Anda di halaman 1dari 14

1.

Prosedur skin test


Prosedur

Prosedur Tes Cukit :

Tes Cukit ( Skin Prick Test ) seringkali dilakukan pada bagian volar lengan bawah.
Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan tandai area yang
akan kita tetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan alergen
( Histamin/ Kontrol positif ) dan larutan kontrol ( Buffer/ Kontrol negatif)menggunakan
jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.

0
Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 menembus lapisan epidermis
dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini
mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan
menilai bentol yang timbul.

Mekanisme Reaksi pada Skin Test

Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-granula
yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika
lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast terpicu untuk
melepaskan granul-granulnya ke jaringan setempat, maka timbulah reaksi alergi karena
histamin berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).5

A C
B

Gambar 1. A. Cara menandai ekstrak alergen


yang diteteskan pada lengan

B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet

C. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit

Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick Test

a. Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )


b. terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.
c. Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang,
memungkinkan terjadinya false-negative.
d. Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.

Faktor-faktor yang mempengaruhi skin test

1. Area tubuh tempat dilakukannya tes


2. Umur
3. Sex
4. Ras
5. Irama sirkardian
6. Musim
7. Penyakit yang diderita
8. Obat-obatan yang dikonsumsi
Interpretasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ): 1,6

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of Northern


(Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat
alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun
penilaiannya sebagai berikut :

- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)


- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara
bentol histamin dan larutan kontrol.
- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin dinilai
++++ (+4).
Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip Rusmono
sebagai berikut :1,3

-0 : reaksi (-)

- 1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

- 2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

- 3+ : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

- 4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.

Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu karena tehnik yang
salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang kurang baik.

Jika Histamin ( kontrol positif ) tidak menunjukkan gambaran wheal/ bentol atau
flare/hiperemis maka interpretasi harus dipertanyakan , Apakah karena sedang
mengkonsumsi obat-obat anti alergi berupa anti histamin atau steroid. Obat seperti tricyclic
antidepresan, phenothiazines adalah sejenis anti histamin juga.

Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan potensi alergen yang buruk,
pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi, penyakit-penyakit tertentu,
penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua, teknik cukitan yang salah (tidak ada
cukitan atau cukitan yang lemah ).1 Ritme harian juga mempengaruhi reaktifitas tes kulit.
Bentol terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada
pagi hari, tetapi perbedaan ini sangat minimal.

Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme, reaksi iritan, reaksi penyangatan
(enhancement) non spesifik dari reaksi kuat alergen yang berdekatan, atau perdarahan akibat
cukitan yang terlalu dalam.

Dermografisme terjadi pada seseorang yang apabila hanya dengan penekanan saja bisa
menimbulkan wheal/bentol dan flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada tidaknya
dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai kontrol negatif. Jika
Larutan garam memberikan reaksi positif maka dermografisme.

Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen tersebut, namun
tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis yang ditimbulkan. Pada reaksi
positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit setelah tes.

Tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan kesahihannya dibandingkan
alergen inhalan seperti debu rumah dan polen. Skin test untuk alergen makanan seringkali
negatif palsu.

