Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

LATAR BELAKANG

Krisis hipertensi biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan darah diastolik yang

melebihi 120 hingga 130 mmHg dan tekanan sistolik mencapai 200 hingga 220 mmHg.

Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis hipertensi dan secara garis

besar, The Fifth Report of The Joint National Comitte on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2 golongan

yaitu : hipertensi emergency (darurat) dan hipertensi urgency (mendesak).1 Hipertensi

emergency jika desertai dengan kerusakan organ target dan hipertensi urgency jika tanpa

disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergency dan urgency sering dijumpai di

instalasi gawat darurat yakni sekitar 27,5 % dari semua kasus-kasus emergency yang ada.

Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke IGD adalah pasien krisis hipertensi.

Hipertensi emergency merupakan suatu diagnosis klinis dan penilaian kondisi klinis lebih

penting dari pada nilai absolut tekanan darah. Sehingga pada pasien-pasien yang tidak

memiliki riwayat hipertensi atau wanita dengan pre-eklampsia, peningkatan tekanan yang

lebih rendah dari nilai tersebut dapat dianggap sebagai hipertensi emergency.2

Sindroma hipertensi emergency pertama sekali disampaikan oleh Volhard dan Fahr

pada tahun 1914 yang memaparkan kasus hipertensi berat yang disertai dengan bukti adanya

kelainan ginjal dan tanda-tanda injuri vaskular jantung, otak, retina dan ginjal yang

selanjutnya cepat mengalami serangan jantung, gagal ginjal dan stroke. Penelitian besar

pertama yang menggambarkan perjalanan alamiah hipertensi maignan dipublikasikan pada

tahun 1939 oleh Keith dan kawan-kawan yang melaporkan bahwa pada hipertensi malignan

yang tidak diobati maka dalam 1 tahun angka mortalitasnya mencapai 79% dengan median

survival 10,5 bulan. Di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan hasil riset kesehatan
2

dasar 2007 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan sebesar 32,2% dan di provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 30,2%. Pengobatan yang tepat dan cepat serta intensif

lebih diutamakan dari pada prosedur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis

hipertensi bersifat reversibel. Dalam menanggulangi krisis hipertensi dengan obat anti

hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi tekanan darah dan aliran darah,

pengobatan selektif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan

mengenai obat parenteral dan oral antihipertensi, variasi regimen pengobatan untuk

mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek samping yang minimal.2
3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : M. Nasir

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 58 tahun

Alamat : Lamkawe, Darul Imarah, Aceh Besar

Agama : Islam

Tanggal Masuk RS : 20 September 2018

2.2 Anamnesa

2.2.1 Keluhan Utama

Nyeri dada kiri

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD Meuraxa dengan keluhan nyeri dada kiri sejak ± 2 jam SMRS.

Nyeri dada dirasakan pedih dan terasa panas, tidak menjalar ke lengan kiri, bahu dan dagu.

Pasien tidak mengeluhkan keringat dingin, mual muntah maupun nyeri perut. Nyeri dada

sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan sesak, namun pasien pernah

memiliki riwayat sesak tahun 2013. Pasien mengaku tidak mudah lelah saat beraktivitas, dan

aktivitas dilakukan tanpa keterbatasan. Pasien juga tidak pernah mengalami bengkak di

bagian kaki. Pasien mengeluhkan pusing sejak 1 hari SMRS. Pusing dirasakan menetap

disebelah kiri kepala, pusing dirasakan seperti tertekan dan terikat. Pasien tidak mengalami

nyeri kepala berputar, pusing tidak disertai telinga berdenging. Keluhan pusing tanpa disertai
4

penurunan kesadaran. Tidak terdapat kelemahan anggota gerak, tidak terdapat rasa

kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa

keluhan. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma. Pasien juga tidak merasakan keluhan

pusing disertai pandangan kabur tiba-tiba, penglihatan ganda dan nyeri pada mata.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

2.2.3.1 Riwayat Hipertensi

Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang diketahui sejak tahun 2013. Pasien

mengaku riwayat darah tinggi ini tidak menimbulkan keluhan apapun. Pasien pernah

mengkonsumsi obat antihipertensi pada tahun 2013, namun pengobatan dilakukan tidak rutin.

