Anda di halaman 1dari 8

Bahan Yoghurt :

1. Siapkan satu liter susu murni. Boleh menggunakan susu kemasan tapi lebih baik susu murni.
2. Bibit yoghurt sebanyak 5% dari banyaknya susu murni. Untuk satu liter susu murni bisa
menggunakan sekitar 50 mL atau 2 sdm bibit yoghurt. Bisa dibeli di supermarket.

Cara Membuat Yoghurt :

1. Panaskan susu murni di atas api kecil sambil terus diaduk selama 30 menit dan jaga agar susu
tidak sampai mendidih supaya protein susu tidak rusak.
2. Setelah 30 menit, angkat susu dan dinginkan hingga hangat kuku dalam suhu ruangan
3. Masukan bibit yoghurt lalu aduk sampai rata dengan menggunakan alat pengaduk steril. Bila
kesulitan mencari alat pengaduk dapat menggunakan spatula kayu yang sebelumnya sudah
disiram menggunakan air panas sebagai proses sterilisasi alat.
4. Apabila sudah selesai masukan ke wadah tertutup lalu tutupin dengan serbet untuk
menciptakan kondisi gelap yang adalah syarat hidup bakteri fermentasi selama 20-24 jam.
5. Sesudah 20-24 jam akan muncul lapisan berwarna kekuningan kental di atas permukaannya.
Apabila masih kurang kental atau kurang asam bisa dilebihkan lagi waktunya.
6. Bila dirasa sudah pas, aduk menggunakan alat steril sampai tercampur rata.
7. Jika hendak membuat yoghurt lagi, pisahkan beberapa sendok ke dalam cup kecil. Inilah yang
kelak akan menjadi starter apabila hendak membuat yoghurt lagi jadi tidak perlu ke
supermarket membeli bibit baru. Cup berisi yoghurt tersebut ditutup rapat, tuliskan tanggal
pembuatannya lalu masukan kulkas. Disarankan maksimal seminggu supaya tetap terjaga
rasa dan sterilitasnya
8. Bila sudah siap, bisa ditambahkan sirup atau buah-buahan sesuai selera. Selamat menikmati

Tips Cara Membuat Yoghurt :

 Pastikan proses fermentasi yoghurt menggunakan wadah kedap udara. Wadah yang tertutup
rapat akan melancarkan proses fermentasi
 Saat membeli yoghurt plain, lihat dulu masa kadaluarsanya. Kalau sudah expired maka
proses pembuatan yoghurt tidak akan berhasil
 Saat memasukan susu ke wadah, pastikan susu dalam keadaan hangat. Tidak panas dan tidak
terlalu dingin
 Bibit yoghurt yang dimaksud adalah produk yoghurt seperti cimory, biokul, dst. Disebut bibit
karena itulah yang akan menjadi biang penghasil yoghurt. Saat memilih bibit pilihlah bibit
yang terdapat tulisan “Live Culture” pada kemasannya supaya bakteri fermentasi dapat
berkembang. Live culture yang dimaksud pada umumnya adalah bakteri Lactobacillus
Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus
 Pastikan perbandingan susu murni dan bibitnya tepat. Apabila nanti yoghurtnya terlampau
kental, itu artinya terlalu banyak bibit. Bila terlalu encer berarti terlalu sedikit.

By: Zona makan


Tempe merupakan makanan yang berasal dari fermentasi dari biji kedelai atau bahan lain
yang menggunakan beberapa jenis kapang rhizopus dalam bahasa latinnya. Sediaan fermentasi
tersebut terkenal dengan sebutan Ragi Tempe.

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi


senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium,
vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan sebagai pencegah penyakit degeneratif.

Asam lemak pada tempe digolongkan ke dalam kelompok Polyunsaturated Fatty Acids atau
PUFA. Asam jenis ini merupakan asam lematk tidak jenuh majemuk yang sangat baik bagi kesehatan
tubuh. Asam lemak tak jenuh ini diperoleh dari proses fermentasi tempe. Asam tersebut adalah oleat
dan linolenat. Kedua asam ini bekerja efektif dalam menurunkan kolesterol serum dalam darah
sehingga dampak negatif sterol bisa ditangkal.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai
pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.

