Anda di halaman 1dari 8

Abstrak

Keterampilan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Salah
satu model pemecahan masalah adalah menyelesaikan masalah Polya: (1) memahami
masalahnya, (2) membuat rencana pemecahan masalah, (3) mengimplementasikan pemecahan
masalah, dan (4) langkah memeriksa jawaban. Selama ini ketrampilan pemecahan masalah yang
dimiliki oleh siswa tidak memuaskan karena siswa dalam menyelesaikan masalah belum
menggunakan langkah-langkah secara sistematis. Jadi, kita perlu suatu cara untuk meningkatkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, seperti dengan memberikan bimbingan dalam
memecahkan suatu masalah.

Kata kunci:​​ ​pemecahan masalah, Polya dan geometri

pengantar
Masalahnya menjadi tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalahnya dapat
dilihat sebagai satu-satunya hal yang memberatkan manusia, tetapi pada kenyataannya harus
dilihat sebagai sarana untuk memunculkan temuan-temuan baru. Kelahiran temuan para ahli
yang kini dinikmati manusia karena masalah. Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan
bahwa pertanyaan adalah masalah jika masalah tantangan yang harus dijawab dan prosedur
untuk menjawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin. Dalam kondisi ini, setiap siswa tidak
dapat menghindari masalah matematika. Harus disadari bahwa pada umumnya, siswa mengalami
kesulitan belajar matematika dengan berbagai tingkat kesulitan dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Menghindari masalah untuk tujuan pragmatis, mencari jalan mudah, serta terjun dalam
ketidaktahuan, dan akan menghadapi kesulitan lain yang lebih besar.
Sebagian besar siswa saat ini berpikir bahwa matematika adalah mata pelajaran yang
sangat sulit dan rumit, membuat mereka enggan untuk mempelajarinya. Sikap seperti itu
disebabkan oleh pengalaman siswa seperti persepsi siswa tentang matematika dan guru
matematika. Selain itu, prestasi siswa yang rendah juga dapat disebabkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika sebagai tidak mencukupi. Dapat ditunjukkan bahwa
siswa memecahkan masalah matematika yang tidak teratur dan tidak konsisten.
Sri Adi Widodo (2015) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan untuk memecahkan
masalah karena evaluasi guru menggunakan pilihan ganda dan pertanyaan evaluasi yang
digunakan sebagian besar tidak menyelesaikan masalah. Inilah sebabnya mengapa skor rata-rata
siswa Indonesia berada di bawah skor rata-rata Tren Matematika Internasional dan Studi Sains
(TIMSS). Seperti yang diungkapkan oleh Awaludin Tjala (tt) yang menyatakan bahwa
rendahnya kualitas sumber daya manusia saat ini disebabkan rendahnya kualitas pendidikan yang
dapat dilihat pada indikator hasil studi TIMSS, dimana hasil TIMSS menunjukkan bahwa skor
rata-rata Nilai siswa Indonesia di bawah rata-rata internasional.
Pemecahan masalah adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Bahkan
tercermin dalam tujuan pembelajaran matematika. Salah satu tujuan belajar matematika menurut
BSNP (2006) adalah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, teliti,
efektif, dan efisien dalam pemecahan masalah. Bondan Djamilah Widjajanti (2009)
menambahkan bahwa kemampuan memecahkan masalah menjadi fokus matematika di semua
level.
Apakah atau tidak tujuan pembelajaran matematika salah satunya dapat dilihat dari
keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan memanfaatkan pemahaman ini untuk
menyelesaikan masalah matematika dan ilmu lainnya. Dengan pemecahan masalah, matematika
menjadi tidak kehilangan makna. Untuk suatu konsep atau prinsip menjadi berarti jika dapat
diterapkan dalam pemecahan masalah. Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, dan Suherman (2014)
menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa akan mampu memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun model matematika, memecahkan
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Mencari pentingnya keterampilan pemecahan masalah, pembelajaran matematika sudah
seharusnya digunakan cara bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka memecahkan
masalah matematika. Artikel ini akan membahas bagaimana siswa SMP dalam menyelesaikan
masalah geometri.