Pasien mengkonsumsi obat antihipertensi hanya saat dilakukan pemeriksaan rutin di

tempatnya bekerja. Saat ini, pasien tidak mengkonsumsi obat antihipertensi ± 4 tahun.

2.2.3.2 Diabetes Melitus

Disangkal oleh pasien.

2.2.3.3 Riwayat Penyakit Kardiovaskular

Disangkal oleh pasien

2.2.3.4 Riwayat Penyakit Paru

Pasien pernah mengalami TB Paru pada tahun 2013 dan mendapatkan pengobatan TB Paru

secara tuntas

2.2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal oleh pasien.


5

2.2.3.6 Riwayat Alergi

 Riwayat alergi makanan disangkal

 Riwayat alergi obat-obatan disangkal

 Riwayat alergi lainnya disangkal

2.2.3.7 Riwayat Kebiasaan Sosial

 Merokok sejak lebih 10 tahun yang lalu, dalam sehari ± 8 batang. Pasien mengatakan

sudah berhenti merokok 2 tahun ini.

 Alkohol disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik, pasien tampak kurus

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 261/133 mmHg

Frekuensi Nadi : 78 kali/menit, reguller di kedua tangan pada

a.radialis

Frekuensi Nafas : 22 kali/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala : Bentuk : Normal, simetris

Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/+, pupil

isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae -/-

Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi

Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasi Tonsil T1/T1, tidak sianosis

Leher : Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, pembesaran kelenjar

tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat.
6

Thorak Paru

Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama

dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

Thorak Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi, thrill, trusting, heaving.

Perkusi Batas jantung : Batas atas :

Batas kanan :

Batas kiri :

Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran hepar, tidak ada

pembesaran lien, ballotement ginjal (-)

Genitalia : Tidak dinilai

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 second, arteri perifer teraba normal, edema

ekstermitas -/-
7

Status Neurologis

Saraf Cranial :

N. II (Optikus) : Refleks cahaya direct : +/+ (pupil bulat, isokor)

Tajam penglihatan : sulit dinilai

Lapang penglihatan : baik dalam batas normal

Melihat warna : baik dalam batas normal

Fundus okuli : Tidak dilakukan

N. III (Occulomotor) : Pupil : Ukuran : 3mm

Bentuk : bulat, Isokor/anisokor : Isokor, Reflex

cahaya tidak langsung +/+

N. IV (Troklearis) : Pergerakan bola mata (Ke Bawah Dalam) : +/+

N. V (Trigeminus) : Membuka mulut : asimetris

Menguyah : baik dalam batas normal

Menggigit : baik dalam batas normal

Refleks kornea : baik dalam batas normal

Sensabilitas wajah : baik dalam batas normal

N. VI (Abdusen) : Pergerakan bola mata (ke lateral) : baik dalam batas normal

N VII (Facialis) : Mengerutkan dahi : simetris kanan-kiri

Menutup mata : simetris kanan-kiri

Memperlihatkan gigi : simetris kanan-kiri

N IX (glosofaringeus) : Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang) : baik dalam batas normal

Posisi uvula : tidak ada deviasi

N X (vagus) : Arkus faring : baik dalam batas normal

Menelan : baik

Refleks muntah : baik


8

N. XI (Asesorius) : Menengok (M. Sternocleidomastoideus) : baik

Mengangkat bahu (M. Trapezius) : baik

N XII (Hipoglossus) : Pergerakan lidah : baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah

Lidah deviasi : tidak terdapat deviasi

Badan dan Anggota Gerak

Anggota gerak atas : Motorik : Baik

Pergerakan : (+)/(+)

Kekuatan :5/5

Anggota gerak bawah : Motorik : Baik

Pergerakan : (+)/(+)

Kekuatan :5/5

Tonus : Normal

Refleks patologis : Babinski : (-)/(-)

Chaddock : (-)/(-)

Gorda : (-)/(-)

Gondon : (-)/(-)

Oppenheim : (-)/(-) : -/-

Schiffer : (-)/(-)

Meningeal sign: Kaku kuduk (-)


9

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Elektrokardiografi

2.4.2 Laboratorium

2.4.2.1 Darah Rutin

Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 14,6 gr/dl

Eritrosit 5,32 x 106 Ul

Hematokrit 43,6 %

Leukosit 13,9 x103 Ul

Trombosit 288 x103 ul

2.4.2.2 Fungsi Ginjal

2.4.3 Foto Rontgen Thorak


10

Kesan

Cor : Membesar, tampak kalsifikasi aortic knob

Pulmo : Tidak tampak infiltrate. Tampak peningkatan pulmonal vascular

Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam

Kesimpulan : Cardiomegali dengan aortosklerosis

2.5 Diagnosa Banding

2.6 Diagnosa Kerja

Hipertensi emergency + Ventrikel Estrasistol

2.7 Penatalaksanaan

 Drip Nitrogliserin 30 meq titrasi sampai TD : <180/<110

 Lanjutkan loading dose aspilet 4 tablet dan clopidogrel 4 tablet

 Amlodipin 1x10 mg

 Valsartan 1x80 mg

 Bisoprolol 1x1/2 tablet


11

2.8 Follow Up
12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik > 180/120

mmHg. JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti kerusakan

organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi). Bukti kerusakan

organ sasaran yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif, infark miokard akut, gagal

jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsia. Klasifikasi ini

berdampak pada tata laksana pasien. Hipertensi emergency adalah kenaikan tekanan darah

mendadak (sistoli ≥180 mmHg dan / atau diastolic ≥120 mmHg) dengan kerusakan organ

target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam

hitungan menit sampai jam agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Sedangkan

hipertensi urgency adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistoli ≥180 mmHg dan / atau

diastolic ≥120 mmHg) tanpa kerusakan organ target. Pada kasus hipertensi urgensi dapat

dilakukan penanganan dalam beberapa kurun waktu beberapa jam hingga beberapa hari.3

3.2 Epidemiologi

Secara global, angka kejadian hipertensi primer yang mengalami progresi menjadi

krisis hipertensi hanya kurang dari 1%. Rendahnya angka yang tampaknya disebabkan oleh

makin terjangkaunya terapi hipertensi sebaiknya tidak membuat kita puas sebab semua

hipertensi memiliki potensi untuk berkembang menjadi krisis hipertensi. Hipertensi

emergensi dan urgensi sering dijumpai di instalasi gawat darurat yakni sekitar 27,5% dari

semua kasus – kasus emergensi yang ada. Hipertensi emergensi merupakan suatu diagnosis

klinis dan penilaian kondisi klinis lebih penting dari pada nilai absolut tekanan darah.
13

Sehingga pada pasien – pasien yang tidak memiliki riwayat hipertensi atau wanita dengan

pre-eklamsia, peningkatan tekanan darah yang lebih rendah dari nilai tersebut dapat dianggap

sebagai hipertensi emergensi.

Sindroma hipertensi emergensi pertama sekali disampaikan oleh Volhard dan Fahr

pada tahun yang memaparkan kasus hipertensi berat yang disertai dengan bukti adanya

kelainan ginjal dan tanda – tanda injuri vaskular jantung, otak, retina dan ginjal yang

selanjutnya cepat mengalami serangan jantung, gagal ginjal dan stroke. Penelitian besar

pertama yang menggambarkan perjalanan alamiah hipertensi malignandipublikasikan pada

tahun 1939 oleh Keith dan kawan – kawan yang melaporkan bahwa pada hipertensi malignan

yang tidak diobati maka dalam 1 tahun angka mortalitasnya mencapai 79 % dengan median

survival 10,5 bulan. Di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan hasil riset kesehatan

dasar 2007 yang dilakukan oleh kementerian kesehatan sebesar 32,2 % dan di provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 30,2 % (Riset kesehatan dasar, 2008).

3.3 Klasifikasi

3.3.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7

Hipertensi merupakan pengukuran tekanan darah di atas skala normal (120/80

mmHg).Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni normal, pre-

hipertensi,hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (tabel 1). 6

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7.6

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

(mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99


14

Hipertensi Stage 2 >160 >100

3.3.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut American Heart Association

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut AHA.7

BP Category Sysytolic BP Diastolic BP

Normal <120 mmHg and <80 mmHg

Elevated 120-129 mmHg and <80 mmHg

Hypertension Stage 1 130-139 mmHg or 80-89 mmHg

Hypertension Stage 2 ≥140 mmHg or ≥90 mmHg

3.4 Etiologi

1. Hipertensi Essensial

2. Penyakit Ginjal

 Penyakit parenkim ginjal

 Pielonefritis kronik

 Glomerulonefritis

 Vaskular/kelainan pada glomerulus

 Sistemik lupus eritematous

 Sistemik sklerosis

 Vaskulitis ginjal

 Nefritis tubulointerstitial

 Penyakit vaskular pada ginal

 Stenosis arteri ginjal

 Fibromuskular displasia
15

 Penyakit arterosklerosis renovaskular

 Makroskopik poliarteritis nodusa

3. Obat-obatan

 Abrupt withdrawal of a centrally acting a2-adrenergic agonist (clonidine,

methyldopa)

 Phencyclidine, cocaine or other sympathomimetic drug intoxication

 Interaction with monoamine oxidase inhibitors (tranylcypromine, pheneizin,

and selegiline)

4.Kehamilan

 Preeklampsia dan eklampsia

5.Endokrin

 Pheocromocytoma

 Primary aldosteronism

 Glucocorticoid excess

 Renin-secreting tumors

6. Kelainan Sistem Saraf Pusat

 CVA infarction/hemorrhage

 Cidera kepala3

3.4 Patofisiologi

Peningkatan tekanan darah yang tinggi secara akut yang dapat dipicu oleh beberapa

faktor seperti kelainan hormonal tertentu, misalnya krisis tiroid, krisis feokromositoma,

kehamilan dengan preeclampsia/eklampsia, penyalahgunaan obat – obat tertentu seperti

cocaine dan amfetamin, luka bakar, trauma kepala, glomerulonephritis akut, pembedahan dan

lain – lain akan memicu terjadinya peningkatan resistensi vascular sistemik yang selanjutnya
16

bisa berdampak terjadinya kerusakan organ target melalui dua jalur, yaitu peningkatan

tekanan darah yang demikian akan menimbulkan kerusakan sel – sel endotel pembuluh darah

yang akan diikuti dengan pengendapan sel – sel platelet dan fibrin sehingga menyebabkan

terjadinya nekrosis fibrinoid dan proliferasi intimal. Disisi lain terjadi peningkatan sekresi zat

– zat vasokontriktor ,seperti renninangiotensin dan katekolamin,sebagai mekanisme

kompensasi yang semakin mempertinggi peningkatan tekanan darah sehingga terjadi pula

natriuresis spontan yang mengakibatkan penurunan volume intravascular.Kedua jalur

mekanisme tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang semakin tinggi

sehingga menimbulkan iskemia jaringan dan pada akhirnya menyebabkan disfungsi organ.2

Kerusakan organ target yang sering dijumpai pada pasien dengan hipertensi

emergensi terutama berkaitan dengan otak, jantung dan ginjal. Berbagai kerusakan organ

target yang bisa dijumpai : hipertensi malignant dengan papiledema, berkaitan dengan

cerebrovaskular (seperti Infark cerebral, intracerebral hemorrhage, subarachnoid

hemorrhage), trauma kepala, berkaitan dengan kardiak (seperti diseksi aorta akut, gagal

jantung akut, infark miokard akut / mengancam), setelah operasi bedah pintas koroner (by

pass coronary), berkaitan dengan ginjal (seperti glomerulonephritis akut, hipertensi


17

renovaskular, krisis renal akibat penyakit kolagen – vascular dan hipertensi berat setelah

transpalntasi ginjal), berkaitan dengan kadar katekolamin yang berlebihan (seperti krisis

feokromositoma, interaksi antara makanan atau obat – obatan dengan monoamine oxidase

inhibitor, pemakaian obat simpatomimetik (kokain), rebound hipertensi akibat penghentian

mendadak obat – obat antihipertensi dan hiperrefleksia automatic setelah cedera tulang

belakang), pembedahan (seperti hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi

segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi), luka bakar yang luas / berat,

epistaksis yang berat, purpura trombotik trombositopenia.2

3.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang

terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta,

mata kabur dan edema papil mata, sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi

pada gangguan otak, gagal ginjal akut pada gangguan ginjal, di samping sakit sakit kepala

dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.3

Tabel 3. Gambaran klinik hipertensi darurat.3

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


Darah Neurologi
≥180/≥120 Perdarahan, Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kepala, membesar, proteinuria
edema kacau, dekompensasi,
papilla gangguan oliguria
kesadaran,
kejang
18