2. Macam-macam komplikasi saat pencabutan gigi


- Kegagalan dari :
 Pemberian anastetikum.
 Mencabut gigi dengan tang atau elevator.
- Fraktur dari :
 Mahkota gigi yang akan dicabut.
 Akar gigi yang akan dicabut.
 Tulang alveolar.
 Tuberositas maxilla.
 Gigi sebelahnya/gigi antagonis.
 Mandibula.
- Dislokasi dari :
 Gigi sebelahnya.
 Sendi temporo mandibula.
- Berpindah akar gigi :
 Masuk ke jaringan lunak.
 Masuk ke dalam sinus maxillaris.
- Perdarahan berlebihan :
 Selama pencabutan gigi.
 Setelah pencabutan gigi selesai.
- Kerusakan dari :
 Gusi.
 Bibir.
 Saraf alveolaris inferior/cabangnya.
 Saraf lingualis.
 Lidah dan dasar mulut.
- Rasa sakit pasca pencabutan gigi karena :
 Kerusakan dari jaringan keras dan jaringan lunak.
 Dry socket .
 Osteomyelitis akut dari mandibula.
 Arthritis traumatik dari sendi temporo mandibula.
- Pembengkakan pasca operasi :
 Edema.
 Hematoma.
 Infeksi.
 Trismus.
 Terjadinya fistula oro antral.
 Sinkop.
 Terhentinya respirasi.
 Terhentinya jantung.
 Keadaan darurat akibat anastesi.
 Penanggulangan komplikasi.
- Kegagalan anastesi.
Kegagalan anastesi biasanya berhubungan dengan teknik anastesi yang salah atau dosis
obat anastesi tidak cukup.
- Kegagalan pencabutan gigi.
Bila gigi gagal dicabut dengan menggunakan aplikasi tang atau elevator dengan tekanan
yang cukup mak a instrumen tersebut harus dikesampingkan dan dicari sebab kesulitan.
Pada kebanyakan kasus lebih mudah dicabut dengan tindakan pembedahan.
- Fraktur.
 Fraktur mahkota gigi.
Fraktur mahkota gigi selama pnecabutan mungkin sulit dihindarkan pada gigi
dengan karies besar sekali atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga
disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang diaplikasikan pada
mahkota gigi bukan pada akar atau masa akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang
tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Juga bisa disebabkan oleh pemilihan
tang dengan ujung yang terlalu lebar dan hanya memberi kontak satu titik
sehingga gigi dapat pecah bila ditekan. Dapat pula disebabkan karena tangkai
tang tidak dipegang dengan kuat sehingga ujung tang mungkin terlepas/bergeser
dan mematahkan mahkota gigi. Selain itu juga fraktur mahkota gigi bisa
disebabkan oleh pemberian tekanan yang berlebihan dalam upaya mengatasi
perlawanan dari gigi. Untuk itulah operator harus bekerja sesuai dengan metode
yang benar dalam melakukan pencabuatn gigi. Tindakan penanggulangannya dapat
dilakukan dengan memberitahukan kepada pasien bahwa ada gigi yang tertinggal
kemudian dicari
penyebabnya secara klinis dengan melalui bantuan radiografi. Pemeriksaan dengan
radiografi dilakukan untuk memperoleh petunjuk yang berguna untuk
mengidentifikasi ukuran dan posisi fraktur gigi yang tertinggal. Selanjutnya operator
mempersiapkan alat yang diperlukan untuk menyelesaikan pencabutan dan
menginformasikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan tersebut.
Sedangkan metode yang digunakan bisa dengan cara membelah bifurkasi (metode
tertutup) atau dengan pembedahan melalui pembukaan flap (metode terbuka).
 Fraktur akar gigi.
Fraktur yang menyebabkan fraktur mahkota mungkin juga menyebabkan fraktur
akar. Meskipun idealnya semua fragmen akar harus dikeluarkan, tetap i alangkah
bijaksana untuk meninggalkannya pada keadaan-keadaan/kasus-kasus tertentu. Akar
gigi dapat dianggap sebagai fragmen akar gigi bila kurang dari 5 mm dalam
dimensi terbesarnya. Pada pasien yang sehat sisa akar dari gigi sehat jarang
menimbulkan masalah dan dalam kebanyakan kasus fragmen akar tersebut boleh
ditinggalkan kecuali bila posisinya memungkinkan untuk terlihat secara jelas.
Pencabutan dari 1/3 apikal akar palatal molar atas bila harus mengikut sertakan
pembuangan sejumlah besar tulang alveolar dan mungkin dipersulit dengan
terdorongnya fragmen kedalam sinus maxlillaris atau menyebabkan terbentuknya
fistula oro antral pada kebanyakan kasus lebih biak dipertimbangkan untuk
ditinggalkan dan tidak diganggu. Dan jika diindikasikan untuk dikeluarkan
sebaiknya didahului dengan pemeriksaan radiografi dan dilakukan oleh operator
ynag berpengalaman dengan
menggunakan teknik pembuatan flap.

