Anda di halaman 1dari 20

Nilai:

Tanda tangan:

REFERAT

Atresia Ani

Pembimbing:

Dr Agoes Tino Sp.B

Disusun Oleh:

Wiranti FP

112017061

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

PERIODE 23 JULI 2018 –29 SEPTEMBER 2018


LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


Atresia Ani
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 23 Juli 2018 – 30 September 2018

Disusun oleh:
Wiranti FP
112017061
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Agoes Tino, Sp.B
selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Umum RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 05 September 2018

..................................
dr. Agoes Tino, Sp.B

2
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACA

LEMBAR PENILAIAN

Nama Wiranti FP

NIM 11.2017.061

Tanggal 05 September 2018

Judul kasus Atresia Ani

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5

Kemampuan Analisis

Penguasaan Teori

Referensi

Bentuk Referat Tertulis

Cara Penyajian

Total

Nilai %= (Total/25)x100%

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%), dan 5
=sangat baik (100%)

Komentar penilai

Nama Penilai Paraf/Stempel

dr. Agoes Tino, Sp.B

3
BAB I
PENDAHULUAN

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya membrane


anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, kadangkala sebuah lubang
sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus
tampak sebagai lekukan kulit perineum, keadaan ini seringkali disertai atresia rectum
bagian bawah.1
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus
dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani
pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.2,3
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita
atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan
perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-
laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data
yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya
Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.4

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,
Limb).1

B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan
pada laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang
paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan
pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah
anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.3 Hasil penelitian
Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak
rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4

C. Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,
lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana
kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm
atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan 2
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1

5
Gambar 1. Foregut, midgut dan, hindgut
Sumber: www.google.com

Fungsi fisiologi anorectal


1. Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi

D. Klasifikasi
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif
besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.

6
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang
kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi
feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada
atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok
dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi
mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.

7
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya
terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus
yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di
bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi
definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera
dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

Gambar 2. Malformasi anorektal pada laki-laki8


b. Jenis Kelamin Perempuan
 Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya
tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.

8
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

9
Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan8

E. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir tanpa
lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke-4
hingga ke-6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah
satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari 3
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal
atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.6
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguanpertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainankongenital saat lahir seperti:

10
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang

F. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan ke-
10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses yang
mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita
90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju
kevesika urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju
keuretra (rektouretralis).

G. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5
1. Perut kembung
2. Muntah

11
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak
rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga
feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung
dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama
sekali tidak ada.9
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%.
Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering.
Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa
diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.2
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:2,3,10
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,

12
Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL
(Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb
abnormality).3

H. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke
daerah yang melebar.
 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.
b. Biopsi hisap rektum
 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel
ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut
saraf yang menebal.
 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:1
a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti
(PSARP) tanpa kolostomi
 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi
terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran
rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut
letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan
rektoperinealis.1

13
b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel
 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio
Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih
dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit
dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan
pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan
dengan memasukkan termometer melalui anus.3,5
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa
jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula
rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada
bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps
dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot
yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan
dilakukan colostomy atau anoplasty.6
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai
dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien
memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan
malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.6

14
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle"
(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat
keluarnya mekonium).6

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang
lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi
dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rektum dan pemotongan fistel.1
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian
akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi
banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan
operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan
operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran
rektum dan ada tidaknya fistula.1
Leape (1987) menganjurkan pada:1
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

15
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.1

Penatalaksanaan malformasi anorektal11

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-


laki11
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal
pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan
malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.3

16
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan9

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus


perempuan9

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia
3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula
rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk
menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien kloaka
persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3

J. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi post operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan
pengetahuan anatomi, dan keterampilan operator yang kurang serta perawatan post
operasi yang buruk.

17
Komplikasi awal dari PSARP adalah infeksi dari luka, perdarahan, anus salah
letak, fistula berulang, serta cedera pada uretra dan kandung kemih. Pada komplikasi
selanjutnya, pada umumnya terjadi stenosis, striktur anorektal, prolaps, dan
inkontinensia. Komplikasi awal dapat dihindari dengan penutupan luka yang adekuat
tanpa meninggalkan celah. Sebagian besar pasien yang melakukan operasi untuk
memperbaiki atresia ani memiliki berbagai derajat konstipasi. Gejala ini lebih berat
terjadi pada kelainan letak rendah dan intermediat. Pasien yang sebelumnya
dilakukan kolostomi baik di daerah proksiamal maupun distal dapat mengalami
obstipasi maka dari itu pasien memerlukan diet kaya serat dan kadang-kadang
sampai dibutuhkan obat pencahar.12

K. Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca
bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat
diatasi.

18
BAB III

KESIMPULAN

Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital


yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata atau atresia
ani merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genitalia, dan traktus digestivus tidak terjadi. Etiologi secara pasti atresia ani
belum diketahui, namun faktor genetik diduga berpengaruh terhadap insiden
tersebut.

Berdasarkan letak anatomi, atresia ani dapat dibagi mejadi 3 yaitu letak
tinggi, intermediet, dan rendah. Dan dapat juga di klasifikasikan berdasarkan ada
atau tidaknya fistula dan letak fistula.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.


Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Diagnosis didapatkan dengan melihat manifestasi klinis yang
muncul dan dengan inspeksi pada regio perianal. Tindakan yang dilakukan untuk
evakuasi feses yang utama yaitu dengan kolostomi dilanjutkan dengan PSARP
disesuaikan dengan kelainan yang ada.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 25 Agustus


2018].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated
Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
httZp://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=pdf
[diakses 25 Agustus 2018]
5. FK UI. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases
2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 26 Agustus 2018]
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
8. Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric
Surgery Starship Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf [diakses 26
Agustus 2018]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of
Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalformation
[diakses 25 Agustus 2018]
10. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal
Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-154
http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 26 Agustus 2018]
11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
12. Texas Pediatric Associates. Imperforate Anus. Available:
http://www.pedisurg.com/PtEduc/Imperforate_Anus.htm. [diakses 26 Agustus 2018]

20

Anda mungkin juga menyukai