Anda di halaman 1dari 8

Tugas Ujian Psikiatri

Nama : Devin Fidela


NIM : 04054821517075
Semester :X
Tanggal : 29 Juni 2016
Pembimbing : dr. H. M. Zainie Hassan A.R., SpKJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT Dr. ERNALDI BAHAR

PROVINSI SUMATERA SELATAN

2016
1. Strategi Coping (Mekanisme Coping)
Strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan
suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain
strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk
menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah
yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun
perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

Jenis Strategi Coping


Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan
oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara
aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau
situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi
atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa
individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah
yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus
& Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling
banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang
dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang
dialaminya. Contoh : seseorang cenderung menggunakan problem-solving
focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa
dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan;
sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping
ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol
seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong
berat.

Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di


atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu
active & avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct
Action & Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk
mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant
coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri
dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari
suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang
dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu
bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan
dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang
ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan
semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru
menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping


Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh
sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.
Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu
pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan
kemampuan strategi coping tipe :problem-solving focused coping
Keterampilan Memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana
dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli. (jp) (Penulis : Zainun Mu’tadin, SPsi.,
MSi.)

2. Teori depresi?
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-
pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini,
monoamine neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin,
dan histamin merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood
(Kaplan, et al, 2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
2.1. Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan
penelitian dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan
sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan respon
terhadap antidepressan berperan dalam terjadinya gangguan depresi
(Kaplan, et al, 2010).
2.2. Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya
gangguan depres, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri
atau megakhiri hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang
mengandung kadar serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari
uptake serotonin pada platelet (Kaplan, et al, 2010). Penggunaan obat-
obatan yang bersifat serotonergik pada pengobatan depresi dan
efektifitas dari obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu
teori yang berkaitan antara gangguan depresi dengan kadar serotonin
(Rottenberg, 2010). Universitas Sumatera Utara
3. Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara
menyebar pada korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat
kolinergik terdapat hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang
mengatur monoamine neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal
yang dimana merupakan prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan
abnormal pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi (Kaplan,
et al, 2010).
4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam
gangguan mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin
meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan
mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur,
makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan
senang. 3 komponen penting dalam sistem neuroendokrin yaitu :
hipotalamus, kelenjar pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama
dalam feedback biologis yang secara penuh berkoneksi dengan sistem
limbik dan korteks serebral (Kaplan, et al, 2010).
5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT)
scan, positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance
imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada
individu dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks
prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan amygdala.
Adanya reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray
matter pada korteks prefrontal, secara partikular pada bagian kiri,
ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar
(Kaplan, et al, 2010).

Teori Psikologi tentang Depresi


a. Teori Interpersonal Depresi
Dalam teori ini dibahas mengenai hubungan antara orang-
orang yang depresi dengan orang lain. Pada individu yang depresi
cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan menganggap jaringan
sosial hanya memberikan sedikit dukungan (Keltner & Kring, dalam
Davison, 2006). Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan
kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang
negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam
Davison, 2006).
Kurangnya dukungan sosial tersebut kemungkinan disebabkan
oleh fakta bahwa orang-orang yang depresi memicu reaksi negatif
dari orang lain (Coyne, dalam Davison, 2006). Data menunjukkan
bahwa perilaku orang yang depresi menimbulkan penolakan
(Davison, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku non-
verbal orang yang mengalami depresi dapat berperan penting dalam
hal ini. Contohnya, orang lain dapat menganggap hal-hal berikut ini
sebagai sesuatu yang menyebalkan: berbicara sangat lambat, dengan
banyak jeda dan keengganan, keterbukaan diri yang negatif, lebih
banyak afek negaitf, jarang Universitas Sumatera Utara 33 melakukan
kontak mata, dan sedikitnya ekspresi wajah yang positif serta lebih
banyak ekspresi wajah yang negatif (Field dkk, dalam Davison,
2006).
Data yang ditemukan oleh Joiner dan Schmidt mengenai para
mahasiswa yang mengalami depresi ringan menunjukkan bahwa pola
tidak konsisten dalam mencari dukungan memprediksi semakin
beratnya mood depresi. Hal yang terpenting dalam teori interpersonal
mengenai depresi adalah fakta bahwa hubungan interpersonal bersifat
bi-direksional. Dengan demikian, bila pada individu yang depresi
secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang berinteraksi
dengan mereka, reaksi orang yang berinteraksi dengan mereka
tersebut kemungkinan memberikan dampak negatif timbal balik pada
para individu yang mengalami depresi. Memang hubungan sosial
orang yang menderita depresi lebih kompleks, lebih sulit untuk
dikelola, dan lebih memerlukan usaha dibanding hubungan sosial
orang-orang yang tidak mengalami depresi (Coyne dalam Davison,
2006). Kesulitan dan kurangnya hubungan interpersonal dapat
menjadi penyebab depresi dan juga menjadi konsekuensinya. Secara
singkat, perilaku interpersonal secara jelas berperan besar dalam
depresi.
b. Teori Kognitif Depresi
Dalam teori ini dibahas mengenai berbagai pola berpikir dan
keyakinan dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan atau
mempengaruhi kondisi emosional. Aaron Beck mengatakan bahwa
proses-proses berpikir adalah sebagai faktor penyebab depresi. Aaron
mengatakan bahwa orang-orang yang depresi memiliki perasaan
seperti pesimis terhadap diri sendiri, keyakinan bahwa tidak ada
seorangpun yang menyukai dirinya (Davison, 2006). Universitas
Sumatera Utara 34 Beck (dalam Lubis, 2009) berpendapat bahwa
adanya gangguan depresi adalah akibat dari cara berpikir seseorang
terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung menyalahkan diri
sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif terhadap
diri sendiri dan lingkungan, sehingga dalam mengevaluasi diri dan
menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil
kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Pada masa
kanak-kanak dan remaja, orang-orang yang depresi mengembangkan
skema negatif, yaitu suatu kecenderungan untuk melihat lingkungan
secara negatif- melalui kehilangan orang yang disayang, tragedi yang
terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh teman sebaya.