Tempe memang asli buatan Indonesia namun sayang sekali karena seluruh dunia sudah tau
apa itu Temppe dan bagaimana membuatnya sehingga Tempe sudah terkenal di seluruh penjuru
dunia dan karena hal tersebut mengakibatkan Hak Paten Tempe bukan dimiliki oleh Indonesia namun
dimiliki oleh Jepang dengan sebutan Neto.

Meskipun demikian, jangan disikapi dengan anarki, lebih baik jadikan sebuah pelajaran untuk
negara kita agar kedepannya kalau Indonesia memiliki sebuah kebudayaan diberbagai bidang atau
aneka bahan pangan dan resep asli Nusantara segeralah untuk dipatenkan bahwa itu milik kita
sehingga kalau ada pihak lain yang mematenkan juga, maka kita dapat mensikapinya secara bijak dan
pintar.

Cara Membuat Tempe

Bahan Membuat Tempe :

 Kedelai Putih 5 Kg
 Bibit tempe/Ragi Tempe 5gr
 Air bersih

Alat-alat Pembuatan Tempe :

 Panci
 Kompor
 Tampah 2 buah
 Ember Plastik
 Plastik Pembungkus
 Kertas dan daun pisang

Cara Pembuatan Tempe :


 Siapkan Alat dan Bahan
 Pilih kedelai untuk mendapatkan kedelai terbaik dengan cara dipilah dan membuang yang
jelek.
 Bersihkan/cuci kedelai dengan air bersih
 Rebus kedelai yang telah dicuci kedalam air selama 30 menit, angkat dan dinginkan. Biarkan
kedelai masih dalam tempat dan air rebusannya.
 Tambahkan 10ml asam laktat/liter air perebus (untuk memperoleh pH=5) selama 12 jam
untuk mendapatkan kualitas tempe terbaik.
 Cuci dan buang kulit kedelai dan rebus kembali dengan air bersih selama 90 menit, angkat
dan tiriskan
 Setelah ditiriskan dan dingin sempurna, tambahkan ragi tempe dan aduk hati-hati secara
merata.
 Bungkus kedelai dengan plastik transparan atau dengan kertas dan daun pisang. Jika
menggunakan plastik, tusuk plastik dengan lidi secara merata untuk ventilasi saat
fermentasi.
 Simpan selama 23-30 jam sampai peragian berjalan sempurna.
 Tempe siap diolah atau dipasarkan.

By: zona makan

Puing-Puing Pesawat Rusia yang Hilang Ditemukan di Laut Hitam

Sebuah pesawat militer Rusia yang mengangkut 92 orang mengalami kecelakaan di Laut
Hitam, demikian seperti yang dikemukakan oleh Kementerian Pertahanan Rusia. Pesawat tersebut
hilang dari radar 20 menit setelah lepas landas dari Sochi pada 05.20 waktu setempat. Kementerian
pertahanan mengatakan, pesawat Tu-154 itu membawa anggota band militer Alexandrov, bersama
dengan sembilan wartawan, dan delapan awak kabin.

Pesawat tersebut rencananya terbang ke Provinsi Latakia, Suriah. Tu-154 berangkat dari Moskow dan
mendarat di Bandara Adler di Sochi untuk mengisi bahan bakar. Juru bicara Kementerian Pertahanan,
Igor Konashenkov, mengatakan bahwa pesawat tersebut membawa penumpang yang akan
melakukan pertunjukan Tahun Baru untuk pasukan Rusia yang bertugas di Suriah. Pertunjukan
tersebut dijadwalkan akan dilakukan di pangkalan udara Rusia Hmeimim, dekat Latakia.

Dikutip dari BBC, Minggu (25/12/2016), sejumlah Puing-puing burung besi saat ini telah
ditemukan. "Puing-puing pesawat Kementerian Pertahanan Rusia Tu-154 ditemukan 1,5 km dari
pantai Laut Hitam kota Sochi di kedalaman 50 hingga 70 meter," ujar kementerian pertahanan dalam
sebuah pernyataan. Menurut keterangan regu penyelamat kepada kantor berita Interfax, sejauh ini
tidak ada korban selamat yang berhasil ditemukan. Berdasarkan laporan dari area tersebut, kondisi
untuk melakukan penerbangan sedang baik. Sebuah penyelidikan pun telah dilakukan untuk
menentukan apakah telah terjadi pelanggaran peraturan keselamatan transportasi udara.

