Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK

A. Pengertian
Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses
manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari
gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang
ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan
badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,
berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman
bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-
kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi
secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase
akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004)
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas
60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).

B. Batasan atau Pembagian Lanjut Usia


Adapun beberapa pendapat mengenai pembagian atau batasan-batasan Lanjut Usia,
yakni:
1. Menurut WHOLanjut Usia meliputi:
a. Middle Age : 45-59 tahun
b. Elderly : 60-70 tahun
c. Old : 75-90 tahun
d. Very Old : Di atas 90 tahun
2. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Perkembangan manusia dibagi
sebagai berikut:
a. Masa Bayi : 0-1 tahun
b. Masa Pra sekolah : 1-6 tahun
c. Masa Sekolah : 6-10 tahun
d. Masa Pubertas : 10-20 tahun
e. Masa Dewasa : 20-40 tahun
f. Masa Setengah Umur : 40-65 tahun
g. Masa Lanjut Usia : 65 tahun ke atas
3. Menurut Dra. Ny. Josmasdani:
a. Fase Inventus : 25-40 tahun
b. Fase Verilitas : 40-50 tahun
c. Fase Prasenium : 55-65 tahun
d. Fase Senium : 65 tahun ke atas
4. Menurut Prof. DR. Koesoemato Setyonegoro
a. Elderly Adulhood : 18/20-25 tahun
b. Middle Years : 25-60/65 tahun
c. Geriatric Age : Di atas 65/70 tahun
d. Young Old : 70-75 tahun
e. Old : 75-80 tahun
f. Very Old : Di atas 80 tahun
5. Menurut UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1
Menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan Lanjut Usia setelah mencapai umur 55
tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.

C. Fungsi Perawat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang
gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi adalah :
1. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada
segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)
2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak
orang yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama)
4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas
5. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta menguragi
resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
6. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan)
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya)
8. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan
harapan)
10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)
11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative
dan rehabilitative)
12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner
(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh)
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun
masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal
dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)

D. Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti
rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu
dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk
pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan
hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik
spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung,
pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan
perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting
rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant.
Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice.
E. Penurunan-penurunan dari Sistem-sistem yang Terjadi pada Lansia
Penurunan-penurunan itu meliputi:
1. Sistem Persyarafan
a. Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
c. Mengecilnya syaraf panca indra: Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
2. Sistem Pendengaran
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran): Hilangnya kemampuan atau daya
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata.
b. Membran tympani menjadi atrofi, menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
3. Sistem Penglihatan
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
d. Meningkatnya ambang penangkap sinar: Daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang: Berkurangnya luas pandangan.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau pada skala.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
d. Tekanan darah meninggi, diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer.

5. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Alveoli ukurannya menebal dari biasa dan jumlahnya berkurang.
d. O2 pada arteri menurun menjadi 755 mmHg.
e. CO2 pada arteri tidak berganti.
f. Kemampuan untuk batuk berkurang.
g. Paru-paru kehilangan elastisitas: Kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih
berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dan kedalaman bernapas menurun.
6. Sistem Gastrointestinal
a. Kehilangan gigi.
b. Indera pengecap menurun.
c. Oesophagus melebar.
d. Lambung; rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu mengosongkan
menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorpsi melemah.
g. Liver (hati): Makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
7. Sistem Genito Urinaria
a. Ginjal: Mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menjadi menurun
sampai 50%, penyaringan di glomerulo menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
b. Vesika Urinaria: Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml
atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria Lanjut Usia, sehingga menyababkan retensi urine.
c. Pembesaran prostat.
d. Atrofi vulva.
e. Vagina: Selaput lendir menjadi kering, elastisitas jaringan menurun, permukaannya
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali, terjadi
perubahan-perubahan warna.
f. Daya Seksual: Frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara bertahap
tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai
tua.
8. Sistem Endokrin
a. Produksi hamper dari semua hormone menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Pituitari: Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
d. Menurunnya aktifitas tiroid: Menurunnya BMR (Basal Metabolik Rate),
menurunnya daya pertukaran zat.
e. Menurunnya produksi aldosteron.
f. Menurunnya sekresi hormone kelamin: Progesteron, Estrogen, Testosteron.
9. Sistem Kulit
a. Kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Kulit kapala dan rambut menipis, berwarna kelabu.
c. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
d. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.
e. Kuku manjadi keras dan rapuh.
f. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
g. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

