Anda di halaman 1dari 11

TATALAKSANA LUKA TUSUK

Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian Vu
: Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh benda runcing memanjang dimana
dari luar luka tampak kecil, tetapi di dalam mungkin rusak berat. Derajat bahaya
tergantung atas benda yang menusuk ( besarnya kotornya ) dan daerah yang
tertusuk. Luka tusuk yang mengenai abdomen atau thorax sering pula disebut
vulnus penetrosum ( luka tembus )
2. Tujuan : Sebagai pedoman dalam penatalaksanaan luka tusuk ( Vulnus Punctum )
3. Kebijakan :
4. Referensi : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama
5. Alat dan : 1. Alat bedah minor : gunting jaringan, pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting
Bahan benang, needle holder, klem arteri, scalpel blade & handle
2. Larutan antiseptik: Povidon 1% dan larutan klorheksidin ½% (larutan yodium
3% atau alkohol 70% untuk membersihkan kulit sekitar luka)
6. Langkah- : 1. Lakukan anastesi setempat atau umum pada daerah luka serta dibersihkan
langkah dengan antiseptik.
2. Kemudian daerah sekitar luka ditutup dengan kain steril dan secara steril,
dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis,
misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting/ pisau dan dibersihkan
dengan bilasan, atau guyuran NaCl.
7. Unit Terkait : a.
b.