Tu-154 pernah terlibat dalam puluhan insiden fatal sejak dirancang pada pertengahan 1960-
an. Burung besi itu merupakan mesin yang digunakan maskapai Soviet dan Rusia selama beberapa
dekade, namun saat ini hanya 50 pesawat saja yang beroperasi. Pada April 2010, pesawat Tu-154
mengalami kecelakaan di Smolensk, Rusia barat. insiden itu menewaskan 96 penumpangnya,
termasuk Presiden Polandia Lech Kazynski.

Tu-154, dioperasikan oleh Siberian Airlines, ditembak jatuh di atas Laut Hitam pada Oktober 2001
dan menewaskan 78 orang. Pesawat tersebut sedang melakukan perjalanan dari Tel Aviv, Israel,
menuju Novosibirsk, Rusia, di mana sebagian besar penumpangnya merupakan warga Israel.

Militer Ukraina awalnya membantah terlibat dalam insiden Oktober 2001 itu. Namun para pejabat
kemudian mengakui bahwa pesawat bisa saja tak sengaja tertembak selama dilakukannya latihan.

By: Citra Dewi

Bentuk awal mahkluk hidup penghasil oksigen di Bumi muncul 60 juta tahun lebih awal dari yang
sebelumnya diperkirakan
Ahli geologi dari Trinity College Dublin, Irlandia, menemukan bahwa bentuk kehidupan
penghasil oksigen pertama di Bumi muncul sekitar 3 milyar tahun yang lalu. Ini berarti 60 juta tahun
lebih awal dari yang selama ini diperkirakan oleh para ahli dan tertulis di buku buku sejarah evolusi.
Bentuk kehidupan ini bertanggungjawab atas terbentuknya oksigen yang melimpah yang kini ada di
atmosfer kita. Oksigen yang melimpah ini di kemudian hari berperan penting dalam berkembangnya
mahkluk hidup yang lebih kompleks seperti manusia.

Bekerjasama dengan Profesor Joydip Mukhopadhyay dan Gautam Ghosh dan rekan-rekan
lain dari Universitas Kepresidenan di Kolkata, India, para ahli geologi ini menemukan bukti adanya
pelapukan batuan kimia yang merujuk pada pembentukan tanah yang terjadi ketika ada kemunculan
O2. Menggunakan sistem uranium-lead isotop decay yang muncul secara alami, para geolog
melakukan pengukuran usia secara cermat dan akhirnya menyimpulkan bahwa peristiwa ini muncul
setidaknya 3,020,000,000 tahun yang lalu. Tanah kuno (atau paleosol) tersebut berasal dari
Singhbhum Kraton Odisha, dan kemudian dinamakan ‘Keonjhar Paleosol’ sesuai nama kota terdekat.

Seperti kita ketahui, bukti penggalian geologi menujukkan bahwa pada awal kemunculan
kehidupan, terjadi peningkatan kadar oksigen dalam atmosfer kita. Ini karena melimpahnya tumbuh
tumbuhan purba yang mengconvert karbon dioksida menjadi oksigen sebelum munculnya hewan
yang merubah oksigen menjadi CO2. Pola pelapukan kimia yang didapat dalam paelosol tersebut
sesuai dengan pola kenaikan level Oksigen dari masa ke masa. Level Oksigen seperti itu hanya bisa
terjadi akibat melimpahnya organisme kala itu yang mengubah energi cahaya matahari dan karbon
dioksida menjadi oksigen dan air. Proses yang disebut fotosintesis ini digunakan oleh jutaan spesies
tumbuhan dan bakteri berbeda yang ada di bumi saat ini. Melimpahnya kadar oksigen dalam
atmosfer kala itu berperan penting berkembangnya bentuk kehidupan yang lebih kompleks seperti
mamalia.

