Lapkas Gagal Jantung Kronik
Lapkas Gagal Jantung Kronik
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Sindrom klinis kompleks yang merupakan hasil dari kelainan struktur atau fungsional
jantung atau gangguan non-jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk merespon
tuntutan fisiologis untuk meningkatkan output jantung.1 Kondisi ini bisa juga di definisikan
sebagai kegagalan untuk memompa darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan,
atau jantung mampu melakukannya hanya dengan tekanan pengisian diastolik yang
meninggi.3 Dalam beberapa kasus, jantung tidak dapat mengisi dengan darah yang cukup.
Dalam kasus lain, jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan kekuatan
yang cukup.13 Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal
jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada
disfungsi ventrikel.
Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinis
yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak, kelelahan, baik
dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif dengan disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat.14 Gagal jantung kronik lebih umum dan gejala muncul perlahan -
lahan dari waktu ke waktu dan memburuk secara bertahap. Berbeda dengan gagal jantung
akut terjadi ketika sesuatu tiba - tiba merusak jantung, seperti serangan jantung, bekuan darah
di paru, reaksi alergi atau infeksi berat. Gejalanya mirip dengan gagal jantung kronik, tetapi
akut lebih serius dan lebih memburuk dengan cepat.15 Gagal jantung kronik dapat
diklasifikasikan menjadi gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik.8 Gagal jantung
kronik dapat disebut kompensasi atau dekompensasi. Pada gagal jantung kompensasi masih
menunjukkan gejala yang stabil, retensi cairan dan tanpa edema paru. Gagal jantung
dekompensasi mengacu pada kerusakan yang muncul sebagai episode akut edema paru, rasa
tidak nyaman, penurunan toleransi latihan dan peningkatkan sesak napas saat aktivitas.2
3.2 Epidemiologi
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.Tujuan penulisan buku ini untuk memberikan
pedoman praktis dalam melakukan diagnosis, penilaian dan penatalaksanaan gagal jantung
akut serta kronik. Pendekatan berdasarkan hasil penelitan digunakan untuk menentukan kelas
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal jantung
semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United States menderita gagal
jantung. Penyakit gagal jantung adalah punca hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S
yang berumur lebih daripada 65 tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian
dalam setahun (Goldberg, 2010). Walaupun perbaikan dalam terapi, angka kematian pada
pasien dengan gagal jantung tetap sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart
Association (AHA) memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di
Amerika Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung di
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari tidak
gangguan struktural atau fungsional jantung, menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
tidak terdapat tanda atau gejala nafas
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istrahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20081
Kriteria Mayor:
o Ronkhi basah
o Kardiomegali
o Refluks hepatojugular
Kriteria Minor:
o Edema ekstremitas
o Dispnea d’ effort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Takikardia(>120/menit).
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
3.4 Etiologi
Gagal jantung kronis (CHF) disebabkan oleh penyakit lain atau kondisi yang merusak
atau kebanyakan kerja otot jantung. Seiring waktu, otot jantung melemah dan tidak mampu
memompa darah yang seharusnya. Gagal jantung kronis yang terkemuka adalah:
o Diabetes
Penyakit arteri koroner, termasuk angina dan serangan jantung, merupakan penyebab
paling umum yang mendasari gagal jantung kronis. Orang yang memiliki serangan jantung
beresiko tinggi mengembangkan gagal jantung kronis. Kebanyakan orang dengan gagal
jantung juga memiliki tinggi tekanan darah, dan sekitar satu dari setiap tiga orang dengan
Penyebab Lain
Kondisi-kondisi lain dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan gagal jantung kronis
meliputi:
o Gangguan tiroid
o Penyalahgunaan alkohol
o HIV / AIDS
3.5 Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vaskular paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke
dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka
akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonari meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema. Perkembangan
dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional
dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan
oleh dilatasi dari katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat :
3) Hipertrofi ventrikel
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, dan pada keadaan istirahat.
Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jatung biasanya tampak pada
keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi
1) Dispnea
2) Orthopnea
beberapa bantal
b) Batuk nokturnal
a) Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya membangunkan
pasien
4) Respirasi Cheyne-Stokes
b) Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan output jantung
yang rendah
hipokapnia.
Pusat pernafasan depresi, pesat pernafasan yang berulang fase apneic, dan siklus
berulang.
d) Mungkin dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak parah atau
6) Gejala Gastrointestinal
a) Anoreksia
b) Mual
7) Gejala Cerebral
Kebingungan
Disorientasi
Kesulitan berkonsentrasi
Gangguan memori
Sakit kepala
Insomnia
Kegelisahan
Mood swing
8) Nokturia
c) Sinus tachycardia
d) Akral dingin
2. Vena jugularis
Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis mungkin tampak normal
3. Pemeriksaan Paru
a) Paru crackles (rales atau crepitations) dengan atau tanpa mengi ekspirasi
b) Efusi pleura
Sering bilateral
Ketika unilateral, mereka terjadi lebih sering pada ruang pleura kanan.
4. Pemeriksaan jantung
a) Titik impuls maksimum (PMI) dapat dipindahkan dan berkelanjutan (seperti pada
b) Ketiga dan suara jantung keempat: sering ada tapi tidak spesifik
c) Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid yang sering hadir pada pasien dengan gagal
jantung lanjut.
a) Hepatomegali
e) Peripheral edema
Terjadi terutama di pergelangan kaki dan wilayah pretibial pada pasien rawat
jalan
Pada pasien sakit, edema dapat ditemukan di daerah sacral (edema presacral) dan
skrotum.
6. Cardiac cachexia
a) Ditandai berat badan dan cachexia (dengan gagal jantung kronis parah)
7. Depresi
8. Disfungsi Seksual
9. Pulsus alternans
3.8 Diagnosis
Algoritma diagnosis gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri (Gambar 1). Penilaian
klinis yang telitidiperlukan untuk mengetahui penyebab gagal jantung, karena meskipun
terapi gagal jantung umumnya sama bagi sebagain besar pasien, namun keadaan tertentu
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel 4).Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas (Tabel 5). Kardiomegali dapat
revaskularisasi
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20081
Tabel 5 Abnormalitas Foto Toraks yang Umum ditemukan pada Gagal Jantung
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008 1
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
(GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan
sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai
pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama
pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
perempuan)
Hiponatremia (<135mmol/L)
Hipernatremia
(>150mmol/L)
Hiperurisemia
g/L)
Peningkatan transaminase
Peningkatan troponin
Urinalisis
INR >2,5