Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENYAKIT PARASITER

Uji Efek Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Obat Luar Terhadap
Skabies Pada Kucing Yang Disebabkan Oleh Sarcoptes scabiei

(Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Penyakit Parasiter)

Disusun oleh:

1. Rizqi Kurnia Fernanda 165130101111003


2. Zainur Rozikin 165130101111002
3. Riski Ainun Najib 165130101111015

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
Daftar isi

Halaman Sampul........................................................................................... i
Daftar isi....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1
1.3 Tujuan........................................................................................... 2
1.4 Luaran yang diharapkan............................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Skabies ........................................................................................ 3
2.1.1 Etiologi dan Deskripsi Skabies................................................. 3
2.1.2 Patogenesis Skabies.................................................................. 4
2.1.3 Gejala Klinis Skabies............................................................... 4
2.2.4 Pengobatan Skabies................................................................. 5
2.2 Lidah Buava................................................................................. 6
2.2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Lidah Buaya (Aloe vera)................ 6
2.2.2 Kandungan Lidah Buaya ........................................................ 6
2.3 Prosedur Kerja ........................................................................... 7
2.3.1 Persipan Tanaman ................................................................. 7
2.3.2 Pembuatan gel lidah buaya........................................................ 7
2.3.3 Pengamatan Pada Luka ........................................................... 8
BAB 3 PENUTUP........................................................................................ 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 9
3.2 Saran............................................................................................ 9
Daftar Pustaka................................................................................................ 10

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular
hewan ke hewan, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat menyerang semua
ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau Sarcoptesscabiei.
Prevelansi skabies di seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Penyakit ini sulit
untuk disembuhkan karena tungau tersebut berkembang biak di dalam lapisan kulit
dan merusak kulit. Berbagai jenis hewan termasuk hewan kesayangan kelinci,
anjing, dan kucing dapat diserang oleh tungau tersebut. Penyakit ini menimbulkan
kegatalan, menurunkan kesehatan kulit juga menggangu kesehatan masyarakat
(Sulistiawati, 2011).
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman
hayati terutama pada jenis berbagai tumbuhan yang diantaranya mempunyai potensi
sebagai tanaman obat namun belum banyak dikembangkan. Di Indonesia dikenal
lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat, namun baru 1000 jenis tanaman telah terdata
dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional
(Sewta, 2015).
Salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat obat adalah lidah buaya
(Aloe vera). Lidah buaya digunakan sebagai bahan obat sejak beberapa ribu tahun
yang lalu untuk mengobati luka bakar, rambut rontok, infeksi kulit, peradangan
sinus, dan rasa nyeri pada saluran cerna. Beberapa peneliti terdahulu telah
membuktikan bahwa Aloe vera berkhasiat sebagai antiinflamasi, antipiretik,
antijamur, antioksidan, antiseptik, antimikroba, serta antivirus. Oleh sebab itu
inovasi baru mengenai potensi dari ekstrak lidah buaya yang memiliki potensi
sebagai tindakan penyembuhan terhadap penyakit skabies (Rohmah, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat menyembuhkan penyakit
skabies pada kucing?
1.2.2 Bagaimana ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat menyembuhkan penyakit
skabies pada kucing?
2

1.2.3 Bagaimana mengolah lidah buaya untuk dijadikan gel sebagai obat
penyembuh skabies pada kucing?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui efek penyembuhan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dalam
menggobati penyakit skabies pada kucing.
1.3.2 Mengetahui mekanisme ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat
menyembuhkan penyakit skabies pada kucing?
1.3.2 Dapat mengolah lidah buaya untuk dijadikan gel sebagai obat penyembuh
skabies pada kucing?

1.4 Luaran yang diharapkan


Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah membuat gel ekstrak
lidah buaya (Aloe vera) yang memiliki efek sebagai obat untuk penyakit skabies
pada kucing. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu produk inovatif di
dunia medis kedokteran hewan khususnya dalam pengobatan skabies pada kucing.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies
2.1.1 Etiologi dan Deskripsi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh ektoparasit
berupa tungau Sarcoptesscabiei. Menurut (Sulistiawati, 2011) klasifikasi dari
tungau Sarcoptes scabiei sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Arachnida
Subclass : Acari
Family : Sarcoptidae
Genus and Species : Sarcoptes scabiei Gambar 1. Kucing yang terserang skabies