Diskusi
Pemecahan
Masalah Masalah dapat terjadi jika seseorang memiliki aturan tertentu yang dapat
digunakan untuk mengatasi kesenjangan dalam situasi saat ini dengan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mencapai tujuan ini, seseorang perlu upaya untuk memecahkan masalah yang melibatkan
proses pemikiran secara optimal. Hal ini disebabkan untuk menyelesaikan masalah yang
seseorang perlu menemukan aturan untuk mengatasi masalah ini. Jika seseorang telah mampu
mengesampingkan kesenjangan situasi saat ini dengan tujuan yang ingin dicapai (melalui aturan
yang dibuat sendiri) maka orang ini dapat dikatakan untuk memecahkan masalah.
Polya (1973), menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah dua jenis: masalah
untuk menemukan dan (2) masalah untuk Buktikan. Artinya dengan masalah untuk menemukan
adalah mendefinisikan atau mendapatkan nilai tertentu yang tidak diketahui dalam masalah dan
memenuhi persyaratan atau persyaratan tertentu. Adapun membuktikan suatu prosedur untuk
menentukan apakah suatu pernyataan itu benar atau tidak benar.
Dalam masalah matematika biasanya menggunakan latihan, tetapi tidak semua latihan
matematika adalah masalahnya.
Menurut Herman Hudojo (1988), pertanyaan mengacu pada masalah jika masalah membutuhkan
organisasi pengetahuan yang telah dimiliki tidak rutin dan orang ditantang untuk
menyelesaikannya. Hal yang sama diungkapkan oleh Didi Suryadi (2011) yang menyatakan
bahwa soal penyelesaian masalah biasanya mengandung situasi yang dapat mendorong seseorang
untuk menyelesaikan tetapi tidak langsung tahu bagaimana, jika siswa langsung tahu bagaimana
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan benar, maka masalah yang diberikan diberikan
tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori pemecahan masalah.
Dalam pendidikan matematika, pemecahan masalah juga penting untuk berinvestasi
dalam diri siswa. Dengan
memecahkan masalah matematika, membuat matematika tidak kehilangan maknanya, karena
konsep atau prinsip menjadi bermakna jika dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Seperti
yang diungkapkan oleh E. Mulyasa dalam Aries Yuwono (2010: 13), yang menyatakan bahwa
setiap solusi memainkan peran penting terutama dalam rangka menjalankan pembelajaran yang
fleksibel.
Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah
proses yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Polya (1973) yang menyatakan
bahwa pemecahan masalah adalah upaya mencari jalan keluar dari tujuan yang tidak begitu
mudah. Sementara itu, Tatag Yuli Eko Siswono (2008), menjelaskan bahwa pemecahan masalah
adalah proses atau upaya individu untuk menanggapi atau mengatasi hambatan atau hambatan
ketika jawaban atau jawaban belum jelas metode. Berdasarkan pemahaman bahwa pemecahan
masalah menuntut jalan keluar atau solusi dari masalah yang dihadapi.
Desti Haryani (2011) menyatakan pemecahan masalah adalah proses mental dan
membutuhkantingkat tinggi yang
proses berpikirlebih kompleks. Menurut pendapat Gagne (Bell, 1978) bahwa pemecahan masalah
adalah tahap pemikiran yang berada pada tingkat tertinggi di antara delapan (8) jenis
pembelajaran. Jenis pembelajaran kedelapan adalah mempelajari sinyal, belajar rangsangan
stimulus, urutan pembelajaran, belajar asosiasi verbal, pembelajaran diskriminasi, konsep
pembelajaran, mempelajari aturan, dan belajar pemecahan masalah.
Langkah pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Bransford dan Stein (1993) yang
mengidentifikasi masalah, menentukan Tujuan, solusi Jelajahi, strategi Bertindak, Lihat kembali
dan Evaluasi efeknya. Dominowski di Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan ada tiga
tahapan umum untuk menyelesaikan suatu masalah, yaitu: interpretasi, produksi, dan evaluasi.
Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah, muara yang sama selangkah demi selangkah
menyelesaikan masalah Polya (1973), yaitu Memahami masalah, Membuat Rencana,
Melaksanakan rencana kami, dan Lihat kembali solusi yang telah selesai.
