SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, jaringan ritel yang menawarkan
pembelian barang rumah tangga secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance yang
menyokong Colombia mendapatkan dukungan pembiayaan pembelian barang yang
bersumber dari pendanaan dari perbankan atau surat utang. SNP Finance berdiri pada tahun
2000. Pada 2002, Grup Columbia mengakuisisi SNP Finance dari Hari Darmawan, pendiri
bisnis ritel Matahari. Kemudian, pada 2004, SNP Finance kembali beroperasi secara penuh di
bawah bendera Grup Columbia. Per 31 Desember 2017, sebesar 66,66% saham SNP Finance
dikuasai oleh Leo Chandra dan keluarga melalui PT Cipta Pratama Mandiri. Sedangkan,
33,34% sisanya dikuasai Leo Chandra secara langsung. Leo Chandra merupakan pendiri dan
pemegang saham pengendali Grup Columbia yang bergerak di segmen pembiayaan perabot
rumah tangga dan retailer. Jaringan Grup Columbia terdiri atas 358 gerai dan 27 gerai mobil
yang tersebar di seluruh Indonesia.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet
Edy Purnomo mengungkapkan jika permasalahan pada SNP Finance sudah tercium sejak Juli
2017. Slamet Edy Purnomo mengungkapkan pembongkaran awal kasus dilakukan oleh
pengawas. Jadi di 2017 sudah tertangkap ada angka CAPS itu suatu
aplikasi connecting antara SNP sebagai multifinance dengan bank seperti Bank Mandiri yang
paling besar. Jadi ada beda itu (angka), dijelaskan pada hari Rabu (26/9/2018).
Kondisi tersebut telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan (PPAP) pada
tahun yang sudah lewat, sehingga perbankan dapat meng-absorb risiko gagal bayar. Salah
satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut
adalah melalui penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo
berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte. Slamet Edy mengatakan jika
penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK. Ini mengingat MTN adalah perjanjian yang
bersifat private, namun memerlukan pemeringkatan karena dapat diperjualbelikan.
PT Bank Mandiri Tbk mengaku bakal memidanakan kantor akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), salah
satunya Deloitte Indonesia. Kantor akuntan publik tersebut dinilai tak mengaudit laporan
tersebut dengan sebenarnya. Rohan Hafas selaku sekretaris PT Bank Mandiri menuturkan
akan menggugat secara pidana kantor akuntan publik yang mengaudit PT Sunprima
Nusantara Pembiayaan ini dikarenakan tidak adanya tanda-tanda bahwa adanya kesulitan
melewati laporan keuangan perusahaan. Menurut Rohan, ditemukan adanya kejanggalan
setelah pihaknya mengkaji ulang laporan keuangan SNP Finance melalui kantor akuntan
publik lainnya. Pihak PT Bank Mandiri menunggu (hasil review) IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia). Setelah itu akan mengajukan gugatan pidana.
Rohan menyebut SNP Finance sebenarnya sudah menjadi nasabah Bank Mandiri
selama 20 tahun. Namun, itikad buruk baru ditujukan perusahaan pembiayaan tersebut
beberapa bulan terakhir. Saat ini, pinjaman macet perseroan ke anak perusahaan Columbia
Group tersebut mencapai Rp1,2 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah
menjatuhkan sanksi administratif kepada kantor akuntan publik yang diketahui melakukan
pelanggaran dalam prosedur audit atas laporan keuangan PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan (SNP) Finance tahun buku 2012 hingga 2016. Sanksi administrasi diberikan
setelah memperoleh pengaduan dari OJK. Kantor akuntan publik tersebut, yakni Akuntan
Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana Syamsul, dan Kantor Akuntan Publik (KAP)
Satrio Bing, Eny & Rekan (Deloitte Indonesia).
Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri
Kombes Daniel Tahi Monang Silitong mengungkapkan dugaan transaksi 'nakal' SNP
Finance, anak usaha jaringan ritel elektronik Columbia, terhadap 14 bank. Perusahaan
mengajukan fasilitas kredit modal kerja kepada sejumlah bank untuk memodali kegiatan
usahanya. Namun, status kreditnya macet. Berdasarkan hasil penyelidikan, perusahaan
diduga memalsukan dokumen, penggelapan, penipuan. Modusnya dengan menambahkan,
menggandakan, dan menggunakan daftar piutang (fiktif), berupa data list yang ada di PT
CMP.
Pada 14 Mei 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah dijatuhi sanksi
Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU). Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menyebut jika
perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan hingga berakhirnya jangka waktu PKU, maka
sesuai dengan ketentuan POJK 29, izin usahanya akan dicabut.
Kemenkeu menyebut dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan SNP Finance
yakni Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul melanggar standar audit profesional.