Ukuran Tungau betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,


sedangkan jantan memiliki ukuran yang lebih kecil, yakni 200- 240 mikron x 150-
200 mikron. Tungau betina betelur pada kulit dipinggir-pinggir Iuka atau liang
kulit, telur yang dihasilkan sebanyak 40-90 butir. Telur-telur ini akan menetas 1-5
hari kemudian menjadi larva berkaki enam. Larva berkembang menjadi nimfa yang
berkaki delapan tetapi belum mempunyai alat-alat kelamin. Dari nimfa akhirnya
berubah menjadi tungau dewasa (Tan, 2017).
Penyakit skabies terjadi karena S.
scabiei menginfeksi hospes, masuk ke dalam
lapisan tanduk kulit (stratum corneum). Di
dalam lapisan tanduk kulit yang terinfeksi, S.
Scabiei melangsungkan siklus hidup setelah
perkawinan antara jantan dengan betina, S.
scabiei yang bunting dapat ditemukan dibagian
kulit pada terminal terowongan (tunnel) dalam
kulit yang dibuat oleh parasit tersebut Gambar 2. Siklus hidup S. scabiei
4

Penularan penyakit mi dapat terjadi terutama melaluisecara kontak


tangsung antar hewan sakit dan hewan sehat, baik antara hewan peliharaan maupun
antara hewan peliharaan dan hewan liar (Sewta, 2015).

2.1.2 Patogenesis Skabies


Penularan skabies terutama terjadi secara kontak langsung antara kucing
sakit dan kucing sehat. masa inkubasi dari skabies bervariasi antara 10-42 hari. Rasa
gatal akan nampak lebih jelas pada saat cuaca panas yaitu terjadi peningkatan
aktifitas tungau (Sewta, 2015). Bervartasinya masa inkubasi ini diduga erat
kaitannya dengan kelebatan dari bulu bagian tubuh yang terserang. Penderita
mengalami iritasi, tampak tidak tenang, menggosok-gosokkan tubuhnya, turunnya
nafsu makan yang mengakibatkan turunnya kondisi tubuh. Serta turunnya
pertambahan berat badan, Disamping itu penderita dapat mengalami anemia,
kelemahan umum dan dapat berakhir dengan kematian (Tan, 2017).
Pada kucing akan terdapat lesi akibat infestasi tungau dtsebabkan oleh
efek iritasj yang dihasilkan oleh sekresi dan ekskreta, serta reaksl alergi yang
muncul akibat tubuh tungau maupun ekstraselulernya dan self trauma akibat
prutirus yang hebat (Sewta, 2015). kucing usia mudaakan lebih rentan terhadap
infestasi tungau karena imunitas tubuh kucing berkembang dengan cepat.
Kekebalan tubuh dan resistensi tubuh hewan muda yang belum pernah terpapar
tungau sebelumnya menyebabkan infestasi tungau dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan iritasi.
2.1.3 Gejala Klinis Skabies
Gejala klinis bervariasi pada tiap individu, hal ini tergantung dari durasi
dan intensitas dari reaksi hipersensitivitas inang dan kemampuan inang dalam
membatasi perkembanghiakan tungau. Hewan dengan reaksi hipersensitivitas yang
lemah ditandai dengan adanya tungau dalam jumlah yang tinggi. Hal ini
khususnya tetjadi pada hewan yang mempunyai gizi buruk atau hewan yang
mempunyat penyakit lain dalam waktu yang sama (Sewta, 2015).
Biasanya tungau lebih menyukai bagian yang berambut jarang seperti
telinga, wajah, leher, mulut, siku, kelamin dan jari. Pola penyebaran lesio dan
5