Pada langkah memahami masalah, pada tahap ini masalah harus dipercaya. Untuk
meyakini suatu masalah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti dengan membaca
berulang-ulang, tanyakan pada diri sendiri tentang apa yang Anda ketahui, apa yang tidak
diketahui, bagaimana kondisi masalah yang dihadapi itu memungkinkan kondisi yang dinyatakan
dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya, apakah kondisi yang diberikan cukup untuk
dipermasalahkan, apakah kondisinya tidak mencukupi atau kondisi yang berlebihan atau kondisi
yang saling bertentangan, dan menanyakan tujuan masalah matematika. Jika dipandang perlu
untuk membuat gambar dan teks sesuai notasi agar mudah dalam memahami masalah yang
dihadapi.
Dalam rencana langkah, pada tahap ini membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
yang harus dilakukan dengan mencari hubungan antara data (informasi) yang diketahui tidak
diketahui. Untuk mendapatkan hubungan antara informasi yang diketahui dengan siswa yang
tidak diketahui mungkin ingat jika pernah memecahkan masalah yang sama. Jika masalah
diterima dalam kategori wajah baru, coba pikirkan masalahnya sama. Ada kemungkinan pada
tahap ini melakukan perhitungan pada variabel yang tidak diketahui. Sehingga akan memperoleh
pertanyaan tentang bagaimana informasi tersebut sudah diketahui saling berhubungan untuk
mendapatkan hal-hal yang tidak diketahui.
Dalam langkah menerapkan rencana, pada tahap ini siswa akan memeriksa setiap langkah
yang diuraikan dalam rencana dan menulisnya secara rinci untuk memastikan bahwa setiap
langkah benar. Sementara dalam perjalanan untuk memeriksa kembali jawabannya, pada tahap
terakhir ini, siswa akan melihat lagi jawaban untuk memastikan bahwa jawaban dari masalah ini
benar.
Problem-Solving Skill
Kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan siswa untuk membaca
dan memahami bahasa tentang cerita, hadir dalam model matematika, merencanakan perhitungan
model matematika, dan menyelesaikan perhitungan pertanyaan yang tidak rutin. Prestasi
pemecahan kemampuan matematika menuntut ketaatan siswa dalam menggunakan
langkah-langkah untuk memecahkan masalah. Jika siswa tidak koheren dalam masalah solvensi
dapat dipastikan bahwa kemampuan siswa telah tidak memuaskan, sehingga prestasi siswa
rendah. Seperti yang diungkapkan oleh Witri Nur Anisa (2014) adalah kemampuan pemecahan
masalah bisnis atau cara siswa dalam pemecahan masalah dengan menggunakan tindakan
sistematis.
Sri Adi Widodo (2013a) mengungkapkan bahwa indikator dari setiap langkah dalam
memecahkan masalah, yaitu (1) langkah untuk memahami masalah dengan indikator bahwa
siswa dapat menentukan hal-hal yang diketahui dalam masalah, menentukan hal-hal yang
dipermasalahkan dalam penting, dan dapat diceritakan tentang masalah dengan bahasanya
sendiri, (2) langkah untuk membuat rencana pemecahan masalah dengan indikator siswa
mengetahui kondisi dan persyaratan yang cukup perlu menjadi masalah dan siswa menggunakan
semua informasi yang telah dikumpulkan, (3) langkah-langkah menerapkan pemecahan masalah
dengan siswa indikator menggunakan langkah-langkah untuk memecahkan masalah dengan
benar, dan siswa terampil dalam algoritma dan presisi menjawab pertanyaan, dan (4) langkah
untuk memeriksa kembali jawaban atas indikator hasil pemeriksaan siswa untuk jawaban untuk
pertanyaan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Erman Suherman dalam Fimatesa Windari, Fitrani
Dwina, dan Suherman (2014), menyatakan bahwa indikator dari setiap langkah untuk
memecahkan masalah adalah (1) Memahami masalah, siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, pertanyaan, dan kecukupan unsur-unsur yang diperlukan. (2) Masalah
perencanaan, siswa dapat merumuskan masalah matematika atau mengembangkan model
matematika, atau dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah. (3)
Pecahkan masalah; siswa diharapkan untuk bekerja dengan baik untuk menyelesaikan
perencanaan. (4) Memeriksa kembali dan mendapatkan kesimpulan.