 Fraktur tulang alveolar.


Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar secara
tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi
itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau adanya perubahan
patologis dari tulang itu sendiri. Penanggulangannya dengan cara membuang
fragmen alveolar yang telah kehilangan sebagian besar perlekatan periosteal dengan
menjepitnya dengan arteri klem dan melepaskannya dari jaringan lunak.
Selanjutnya bagian yang tajam bisa dihaluskan dengan bone file dan dapat
dipertimbangkan
apakah diperlukan penjahitan untuk mencegah perdarahan.

 Fraktur tuber maxillaris


Fraktur tuber maxillaris kadang-kadang dapat terjadi karena penggunaan elevator
yang tidak terkontrol, dapat pula disebabkan geminasi patologis antara gigi molar
kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molar ketiga atas yang tidak erupsi.
Penanggulangannya maka kita harus meninggalkan pemakaian tang atau elevator
dan dibuat flap muko periosteal bukal yang luas, tuber yang fraktur dan gigi
tersebut kemudian dibebaskan dari jaringan lunak pada palatal dengan alat tumpul
(raspatorium) dan kemudian gigi dikeluarkan dari soketnya. Flap jaringan lunak
kemudian dilekatkan satu sama lain dan dijahit.

 Fraktur gigi yang berdekatan atau gigi antagonis.


Fraktur seperti ini dapat dihindarkan dengan cara pemeriksaan pra operasi secara
cermat apakah gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut mengalami
karies, restorasi besar, atau terletak pada arah pencabutan. Bila gigi yang akan dicabut
merupakan gigi penyokong jembatan maka jembatan harus dipotong dulu dengan
carborundum disk atau carborundum disk intan esbelum pencabutan. Bila gigi
sebelahnya terkena karies besar dan tambalannya goyang atau overhang maka harus
diambil dulu dan ditambal denga tambalan semenatra sebelum pencabutan
dilakukan. Tidak boleh diaplikasikan tekanan pada gigi yang berdekatan selama
pencabutan dan gigi lain tidak boleh digunakan sebagai fulkrum untuk elevator kecuali
bila gigi tersebut juga akan dicabut pada kunjungan yang sama. Gigi antagonis bisa
fraktur jika gigi yang akan dicabut tiba-tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali
dan tang membentur gigi tersebut. Teknik pencabutan yang terkontrol secara cermat
dapat mencegah kejadian tersebut. Penggunaan mouth gags dan penyangga gigi
yang tidak bijkasana dapat menyebabkan kerusakan pada gigi lain selain gigi
yang akan dicabut, terutama
pada anastesi umum. Adanya gigi dengan restorasi besar atau gigi goyang, mahkota
tiruan atau jembatan harus dicatat dan diperhatikan oleh anastesi. Gigi-gigi
tersebut harus dihindarkan bila mungkin dan mouth gags/pengganjal gigi dipasang
ditempat yang aman dari hal-hal diatas.
 Fraktur mandibula.
Fraktur mandibula dapat terjadi bila digunakan tekanan yang berlebihan dalam
mencabut gigi. Bila tidak dapat dicabut dengan tekanan sedang maka harus dicari
penyebabnya dan diatasi. Selain itu juga bisa disebabkan oleh adanya hal-hal
patologis yang melemahkan misalnya, adanya otseoporosis senile,atrofi,
osteomyelitis, post terapi radiasi atau osteo distrofi seperti osteitis deforman, fibrous
displasia, atau fragile oseum. Fraktur mandibula pada saat pencabutan gigi bisa pula
disebabkan oleh gigi yang tidak erupsi, kista atau tumor. Pada keadaan tersebut
pencabutan gigi hanya boleh dilakukan setelah pemeriksaan radiografis yang cermat
serta dibuat splint sebelum operasi. Pasien harus diberitahu sebelum operasi tentang
kemungkinan fraktur mandibula dan bila komplikasi ini terjadi penanganannya
harus sesegera mungkin. Untuk alasan-alasan tersebut sebagian besar dapat
ditangani dengan baik oleh ahli bedah mulut. Bila fraktur terjadi pada praktek
dokter gigi maka dilakukan fiksasi ekstra oral dan pasien dirujuk secepatnya ke
Rumah Sakit terdekat yang ada fasilitas perawatan bedah mulut.