TATALAKSANA SYOK ANAFILAKTIK


Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian : Anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas generalisata atau sistemik yang beronset
cepat, serius dan mengancam. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan
syok yang disebut syok anafilaktik.
2. Tujuan : Sebagai pedoman untuk tatalaksana syok anafilaktik
3. Kebijakan :
4. Referensi : 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama
5. Alat dan : a. Infus set
Bahan b. Oksigen
c. Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial, deksametason ampul
d. NaCl 0,9%
6. Langkah- : 1. Posisikan pasien secara tredelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai
langkah diangkat (diganjala dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return
sehingga tekanan darah ikut meningkat
2. Berikan O2 3-5 L/menit, pada keadaan sangat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan
3. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan
utama. Jika tidak tersedia, dapat diganti dengan Ringer Laktat atau NaCL
fisiologis. Pertahankan tekanan darah kembali optimal dan stabil
4. Adrenalin 0,3 – 0,5 mL dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
yang dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umunya diperlukan, meningat
lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara
intramuskuler kurang efektif, dapat diberik secara intravenous setelah 0,1 -0,2
ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCL fisiologis, diberikan
perlahan-lahan. Pemberian subkutan sebaiknya dihindari karena hampir tidak
bermanfaat
5. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme
belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan
secara perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg
lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
6. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin.
Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat
diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi
selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang
biasa digunakan adalah difenhidramin HCL 5-20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison
100-250 mg IV.
7. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac
arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai
dengan falsafah ABC dan seterusnya.
8. Bila tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder
9. Petugas menulis hasil pemeriksaan, diagnosis dan terapi pada rekam medis
pasien.
7. Unit Terkait : a.
TATALAKSANA KERACUNAN
ORGANOFOSFAT
Nomor :
Terbit ke :
S No. revisi :
O Tgl diberlaku :
Halaman : UPTD
Puskemas P Puskesmas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian : Keracunan organofosfat adalah suatu kondisi intoksikasi akibat zat yang
mengandung organofosfat
2. Tujuan : Sebagai pedoman dalam tatalaksana keracunan organofosfat
3. Kebijakan :
4. Referensi : 1. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
ed.Revisi 2014
2.Permenkes no. 514 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Tingkat Pertama
5. Alat dan : a. Tensimeter
Bahan b. Stetoskop
c. Pen light
d. Termometer
e. Pipa NGT
f. Spuit 3 cc
g. Sulfas Atropin ampul
6. Langkah- : 1. Lakukan anamnesis singkat pada pasien / keluarga pasien mengenai riwayat
langkah minum/kontak dengan zat mengandung riwayat organofosfat.
2. Petugas menanyakan kepada keluarga pasien apa ada keringat sangat banyak,
mual, muntah, kejang, lumpuh.
3. Petugas mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.
4. Petugas mengukur tanda vital pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan
frekuensi pernapasan.
5. Lakukan pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik
ditemukan bradikardi, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda-tanda aspirasi.
6. Petugas mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan.
7. Diagnosa keracunan organofosfat disusun berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
8. Petugas memberikan tata laksana terhadap hasil diagnosa berupa:
 Segera cuci bagian badan yang kena racun dengan air sabun dan bersihkan
mulut dari lendir
 Lakukan bilas lambung melalui NGT
 Atropinisasi dengan atropine sulfat 2 mg i.v (untuk anak: 0,04 mg/KgBB)
dan ulangi tiap 10 menit sampai kulit kering, liur berhenti, dan frekuensi
denyut jantung mencapai ± 120-140/menit.
 Jika pasien tidak segera membaik segera rujuk ke fasilitas pelayanan yang
lebih baik
9. Petugas menulis hasil pemeriksaan, diagnosis dan terapi pada rekam medis
pasien.
7. Unit Terkait : a.
TATALAKSANA LUKA BAKAR
Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian : Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
2. Tujuan : Sebagai pedoman dalam tatalaksana luka bakar
3. Kebijakan :
4. Referensi : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015
5. Alat dan : 1. Infus set
Bahan 2. NaCl 0,9% atau RL
3. Peralatan pemeriksaan darah lengkap
6. Langkah- : 1.Luka bakar derajat 1 penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan
langkah khusus.
2. Penatalaksanaan luka bakar derajat II tergantung luas luka bakar.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula,
salah satunya yaitu Formula Baxter sebagai berikut:
Hari Pertama:
- Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
- 2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1-3 Tahun : berat badan x 75 cc
3-5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
- Dewasa : ½ hari I;
- Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Formula cairan resusitasi ini hanyalah perkiraan kebutuhan cairan,
berdasarkan perhitungan pada waktu terjadinya luka bakar, bukan pada
waktu dimulainya resusitasi. Pada kenyataannya, penghitungan cairan
harus tetap disesuaikan dengan respon penderita. Untuk itu selalu perlu
dilakukan pengawasan kondisi penderita seperti keadaan umum, tanda
vital, dan produksi urin dan lebih lanjut bisa dilakukan pemasangan
monitor EKG untuk memantau irama jantung sebagai tanda awal
terjadinya hipoksia, gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa.
3. Pemberian antibiotik spektrum luas pada luka bakar sedang dan berat.
7. Unit Terkait : a.
MENJAHIT LUKA
Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian : Penjahitan luka adalah melakukan penjahitan luka pada penderita yang mengalami
luka robek
2. Tujuan : 1. Membantu proses penyembuhan luka
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Kebijakan :
4. Referensi : 1. Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur negara dan reformasi Birokrasi
No. 35 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan SOP administrasi pemerintahan
2.Permenkes No. 75 tahun 014 tentang Puskesmas
3.Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
5. Alat dan : 1. Anti septic : betadin,alcohol
Bahan 2. Obat untuk anestesi sesuai ketentuan misal lidokain 2%
3. Benang jahit, sesuai kebutuhan
4. Bengkok
5. Gunting, plester
6. Tromol kasa, korentang steril
7. Sarung tangan
8. Cairan pembersih luka : PZ,H2O2 3%,savlon
9. Spuit 2cc, 5cc atau sesuai kebutuhan anestesi
10. Set jahit :
 Sarung tangan
 Doek steril/kain penutup luka
 Jarum jahit untuk otot
 Penjepit kain
 Gunting luka stetil
 Pincet cirurgies
 Arteri klem lurus/bengkok
 Nald holder/pembawa jarum
11. Pembalut luka sesuai dengan kebutuhan
6. Langkah- : 1.Mencuci tangan
langkah 2. Membersihkan luka dengan cairan pembersih luka
3. Memberikan obat anestesi dengan injeksi disekitar luka
4. Membersihkan luka dengan H2O2 3% sampai bersih
5. Mendesinfeksi luka dan sekitarnya dengan betadine
6. Menggunakan sarung tangan steril
7. Memasang doek lubang
8. Menjahit luka:
 Ketepatan jenis/ nomor benang
 Ketepatan nomor jarum
 Ketepatan dan kerapian menjahit
9. Memberikan betadin dan sufratul sesuai instruksi dokter
10. Melakukan teknik aseptic selama bekerja
11. Membalut luka sesuai kebutuhan
12. Membereskan alat-alat
13. Mencuci tangan
14. Menuliskan pada status pasien : jenis benang, jumlah jahitan luar dan dalam
15. Menjelaskan pada penderita tentang perawatan luka dirumah
7. Unit Terkait :
TATALAKSANA SERUMEN PROP
Nomor :
Terbit ke :
No. Revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010