Contoh Masalah Geometri dan Implementasinya pada Siswa


Sebagai ilustrasi pemecahan masalah model Polya ini dapat dilihat pada masalah "bentuk tanah
segitiga dengan ukuran 4 meter, 5 meter dan 7 meter. Tanah akan dibangun Pagar di sekitarnya
dengan ketinggian 2 meter. Kalau pagar Rp 85.000,00 harga per m2, berapa biaya untuk
membangun pagar? ". Adapun penyelesaian masalah berdasarkan langkah Polya adalah sebagai
berikut.
Memahami masalah:
Pada masalah diketahui bahwa ukuran lahan segitiga adalah 4 meter, 5 meter dan 7 meter. Ketika
digambar secara geometris seperti pada Gambar 1. Selain itu, pagar di sekitarnya akan dibuat
dengan harga per meter persegi pagar adalah Rp. 85.000,00. Sedangkan pada masalah biaya yang
dikeluarkan diminta untuk membangun pagar dengan ketinggian 2 meter.
Buat rencana:
Yang penting adalah kuncinya ada di sekitar segitiga sehingga dapat menentukan keliling
segitiga tersebut dengan menambahkan tiga sisi. Dengan menggunakan asumsi bahwa keliling
adalah K dan sisi adalah S maka atau K = S1 + S2 + S3. Pada kata "pagar", adalah konteks
bangun persegi panjang (agak bangun persegi panjang). Jadi secara geometris, pagar yang akan
ditemukan adalah tanah berbentuk segi empat. Untuk mengetahui berapa biaya pembangunan
pagar, perlu diketahui luas persegi panjang. Ini karena biayanya melebihi harga x persegi
panjang per meter persegi pagar. Adapun luas persegi panjang adalah L = panjang x lebar.
Sehingga panjang keliling segitiga adalah bangun persegi panjang dan tinggi pagar adalah
persegi panjang lebar bangun.
Menerapkan perencanaan:
1. Tentukan keliling segitiga
K = S + S + S = 4 meter + 5 meter + 7 meter = 16 meter
2. Tentukan luas persegi panjang
Karena keliling segitiga adalah 16 meter, panjang bagun adalah persegi panjang, dan tinggi pagar
adalah lebar persegi panjang. Sehingga luas persegi panjang adalah L = panjang perkalian
dan Lebar
= keliling segitiga x tinggi pagar
= 16 mx 2 m = 32 m
3. Menentukan biaya yang dikeluarkan
Karena luas bangun persegi panjang adalah 32 m², biaya untuk membangun pagar adalah 32 m
xRp. 85.000,00 / m² = Rp. 2.720.000,00 Jadi biaya untuk membangun pagar seharga Rp.
2.720.000,00
Melihat kembali jawabannya:
Biaya yang dikeluarkan untuk membangun pagar adalah Rp. 2.720.000,00, jadi luas
persegi panjang adalah
RP ..2720.000,00
RB.85.000,00 / m²
= 32m². ​Dari area persegi panjang, telah diketahui bahwa pagar tinggi (2
m) adalah lebar persegi panjang sehingga panjang bangun persegi panjang adalah 32cm² 2m
=
16m. Panjang persegi panjang adalah 16m yang merupakan keliling segitiga yang
berukuran 4 meter, 5 meter dan 7 meter.
Dalam menyelesaikan masalah ini, kadang-kadang siswa hanya menuliskan apa yang
diketahui, apa yang
dijawab, dan bagaimana menanggapi atau bagaimana menyelesaikan masalah. Bahkan,
terkadang siswa tidak menulis dengan koheren untuk memecahkan masalah mereka.
Para siswa tidak menulis apa yang diketahui dan ditanyakan tentang masalah yang
dihadapi, sehingga seorang
guru sulit menebak apakah siswa telah memahami masalah yang dihadapi atau tidak. Ketika guru
telah menunjukkan bahwa siswa tidak memahami masalah, ternyata siswa mampu memecahkan
masalah dengan benar. Tetapi jika guru telah menunjukkan bahwa siswa memahami masalah,
siswa tersebut belum menulis apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Seperti yang
diungkapkan oleh Sri Adi Widodo (2013b) menyatakan bahwa ada beberapa siswa dalam
pemecahan masalah, yang tidak menulis apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Sri Adi Widodo dan AA Sujadi (2015) yang menemukan bahwa
sebagian kecil siswa dalam memecahkan masalah, tidak menulis apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan, tetapi siswa mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan benar. .
Terkadang siswa tidak dapat mengatakan langkah apa yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan masalah. Siswa tidak memahami langkah-langkah yang diperlukan untuk
merencanakan penyelesaian masalah. Persyaratan yang diperlukan dan cukup untuk
menyelesaikan yang sudah dapat menggambarkan rencana terkadang tidak dilakukan oleh siswa.
Hal ini sejalan Sri Adi Widodo (2013b) menyatakan bahwa siswa tidak dapat memberikan
kondisi yang cukup dan kondisi yang diperlukan sehingga siswa belum dapat merencanakan
Anda untuk menyelesaikan masalah mereka.
Pada fase atau langkah untuk memeriksa kembali jawaban, siswa hampir sepenuhnya
bukan proses. Siswa menganggap bahwa langkah ini membuat waktu untuk menyelesaikan
masalah tidak singkat (membuang-buang waktu). Seperti yang diungkapkan oleh Sri Adi
Widodo (2013b) siswa tidak melakukan apa-apa pada tahap pengecekan kembali. Bahkan, jika
siswa mampu menggunakan tahap pengecekan kembali dengan baik, kesalahan kecil yang dibuat
oleh siswa dapat dihindari.
Praktis, para siswa hanya mampu menyelesaikan masalah pada langkah ketiga yang
hanya merupakan langkah untuk mengimplementasikan sebuah rencana untuk memecahkan
masalah. Inilah sebabnya mengapa kemampuan menyelesaikan masalah siswa masih belum
memuaskan.
Untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, siswa membutuhkan bimbingan
dalam memecahkan suatu masalah. Bentuk panduan yang dipermasalahkan, bukan bantuan
pemecahan masalah untuk masing-masing siswa. Ini karena waktu yang digunakan dalam proses
Pembelajaran dapat disia-siakan hanya untuk memberikan bantuan kepada satu atau dua siswa,
sehingga pembelajaran dilakukan oleh guru yang tidak efektif. Tetapi bimbingan yang dilakukan
guru dapat berupa (1) memberikan contoh tentang masalah solusinya dan solusinya dengan
menggunakan langkah Polya, (2) membuat buku ajar seperti lembar kerja siswa lembar kerja
siswa, isi materi mencerminkan langkah-langkah dalam masalah solvings , atau (3)
mengembangkan buku tambahan seperti komik dengan alur cerita mencerminkan pemecahan
masalah Polya. Dengan bimbingan yang dilakukan oleh guru kepada siswa dalam memecahkan
masalah, setidaknya siswa dapat memecahkan masalah secara sistematis. Sehingga kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah bisa meningkat.
Kesimpulan
Masalah dalam matematika adalah atau pertanyaan yang tidak rutin dan membutuhkan
organisasi pengetahuan dalam menyelesaikan. Masalah yang dihadapi oleh seorang siswa dalam
pemecahan masalah digunakan dengan cara yang belum sistematis atau serial. Sehingga
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika belum maksimal. Salah satu
alternatif untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika adalah dengan
memberikan bimbingan kepada siswa dalam memecahkan masalah matematika