10. Sistem Muskuluskletal


a. Tulang kehilangan density dan makin rapuh.
b. Kifosis.
c. Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
d. Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek.
e. Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
f. Atrofi seranut otot, sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot menjadi
kram dan menjadi tremor

F. Pendekatan pada Lansia

1. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya.
Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan
perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
2. Pendekatan Psikis
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan
service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya
tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di
masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame
klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini
merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan
perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca
surat kabar dan majalah. Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan
komunikasi, baik dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung
berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan
keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.
LAPORAN PENDAHULUAN
PRURITUS

A. Pengertian
Pruritus merupakan sensasi kulit yang tidak nyaman bersifat iritatif sampai tingkat ringan
atau berat pad inflamasi kulit dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Bila tidak disertai
dengan kelainan kulit maka disebut pruritus esensial atau sine materia atau pruritus simptomatik.
B. Etiologi
1. Faktor eksogen
Dermatitits kontak (pakaian, logam, benda asing), rangsangan oleh ektoparasit
(serangga tungau scabies, pedikulus, larva migrans) atau faktor lingkungan yang
membuat kulit kering.
2. Faktor endogen
Seperti reaksi obat atau penyakit (contoh diskriasia darah, limfoma keganasan alat
dalam, dan kelainan hepar dan ginjal.

C. Manifestasi Klinis
1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari.
2. Ekskoriasi, kcmcrahan, arca penonjolan pada kulit (kutil).
3. Infeksi, peruhahan pigmentasi kulit.
4. Gatal yang amat sangat sehingga menyebabkan ketidakmampuan pada individu.

D. Pathofisiologi
Pruritogen menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C
tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi
di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah
akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P,
CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan timbul suatu
perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.
E. Klasifikasi
Klasifikasi Gatal
1. Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya, inflamasi,
kering, dan kerusakan kulit.
2. Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau sentral.
Misalnya, pada herpes dan tumor.
3. Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun terdapat
transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan penyakit sistemik (ginjal
kronis, jaundice)
4. Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.
F. Mediator Penyebab Gatal Pada Kulit
1. Histamin
Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan
sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan
nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast.
Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut.
Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal
adalah H1.
2. Serotonin
Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel mast manusia.
Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal.
3. Endopeptidase
Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah
komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel
mast memperoleh triptase, dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada
terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida pruritogenik
dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem
saraf dalam menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga
menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal.

4. Neuropeptida
Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja
triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi
langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1.
Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan
prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf
tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat
menyebakan gatal segmental.
5. Eicosanoid
Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat
dalam mediator inflamasi tapi tidak secara langsung menyebabkan gatal. Prostaglandin
E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain. Konsentrasi rendah PGE pada satu
area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja histamin
pada area tersebut.