- Dislokasi.
Dislokasi dari gigi yang berdekatan.
Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan ini dapat dihindari dengan
menggunakan elevator yang tepat dan sebagian besar tekanan dititik beratkan pada
septum interdental. Selama
penggunaan elevator jari harus diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan
gigi yang akan dicabut untuk mendeteksi adanya kegoyangan pada gigi yang
berdekatan dengan gigi yang
akan dicabut.

Dislokasi dari sendi temporo mandibula.


Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh
dikesampingkan. Komplikasi ini pada pencabutan dapat dicegah bila pembukaan
rahang bawah tidak sampai maksimal dan bila rahang bawah dipegang (fiksasi)
dengan baik oleh operator selama pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan
oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh. Jika terjadi dislokasi maka
mouth gags harus dikurangi regangannya. Cara penanggulangan dislokasi temporo
mandibular joint operator berdiri didepan pasien dan menempatkan ibu jarinya
kedalam mulut pada Krista oblique eksterna, dilateral gigi molar bawah yang
ada, dan jari-jari lainnya berada ditepi bawah mandibula
secara ekstra oral, tekan kebawah dari kedua ibu jari, kemudian dorong ke
posterior, kemudian lepaskan sehingga rahang oklusi selanjutnya dilakukan fiksasi
dengan elastic verban (fiksasi ekstra
oral). Kemudian pasien diingatkan agar tidak membuka mulut terlalu lebar atau
menguap terlalu sering selama beberapa hari pasca operasi. Perawatan dislokasi
temporo mandibular joint tidak boleh terlambat karena dapat menyebabkan spasme
otot akibatnya mempersulit pengembalian sendi temporo mandibular joint pada
tempatnya kecuali dibawah anastesi umum.

- Berpindahnya akar gigi.


Masuknya akar gigi ke dalam jaringan lunak.
Berpindahnya akar gigi masuk kedalam jaringan lunak merupakan komplikasi yang
biasanya terjadi karena akar gigi tidak dipegang secara efektif pada keadaan lapang
pandang yang terbatas .Komplikasi ini dapat dihindari bila operator mencoba
untuk memegang akar dengan pandangan langsung.
Masuknya akar gigi ke dalam sinus maxillaris.
Komplikasi ini biasanya pada pencabutan gigi premolar/molar rahang atas dan
yang lebih sering akar palatal. Adanya sinus yang besar adalah faktor predisposisi
tapi insiden ini dapat dikurangi
bila petunjuk sederhana ini diperhatikan :
a. Jangan menggunakan tang pada akar gigi posterior atas kecuali bila panjang gigi
atau akar gigi terlihat cukup besar baik dalam arah palatal dan bukal, sehingga
ujung tang dapat mencengkram akar gigi dan operator dapat melihatnya dengan jelas.
b. Tinggalkan 1/3 ujung akar palatal molar atas bila tertinggal selama pencabutan
dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.
c. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan memasukkan
instrument kedalam soket. Bila di indikasikan unutk pencabutan sebaiknya dibuat
flap muko periosteal yang luas dan buang tulang secukupnya sehingga elevator
dapat dimasukkan diatas permukaan akar yang patah sehingga semua tekanan
dapat dialihkan pada akar gigi yang tertinggal dan cenderung menggerakkannya
kebawah jauh adri sinus. Adanya riwayat perforasi sinu s dari riwayat pencabutan
sebelumnya tidak boleh diabaikan, karena kemungkinan pasien memiliki sinus
maxillaris yang besar. Bila akar masuk ke sinus maxillaris maka pasien harus
dirujuk ke ahli bedah mulut atau ahli THT dan tindakan pencabutan gigi serta
penutupan fistula oro antral dilakukan dengan anastesi umum.