Referensi
Awaludin Tjala. tt. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-Hasil Studi
Internasional.
Makalah. On line. http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf

Aries Yuwono. (2010).​ P​ rofil Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau
Dari Tipe Kepribadian.​ ​Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret​.

Bransford, JD, dan Stein, BS, (1993).​ Pemecah Masalah Ideal. Pusat Pengajaran dan
Teknologi. h​ ttp://digitalcommons.georgiasouthern.edu

BSNP. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006. Jakarta:
Depdiknas.

Didi Suryadi. (2011). Pemecahan Masalah Matematika. on line.


http://didisuryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/Bab-4-Pemecahan-Masalah-Matematika.pdf.

Desti Haryani. (2011). ​Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah Untuk


Menumbuhkembangkannya Berpikir Kritis Siswa.​ Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, h​ alaman P ​ M121-PM126​. Y
​ ogyakarta: FMIPA
UNY.

Djamilah Bondan Widjajanti. (2009). ​Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon


Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya.​ Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta: FMIPA - UNY. 402 - 413.

Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, dan Suherman. (2014). Tingkatkan Pemecahan


Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 8 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 Dengan
Menyusun Strategi Pembelajaran Inkuiri. ​Jurnal Pendidikan Matematika​, Padang: UNP.
3 (2), 25-28.

Herman Hudoyo. (1988). ​Mengajar Belajar Matematika​. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Polya, G. (1973). Cara Mengatasinya: Aspek Baru Metode Matematis. New Jersey, AS:
Pricenton University Press.

Sri Adi Widodo. (2013a). ​Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Divergensi
Berdasarkan Tipe Kepribadian Guardiant. L ​ aporan Penelitian. Yogyakarta: UST.

Sri Adi Widodo. (2013b). Analisis Pemecahan Masalah Divergensi Tipe


Membuktikan Pada Mahasiswa Matematika​. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran​. Denpasar:
Undhiksa. 46 (2), 106-113.

Sri Adi Widodo. (2015). Keefektivan Team Accelerated Instruction Terhadap kemampuan
Pemecahan
Masalah dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII. ​Jurnal Kreano: Jurnal
Matematika Kreatif - Inovatif.​ Semarang: UNNES. 6 (2), 142-151.

Sri Adi Widodo dan AA Sujadi. (2015). Analisis Masalah Pencernaan


. ​Sosiohumaniora: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora​. Yogyakarta:
LPPM – UST. 1 (1), 51-63.

Tatag Yuli Eko Siswono. (2008). ​Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah Untuk Berpikir Kreatif​. Surabaya: Unesa
University Press.

Witri Nur Anisa. (2014). Meningkatkan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik

Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri Di


Kabupaten Garut. ​Jurnal Pendidikan dan Keguruan.​ Jakarta: UT. 1 (1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai