


Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan, jenis
kontak, kandungan karbonannya, bahkan sampai tingkat kerekatannya dalam
kondisi kering maupun basah. Kontak batubara dengan roof merupakan
fungsi dari proses pengendapannya.pada kontak yang tegas menunjukan
proses yang tiba-tiba, sebaliknya pada proses yang berlangsung lambat
diperlihatkan oleh kontak yang berangsur kandungan karbonnya. Roof banyak
mengandung fosil, sehingga baik untuk korelasi.
Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung, bataulanau,
batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif.

8. Pelapukan
Tingkat pelapukan penting karena berhubungan dengan dimensi
lapisan batubara, kualitas, perhitungan cadangan dan penambangannya. Oleh
karena itu karakteristik pelapukan dan batas pelapukan harus ditentukan.
Pada batubara lapuk selain harus ditentukan batasnya dengan batubara segar,

18
juga berpengaruh pada pengukuran tebalnya. Kondisi ini umumnya dijumpai
pada batubara dengan kandungan abu dan moisture tinggi.

III.2 Batuan Yang Berasosiasi dengan Lapisan Batubara.


Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan lapisan batubara
adalah batuan sedimen klastika halus seperti batulempung, batulanau, serpih dan
batupasir. Juga kaolin seperti flint clay dan underclay, material siliceous seperti chert
dan ganister serta endapan ferrigenous seperti mudstone siderite dan clay ironstone
termasuk yang berasosiasi dengan batubara.

III.2.1 Batuan Sedimen Klastik


Dalam suatu urutan perlapisan umumnya banyak dijumpai serpih,
batulempung, batulanau yang bermacam-macam jenisnya. Perbandingan dari serpih,
batulempung, batulanau dengan batupasir telah diperkirakan sebesar tiga berbanding
satu. Perubahan fraksi serpih atau lanau ke batupasir ukuran halus biasanya sebagai
perlapisan yang baik dan bentuknya macam-macam, menghasilkan satu seri jenis
batuan yang tidak mudah untuk di masukkan ke dalam skala ukuran butir yang
sederhana.
Seri batuan yang tidak sederhana ini kemudian diformulasikan sendiri oleh
ahli tambang, misal di Inggris disebut stonebind yaitu selang-seling batulempung
dengan batupasir. Untuk batupasir masif yang berselingan dengan lensa batubara
yang tidak teratur disebut scary post.
Batupasir banyak terdapat dalam berbagai jenis, tidak jarang dengan
kandungan lanau dan lempung yang cukup banyak sehingga struktur sedimennya
bervarisi. Perlapisan batuan karbonat juga ada tetapi tidak umum, di Inggris terdapat
batuan karbonat dalam jumlah yang melimpah seperti argillaceous, batugamping
bioklastik dan kadang dolomite.
Batulanau dan batupasir halus sering sulit dibedakan secara megaskopis.
Sedimen ini khas dalam urutan vertikal dan fasies berubah kearah horizontal
terutama dalam lapisan yang lebih kasar, seperti yang terdapat dalam chanel
sandstone.

19
III.3 Variasi Ketebalan Lapisan Batubara.
Bentuk tiga dimensi atau geometri dari tubuh lapisan batubara dipengaruhi
secara langsung oleh letak pengendapan dimana sikuen tersebut terakumulasi.
Kontrol topografi ini akan berpengaruh terhadap ketebalan, kadar dan kemenerusan
lapisan batubara. Demikian juga dengan pengeruh kondisi lingkungan, yaitu
pengaruh proses internal rawa seperti perkembangan tanaman, proses pembusukan
tanaman, pembakaran dan aliran air dapat mempengaruhi kemenerusan lapisan
batubara.
Variasi ketebalan batubara juga dipengaruhi oleh proses-proses yang bekerja
selama pengendapan dan sesudah pengendapan. Proses yang bekerja selama
pengendapan meliputi perbedaan kecepatan penimbunan batubara, bentuk morfologi
cekungan pengendapan batubara, proses penurunan cekungan pada waktu
sedimentasi, pensesaran pada waktu sedimentasi dan akibat proses karst.
Adapun proses yang bekerja sesudah pengendapan, itu adanya chaneling
seperti washout, akan berpengaruh terhadap ketebalan dan kemenerusan lapisan
batubara. Tektonik yang berkembang di cekungan sedimentasi juga mempengaruhi
variasi ketebalan.
Berdasarkan kontrol lingkungan pengendapannya, batubara yang terbentuk di
lingkungan back-barrier cenderung tipis. Pada lingkungan lower delta plain
umumnya juga tipis, Sebaliknya pada upper delta plain dan transisi batubaranya
relatif tebal, (Horne, 1978).
Faktor-faktor diatas bisa digunakan untuk standard perencanaan dan program
eksplorasi skala besar, termasuk aspek-aspek yang ada sebagai penentuan secara
selektif rencana titik bor yang lebih tepat. Hal-hal yang berhubungan dengan
perencanaan dan pengoperasian tambang batubara dan sejumlah contoh penggunaan
data tersebut secara rinci telah dikemukakan oleh (Horne, 1978).

