Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Gerontik


1. Defenisi
Lanjut usia adalah seorang yang telah berusia 60 tahun ke atas, yang akan
terus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental, psikologis,
dan sosial, meskipun dalam kenyataan adanya perbedaan antara satu orang dengan
yang laiinya (Departemen Sosial RI, 2012).
Keperawatan gerianti adalah praktik perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (Kozier,2007).keperawatan Gerianti, spesialis
keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan
pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan merawat
untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia/ lansia secara komprehensif (Nugroho,
2010).
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
o Usia pertengahan (middle age) : usia 45 sampai 59 tahun.
o Lanjut usia (elderly) : antara 60 sampai 74 tahun.
o Lanjut usia tua (old) : antara 75 sampai 90 tahun.
o Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun.
Batasan usia menurut Dep.Kes.RI :
o Usia presenelis : 45-59 tahun
o Usia lanjut : >60 Tahun
o Usia Lanjut Berisiko tinggi masalah kesehatan >60 tahun

2. Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang terjadi terus-menerus secara alamiah.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak sama cepatnya. Adakalahnya
orang yang belum tergolong usia lanjut usia tetapi sudah mengalami kekurangan
ataupun penurunan yang menyolok.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh menhadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh
(Nugroho,2000).
Ada beberapa teori dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk
kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila, 2013) diantaranya :
1. Teori biologis
a. Teori jam genetik
Menurut Hay ick, secara genetik sudah terprogram bahwa material
didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan
frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun,
sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah
itu akan mengalami deteriorasi.
b. Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya susunan
molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis). Hal
ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya
menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik.
d. Teori imunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.
System immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri,
regulasi dan responsibilitas.
e. Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
2. Teori psikososial
a. Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai
dalam tiap tahap pekembangan. Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari
penyelesaian konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah
kebebasan (Padila, 2013).
b. Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi
mengindikasikan penyakit otak.
3. Masalah Keperawatan pada Lansia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada
dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14
I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil
atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar),
intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi),
impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence,
skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit),
impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi),
impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-
obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang
menurun), impotence (impotensi).
a. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan
pembuluh darah.
b. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-
hal yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses
menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar
tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat yang paling
sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar
karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi. Selain daripada itu,
terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
c. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah
dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial.
Beser bak merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal
pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh
lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah,
baik masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk
kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut,
sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga
berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai
dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan
beser bak tadi.
d. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi
gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga
menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini
meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu
kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia
(kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini
meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat menyebabkan
gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan
gangguan intelektual lainnya.
e. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik
yang menyebabkan keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta
risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang
menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan
gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ
tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang
menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu,
faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
f. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat
prosesd menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga
gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara
dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih
kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minima
g. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang
sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu
dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi
usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras
dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat
berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
h. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi
salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering
sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan
fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian
dari proses menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi
dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa
kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya
ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya
minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang
lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri,
dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan
lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
i. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing
dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa
penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-
lain.
j. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan
fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan
pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat
menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat,
yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak,
mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.
k. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia
adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat
yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat
dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
l. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan
manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan
tetapi karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan
baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat
akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka
pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak.
Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia,
yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah
terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali,
terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
m. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada
lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan
bertambahnya umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan
oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan seperti
penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru
saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang
kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
n. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang
memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan. Menurut Massachusetts
Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia
40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi,
yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 %
dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan
aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun
penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat
kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap
rangsangan (Siburian, 2009).
4. Tugas dan Perkembangan pada Lansia
Tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir kehidupan. Usia lanjut
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang
penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap usia baya.
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia ,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan
regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit,
sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk
menjelaskan penurunan pada tahap ini, teradapat berbagai perbedaan teori, namun
para pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan oleh faktor
gen. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat sel, umur sel manusia ditentukan
oleh DNA yang disebut telomere, yang beralokasi pada ujung kromosom.
Ketentuan dan kematian sel terpicu ketika telomere berkurang ukuranya pada
ujung kritis tertentu.