3.6 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari

kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi

aorta). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau

tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronkhi paru. Perlu dibedakan

komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi atapun payah jantung kongestif dan

oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.3

3.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari penanganann krisis hipertensi adalah mencegah progresifitas

kerusakan organ target. Obat – obatan yang ideal digunakan pada kondisi pasien dengan

hipertensi emergensi bersifat: memberikan efek penurunan tekanan darah yang cepat,

reversible dan mudah dititrasi tanpa menimbulkan efek samping. Pengendalian penurunan

tekanan darah tersebut harus benar – benar terkontrol dengan baik dengan

mempertimbangkan manfaat yang dicapai dan efek hipoperfusi yang mungkin terjadi.Target

penurunan tekanan darah sistolik dalam satu jam pertama sebesar 10 – 15% dari takanan

darah sistolik awal dan tidak melebihi 25 %. Jika kondisi pasien cukup stabil maka target

tekanan darah dalam 2 sampai 6 jam selanjutnya sekitar 160 /100 – 110 mmHg. Selanjutnya

hingga 24 jam kedepan tekanan darah dapat diturunkan hingga tekanan sistoliknya 140

mmHg.2

Perlu diingat bahwa pada pasien dengan hipertensi emergensi dapat mengalami

natriuresis spontan sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan volume intravascular,

sehingga pemberian cairan kristaloid akan memperbaiki perfusi organ dan mencegah

menurunan tekanan darah yang drastic akibat efek obat antihipertensi yang diberikan. Namun

pemberian cairan tersebut harus berhati – hati karena pada sebagian pasien hipertensi
19

emergensi disertai / mengancam terjadinya edema paru. Peningkatan tekanan darah yang

mendadak tentunya juga akan meningkatkan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang

selanjutnya juga akan meningkatkan pula tekanan di atrium kiri dan vena pulmonal sehingga

terjadi bendungan dan kongesti di paru. Pemberian cairan sebaiknya diberikan setelah target

penurunan tekanan darah dalam 1 jam telah tercapai dan perlu pemantauan yang ketat. Pada

saat target tekanan darah yang diharapkan telah tercapai maka pemberian obat – obat oral

antihipertensi dapat segera dimulai dan obat intravena dapat diturunkan perlahan – lahan

hingga dihentikan. Penurunan tekanan darah hingga normotensi sebaiknya dicapai dalam

beberapa hari kemudian. Adapun untuk kasus – kasus hipertensi urgensi (tanpa disertai

kerusakan organ target) maka penurunan tekanan darah dapat dilakukan secara perlahan

dalam waktu 24 sampai 48 jam dengan mmHg dalam waktu 20 menit.2

 Kehamilan.

Peningkatan tekanan darah secara akut pada pasien hamil hingga tekanan darah

sistolik mencapai lebih dari 180 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110

mmHg,yang biasanya disertai dengan preeclampsia / eklampsia, sudah dianggap

sebagai hipertensi emergensi yang perlu penganan secara cepat.Sebelum persalinan

terjadi sebaiknya tekanan darah diastolic dipertahan diatas 90 mmHg untuk menjamin

perfusi utero – placental yang adekuat. Jika diturunkan hingga dibawah 90 mmHg

akan mencetus terjadinya fetal distress akut akibat hipoperfusi hingga bisa

mengakibatkan kematian intra uterus atau aspiksia perinatal.2

 Stroke

Pada pasien intra cerebral haemorrhage dengan tekanan darah sistolik antara 150

hingga 220 mmHg maka penurunan tekanan darah sistolik secaram akut hingga 140

mmHg terbukti cukup aman dan efektif terhadap perbaikan fungtional. Jika pada

pasien tersebu tekanan darah sistoliknya lebih dari 220 melebihi 15 %. Namun jika
20

pada pasien tersebut akan diberikan terapi thrombolitik maka tekanan darah perlu

diturunkan lebih rendah dari 180 / 110 mmHg.2

3.7.1 Obat-obat Parenteral yang Dapat Digunakan

Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh JNC 7 ada beberapa jenis obat yang biasa

digunakan dalam menangani kasus – kasus hipertensi emergensi, seperti tampak pada tabel 1.