Penelitian ini baru saja dipublikasikan secara online dalam jurnal Geologi peringkat teratas
dunia bernama ‘Geology’. Quentin Crowley, Asisten Profesor dalam Analisis Isotop dan Lingkungan di
Sekolah Ilmu Pengetahuan Alam di Trinity, sekaligus penulis senior dari artikel jurnal yang
menjelaskan penelitian ini berkata: “Ini adalah penemuan yang sangat menarik, yang membantu
untuk mengisi kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang evolusi awal Bumi. Paleosol dari India ini
mengatakan kepada kita bahwa ada kejadian oksigenasi atmosfer, dan ini terjadi jauh lebih awal dari
yang dibayangkan sebelumnya. “

Awal Bumi kala itu sangat berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini. Suasana awal
atmosfer planet kita kaya akan metana dan karbon dioksida dan hanya ada O2 dalam skala yang
sangat sedikit. Fakta yang sebelumnya diterima secara luas untuk evolusi atmosfer menyatakan
bahwa tingkat O2 tidak meningkat secara signifikan sampai sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.
Kejadian yang disebut ‘Great Oxidation Event’ ini kemudian menyebabkan melimpahnya
atmosfer dan lautan dengan O2, dan digembar-gemborkan sebagai salah satu perubahan terbesar
dalam sejarah evolusi awal kehidupan di bumi. Mikroorganisme sendiri, dapat dipastikan telah hadir
sebelum 3,0 miliar tahun yang lalu, namun tidak mungkin mampu menghasilkan O2 dalam jumlah
banyak lewat fotosintesis. Sebelum ini masih belum jelas apakah terdapat peristiwa oksigenasi yang
terjadi sebelum Oksidasi Besar itu, sementara itu argumen yang melandasi kemampuan evolusi
fotosintesis sebagian besar telah didasarkan pada tanda-tanda pertama dari penumpukan oksigen di
atmosfer dan lautan.

Profesor Crowley menambahkan, “Ini adalah contoh langka dari catatan geologi yang
memberikan gambaran sekilas tentang bagaimana batuan melapuk. Perubahan kimia yang terjadi
selama pelapukan ini memberitahu kita sesuatu tentang komposisi atmosfer pada saat itu. Sangat
sedikit dari ‘paleosols’ yang telah didokumentasikan dari periode sejarah bumi sebelum 2,5 miliar
tahun yang lalu. Satu satunya adalah yang kita kerjakan dan itu berusia setidaknya 3020000000
tahun, dan itu menunjukkan bukti kimia bahwa pelapukan berlangsung dalam suasana dengan
tingkat O2 tinggi. “ Hampir tidak ada O2 di atmosfer bumi pada 3,4 miliar tahun yang lalu, namun
karya terbaru dari paleosols Afrika Selatan menunjukkan bahwa sekitar 2,96 miliar tahun lalu tingkat
O2 mungkin mulai meningkat. Oleh karena itu temuan Profesor Crowley telah menggeser batas
sejarah tersebut setidaknya 60 juta tahun. Mengingat manusia baru ada di planet ini sekitar seper
sepuluh dari waktu itu, maka hal itu bukanlah hal yang insignifikan dalam sejarah evolusi

Referensi Jurnal:

J. Mukhopadhyay, Q. G. Crowley, S. Ghosh, G. Ghosh, K. Chakrabarti, B. Misra, K. Heron, S.


Bose. Oxygenation of the Archean atmosphere: New paleosol constraints from eastern India.
Geology, 2014; DOI: 10.1130/G36091.1

By : Virkill

Untuk Ketersediaan Pangan di Masa Depan,

Diperlukan Evaluasi Kekayaan Bank Benih Dunia


Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen
dari asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak
terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli
genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnal Nature edisi 4 Juli.

Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk serta kian meningkatnya pendapatan di


seluruh dunia, para peneliti memperkirakan bahwa ketersediaan pangan dunia harus mencapai dua
kali lipat dalam 25 tahun ke depan. Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam bank gen
tanaman, ditambah dengan kemajuan dalam bidang genetika dan budi daya tanaman, dapat menjadi
solusi untuk memenuhi tuntutan pangan yang lebih banyak dalam menghadapi perubahan iklim,
degradasi tanah dan air serta keterbatasan lahan.

“Bank gen menyimpan ratusan ribu bahan kultur jaringan dan benih yang dikumpulkan dari
ladang petani, dan dari populasi liar, tersedia bahan baku yang dibutuhkan dalam budi daya tanaman
untuk menciptakan tanaman pangan di masa depan,” ungkap McCouch.

Misalnya, setelah memindai lebih dari 6.000 varietas dari bank benih, tanaman budi daya
diidentifikasi dan disilangkan dengan spesies padi liar, Oryza nivara; hasilnya adalah varietas yang
tahan terhadap penyakit virus kerdil rumput yang menyerang pada hampir semua varietas padi tropis
di kawasan Asia dalam kurun 36 tahun terakhir. Demikian pula, di tahun 1997, manfaat penggunaan
kerabat liar tanaman sebagai sumber ketahanan lingkungan serta ketahanan terhadap hama dan
penyakit dapat menghasilkan keuntungan tahunan hingga sekitar 115 milyar dolar bagi
perekonomian dunia.

Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia,
“potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman,” kata McCouch.

Saat ini, sulit bagi para petani untuk memanfaatkan kekayaan materi genetik dalam bank
benih akibat kurangnya informasi tentang gen beserta sifat-sifat pada sebagian besar tanaman.
Karena dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengidentifikasi dan kemudian menggunakan sumber
daya genetik liar dan tak teradaptasi, “para petani harus punya gagasan yang bagus tentang manfaat
genetik dari sumber daya yang tidak dikarakterisasikan sebelum mencoba menggunakannya dalam
program budi daya,” tambah McCouch.

Dalam makalah studi ini, McCouch beserta rekan-rekannya menguraikan rencana tiga-poin
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut:
Sebuah upaya pengurutan genetik secara besar-besaran pada bank-benih yang ada untuk
mendokumentasikan apa saja yang ada di dalam berbagai koleksi, bertujuan untuk secara strategis
menargetkan percobaan dalam mengevaluasi ciri-ciri apa saja yang dimiliki suatu tanaman dan mulai
memprediksi kinerja tanaman tersebut.

Sebuah inisiatif pengevaluasian ciri tanaman secara meluas, tidak hanya pada bank-gen, tapi
juga pada keturunan yang dihasilkan dari persilangan materi liar dan eksotis dengan varietas
teradaptasi yang ditargetkan untuk penggunaan lokal.

Sebuah infrastruktur informatika yang bisa diakses secara internasional untuk


mengkoordinasikan data yang baru dikelola secara mandiri oleh para kurator bank-gen, agronom dan
petani.

Menurut McCouch, perkiraan biaya untuk upaya global yang sistematis dan kolaboratif
dalam membantu mencirikan sumber daya genetik yang diperlukan untuk ketersediaan pangan di
masa depan ini, adalah sekitar 200 juta dolar per tahun.

“Tampaknya nilai yang tak seberapa, mengingat sebagai masyarakat kita menghabiskan
sekitar 1 miliar dolar per tahun untuk menjalankan program Large Hadron Collider CERN di Jenewa,
Swiss, dan 180 juta dolar untuk sebuah pesawat jet tempur,” kata McCouch.

Kredit: Universitas Cornell

Jurnal: Susan McCouch, Gregory J. Baute, James Bradeen, Paula Bramel, Peter K. Bretting,
Edward Buckler, John M. Burke, David Charest, Sylvie Cloutier, Glenn Cole, Hannes Dempewolf,
Michael Dingkuhn, Catherine Feuillet, Paul Gepts, Dario Grattapaglia, Luigi Guarino, Scott Jackson,
Sandra Knapp, Peter Langridge, Amy Lawton-Rauh, Qui Lijua, Charlotte Lusty, Todd Michael, Sean
Myles, Ken Naito, Randall L. Nelson, Reno Pontarollo, Christopher M. Richards, Loren Rieseberg,
Jeffrey Ross-Ibarra, Steve Rounsley, Ruaraidh Sackville Hamilton, Ulrich Schurr, Nils Stein, Norihiko
Tomooka, Esther van der Knaap, David van Tassel, Jane Toll, Jose Valls, Rajeev K. Varshney, Judson
Ward, Robbie Waugh, Peter Wenzl, Daniel Zamir. Agriculture: Feeding the future. Nature, 2013; 499
(7456): 23 DOI: 10.1038/499023a

Diposting oleh Gun HS

Anda mungkin juga menyukai