Adapun tugas perkembangan pada masa dewasa akhir ini, diantaranya :

a. Menciptakan kepuasan dalam keluarga sebagai tempat tinggal di hari tua.


b. Menyesuaikan hidup dengan penghasilan sebagai pensiunan
c. Membina kehidupan rutin yang menyenangkan.
d. Saling merawat sebagai suami-istri
e. Mampu menghadapi kehilangan (kematian) pasanan dengan sikap yang positif
(menjadi janda atau duda).
f. Melakukan hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucu.
g. Menemukan arti hidup dengan nilai moral yang tinggi.
5. Bahaya Fisik dan Psikis Lansia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin
lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain.
Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran fisik, tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan
sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan dapat mengakibatkan
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan dampak
pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2007).

Beberapa Tanda Bahaya Yang Sebaiknya Diantisipasi :

a. Bahaya fisik yang umum terjadi pads usia lanjut


1) Penyakit degeneratif/penyakit kronis.
2) Adanya hambatan fisik (penglihatan, pendengaran, otot, tulang dll.).
3) Gangguan pada gigi/gusinya.
4) Berkurangnya pemasukan gizi, karena minat makan yang berkurang,
dalam hal ini dirinya ada rasa takut dan juga murung, ingin makan
bersama orang lain.
5) Menurunnya kemampuan dan gairah seksual.
6) Mereka tergolong rentan/rawan terhadap kecelakaan.

b. Bahaya Psikis Pada Lansia

1) Ketidaksiapan untuk mengadakan perubahan pola kehidupannya, contoh:


misalnya mereka harus memutuskan mendiami rumah yang tidak terlalu
besar lagi, karena anakanak sudah menikah semua dan mempunyai
keluarga sendiri.
2) Dapat pula muncul pemikiran pada orang usia lanjut bahwa proses mental
mereka sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka mengeluh
sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga
merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk
mental mereka seolah tertidur, dengan keyakinan bahwa dirinya sudah
terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka menarik diri dari semua
bentuk kegiatan.
3) Masalah psikologis lain yang dapat menjadi gangguan adalah perasaan
bersalah karena menganggur. Sering kali hal ini akan tergantung dari
sistem nilai yang ada dalam dirinya, seberapa jauh orang usia lanjut ini
sangat mementingkan materi, dan seberapa jauh dia menilai pentingnya
bekerja. Mereka merasa sangat membutuhkan pekerjaan agar sangat
dihargai oleh orang lain, ingin memperoleh perhatian. Berkaitan dengan
hal ini, mereka juga menyadari bahwa pendapatan mereka menurun.
4) Gangguan psikologis yang dipandang paling berbahaya adalah sikap
mereka yang ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan membuat
mereka mudah curiga terhadap orang lain, atau menuntut perhatian
berlebihan, atau mengasingkan diri dengan munculnya rasa tidak berguna
dan rasa murung, rendah diri, bahkan juga mungkin akan menjadi sangat
apatis.
B. Konsep Penyakit Hipertensi
1. Defenisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic
90 mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi
medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka
waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang
artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH),
pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler
yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
2. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti;
beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-
sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB).( Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arterirenalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakitginjalpolikista (biasanyaditurunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung
b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama
3. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik
dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah
kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan
atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah
skrining awal. (Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kali dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced
hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat
menyebabkan kejang, koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001).
4. Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya Hipertensi.(Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress
dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota.(Price, 2005)
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. (Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi. (Price, 2005)
6. Pathway

7. Manifestasi Klinik

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;


meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bias saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bias timbul gejala
berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Susah Tidur
8. Mata berkunang-kunang
9. Peningkatan tekan darah
10. Pusing
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal. (Price, 2005)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Price, 2005)
8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003) dan Dosen Fakultas


kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium
serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit
(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam
urat (factor penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
9. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut


TIM POKJA RS Harapan Kita (2003) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)
adalah diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
10. Penatalaksanaan
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

o Aktivitas dan Istirahat

 Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.

 Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea

o Sirkulasi

 Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup dan penyakit serebrovaskular. Episode palpitasi,

perspirasi.

 Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah

diperlukan untuk menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin

berhubungna dengan regimen obat ). Nadi : denyutan jelas dari karotis,

jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat

sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal,

tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama :

takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ;

S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri).

Murmur stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu

dingin (vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat

/tertunda (vasokonstriksi)
o Integritas ego

 Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,

atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-

faktor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan

pekerjaan).

 Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,

tangisan yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang

(khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan menghela,

peningkatan pola bicara.

o Eliminasi

 Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti,

infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal dimasa lalu).

o Makanan dan Cairan

 Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,

keju, telur); kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat

badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).

 Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin

umum atau tertentu); kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien

hipertensi adalah diabetik)

o Neurosensori

 Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital

(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan stelah beberapa

jam ). Episode kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan

penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).


 Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik :

penurunan kekuatan genggaman tangan dan /atau reflex tendon dalam.

Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri

ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau

papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya

hipertensi.

o Nyeri dan ketidaknyamanan

 Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri

hilang timbul pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada

arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang

pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)

o Pernafasan

 Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea,

ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa

pembentukan sputum, riwayat merokok.

 Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi

napas tambahan (krekles/mengi). Sianosis.

o Keamanan

 Gejala :gangguankoordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral

transien. Hipotensi posturnal.

o Pembelajaran dan Penyuluhan

 Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, DM, penyakit serebrovaskular/ginjal.


2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

akibat oedem paru

b. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen

otak

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload,

vasokontriksi pembuluh darah.

d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload,

vasokontriksi pembuluh darah.

e. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular

serebral dan iskemia miokard

f. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum dan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

h. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan

saraf optikus

i. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran , penglihatan

ganda ( diplopia )

j. PK : Gagal Jantung
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas 1.1. Kaji frekwensi kedalamam pernafasan dan
efektif pasien kembali efektif, dengan kriteria hasil : ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
berhubungan a. RR 16-20 x/mnt termasuk penggunaan otot-otot bantu
dengan b. Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada 1.2. Askultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
penurunan c. Bunyi nafas normal (vesikuler) tidak ada bunyi nafas nafas adventisius, spt :krekels,mengi, gesekan
ekspansi paru tambahan spt : krakels, ronchi pleural
akibat oedem d. Ekspansi dada simetris 1.3. Berikan posisi semi fowler bila tidak ada
paru e. Secara verbal tidak ada keluhan sesak kontra indikasi
1.4. Kolaborasi pemberian oksigen
2 Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Perfusi 2.1. Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik
perfusi serebral jaringan serebral pasien kembali efektif, dengan kriteria hasil : secara terus menerus dan tekanan nadi yang
berhubungan 1. GCS normal ( 15 ) semakin berat.
dengan 2. Nilai TIK dalam batas normal ( 0-15 mmHg ) 2.2. Pantau frekuensi jantung, catat adanya
penurunan 3. TTV normal ( RR 16-20 ) Bradikardi, Tacikardia atau bentuk Disritmia
suplai oksigen lainnya.
otak 2.3. Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya
2.4. Catat status neurologis dengan teratur dan
bandingkan dengan keadaan normalnya
2.5. Berikan obat anti hipertensi
3 Penurunan curah Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan curah jantung 3.1 Pantau TD. Ukur pada kedua tangan untuk
jantung pasien mulai normal dengan criteria hasil : evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang
berhubungan 1. tidak adanya sianosis tepat dan teknik yang akurat.
dengan 2. CRT < 2 dtk 3.2 Catatkeberadaan, kualitasdenyutansentral dan
Peningkatan 3. Akral hangat perifer
afterload, 4. RR Normal ( 16-20 x/mnt) 3.3 Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
vasokontriksi 5. Tidak ada bunyi jantung tambahan 3.4 Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan
pembuluh darah. 6. GCS normal (E,V,M = 15) masa pengisian kapiler
7. Haluaran urine dalam batas normal (400 ml / 24 jam) warna 3.5 Pertahankan pembatasan aktivitas seperti
kuning jernih. istirahat di tempat tidur/ kursi, jadwal periode
istirahat tanpa gangguan, bantu pasien
melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
3.6 Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
aktivitas / keributan lingkungan. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal.
3.7 Kolaborasi :
Berikan obat-obat sesuai indikasi seperti
Diuretik dan tiazid
4 Nyeri akut / Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Nyeri pasien 1.1 Kaji derajat nyeri
kronis berkurang dengan kriteria hasil : 1.2 Pertahankan tirah baring selama fase akut
berhubungan 1. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan 1.3 Berikan tindakan nonfarmakologi untuk
dengan 2. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan menghilangkan sakit kepala atau nyeri dada
peningkatan 3. Skala nyeri 0-1 misal, kompres dingin pada dahi, pijat
tekanan vascular 4. Wajah tidak meringis / wajah nampak rileks punggung dan leher, teknik relaksasi (panduan
serebral dan 5. Menyatakan nyeri berkurang imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu
iskemia miokard senggang.
1.4 Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan
saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
1.5 Kaji tanda-tanda vital
1.6 Kolaborasi :
Analgesik,Antiansietas mis, lorazepam,
diazepam
5 Kelebihan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien 1.1 Awasi denyut jantung, TD, CVP
volume cairan menunjukkan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : 1.2 Catat pemasukan dan pengeluaran secara
berhubungan 1. Masukan dan haluaran seimbang akurat.
dengan edema 2. BB stabil 1.3 Awasi berat jenis urine
3. Tanda vital dalam rentang normal ( N : 70 – 80 x mnt, R : 16 1.4 Timbang tiap hari dengan alat dan pakaian
– 20 x /mnt, S : 36 – 37,2, T : 120 / 80 mmHg) yang sama
4. Oedema tidak ada 1.5 Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema
1.6 Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
6 Intoleransi Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat 1.1 Kaji respon pasien terhadap aktivitas,
aktivitas berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperukan dengan perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per
berhubungan kriteria hasil : menit di atas frekuensi istirahat, peningkatan
dengan 1. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat tekanan darah yang nyata selama /sesudah
Kelemahan diukur aktivitas, dpsnea atau nyeri dada, keletihan dan
umum dan 2. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing
ketidakseimban fisiologi atau pingsan
gan antara 1.2 Instruksikan pasien tentang teknik
suplai dan penghematan energi , misalnya menggunakan
kebutuhan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut
oksigen atau menggosok gigi, melakukan aktivitas
dengan perlahan
1.3 Kaji sejauh mana aktivitas yang dapat
ditoleransi
1.4 Mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas
7 Gangguan Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pengelihatan 7.1 Kaji kemampuan melihat pasien
persepsi sensori pasien semakin membaik, dengan criteria : 7.2 Berikankompreshangatpadamata
: penglihatan 1. Menyatakanpengelihatansemakinmembaik 7.3 Bantu kebutuhan
berhubungan
2. Visus normal ( 6/6 ) pasiendalamrentangpasienmengalamipenuruna
dengan
penekanan saraf 3. Refraksimatabaik npengelihatan
optikus 4. Tidakadadisorientasiwaktu, orang dantempat 7.4 Kolaborasi dalam pemeriksaan mata dan
penggunaan alat bantu pengelihatan
8 Risiko cedera Setelah diberikan 8.1 Jauhkan dari benda-benda tajam
berhubungan asuhankeperawatandiharapkanpasientidakmengalamicideradenga 8.2 Berikan penerangan yg cukup
dengan nkriteriahasil : 8.3 Usahakan lantai tidak licin dan basah
penurunan
1. Pasientidakmengalamicedera. 8.4 Pasang side rail
kesadaran ,
penglihatan 2. Tidak 8.5 Anjurkan pada keluarga klien untuk selalu
ganda menemani klien dalam beraktivitas
( diplopia )
9 PK : Gagal Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak 1.1 Pantau adanya tanda – tanda gagal jantung
Jantung mengalami gagal jantung 1.2 Kolaborasi dengan dokter bagian dalam (
1. Nadi 70 – 80 x/mnt jantung)
2. Nyeri tidak ada
3. Sianosis tidak ada

Anda mungkin juga menyukai