Pemilihan jenis obat yang dipakai sebaiknya disesuaikan dengan sindroma atau kerusakan

organ target yang ditemukan, seperti tampak pada tabel 2. Pada tabel tersebut tampak bahwa

nicardipin yang termasuk golongan antagonis calsium merupakan salah satu jenis obat yang

pemakaiannya cukup luas.2

Obat ini memiliki karakteristik :

 Vasoselektif, yakni selektifitasnya 30.000 x lebih banyak bekerja pada sel

 Sel otot polos pembuluh darah dibandingkan otot miokard

 Tidak mendepresi kerja otot miokard

 Tidak bersifat inotropik negative

 Memiliki efek antihipertensi yang cepatdan stabil serta efek minimal terhadap

frekuensi denyut jantung.

 Dapat meningkatkan aliran darah menuju otak, jantung dan ginjal.

Jika dibandingkan dengan obat golongan antagonis calcium lainnya, nicardipine memiliki

beberapa keunggulan seperti tampak pada tabel 3 :2

Tabel 4 : Obat – obat parenteral untuk penanganan hipertensi emergency


Jenis Obat Dosis Onset Masa Kerja Obat
Sodium nitroprusside 0,25-10 ugr/kg/min Segera 1-2 menit setelah
infuse di stop
Nitroglyserin 5-500 ug/min 1-3 menit 5-10 menit
Labetolol HCL 20-80 mg setiap 10- 5-10 menit 3-6 menit
15 min or 0,5-2
21

mg/min
Fenoldopan HCL 0,1-0,3 ug/kg/min <5 menit 30-60 menit
Nicardipine HCL 5-15 mg/jam 5-10 menit 15-90 menit
Esmolol 250-500 ug/kg/min 1-2 menit 10-30 menit
IV bolus, kemuadian
50-100 ug/kg/min
melalui infuse : bolus
dapat diulang setelah
5 menit atau infusnya
dinaikkan sampai
300 ug/menit

Tabel 5. Anti hipertensi yang dianjurkan untuk sindroma spesifik

Sindroma Antihipertensi yang dianjurkan


Diseksi aorta  Nitroprusside, sering dikombinasi
dengan esmolol atau labetalol
 Nicardipin atau clevidipin dengan
esmolo atau labetalol
Edema paru akut  Nitrogliserin
 Fenoldopam
 Nicardipin
 Clevidipin
Sindrom koroner akut  Beta bloker
 Nitrogliserin
 Clevidipin
 Labetalol
 Nicardipin
Gagal ginjal akut dan kronis  Fenoldopam
 Clevidipin
 Labetalol
 Nicardipin
 Hydralazin
Preeklampsia/eklampsia  semua obat tersebut dikombinasi
dengan MgSO4
Stroke iskemik akut atau intra cerebral  Nicardipin
hemorrhage (ICH)  Labetalol
 Clevidipin
Hipertensi ensefalopati  Labetalol
 Esmolol
 Nicardipin
22

 Fenoldopam
 Nitroprusside
 Clevidipin

Tabel 6 Perbandingan obat-obat antagonis calcium


Obat Vasodilatasi Supresi Supresi Supresi
koroner terhadap terhadap terhadap
kontraktilitas nodus SA nodus AV
otot jantung
Verapamil ++++ ++++ +++++ +++++
(phenylalkylamine)
Diltiazem +++ ++ +++++ ++++
(benzothiazepin)
Nicardipine +++++ 0 + 0
(dihydropyridine)

Diagnosis pada kondisi tersebut yakni perfusi jaringan yang tidak efektif sebagai

akibat sekunder dari hipertensi berat yang menyebabkan kerusakan organ target. kriteria

perbaikan yang diharapkan pada pasien tersebut berupa : pasien sadar penuh, kulit teraba

hangat, nadi bilateral kuat dan sama, pengisian kapileri kurang dari 3 detik, tekanan darah

sistolik < 140 mmHg, diastolic < 90 mmHg, MAP 70 – 120 mmHg, frekuensi nadi 60 – 100

kali / menit, tidak ada aritmia yang mengancam, urin 30 ml/jam atau 0,5 – 1 ml/KgBB/jam,

dan nilai BUN < 20 mg/dl serta kreatinin <1,5 mg/dl.2

Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien berupa : monitoring tekana darah dan

mencatat setiap peningkatan atau penurunan yang tiba – tiba, memantau produksi urin setiap

jam dan mencatat jika adanya darah dalam urin, serta monitoring EKG untuk memantau ada

tidaknya aritmia atau perubahan segmen ST dan gelombang T yang menunjukkan adanya

iskemik atau injuri miokard. Penanganan yang perlu diberikan pada pasien berupa oksigen 2