1. Pengertian : Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas, dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga.
Bila serumen ini berlebihan maka dapat membentuk gumpalan yang menumpuk
di liang telinga, dikenal dengan serumen prop.
2. Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus
serumen prop.
3. Kebijakan :
4. Referensi : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Alat dan : a. Otoskop
Bahan b. Lampu kepala
c. Penala
d. Pelilit kapas
e. Pengait
f. Spuit 3 cc
g. H2O2 3%, Karbogliserin
6. Langkah- : 1. Pemeriksa menerima rekam medis dari petugas yang melaksanakan pengkajian
langkah klinis awal.
2. Pemeriksa membaca data pengkajian awal klinis.
3. Pemeriksa memanggil pasien ke ruang periksa.
4. Pemeriksa memeriksa kesesuaian identitas pasien dengan data pada rekam
medis.
5. Petugas mendapatkan hasil anamnesis berupa:
a. Keluhan:
1. Riwayat jelas benda asing masuk ke telinga secara sengaja maupun
tidak
2. Telinga terasa tersumbat atau penuh
3. Telinga berdengung
4. Nyeri pada telinga
5. Keluar cairan telinga yang dapat berbau
6. Gangguan pendengaran
b. Faktor Risiko:
1. Dermatitis kronik liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kering
4. Kebiasaan mengorek telinga
6. Petugas mendapatkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana
(Objective)
1. Otoskopi: obstruksi liang telinga luar oleh material berwarna kuning
kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi.
2. Tes penala: normal atau tuli konduktif
7. Petugas melakukan Diagnosis Klinis dan Diagnosis Banding
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis
Banding
Benda asing di liang telinga.
Komplikasi
1. Otitis eksterna
2. Trauma pada liang telinga dan atau membran timpani saat mengeluarkan
serumen
8. Petugas melakukan penatalaksanaan komprehensif (Plan) berupa:
Penatalaksanaan
-Non medikamentosa
 Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit
kapas.
 Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
 Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka
serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes Karbogliserin 10%
atau H2O2 3% selama 3 hari.
 Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga
sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani
sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air
hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
-Medikamentosa
 Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari untuk
melunakkan serumen.
9. Pemeriksa melakukan Konseling dan Edukasi
1. Menganjurkan pasien untuk tidak membersihkan telinga secara berlebihan,
baik dengan cotton bud atau alat lainnya.
2. Menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan air atau apapun ke
dalam telinga
10.Petugas mendokumentasikan data hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, kesimpulan diagnosa, rencana terapi, serta konseling dan
edukasi di dalam rekam medis.
7. Unit Terkait : 1.
DEHIDRASI PADA ANAK
Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010
1. Pengertian : Dehidrasi didefinisikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif
atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit
2. Tujuan : Sebagai acuan untuk melakukan tatalakasana dehidrasi berat dengan tepat
3. Kebijakan :
4. Referensi : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama
5. Alat dan : 1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Bahan 2. Infus set
3. Cairan Infus (NaCl 0,9% atau RL)
6. Langkah- : 1. Jelaskan kepada ibu pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
langkah 2. Cuci tangan sebelum (dan setelah) melakukan tindakan (lihat materi Universal
Precautions).
3. Jika anak menderita dehidrasi berat:
a. Pastikan bahwa pemeriksa dapat cepat memasukkan jalur intravena. Segera
pasang jalur IV.
b. Jika anak masih bisa minum, berikan CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sambil
mempersiapkan jalur intravena.
c. Berikan 100 mg/kg ringer laktat, dibagi sebagai berikut:
- Anak kurang dari 12 bulan: berikan infus RL 30 ml/kg dalam satu jam pertama
dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 5 jam.
- Anak berusia 12 bulan-5 tahun: berika infus RL 30 ml/kg dalam 30 menit pertama
dilanjutkan dengan 70 ml/kg dalam 21/2 jam.
d. Periksa ulang anak setiap 15-30 menit, jika status dehidrasi tidak membaik
lanjutkan pemberian IV.
e. Jika pulsasi arteri radialis tidak teraba, pemberian pertama cairan dapat diulang 1
kali.
4. Berikan rehidrasi oral (5 ml/kg/ jam) secepatnya setelah anak bisa minum.
5. Periksa kembali status dehidrasi bayi (setelah 6 jam) dan anak (setelah 3 jam).
Pemeriksaan ulang dilakukan setiap 1-2 jam.
6. Jika kondisi anak membaik (mampu untuk minum) namun masih menunjukkan
tanda-tanda dehidrasi, hentikan infus IV dan berikan larutan CRO setiap 4 jam.
a. Kebutuhan CRO dalam 4 jam dapat dihitung dengan mengalikan berat badan
anak dengan 75 ml.
b. Perkiraan pemberian CRO dalam 4 jam:
- Usia kurang dari 4 bulan, BB kurang dari 5 kg: 200-400 ml.
- Usia 4-11 bulan, BB 5-7.9 kg: 400-600 ml.
- Usia 12-23 bulan, BB 8-10.9 kg: 600-800 ml.
- Usia 2-4 tahun, BB 11-15.9 kg: 800-1200 ml.
- Usia 5-14 tahun, BB 16-29.9 kg: 1200-2200 ml.
- Usia diatas 15 tahun, BB diatas 30 kg: 2200-4000 ml.
c. Jika anak minta CRO lebih dari kebutuhan diatas, berikan lebih.
d. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui anaknya.
7. Jika tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi, berikan cairan untuk mencegah
dehidrasi.
7. Unit Terkait : 1.