III.4. Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan adalah lingkungan yang kompleks yang disebabkan


interaksi antara faktor-faktor fisika, kimia dan biologi dimana sedimen diendapkan
(Krumbein, 1958 dalam Kosoemadinata, 1987).

20
Batubara tidak dapat terbentuk disemua lingkungan, hanya lingkungan
tertentu seperti swamp atau marsh yang dipengaruhi proses-proses reduksi yang
dapat menghasilkannya. Oleh karena itu analisis lingkungan pengendapan sangat
penting diketahui untuk menafsirkan pola-pola penyebaran dan ketebalan lapisan
batubara.
Batubara terbentuk bersama-sama dengan bahan anorganik yang umumnya
berupa sedimen klastik halus seperti batulempung, batulanau, dan batupasir.
Assosiasi batuan tersebut merupakan lapisan sedimen pembawa batubara (coal
bearing).
Untuk mengetahui lingkungan pengendapan dalam batubara pada daerah telitian,
penulis menghubungkan beberapa data utama untuk saling melengkapi yang terdiri
dari:
Data singkapan (mine-cut), Data pemboran yang berupa hasil interpretasi lithologi
dan lapisan batubara yang diwujudkan dalam bentuk penampang stratigrafi.
Selanjutnya dari masing- masing unit stratigrafi, kemudian dibagi lagi
menurut jenis endapannya berdasarkan lithofaciesnya, seperti: overbank deposits,
levee deposits, splay deposits, dan channel deposits, ke-4 jenis endapan tersebut pada
umumnya banyak terdapat di lingkungan delta plain yang merupakan bagian dari
kompleks pengendapan delta.
Lingkungan pengendapan delta terdiri dari akumulasi endapan sungai
(fluvial) yang bermuara di pantai dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen,
1981; Allen, 1998). Komponen dasar suatu lingkungan pengendapan berdasarkan
sedimen dan mekanisme pengendapannya, yaitu: Delta plain , Delta front, Prodelta.
Delta plain terletak di atas permukaan laut, endapannya berasal dari endapan alluvial
yang berupa sedimen fraksi halus seperti:
1. Batulempung yang diendapkan di daerah floodplain yang merupakan
lingkungan rawa- rawa (coal swamp) dan marsh dengan jenis endapannya
adalah overbank deposits.
2. Sedimen fraksi kasar berupa batupasir yang diendapkan di sub-lingkungan
distributary channel (channel deposits), ciri- ciri litologi batupasir antara lain:
laminasi karbonan, cross bedding, finning upward, kontak erosional di bagian
bawah dan terdapat lag deposits yang berupa fragmen- fragmen batubara.

21
Channel deposits diendapkan secara akresi lateral pada point bar, secara
lateral channel deposits akan berubah secara berangsur menjadi overbank
deposits di daerah flood plain.

Batas antara channel deposits dengan overbank deposits dibatasi oleh tanggul
alam (natural levee), endapannya disebut levee deposits, ciri- ciri litologinya adalah:
batulanau, sortasi buruk, sisipan batupasir dan batulempung dengan susunan tidak
teratur, bentuk batupasir dan batulempung adalah lenticular, struktur sedimen flaser
bedding.
Sub-lingkungan distributary channel akan membentuk cabang- cabang aliran
(crevasse) di sub-lingkungan rawa dengan cara memotong tanggul alam (natural
levee), hasil endapannya disebut splay deposits berubah secara berangsur ke arah
lateral menjadi overbank deposits (Allen, 1981; Allen,1998)
Pembagian jenis endapan ini dipergunakan untuk menjelaskan runtunan
secara vertikal dari urutan stratigrafi mulai dari bawah sampai atas, baik kolom
stratigrafi dari singkapan maupun dari data pemboran. Dengan demikian
perubahan facies baik secara vertikal dan lateral dapat diketahui dari

 Delta
Delta telah didefinisikan sebagai "garis diskrit pantai yang menonjol
terbentuk ketika sungai memasuki laut atau tubuh air besar lainnya " (Elliott, 1986,
dalam Allen, 1998) dan dibentuk oleh akumulasi sedimen darat dimulut sungai di
danau atau di garis pantai. Semua bentuk delta berasal dari suksesi regressive
sedimentary yang progradasi menuju ke laut dari sumber sedimen darat di pantai dan
mengisi ruang yang tersedia pada pantai (Gambar 3.9). Untuk membentuk delta,
tingkat volume sedimen yang diberikan oleh sungai harus lebih besar dari tingkat
penyebaran pada mulut sungai oleh gelombang dan pasang surut.

22
Gambar 3.2. Skema ilustrasi suksesi regresif sedimen yang dibentuk oleh sebuah prograding
delta(Allen, 1998)

Gelombang pasang dan transportasi bersumber sedimen darat disepanjang


pantai lebih besar dari jarak mulut sungai, sehingga garis pantai dapat progradasi
tanpa membentuk delta, yaitu pantai yang menonjol di mulut sungai. Ketika
membentuk delta non-pantai progrades, endapan suksesi regressive serupa dalam
banyak cara untuk delta tersebut. Satu-satunya perbedaan antara sedimentological
yang membentuk delta progradasi pesisir dan endapan adalah tidak adanya hubungan
langsung dengan sumber sedimen darat. (Gambar 3.2).

23
Gambar 3.3. Skema ilustrasi di progradasi yang membentuk delta
dan non pantai (Allen,1998)

 Delta dan Endapan Delta


Delta terjadi dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung pada jenis dan
energi proses pantai dan volume serta ukuran butir suplai sedimen (Coleman,
1981.,dkk, dalam Allen, 1998). Cekungan delta terisi dari akumulasi batupasir
pantai dan shale yang dapat berkembang dalam semua seting tektonik misalnya,
pasif margin (US Gulf Coast), extension dan rekahan cekungan (Jurassic Laut
Utara), Cekungan Tanjung (Venezuela; Amerika Serikat). Meskipun memperlihatkan
berbagai ukuran dan morfologi, semuanya terdiri dari tiga besar lingkungan
pengendapan: delta plain, delta front dan prodelta (Gambar 3.3).

24
Gambar 3.4. Skema morfologi dari delta, yang menggambarkan tiga lingkungan
pengendapan utama (Allen, 1998)

Delta plain terdiri dari sub-aerial bagian dari sebuah delta. Ini terdiri dari
dataran pantai yang datar tertutup rawa-rawa, teluk dangkal dan laguna. Dua sub
lingkungan dapat dibedakan di delta plain: 1) distributary channels dan 2) zona
interdistributary . Berdasarkan ukuran butir sedimen yang dominan dan morfologi, 3
jenis utama delta plain dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan: 1) alluvial-fan
delta plains, 2) braided delta plains, dan 3) low gradient, dominan lempung
(Gambar 3.5). Jenis yang terakhir delta plain dibentuk oleh gradien rendah,
pengendapan suspensi sungai dan khas delta di passive basins dan wide self setting
seperti pada back arc dan foreland basins.
Fluvial distributaries dengan gradien rendah dominan lumpur pada delta
plain umumnya lurus, dibatasi oleh tanggul fluvial dan dipisahkan oleh dataran
banjir dan teluk interdistributary clay dan silt. Sebaliknya untuk kipas alluvial dan
braided delta plains, endapan delta sebagian besar adalah dataran berlumpur. Pasir
pada distributary channel cenderung berukuran sedang hingga berbutir halus,
terpilah baik. Ciri yang has pada distributary channels adalah erosi pada dasar batuan

25
dan ada endapan pasir menghalus ke atas. Sedangkan endapan di zona
interdistributary umumnya terdiri dari halus silts, muds dan batulempung karbonan.

Gambar 3.5. Tiga jenis utama delta plain (Allen, 1998)

Gambar 3.6. Morfologi dan akumulasi pasir di saluran alluvial distributary (Allen,
1998)

26
Delta front terdiri dari laut dangkal atau danau pada zona pantai yang menjari
dengan delta plain. Sebagian besar pasir tertransport dan terakumulasi di mulut
membentuk distributary mouth bars. Delta front lebih peka terhadap pengaruh pantai
dan morfologi dan fasies dipengaruhi oleh perbadingan antara fluvial, pasang surut
dan gelombang. Sebagian besar pasir tertransport dan terakumulasi terakumulasi di
mulut membentuk distributary mouth bars. Mouth bar ini juga membentuk reservoir
yang baik, tetapi ukuran, geometri dan pola fasies internal bervariasi sesuai dengan
jenis dan energi pesisir proses, volume aliran sungai dan sifat dari beban sedimen
fluvial. Diantara mouth bar, sedimen umumnya silty dan berlumpur. Dengan terus
masuknya fluvial sedimen, progradasi mouth bar selama ini lebih distal silts dan
muds dan regresif, suksesi pengasaran ke atas (upwardcoarsening) terbentuk. Dari
analisa sedimen dan pola struktur pada permukaan atau bawah permukaan umumnya
mengidentifikasi proses sedimentasi yang mengontrol geometri batupasir.

Gambar 3.7. Morfologi dan pola sedimentasi (Fisher, 1969)

27
Prodelta terdiri dari endapan laut atau danau dimana terendapkan secara
suspensi berupa fluvial silt dan clay . Endapan prodelta terdiri dari lumpur laut dan
danau yang terakumulasi ke arah laut dipengaruhi gelombang, pasang surut, serta
arus pada kedalaman umumnya lebih dari 5-10 m. Prodelta biasanya membentuk
lereng yang relatif curam. Prodelta lebih peka terhadap pengaruh pantai dan
morfologi dan fasies dipengaruhi oleh perbadingan antara fluvial, pasang surut dan
gelombang

Gambar 3.8. Gambaran dari pada fluvial-dominated delta plain yang berupa flood-
deposited overbank sediment (modifikasi dari Allen,et,al,1998

 Delta dan Endapan Delta


Delta terjadi dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung pada jenis dan
energi proses pantai dan volume serta ukuran butir suplai sedimen (Coleman,
1981.,dkk, dalam Allen, 1998). Cekungan delta terisi dari akumulasi batupasir
pantai dan shale yang dapat berkembang dalam semua seting tektonik misalnya,
pasif margin (US Gulf Coast), extension dan rekahan cekungan (Jurassic Laut
Utara), Cekungan Tanjung (Venezuela; Amerika Serikat). Meskipun memperlihatkan
berbagai ukuran dan morfologi, semuanya terdiri dari tiga besar lingkungan
pengendapan: delta plain, delta front dan prodelta.