3. Macam-macam kegawatdaruratan dental dan penatalaksanaannya

TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK SAKIT GIGI AKUT (PULPITIS


AKUT/PERIODONTITIS AKUT)

Sakit gigi dalam hal ini bisa berasal dari dalam gigi (pulpitis), yang disebabkan oleh keradangan
pada pulpa gigi yang berisi syaraf dan pembuluh darah. Sakit bisa dipicu oleh perubahan suhu
ekstrim yang mendadak baik dingin atau panas atau pukulan pada gigi (perkusi). Pada pulpitis
akut rasa sakit biasanya menyebar dan bisa mengakibatkan kematian jaringan pulpa gigi
(irreversible). Pertolongan pertama bisa dengan kumur air garam hangat selama beb erapa menit
dan dilanjutkan dengan minum analgesik atau obat penghilang rasa sakit . Kombinasi NSAID
(Diklofenac potassium, ibuprofen) dengan asetaminofen (parasetamol) cukup membantu
meringankan sakit karena pulpitis walaupun hanya sementara. Selanjutnya segera datang ke
dokter gigi untuk dilakukan perawatan lanjutan.
Biasanya sakit gigi karena infeksi jaringan pulpa ini akan mengarah ke infeksi pada jaringan
sekitar akar gigi (infeksi periapikal). Bila infeksi sudah sampai ke jaringan periapikal gigi maka
gigi akan sakit bila digunakan untuk mengunyah atau terkena tekanan. Dalam kasus ini
penggunaan analgesik atau penghilang rasa sakit tidak akan mengatasi masalah bila tanpa disertai
antibiotik. Segera hubungi dokter gigi untuk diberikan resep antibiotik yang tepat.
2. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK GIGI YANG TERLEPAS KARENA
BENTURAN (AVULSI)

Gigi yang terlepas karena kecelakaan segera dibersihkan dan direndam dalam air, yang terbaik
adalah direndam dalam air susu atau dikulum didalam mulut agar gigi tidak kering.
Segera pergi ke dokter gigi agar dilakukan tindakan replantasi atau memasukkan gigi kembali
kedalam tempatnya. Dokter gigi akan melakukan fixasi (mengikat) gigi yang direplantasi tersebut
agar tetap pada tempatnya, sampai beberapa minggu sampai terjadi proses penulangan (osifikasi)
pada jaringan sekitar gigi sehingga gigi menjadi kuat kembali .

3. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK GIGI YANG PATAH (TOOTH


FRACTURE)

Pada gigi yang patah sampai separuh panjang gigi tidak ada pilihan lain kecuali harus dilakukan
pencabutan. Sakit gigi karena gigi patah untuk sementara bisa diberikan analgesik yang kuat
seperti kombinasi NSAID dengan asetominofen. Walaupun tindakan ini biasanya tidak banyak
membantu mengurangi sakitnya. Pencabutan gigi tetap langkah terakhir yang harus dilakukan.
Pada kasus seperti ini khususnya gigi depan ,beberapa dokter gigi mungkin masih bisa
memanfaatkan gigi yang patah tersebut untuk digunakan sebagai penyulih atau mengisi kembali
rongak atau celah karena patahan tersebut. Tentunya dengan merawat gigi yang patah tersebut
terlebih dahulu dengan teknik tertentu.

4. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK SARIAWAN AKUT (STOMATITIS


AKUT).