3. Gangguan psikiatri pada seseorang dengan asma?

Istilah psikosomatis berasal dari bahasa yunani (“psyche” berarti


psikis dan “soma” berarti badan). Istilah ini diperkenalkan oleh seorang
dokter Jerman Heinroth ke dalam kedokteran Barat. Pada tahun 1818 ia
menerbitkan desertasi yang menekankan pentingnya faktor psikososial dalam
perkembangan penyakit fisik.
Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul psikologi abnormal
mendefinisikan psikosomatis yaitu bentuk macam-macam penyakit fisik yang
ditimbulakn oleh konflik-konflik psikis/psikologis dan kecemasan-kecemasan
kronis. Dia juga mendefinisikan psikosomatis sebagai kegagalan sistem syaraf
dan sistem fisik disebabkan oleh kecemasan-kecemasan, konflik-konflik
psikis dan gangguan mental.

Gangguan psikosomatis yang sering timbul dari saluran pernapasan


ialah sindrom hiperventilasi dan asma bronkiale dengan bermacam-macam
keluhan yang menyertainya. hiperventilasi biasanya merupakan tarikan nafas
panjang, dan dapat menjadi suatu kebiasaan, seperti ada orang yang mengisap
rokok bila ia tegang, yang lain mulai bernafas panjang. Kecemasan dapat
menggangu ritme pernapasan dan diketahui juga dapat menimbulkan serangan
asma. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan kontruksi
bronkoli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang.

4. Jenis-jenis insomnia?
Insomnia dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Insomnia inisial Kesulitan untuk memulai tidur.
b. Insomnia intermiten Merupakan ketidakmampuan untuk tetap
mempertahankan tidur sebab sering terbangun.
c. Insomnia terminal Bangun lebih awal tetapi sulit untuk tertidur kembali.

5. Amygdala dan Hipocampus?

 Amigdala
Amigdala merupakan bagian dari telencephalon, yang terletak di lobus
temporal, yang terlibat dalam memori, emosi, dan ketakutan. Amigdala
terletak di bawah permukaan bagian depan, sebelah medial dari lobus
temporal di mana menyebabkan tonjolan di permukaan disebut uncus
(komponen dari sistem limbik).

 Hippocampus
Hippocampus merupakan bagian dari otak hemisphers di bagian sebelah
medial basal dari lobus temporal. Ini bagian dari otak yang penting untuk
belajar dan memori, untuk mengubah memori jangka pendek ke memori
yang lebih permanen, dan untuk mengingat hubungan spasial.

6. Tingkatan retardasi mental?


 Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50- 69
 Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
 Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20- 34
 Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20

7. Mekanisme fluoksetin?
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic
Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam
mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat mengobati
gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien
yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam
penyembuhan dengan obat ini. Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini
tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman digunakan dibandingkan
dengan obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam
pengobatan gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan lainnya
seperti: gangguan panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual (Reus, V.I.,
2004). Fluoxetine memiliki waktu paruh 2-4 hari dan zat aktifnya,
norfluoxetine, memiliki waktu paruh 7-9 hari, jadi sangat beralasan menunggu
hingga 4 minggu antara titrasi dosis.

Anda mungkin juga menyukai