penampilan klinis pada kucing penderita skabies dapat dilihat pada gambar 1. (Tan,
2017).
Gejala klinis skabies pada benimpa gatal-gatal, dengan erupst kulit berupa
ertemia, makula, papula, vestkel. Rasa gatal bertambah bila hewan berada dalam
keadaan hangat. Hewan yang terjnteksl akan menggesek, menggaruk atau mencakar
dan menggigit kulitnya. Akibatnya kulit menjadi luka sehingga mudah terinfeksi
sekunder oleh bakteri, dan tidak nafsu makan karena nyeri pada mulut. Keadaan ini
dapat menyebabkan kematian. Pada keadaan krinis, lesio skabies dapat berupa
dermatitis lokal seperti kulit besisik, menebal, dan belipat-lipat.
Secara histopatologi, bentuk skabies ditandai dengan adanya terowongan
dalam epidermis yang berisi chitinous, dan basofil yang mengotori tubuh tungau.
Selain itu, terjadi acanthosis (kelainan kulit karena terjadinya penebalan lapisan
spinosum) dengan udema intra dan interseluler dalam lapisan spinosum. Sedangkan
pada lapisan dermis memperlihatkan adanya infiltrasi zat inflamasi yang terdiri dari
limfosit dan eosinofil (Tan, 2017).
2.2.4 Pengobatan Skabies
Pada skabies, jika diagnosis pasti sudah ditetapkan. maka pengobatannya
akan menjadi sederhana. Pengobatan tidak hanya dipusatkan pada tungaunya saja,
tetapi harus diarahkan secara keseluruhan terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya imunosupresi (rendahnya daya tahan tubuh), seperti kurangnya nutrisi,
situasi manajemen pemeliharaan yang penuh dengan tekanan (Rohmah, 2012). Ada
beberapa macam pengobatan yang dapat diberikan, antara lain dengan pengobatan
yang sifatnya supportif, pengobatan dengan antibiotic, serta dengan penggunaan
anti inflanutsi (Tan, 2017).
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara sistemik maupun topical.
Pengobatan sistemik dilakukan dengan menggunakan ivermectin, sedangkan secara
topical dapat digunakan sulfur, amitraz, lindanc, benzyl benzoate. Tetapi amitraz
dan benzyl benzoate harus dgunakan secara hati-hati (Rohmah, 2012). Dalam
pengobatan skabies, dianjurkan ivcrmcctin menjadi pilihan pertama, dan dapat
dikombinasikan dengan lime sulfur 2% (mandi). Pengobatan dilakukan 1 minggu
sekali selarna 4 minggu dan terbukti dengan pengobatan ini gejala tidak muncul
6

lagi lebih dari 20 bulan sejak pengobatan terakhir (Rohmah, 2012).

2.2 Lidah Buava


2.2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Lidah Buaya (Aloe vera)
Klasifikasi dari Lidah buaya Aloe dalam Sulistiawati (2011) adalah
scbagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospetxnae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliflorae
Suku : Liliceae
Genus : Aloe
Gambar 2. Lidah buaya (Aloe vera)
Spesies : Aloe vera

2.2.2 Kandungan Lidah Buaya


Unsur-unsur kimia yang terkandung dl dalam daging Iidah buaya menurut
para peneliti antara lain . lignin, saponins anthraquinone, vitatnin, tuineral, gula dan
enzim, monosakarida dan polisakarida, asam-asam amino essensial dan non
essensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
yang menyangkut kesehatan tubuh, Kekayaan akan kandungan bahan yang dapat
berfungsi sebagai bahan kosmetik, Obat dan pelengkap gizi menjadikan
lidah buaya sebagai tanaman ajaib, karena tidak ada lagi tanaman lain yang
mengandung bahan yang menuntungkan bagi keehatan selengkap yang dimiliki
tanaman tersebut. Disamping itu keistimewaan lidah buaya terletak pada selnya
yang mampu untuk meresap di dalam jaringan kulit, sehingga banyak menahan
kehilangan cairan yang terlalu banyak dari dalam kulit (Arifin,2014).
Unsur utama dari cairan Iidah buaya adalah aloin, emodin, resins gum dan
unsur lainnya seperti minyak atsiri. Dari segi kandungan nutrisi, gel atau lendir
daun Iidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn,K. Fe dan vitamin
seperti vitamin A (Arifin,2014).
7

Lidah buaya tidak menyebabkan keracunan pada manusia maupun hewan,


sehingga sebagai bahan industri Iidah buaya dapat diolah menjadi produk makanan
dalam bentuk serbuk, gel, jus dan ekstrak. Cairan yang keluar dari potongan Iidah
buaya tadi bila diuapkan menjadi bentuk setengah padat, dapat digunakan sebagai
alat pencuci perut atau obat pencahar (Jatnika, 2009).
Lidah buaya mengandung saponin yang mempunyai kemampuan
membunuh kuman, serta senyawa antrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Lidah buaya juga merangsang pertumbuhan sel baru dalam
kulit. Dalam gel Iidah buaya terkandung lignin yang mampu mcnembus dan
meresap ke dalam kulit, sehingga sel akan menahan hilangnya cairan tubuh dari
permukaan tubuh (Sulistiawati, 2011).