– 4 L /menit untuk mempertahankan atau memperbaiki oksigenasi, meminimalkan kebutuhan

oksigen dengan memposisikan pasien tetap istirahat ditempat tidur, membantu pasien untuk

menurunkan kecemasannya, memberikan makanan cair pada fase akut, memberikan obat –
23

obatan sesuai kolaborasi dengan dokter serta menyiapkan pasien dan keluarganya untuk

intervensi pembedahan jika ada indikasi.2


24

BAB IV

ANALISA KASUS

KASUS ANALISA
Nyeri dada dirasakan pedih dan terasa panas, Hipotesis pertama mengenai
terbentuknya arteriosklerosis didasarkan
tidak menjalar ke lengan kiri, bahu dan dagu.
tekanan darah yang tinggi secara kronis
Nyeri dada kemudian berkurang 30 menit menimbulkan gaya regang atau potong yang
merobek lapisan endotel arteri dan arteriol.
kemudian.
Gaya regang terutama timbul di tempat-
tempat arteri bercabang atau membelok: khas
untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri
serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel,
timbul kerusakan berulang sehingga terjadi
siklus peradangan, penimbunan sel darah
putih dan trombosit, serta pembentukan
bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat
terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus
di bagian hilir.4
Peningkatan tekanan darah sistemik
pada hipertensi menimbulkan peningkatan
resistensi terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung
bertambah, akibatnya terjadi hipertrofi
ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi dapat terlampaui;
kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas
suplai pembuluh koroner menyebabkan
iskemia miokardium lokal.4

Pasien mengeluhkan pusing sejak 1 hari Nyeri kepala meningkat ketika serat afferent
SMRS. Pusing dirasakan menetap disebelah primer menginervasi meningeal atau
kiri kepala, pusing dirasakan seperti tertekan pembuluh darah serebral menjadi aktif;
dan terikat. Pasien tidak mengalami nyeri kebanyakan dari serat nociceptive
kepala berputar, pusing tidak disertai telinga dilokasikan di dalam bagian pertama dari
berdenging. Keluhan pusing tanpa disertai ganglion trigeminal atau ganglia servikal
penurunan kesadaran. atas.4
Merokok sejak lebih 10 tahun yang lalu, Rokok dapat menyebabkan akumulasi toksik
dalam sehari ± 8 batang. Pasien mengatakan di pembuluh dara yang menimbulkan
ssudah berhenti merokok 2 tahun ini. aterosklerosis yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga terjadi oklusi
pembuluh darah. Hal ini akan berdampak
25

terjadinya iskemia miokard yang dapat


menurunkan perfusi jantung yang dapat
menyebabkan perubahan metabolisme sel-sel
miokardium yang menstimulasi reseptor
nyeri melalui symphatetic afferent di area
korteks sensoris primer ysng berskibst
timbulnya nyeri dada.4
Pada pemeriksaan foto thorak dijumpai kesan Pada kardiomegali dapat oto-ototnya yang
cardiomegali membesar atau rongganya yang membesar,
manapun itu semua adalah adaptasi jantung
utnuk menghaapi perubahan dalam tuntutan
kerjanya. Penyebabnya ada banyak sekali,
hampir semua keadaan yang memaksa
jantung untuk bekerja lebih keras dapat
menimbulkan perubahan-perubahan pada
otot jantung sehingga jantung akan
membesar. Salah satu penyebabnya adalah
hipertensi. Dimana hipertensi ini sendiri akan
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri
(HVK).4
Pada pemeriksaan elektrokardiografi Ventrikel Ekstrasistol adalah denyut jantung
dijumpai Ventrikel Ekstrasistol tambahan yang muncul premature sebelum
muncul denyut jantung yang normal dengan
morfologi QRS kompleks yang lebar.
Karakteristik beat premature ialah focus
ektopik muncul sebelum SA node
mengeluarkan impuls.4
Drip Nitrogliserin 30 meq titrasi sampai TD : Nitroglyserin merilis ion nitrit bebas, di otot
<180/<110 polos seperti pada jaringan lain oleh
glutatione S-tranferase. Suatu reaksi enzim
berbeda akan merilis nitrit oxide. Nitrit oxide
adalah vasodilator yang lebih kuat dari pada
nitrit yang dapat melepaskan nitrit oxide.
Nitrit oxide menyebabkan aktivitas guanyl
cyclase dan suatu peningkatan c-GMP, yang
merupakan langkah awal relaksasi otot polos.
Produksi prostaglandin E atau prostasiklin
(PGI2) dan hiperpolarisasi membran diduga
terlibat.5
loading dose aspilet 4 tablet dan clopidogrel  Aspilet merupakan penghambat
4 tablet aktivitas COX-1 (metabolisme enzim
utama dari asam arakidonat yang
mengaktifkan prekursor prostaglandin
26