G. Bentuk-Bentuk Pruritus
Bentuk Pruritus:
1. Pruritus pada gravidarum
Di induksi oleh hormon estrogen terutama pada trimester III akhir gravidarum dimulai
dari abdomen atau badan kemudian generalisata, bisa disertai dengan gejala anorexia,
nausea atau muntah juga disertai ikterus kolestatik setelah pruritus 2- 4 minggu karena
garam empedu ada dalam kulit.
2. Pruritus pada hepatikum
Pruritus sebagai akspresi kolestatis tanda adanya obstruksi pada empedu (obstruksi
biliarry disease) yang berlokalisasi pad daerah hepatal, bisa juga disebabkan efek
samping obat-obatan yang memberi obstruksi intra hepatal sehingga terjadi ekskresi
garam asam billiar.
3. Pruritus pada Senilitas / Senilis
Kulit senile yang kering mudah menderita fisur (chapped skin) mudak menjadi
pruritik, terjadi dengan atau tanpa reaksi inflamatorik. Rasa gatal terjadi karena
stimulasi ringan / perubahan suhu. Daerah yang tersering ialah daerah genital eksterna,
perineal dan perianal.
4. Pruritus pada Sistem Endokrin (DM, Hiperparatiroid, Mixedema).
Pada DM terjadi hiperglikemia, sehingga terjadi iritabilitas ujung-ujung saraf dan
kelenjar metabolik di kulit terutama daerah anogenital atau submammae pada wanita.
Glikogen sel sel epitel kulit dan vagina meningkat sehingga terjadi diabetes kulit oleh
karena predisposisi berupa dermatitis, kandidiasis, dan furunkulosis. Pada
hiperparatiroid terjadi peningkatan hormon paratiroid dalam plasma sehingga terjadi
defisit kalsium dalam kulit khususnya kalsium fosfat.
5. Pruritus pada Generalisata / Payah Ginjal
Terjadi pruritus generalisata, terutama pada GGK (payah ginjal kronis) disertai edema
dan terjadi kekeringan kulit (Xerosis) oleh karena terjadi atrofi kelenjar sebasea dab
kelenjar sudorifera. Pada penyakit ginjal juga mengakibatkan gangguan metabolisme
pada fosfor dan kalsium, magnesium dalam serum meningkat sehingga terjadi uremia
yang menyebabkan terjadinya pruritus, penyebabnya oleh bahan-bahan yang
mengalami retensi, ginjal gagal mensekresinya sehingga perlu dilakukan hemodialisis.
6. Pruritus pada neopalstik
Pruritus pada keganasan internal terutama berasal dari sistem limforetikuler
menyebabkan penyakit Hodgkin dengan insidens sampai berbulan-bulan, sebelum
penyakit gejala mendasari diketahui.
7. Pruritus pada Mikosis Fungoides
Merupakan limfoma maligna yang progresif. Pruritus timbul pad waktu lesi kulit
masih tidak khas dan belum terdapat infiltrasi maligna. Pruritus dapat bersifat menetap
dan intoleran.
8. Pruritus pada neurologik
Defisit saraf sentral / perifer sebagai pengatur sensasi perabaan dapat menyebabkan
pruritus.
9. Pruritus pada Psokologik
Respons garukan berbeda dengan pruritus karena penyebab lain. Pada gatal karena
penyakit organis terdapat korelasi antara sensasi gatal dengan beratnya respons garuk.
Pada gatal psikologik ternyata respons garukan lebih kecil daripada derajat gatal
subjektif, tampak lebih sedikit efek garukan dan lebih sedikit efek garukan dan lebih
banyak picking (cubitan), serta tidak dijumpai gangguan tidur.
10. Pruritus pada Penyakit lain
a. Gout / rhematik
b. Hipertensi, aterosklerotik menyebabkan pruritus di seluruh tubuh sebelum
timbulnya aplopexia
c. Polisitemia vena disertai pruritus dan urtikaria.
d. Defisiensi Fe bukan anemia, karena gangguan pembentukan Fe, sebelumnya
anemia pruritus sudah hilang.

H. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis
akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis, limfangitis, dan furunkel.
Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi
pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering.

I. Penatalaksanaan
a. Anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang sempurna tentang riwayat alergi, demam,
riwayat minum obat, penggantian kosmetik ,udara panas, kering atau sprei/selimut
yang menyebabkan iritasi.
b. Lakukan kompres dingin seperti es batu, bedak dingin yang mengandung mentol, bila
keluhan pruritus masih berlanjut, perlu pemeriksaan pruritus akibat masalah sistemik.
c. Gunakan Alpha-Keri, Lubath (bath oil) yang mengandung surfaktan dan membuat
minyak bercampur dengan air rendaman untuk membersihkan kulit.
d. Pada lansia hindari penambahan minyak karena resiko tergelincir.
e. Preparat kortikosteroid topikal bermanfaat sebagai obat anti-inflamasi untuk
mengurangi rasa gatal.
f. Antihistamin spt difenhidramin (Benadryl), efektif menghasilkan tidur nyenyak,
sedangkan antihistamin nonsedasi seperti terfenadin (seldane) baik untuk
menghilangkan pruritus pada siang hari. Sementara antihistamin trisiklik seperti
doksepin (sinequen) untuk pruritus akibat nueropsikogen.