III.5. Celah dalam Batubara (Cleat)

28
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara
bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar, umumnya
mempunyai orientasi berbeda dengan kedudukan lapisan batubara (Sukandarrumidi,
1994). Adanya cleat dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu :
- mekanisme pengendapan
- petrografi batubara
- derajat batubara
- tektonik (struktur geologi)
- aktifitas penambangan.
Berdasarkan genesanya, cleat dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Endogenous cleat dibentuk oleh gaya internal akibat pengeringan atau
penyusutan dari matriks batubara (material organic). Umumnya tegak lurus
bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung membagi lapisan batubara
menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular.
b. Exogenic cleat dibentuk oleh gaya eksternal yang berhubungan
dengan tegasan tekanan (compressive stress) regional. Mekanismenya tergantung
pada karakteristik struktur dari lapisan pembawa batubara. Cleat ini
c. terorientasi pada arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar
yang saling membentuk sudut. (lihat Gambar 3.9)

Gambar 3.9. Arah kekar yang terbentuk karena pengaruh tekanan kompresif

29
d. Induced cleat bersifat lokal akibat proses penambangan dengan
adanya perpindahan beban ke dalam struktur tambang atau karena pengaruh
blasting (peledakan). Frekuensi induced cleat tergantung pada tata letak tambang
dan macam teknologi penambangan yang digunakan. Secara fisik di lapangan
apabila dilakukan blasting maka akan orientasi dari cleat akan tidak teratur.

Berdasarkan bentuknya dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu :


a. Bentuk kubus, umumnya pada endogeneous cleat yang berderajat rendah.
b. Bentuk laminasi, pada exogenic cleat berupa perselingan antara batubara
keras dan lunak.
c. Bentuk tidak menerus, berhubungan dengan endogeneous dan exogenic cleat.
d. Bentuk menerus, berhubungan dengan struktur geologi atau akibat
penambangan.
e. Bentuk bongkah yang disebabkan oleh kejadian tektonik.
Satu rangkaian yang disebut “face cleat”, biasanya dominan dengan bidang
individu yang lurus dan kokoh sepanjang beberapa meter. Pola lain yang retakannya
lebih pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat
disebut dengan “butt cleat”. Terjadinya cleat ada hubungannya dengan pola kekar
dan lapisan pembawa batubara, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan
pola cleat dengan struktur geologi pada suatu daerah. Face cleat sangat umum
sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam bidang yang sejajar dengan
paleostress kompresif maksimum. Pembentukan butt cleat berkaitan dengan sejarah
pembentukan batubara dan proses pengendapan dari lapisan batubara.
Jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm sampai sekitar 30 cm. Bidang
cleat sering diisi oleh unsur karbonat, lempung, jenis sulfida atau sulfat dapat secara
umum nampak pada permukaan batubara yang mengelupas.

III.6 Kenampakan Geologi pada Lapisan Batubara


 Plies, Bands dan Partings
. Lapisan batubara bisa terdiri dari batubara dengan tipe berbeda, atau terdiri
dari material bukan batubara yang beranekaragam. Kehadiran lapisan batubara ini
dapat digunakan untuk membagi lapisan batubara kedalam satuan yang lebih kecil

30
disebut “ benches, atau plies”. Lapisan bukan batubara disebut ”bands”, atau
“partings”. Istilah seperti “clay bands” atau “dirt bands” kadang digunakan untuk
menggambarkan material dari suatu litologi. Ada juga istilah “penny bands” untuk
mengindikasikan ketebalan. Litologi dari beberapa bands menurut istilah Jerman
disebut tonstein (secara kepustakaan disebut claystone) atau istilah Amerika disebut
“flint clay” paling umum digunakan dimana material memiliki tekstur peletoidal atau
menunjukkan pecahan concoidal dan didominasi oleh mineral kaolin yang
mengkristal dengan baik.
Pengertian digunakan di lapangan geologi batubara menjadi 2 macam :
1. Sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara yang memisahkan lapisan
batubara yang satu dengan yang lain secara relatif.
2. Untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu lapisan, baik itu lapisan batubara
atau lapisan bukan batubara secara fisik dengan mudah.
Perbedaan pengertian ini penting dijelaskan dalam kegiatan persiapan
penambangan seperti adanya lapisan batubara yang bercabang akan mempengaruhi
penggalian atau penambangannya. Istilah “plane of parting” mungkin cocok untuk
menggambarkan suatu bidang yang tidak menerus akibat gangguan sesar atau
splitting.
“Bands” merupakan lapisan yang terdiri dari material yang bukan batubara,
terjadi karena suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi akumulasi gambut.
Sedimen klastik ini mungkin menunjukkan endapan over bank atau dataran banjir
yang berasal dari sungai yang terdekat atau dari debu vulkanik yang berasal dari
sumber di luar lingkungan rawa. Ini mungkin juga dibentuk oleh mineral residu
gambut yang teroksidasi, seperti yang terjadi akibat pengeringan rawa selama waktu
terbentuknya batubara.
“Plies” merupakan kumpulan dari maceral yang berbeda atau berasal dari
bermacam sifat dasar tumbuhan rawa atau lingkungan pengendapannya selama
pembentukan batubara. Plies atau bands bukan batubara tidak selalu membentuk
lapisan yang seragam dan tetap, khususnya jika mencakup daerah yang luas.