yang mengurangi agregasi trombosit,


adhesi platelet dan pembentukan
trombus melalui penekanan sintesis
tromboksan A2 yaitu suatu senyawa
dalam tubuh yang berperan dalam
pembekuan darah dan bersifat
vasokonstriktor.5
 Clopidogrel bekerja selektif
menghmbat adenosin difosfat (ADP)
untuk mengikat reseptor platelet
P2Y12 yang berperean penting dalam
agregasi platelet dan pengikatan oleh
protein fibrin. Senyawa ini juga
mengaktivasi glikoprotein kompleks
GP Iib/IIIa yang merupakan reseptor
besar dari fibrinogen sehingga
agregasi trombosit dapat dikurangi.5
Amlodipin 1x10 mg Mekanisme kerja Calcium Channel Blocker
yaitu mencegah atau mengeblok kalsium
masuk ke dalam dinding pembuluh darah.
Kalsium dipelukan otot untuk melakukan
kontraksi, jika pemasukan kalsium ke dalam
sel-sel di blok, maka obat tersebut tidak
dapat melakukan kontraksi sehingga
pembuluh darah akan melebar dan
akibatnya penurunan tekanan darah.5
Valsartan 1x80 mg Mekanisme kerja Angiotensin Reseptor
Blocker yaitu memblok reseptor
Angiotrnsin II sehingga tidak berinterkasi
dengan reseptornya.5
Bisoprolol 1x2,5 mg Mekanisme kerja beta blocker yaitu :5
1. Penurunan frekuensi denyut jantung
dan kntraktilitas miokardium
sehingga menurunkan curah jantung
2. Hambatan sekresi renin di sel-sel
juxtaglomerular ginjal dengan akibat
penurunan produksi AT II
3. Efek sentral yang mempengaruhi
aktifitas saraf simpatis.
27

BAB V

KESIMPULAN

Krisis hipertensi merupakan suatu diagnosis klinis sehingga penilaian kondisi klinis

dari pasien lebih utama dari pada nilai absolute tekanan darah. Kondisi yang mendesak

tersebut menuntut penanganan yang cepat untuk mencegah kerusakan organ. Obat-obat

antihipertensi yang diberikan sebaiknya bersifat parenteral, reaksi yang cepat dan mudah

dititrasi. Target segera penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-15% dan tidak melebihi

25% sebaiknya dicapai dalam waktu 1 jam pertama, kecuali pada kondisi tertentu seperti

diseksia aorta. Nicardipin memiliki beberapa keunggulan dan mudah digunakan dalam

penanganan hipertensi emergency.2


28

DAFTAR PUSTAKA

1. Bryg, R.J. 2009. High Blood Pressure and Hypertensive Crisis. http://

www.webmd.com/hypertension-highblood- pressure/guide/hypertensivecrisis.

Diakses pada 23 September 2018

2. Nurkhalis. Management of Hypertensive Crisis. Bagian / SMF Kardiologi dan

Kedokteran Vaskular Fakultas KedokteranUniversitas Syiah Kuala / Rumah Sakit

Umum dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.

3. Didiet P. Emergency Hypertension. 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon.

4. Bachari Aryanti. 2017. Nyeri Dada. Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

5. Panduan Praktis Klinik. Hipertensi. 2016. Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia.

6. The Seventh Report of Joint National Committee (JNC) on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH publication No 03-5233,

December 20013.

7. Guideline For The Prevention, Detection, Evaluation and Management of High Blood

Pressure In Adults. 2017. American Heart Association.

Anda mungkin juga menyukai