PENGKAJIAN
1. Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku
bangsa.
2. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan gatal pada
kulitnya, intensitas gatal lebih sering terasa pada malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Factor pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh adanya kelainan sistemik
internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker, penggunaan preperat oral
seperti aspirin , terapi antibiotic, hormone. Adanya alergi, baru saja minum obat yang
baru, pergantian kosmetik dapat menjadi factor pencetus adanya pruritus. Tanda-tanda
infeksi dan bukti lingkungan seperti udara yang panas, kering, atau seprei/selimut yang
menyebabkan iritasi, harus dikenal. Pruritus dapat terjadi pada orang yang berusia lanjut
sebagai akibat dari kulit yang kering
4. Riwayat penyakit dahulu
Pruritus merupakan penyakit yang hilang/ timbul, sehingga pada riwayat penyakit dahulu
sebagian besar klien pernah menderita penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasa
sekarang.
5. Riwayat penyakit keluarga
Diduga factor genetic tidak mempengaruhi timbulnya pruritus. Kecuali dalam keluarga
ada kelainan sistemik internal yang bersifat herediter mungkin juga mengalami pruritus.
6. Riwayat psikososial
Rasa gatal dapat pula disebabkan oeh factor psikologik seperti stress yang berlebihan
dalam keluarga atau lingkunagn kerja. Pruritus menimbulkan gangguan rasa nyaman dan
perubahan integritas kulit. Rasa gatal yang hebat akan menganggu penampilan pasien.

7. Kebiasaan sehari-hari
Penggunaan sabun dan zat kimia tertentu, biang keringat (miliaria) dan kontak dengan
pakaian dari bahan wol juga dapat berkaitan dengan pruritus.

DIAGNOSA
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kerusakan integritas kulit.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi, erosi.

INTERVENSI
Dx Intervensi Rasional
Nyeri (akut) 1. Tutup jari atau ektremitas pada 1. Berfungsi utuk
berhubungan posisi berfungsi (menghindari posisi Menurunkan
dengan kerusakan fleksi sendi yang sakit) defermitas/kontraktur dan
jaringan menggunakan beban dan papan kaki meningkatkan kenyamaman
kulit sesuai keperluan
2. Berika tindakan kenyamanan 2. Meningkatkan relaksasi,
dasar :contoh: pijatan pada area menurunkan tegangan otot dan
yang tak sakit, perubahan posisi kelelahan umum
dengan sering.
3. Berikan analgesik sesuai indikasi 3. Membantu mengurangi
konsentrasi nyeri yang dialami
dan memfokuskan kembali
perhatian

Gangguan citra 1. Berikan penguatan positif terhadap 1. Episode traumatik


tubuh dengan kemajuan dan dorong usaha untuk mengakibatkan perubahan tiba-
HDRberhubungan mengikuti tujuan tiba,tak diantisipasi, membuat
dengan kecatatan perasaan kehilangan pada
kulit rehabilitasi.
2. Dorong intraksi keluarga dengan 2. Kata-kata penguatan dapat
tim rehabilitasi. Kehilangan mendukung terjadinya perilaku
aktual/yang dirasakan koping (+)
3. Mempertahankan/membuka garis 3. Membantu dalam identifikasi
komunikasi dan memberikan cara/alat untuk meningkatkan
dukungan terus menerus pada /mempertahankan kemandirian
pasien dan keluarga. dan dapat membantu pasien
untuk mengatasi masih emosi
mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012

dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC

Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari

http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i
Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari

http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2007; hal: 321-323

Freddberg IM, Elsen AZ, Wolff K, et al: Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine, 6th

edition. New York: McGraw-Hill, 2003.

Anonymous: Pruritis (itch). Diunduh dari: http://dermnetnz.org/systemic/itch.html. Tanggal

akses: 2 November 2009, Pk. 17.35 WIB

LAPORAN PENDAHULUAN
PRURITUS
PSTW BUDI MULYA I
NAMA : FRANSISKA LALOPUA
NIM :18150000009

PROGAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2016

Anda mungkin juga menyukai