2.3 Prosedur Kerja


2.3.1 Persipan Tanaman
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Iidah buaya
(Aloe vera) dari family Liliaceae. Tanaman ini diperoleh dari distributor Aloe vera
yang berada di Batu, Malang yang berumur 18 bulan. Tanaman ini diambil secara
purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain.
2.3.2 Pembuatan gel lidah buaya
Gel lidah buaya adalah salah satu bahan alami dengan fungsi penyembuh
yang sangat baik. Gel ini dapat digunakan untuk melembapkan kulit, merawat kulit
yang terbakar, dan meredakan iritasi. Cara pembuatannya sebagai berikut pertama
daun yang tumbuh di bagian paling luar dari tanaman lidah buaya dipotong. Daun
di bagian tersebut biasanya telah tumbuh membesar atau menebal dan lebih matang,
serta banyak mengandung gel dalam kondisi yang masih baik dan segar. Lalu
dikeluarkan resin dari daun dengan mendiamkannya di dalam mangkuk selama 10
menit. Daun diletakkan di dalam mangkuk dengan posisi tegak lurus dan biarkan
resin yang berwarna kuning gelap mengalir keluar sampai habis. Lalu daun di kupas
dan daun yang berukuran besar dipotong menjadi potongan yang lebih kecil.
Kemudian gel dikorek dengan menggunakan sendok ke dalam sebuah mangkuk
bersih. Lalu dicampurkan dengan 500 mg vitamin C dalam bentuk serbuk atau
vitamin E 400 IU untuk setiap 60 ml gel. Kemudian dicampurkan semua bahan
sekaligus sampai merata dengan menggunakan blender dan gel akan terlihat
8

berbusa setelahnya. Lalu gel tersebut dituangkan ke dalam botol kaca bersih yang
telah disterilkan.
2.3.3 Pengamatan Pada Luka
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posttest Onlv Control
Group Design. Sampel yang digunakan adalah 5 kucing yang terserang Sarcoptes
scabiei. Sampel dibagi menjadi kelompok perlakuan 2 kucing dikontakkan dengan
gel ekstrak etanol daun Iidah buaya, 2 kucing sebagai kontrol positif diberi
ivertnectin 1% dan 1 ekor kucing yang tidak diberi perlakuan sebagai kontrol
negatif.
9

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lidah buaya (Aloe vera) memiliki khasiat sebagai antiinflamasi,
antipiretik, antijamur, antioksidan, antiseptik, antimikroba, serta antivirus. Inovasi
baru mengenai potensi dari ekstrak lidah buaya yang memiliki potensi sebagai
tindakan penyembuhan terhadap penyakit skabies. Kegiatan ini dapat menjadi salah
satu produk inovatif di dunia medis kedokteran hewan khususnya dalam
pengobatan skabies.

3.2 Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis
agar karya ini menjadi lebih baik lagi.
10

Daftar Pustaka

Arifin, Ryan. 2014. Efek Hepatoprotektor Ekstrak Etanol Lidah Buaya (Aloe vera)
Terhadap Aktivitas Enzim Alanin Aminotransfere (ALT) dalam Plasma
Rattus norvegicus Jantan Galur Wistar yang diinduksi Paracetamol.
Universitas Tanjungpura
Jatnika, A, Saptoningsih. 2009. 1001 Obat Herbal cetakan 1. Jakarta. Agro Media
Pustaka.
Rohmah, Yuyun Mawaddatur. 2012. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Lidah
Buayaa (Aloe vera) Sebagai Antiskabies Secara In Vitro. Jember.
Universitas Negeri Jember.
Sulistiawati N. 2011. Pemberian ekstrak daun lidah buaya(Aloe vera) konsentrasi
75% lebih menurunkan jumlah makrofag daripada konsentrasi 50% dan
25% pada radang mukosa mulut tikus putih jantan. Denpasar. Universitas
Udayana
Sewta, Christian, Christi Mambo, Jane Wuisan. 2015. Uji Efek Ekstrak Daun Lidah
Buaya (Aloe vera l.) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Kulit Kelinci
(Oryctolagus cuniculus). Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1.
Manado. Universitas Sam Ratulangi.
Tan, Sukmawati Tansil, Jessica Angelina, Krisnataligan. 2017. Scabies: Terapi
Berdasarkan Siklus Hidup. CDK-254/ vol. 44 no. 7. Jakarta. Universitas
Tarumanegara

Anda mungkin juga menyukai