 Splits dalam Lapisan Batubara

31
Kemenerusan lateral batubara di lapangan sering terbelah pada jarak yang
relatif dekat oleh bentuk yang membaji dari sedimen bukan batubara yang kemudian
membentuk dua lapisan batubara yang terpisah disebut sebagai autosedimentational
split. Menurut Warbroke, 1981 dalam B. Kuncoro, 1996.
Macam-macam bentuk spilts :
1. Simple Splitting
Adalah split sederhana yang terjadi akibat kehadiran tubuh lentikuler yang
besar dari sedimen bukan batubara.
2. Proggresif Splitting
Bila terdiri dari beberapa lensa, maka splitting dapat berkembang secara terus
menerus.
3. Zig - zag Splitting
Terjadi pada suatu lapisan batubara yang terbelah dan kemudian bergabung
dengan lapisan batubara lain.
 Washout dan Roof Rolls
Washout merupakan tubuh lentikuler. Sedimen yang menonjol ke bawah,
biasanya batupasir dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara yang
ada. Ukuran washout sangat bervariasi, baik tebal maupun pelamparannya. Menurut
Diessel dan Moelle (Dalam B. Kuncoro,1996), roof roll dibentuk oleh kegiatan
sungai selama tahap awal akumulasi tanah gambut.
Washout dan roof rolls merupakan masal utama dalam operasi penambangan,
yaitu ketebalan lapisan batubara berkurang atau tidak menerusnya suatu lapisan
batubara karena terpotong oleh washout (B. Kuncoro, 1996).
 Floor Rolls
Floor rolls terdiri dari material batuan berupa punggungan, panjang, sempit
dan subparallel yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan. Sebagian
besar berbentuk flat conical sampai lentikuler berdasarkan penampang melintang
(Kuncoro, 1996).

 Clastic Dyke dan Injection Structures

32
Clastic dyke merupakan tubuh membaji atau tubuh seperti lembaran dari
material sedimentasi yang memotong melintang perlapisan batubara. Pada umumnya
menunjukkan pengisian retakan-retakan dalam gambut atau batubara oleh endapan
sedimen di atasnya (B. Kuncoro, 1996).

III.7. Korelasi

Korelasi adalah suatu operasi dimana satu titik dalam suatu penampang
stratigrafi disambungkan dengan titik pada penampang yang lain, dengan pengertian
bahwa titik-titik tersebut terdapat dalam bidang perlapisan yang sama
(Kosoemadinata, 1971).

Sedangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (1996) disebutkan korelasi


adalah penghubung titik-titik kesamaan waktu atau penghubung satuan-satuan
stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.

Menurut Kosoemadinata (1971) dikenal 2 metode korelasi yaitu:

1. Metode Organik
Metode Korelasi organik merupakan pekerjaan menghubungkan satuan-
satuan stratigrafi berdasarkan kandungan fosil dalam batuan (biasanya
foraminifera plantonik). Yang biasa digunakan sebagai marker dalam korelasi
organik adalah asal munculnya suatu spesies dan punahnya spesies lain. Zona
puncak suatu spesies, fosil indeks, kesamaan derajat evolusi dan lain – lain.
2. Metode Anorganik
Pada metode korelasi anorganik penghubungan satuan-satuan stratigrafi
tidak didasarkan pada kandungan oganismenya (data organik). Beberapa data
yang biasa dipakai sebagai dasar korelasi antara lain:
a. Key Bed (lapisan penunjuk)
Lapisan ini menunjukkan suatu penyebaran lateral yang luas, yang mudah
dikenal baik dari data singkapan, serbuk bor, inti pemboran ataupun data log
mekanik. Penyebaran vertikalnya dapat tipis ataupun tebal. Lapisan yang
dapat dijadikan sebagai key bed antara lain: abu vulkanik, lapisan tipis

33
batugamping terumbu, lapisan tipis serpih (shale break), lapisan
batubara/lignit.
b. Horison dengan karakteristik tertentu karena perubahan kimiawi pada massa
air akibat perubahan pada sirkulasi air samudra seperti zona-zona mineral
tertentu, zona kimia tertentu, suatu kick dalam kurva resistivitas yang khusus
dari suatu lapisan yang tipis.
c. Korelasi dengan cara meneruskan bidang refleksi pada penampang seismik.
d. Korelasi atas dasar persamaan posisi stratigrafi batuan.
e. Korelasi atas dasar aspek fisik/litologi. Metode korelasi ini merupakan
metode yang sangat kasar dan hanya akurat diterapkan pada korelasi jarak
pendek.
f. Korelasi atas dasar horison siluman (panthom horizon).
g. Korelasi atas dasar maximum flooding surface, maximum flooding surface
merupakan suatu permukaan lapisan yang lebih tua dari lapisan yang lebih
muda yang menunjukkan adanya peningkatan kedalaman air secara tiba-tiba.

III.8. Estimasi Sumberdaya Batubara

Sumberdaya batubara di definisikan sebagai seluruh potensi batubara yang


dapat digunakan dalam suatu wilayah yang ditetapkan dan berdasarkan titik
pengamatan atau singkapan atau ekstrapolasi dari titik titik tersebut.

Potensi batubara yang dapat digunakan di definisikan sebagai batubara yang


memiliki kualitas yang dapat digunakan secara komersil tidak termasuk keberadaan
lapisan batubara tipis (Asminco, 1996, dalam Sumber Daya Mineral Tim
Derektorat Inventarisasi, 2003).

Sumberdaya Batubara yang terdapat di daerah telitian dapat dilaporkan dalam


bentuk katagori Terukur, Tertunjuk, TerekaCadangan Batubara adalah bagian yang
dapat ditambang secara ekonomis Atas sumberdaya Terukur atau Tertunjuk
Sumberdaya batubara hanya dapat di perkirakan dari data yang di peroleh dari titik –
titik informasi, namun estimasi ini dapat diperkuat dengan data interpretasi. Data dari
teknik-teknik geofisika, kecuali downhole logging, bukan merupakan titik informasi

34
langsung, tetapi bisa meningkatkan keyakinan geologi mengenai kemenerusan
lapisan batubara antara titik titik informasi, terutama dalam katagori tereka.

Sumberdaya batubara dapat di etimasikan dengan cara mengalikan luas area


lapisan batubara dengan ketebalan dan density batubara ditempat tersebut. Luas area
ditentukan oleh daerah pengaruh dari titik - titik informasi dan faktor lain yang
membatasi luasnya sumberdaya.

Faktor – faktor yang membatasi luas area sumberdaya bisa saja teknis (misal :
ketebalan lapisan maksimum atau minimum, kedalaman, kualitas, dan ketebalan
minimum yang dapat dipisahkan).

Sumberdaya hipotetik kecendrungan dengan ketebalan dan kualitas batubara


(daerah pengaruh dari titik informasi) di tentukan terutama oleh keberanian dalam
penentuan radius daerah pengaruh dari titik informasi sesuai dengan keadaan geologi
didaerah tersebut.

III.8.1 Sumberdaya Terukur (Measured Resources)

Sumberdaya batubara terukur, kerepatan, distribusi dan keterpaduan dari titik


titik informasi, yang bisa ditunjang dengan data interpretasi, cukup untuk
memperoleh estimasi yang dapat dipercaya akan ketebalan rata-rata, luas wilayah,
rentang kedalaman, kualitas dan jumlah in-situ dari batubara. Sumberdaya ini
memberi tingkat kepastian akan endapan untuk pembuatan rencana rinci tambang,
menentukan biaya penambangan dan memberikan spesifik produk yang dapat
dipasarkan.

Sumberdaya terukur ini bisa diestimasikan dengan menggunakan data yang


diperoleh dari titik titik informasi umumnya kurang kurang dari 500m untuk keadaan
geologi sederhana, 0.25 km untuk keadaan geologi moderat, dan 0.1 km untuk
keadaan geologi yang kompleks. Kecendrungan dalam ketabalan dan kualitas
batubara seharusnya tidak diprediksi lebih dari 500m dari titik informasi.

Di daerah dimana lapisan itu tersesarkan, diterobos, bercabang, bentuk lensa atau
sangat bervariasi dalam ketebalan atau kualitas, jarak antara titik –titik informasi

35
yang diperlukan lebih dekat, dan kemungkinan dukungan adanya data interpetasi,
akan sangat diperlukan dalam kondisi ini.

III.8.2 Sumberdaya Tertunjuk (Iindicated Resources)


Sumberdaya tertunjuk, kerepatan, distribusi dan keterpaduan titik titik
informasi, yang mungkin diperkuat dengan data interprestasi, cukup untuk
memperoleh estimasi yang realistik atas rata-rata ketebalan, luas wilayah, kisaran
kedalaman. Kualitas dan jumlah in-situ dari batubara. Sumberdaya ini telah mampu
memberikan tingkap kepercayaan yang cukup atas endapan untuk membuat rencana
tambang dan menentukan kualitas pruduk batubara yang kira-kira akan didapat.

Sumberdaya batubara tertunjuk ini dapat diestimasikan dengan menggunakan


data yang diperoleh dari titik titik informasi umumnya kurang dari 1 km untuk
keadaan geologisederhana, 0.25 s/d 0.5 km untuk keadaan geologi moderatdan 0.1
s/d 0.2 km untuk keadaan geologi yang komleks. Kecendrungan akan ketebalan ban
kualitas batubara (daerah pengaruh) jangan diperedeksi dari 1km dari titik-titik
informasi.

III.8.3 Sumberdaya Tereka (Inferred Resources)


Sumberdaya batubara tereka, kerepatan dan penyebarluasan titik titik
informasi, yang mungkin ditunjang oleh data interfretasi, harus memberikan
pengertian yang memadaiatas keadaan geologi untuk menyimpulkan kemenerusan
lapisan antara titik titik informasi.

Sumberdaya ini harus juga memungkinkan adanya estimasi kisaran ketebalan


batubara juga kualitasnya walaupun masih tingkat kepastian yang rendah, sehingga
tidak memadai untuk tujuan perencanaan penambangan.

Sumberdaya tereka dapat diestimasikan dengan menggunakan data yang


didapat dari titik titik informasi dengan kerepatan hingga sejauh 1 s/d 2 km. untuk
kondisi geologi sederhana, 0,5 km s/d 1 km untuk keadaan geologi moderat dan 0,2
s/d 0,5 km untuk keadaan geologi komplek. Kecendrungan dalam ketebalan kualitas
batubara tidak dapat diperkirakan lebih dari 2 km dari titik titik informasi

36
Tabel 3.1 Jarak kerapatan titik informasi (X) untuk tiap Katagori sumberdaya dan
keadaan Geologinya, (Sumberadaya Mineral Tim Direktorat Inventarisasi, 2003).

GEOLOGI KRITERIA SUMBERDAYA


HIPOTETIK TERUKUR TERTUNJUK TEREKA
Sederhana Jarak Titik Informasi X<500 500<X<1000 1000<X<2000
Moderat Tak dibatasi X<250 250<X<500 500<X<1000
Kompleks X<100 100<X<200 200<X<500

Dasar klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara yang dikemukakan di


atas adalah tingkat keyakinan geologi dan dan tingkat keyakinan ekonomi (BSN ,
1997).
Tabel 3.2. Klasifikasi sumberdaya dan Cadangan Batubara (BSN, 1997)

37

Anda mungkin juga menyukai