Mengutip data resmi Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), dalam mengaudit SNP
Finance tahun buku 2012-2016, mereka belum sepenuhnya menerapkan pengendalian sistem
informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan. Akuntan publik
tersebut juga belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun
piutang pembiayaan konsumen dan melaksanakan prosedur memadai terkait proses deteksi
risiko kecurangan, serta respons atas risiko kecurangan.
IAI : Belajar Kasus SNP Finance, Penanggung Jawab Laporan Keuangan Harus Diatur
IAI mengkhawatirkan kualitas laporan keuangan yang disusun oleh orang yang tidak
mengerti standar akuntansi keuangan, tidak mengerti update akuntansi, hingga tidak
mengenal kode etik yang harus dimiliki akuntan profesional. Padahal laporan keuangan
berguna bagi penggunanya untuk mengambil keputusan ekonomi. Untuk itu, IAI menekankan
urgensi pengaturan yang jika tidak dapat berupa Undang-undang Pelaporan Keuangan, maka
dalam waktu cepat dapat dikeluarkan peraturan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai institusi
yang mengawasi sektor keuangan dan pasar modal.
OJK perlu segera mengatur agar penanggung jawab atau penyusun laporan keuangan
entitas di bawah pengawasan OJK diwajibkan memiliki sertifikat CA Indonesia. Jika
penyusun laporan keuangan tidak diperbaiki kualitasnya maka bisa jadi akan banyak lagi
kasus fraud yang akan muncul ke permukaan dan merugikan publik. Asosiasi profesi dan
regulator juga perlu melakukan upaya untuk mengatasi rendahnya literasi keuangan
masyarakat atas siapa yang bertanggung jawab dalam penyusunan laporan keuangan saat ini.
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen
perusahaan.
Sementara Kantor Akuntan Publik (KAP) bertugas dan bertanggung jawab mengaudit
laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan, dalam semua hal yang material, apakah telah disajikan sesuai Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. IAI adalah asosiasi profesi akuntan yang
bertanggungjawab menyusun dan mengembangkan SAK yang menjadi acuan entitas di sektor
privat, entitas tanpa akuntabilitas publik dan entitas mikro kecil dan menengah dalam
menyusun laporan keuangannya. IAI tidak melakukan review atas laporan keuangan suatu
entitas. IAI memandang urgensi profesionalisme pengelolaan keuangan dengan adanya
penyusun laporan keuangan bersertifikat CA, agar tidak ada pihak yang dirugikan di
kemudian hari atas pelanggaran transparansi dan akuntabilitas suatu entitas. Dengan adanya
dukungan pemerintah untuk meningkatkan jumlah akuntan profesional, maka potensi dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dioptimalkan dengan adanya laporan keuangan yang
terpercaya.
Lemahnya pengendalian internal dari perusahaan yang menyebabkan kejadian ini dapat
bergulir dan mampu menghasilkan laporan keuangan yang baik meskipun laporan keuangan
tidak mencerminkan keadaan sebenarnya dari perusahaan. Pengendalian yang lemah tersebut
antara lain:
1. Lingkungan pengendalian
Merupakan dasar dari komponen pengendalian yang lain yang secara umum dapat
memberikan acuan disiplin. Meliputi: Integritas, Nilai Etika, Kompetensi personil
perusahaan, Falsafah Manajemen dan gaya operasional, cara manajemen di dalam
mendelegasikan tugas dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan personil,
serta, arahan yang diberikan oleh dewan direksi. Cara mendelegasikan tugas
manajemen kepada karyawan
Operasional dan etika perusahaan yang lemah menyebabkan PT SNP Finance dapat
dengan mudah menggandakan daftar piutang pelanggan lewat perusahaan PT CMP,
menggelapkan dana perusahaan, dan mengabaikan tanggung jawab melaporkan
laporan keuangan sesuai dengan keadaan yang semestinya.
2. Penilaian Resiko
Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu
mengenai penentuan “bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen
ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun eksternal untuk
kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilaian resiko, tujuan atau target hendaknya
ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan level-levelnya.
3. Aktivitas Pengendalian
Kurangnya informasi dan komunikasi pihak PT SNP Finance kepada para pemilik
MTN sehingga kewajiban MTN yang sebenarnya menjadi tanggung jawab pihak SNP
tidak dapat dilunasi dikarenakan kredit macet yang dialami PT SNP Finance
5. Pengawasan
Kasus SNP Finance diduga pelaku penggelapan dan penyelewenangan dana dilakukan
oleh pihak direksi dan komisaris, maka dari itu aktivitas pengawasan sangatlah lemah
karena pihak pengendali dari perusahaan ikut turun tangan dalam tindak kecurangan
ini.
Saran pengendalian internal untuk PT Sunprima Nusantara Pembiayaan