TATALAKSANA DHF
Nomor :
Terbit ke :
No. revisi :
S Tgl diberlaku :
O Halaman :
UPTD
P Puskesmas
Puskemas
Gunting Saga
Gunting Saga
Ditetapkan Kepala UPTD dr. Tunisa Raudah, M.Kes
Puskesmas Gunting Saga NIP.19770812 201001 2010
1. Pengertian : Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty dengan manifestasi
berupa demam tinggi, manifestasi perdarahan (mimisan, bintik-bintik merah, dll),
gejala gastrointestinal, gejala nyeri kepala, gejala nyeri menelan, bahkan kondisi
syok serta penurunan kesadaran.
2. Tujuan : Sebagai pedoman untuk tatalaksana penyakit Demam Berdarah Dengue
3. Kebijakan :
4. Referensi : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama
1. Alat dan : 1. Poliklinik set (termometer, tensimeter, senter)
Bahan 2. Infus set
3. Cairan kristaloid (RL/RA) dan koloid
4. Lembar observasi / follow up
5. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
2. Langkah- : Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok
langkah 1. Bila anak dapat minum
a. Berikan anak banyak minum
• Dosis larutan per oral: 1 – 2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
• Jenis larutan per oral: air putih, teh manis, oralit, jus buah, air sirup, atau susu.
b. Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan kebutuhan untuk dehidrasi
sedang. Berikan hanya larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat (RL) atau
Ringer Asetat (RA), dengan dosis sesuai berat badan sebagai berikut:
• Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
• Berat badan 15 – 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
• Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
2. Bila anak tidak dapat minum, berikan cairan infus kristaloid isotonik sesuai
kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai dengan dosis yang telah dijelaskan di
atas.
3. Lakukan pemantauan: tanda vital dan diuresis setiap jam, laboratorium (DPL)
per 4-6 jam.
a. Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan klinis stabil.
b. Bila terjadi perburukan klinis, lakukan penatalaksanaan DBD dengan syok.
4. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali) per
oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal.
5. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.

Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok


1. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan mengharuskan rujukan segera ke RS.
2. Penatalaksanaan awal:
a. Berikan oksigen 2 – 4 liter/menit melalui kanul hidung atau sungkup muka.
b. Pasang akses intravena sambil melakukan pungsi vena untuk pemeriksaan DPL.
c. Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA) 20 ml/kg secepatnya.
d. Lakukan pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, dan diuresis) setiap 30
menit.
e. Jika setelah pemberian cairan inisial tidak terjadi perbaikan klinis, ulangi
pemberian infus larutan kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit)
atau pertimbangkan pemberian larutan koloid 10 – 20 ml/kgBB/jam (maksimal 30
ml/kgBB/24 jam).
f. Jika nilai Ht dan Hb menurun namun tidak terjadi perbaikan klinis,
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi. Berikan transfusi darah bila
fasilitas tersedia dan larutan koloid. Segera rujuk.
g. Jika terdapat perbaikan klinis, kurangi jumlah cairan hingga 10 ml/kgBB/jam
dalam 2 – 4 jam. Secara bertahap diturunkan tiap 4 – 6 jam sesuai kondisi klinis
dan laboratorium.
h. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36 – 48 jam.
Hindari pemberian cairan secara berlebihan.
3. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.
3. Unit Terkait : a.

Anda mungkin juga menyukai