Sariawan atau mouth sore dalam istilah medis adalah stomatitis akut. Sariawan bisa disebabkan
banyak hal , diantaranya trauma, gangguan hormonal , stress dan reaksi alergi.
Tindakan pertama bisa dioleskan pasta anti sariawan. Banyak merk pasta antisariawan baik yang
dijual bebas atau menggunakan resep dokter. Bila tidak ada bisa menggunakan madu. Untuk sakit
bisa ditambahkan analgesik atau antiradang yang tepat. Untuk selanjutnya dicari penyebab
utamanya. Supaya sariawan tak terjadi lagi harus dihindari faktor pencetusnya.
5. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK SAKIT GUSI AKUT (GINGIVITIS
AKUT)

Sakit gusi akut atau gum sore, dalam istilah medisnya gingivitis akut . Penyebabnya adalah trauma
atau infeksi pada gusi. Bila penyebabnya karena trauma, maka hindari trauma yang berulang pada
daerah yang sakit dan sakit bisa dikurangi dengan obat kumur dan analgesik atau antiradang. Bila
sakit disebabkan karena infeksi kuman , maka pemberian antibiotik atau antiseptik adalah wajib
dilakukan. Datang segera ke dokter gigi untuk diberikan resep dan tindakan lanjutan.

6. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK DISLOKASI RAHANG


BAWAH(JAW DISLOCATION)

Rahang yang dislokasi atau bergeser dari kedudukannya, akan menyebabkan rahang sulit untuk
ditutup kembali. Biasanya karena membuka mulut terlalu lama atau karena trauma mekanik
(benturan keras). Bila tidak ada tulang rahang yang patah bisa dilakukan reposisi atau
mengembalikan rahang ketempat semula. Segera dokter gigi untuk segera dilakukan reposisi. Bila
terlambat melakukan reposisi dikawatirkan akan terbentuk jaringan ikat (fibrosis) disekitar sendi
yang akan menyulitkan proses reposisinya. Setelah dilakukan reposisi biasanya rahang akan
diikat atau difiksasi dengan menggunakan bebat Barton (Barton’s Bandage)selama beberapa hari.
Untuk sakit bisa diberikan analgesik , antiradang dan kalau perlu diberikan pelemas otot (muscle
relaxant).

7. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK PATAH TULANG RAHANG(JAW


FRACTURE)

Bila terjadi deformasi pada wajah , maka dicurigai ada fraktur atau patah tulang rahang. Segera
melakukan foto x ray untuk memastikan lokasi patahannya. Pasien dengan patah tulang harus
meminimalkan pergerakan rahang agar tidak terjadi komplikasi, misalnya putus atau terkoyaknya
pembuluh darah atau saraf disekitar patahan. Pemberian analgesik antiradang dan antibiotik
sangat diperlukan segera, sebelum dilakukan tindakan selanjutnya oleh dokter gigi ahli bedah
mulut untuk memfiksasi patahannya.
8. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK SINDROMA NYERI OTOT WAJAH
(MYOFACIAL PAIN SYNDROME)

Sindroma atau kumpulan gejala yang menyebabkan nyeri pada otot wajah biasanya disebabkan
oleh kebiasaan mengerot atau melakukan gerakan mengunyah tanpa disadari saat tidur yang
dalam istilah medis dinamakan bruxism. Otot disekitar rahang biasanya sakit saat ditekan.
Pemberian analgetik , antiradang dan pelemas otot biasanya diperlukan. Yang paling penting
adalah mencegah bruxism berlanjut , dengan memberikan mouth guard atau belat untuk
mencegah gigi geligi atas dan bawah saling bergesekan saat tidur.

9. TINDAKAN KEGAWATDARURATAN UNTUK SAKIT SETELAH PENCABUTAN


(DRY SOCKET)

Sakit setelah pencabutan gigi dikarenakan infeksi di socket bekas pencabutan atau yang disebut
dengan dry socket. Lubang bekas cabutan biasanya masih menganga karena jendalan darah tidak
terbentuk , sehingga terjadi infeksi pada tulang alveolar gigi atau soket gigi. Pemberian antiseptik
pasta seperti alvolgyl

sangat membantu mengurangi rasa sakit. Bila tidak ada pasta antiseptik , bisa diberikan kapas
yang dibasahi dengan antiseptik seperti povidon iodine 10 % bisa menjadi alternatif. Bila perlu
ditambah dengan antiradang dan antibiotik untuk mempercepat penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai