Keterampilan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Salah
satu model pemecahan masalah adalah menyelesaikan masalah Polya: (1) memahami
masalahnya, (2) membuat rencana pemecahan masalah, (3) mengimplementasikan pemecahan
masalah, dan (4) langkah memeriksa jawaban. Selama ini ketrampilan pemecahan masalah yang
dimiliki oleh siswa tidak memuaskan karena siswa dalam menyelesaikan masalah belum
menggunakan langkah-langkah secara sistematis. Jadi, kita perlu suatu cara untuk meningkatkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, seperti dengan memberikan bimbingan dalam
memecahkan suatu masalah.
pengantar
Masalahnya menjadi tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalahnya dapat
dilihat sebagai satu-satunya hal yang memberatkan manusia, tetapi pada kenyataannya harus
dilihat sebagai sarana untuk memunculkan temuan-temuan baru. Kelahiran temuan para ahli
yang kini dinikmati manusia karena masalah. Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan
bahwa pertanyaan adalah masalah jika masalah tantangan yang harus dijawab dan prosedur
untuk menjawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin. Dalam kondisi ini, setiap siswa tidak
dapat menghindari masalah matematika. Harus disadari bahwa pada umumnya, siswa mengalami
kesulitan belajar matematika dengan berbagai tingkat kesulitan dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Menghindari masalah untuk tujuan pragmatis, mencari jalan mudah, serta terjun dalam
ketidaktahuan, dan akan menghadapi kesulitan lain yang lebih besar.
Sebagian besar siswa saat ini berpikir bahwa matematika adalah mata pelajaran yang
sangat sulit dan rumit, membuat mereka enggan untuk mempelajarinya. Sikap seperti itu
disebabkan oleh pengalaman siswa seperti persepsi siswa tentang matematika dan guru
matematika. Selain itu, prestasi siswa yang rendah juga dapat disebabkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika sebagai tidak mencukupi. Dapat ditunjukkan bahwa
siswa memecahkan masalah matematika yang tidak teratur dan tidak konsisten.
Sri Adi Widodo (2015) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan untuk memecahkan
masalah karena evaluasi guru menggunakan pilihan ganda dan pertanyaan evaluasi yang
digunakan sebagian besar tidak menyelesaikan masalah. Inilah sebabnya mengapa skor rata-rata
siswa Indonesia berada di bawah skor rata-rata Tren Matematika Internasional dan Studi Sains
(TIMSS). Seperti yang diungkapkan oleh Awaludin Tjala (tt) yang menyatakan bahwa
rendahnya kualitas sumber daya manusia saat ini disebabkan rendahnya kualitas pendidikan yang
dapat dilihat pada indikator hasil studi TIMSS, dimana hasil TIMSS menunjukkan bahwa skor
rata-rata Nilai siswa Indonesia di bawah rata-rata internasional.
Pemecahan masalah adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Bahkan
tercermin dalam tujuan pembelajaran matematika. Salah satu tujuan belajar matematika menurut
BSNP (2006) adalah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, teliti,
efektif, dan efisien dalam pemecahan masalah. Bondan Djamilah Widjajanti (2009)
menambahkan bahwa kemampuan memecahkan masalah menjadi fokus matematika di semua
level.
Apakah atau tidak tujuan pembelajaran matematika salah satunya dapat dilihat dari
keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan memanfaatkan pemahaman ini untuk
menyelesaikan masalah matematika dan ilmu lainnya. Dengan pemecahan masalah, matematika
menjadi tidak kehilangan makna. Untuk suatu konsep atau prinsip menjadi berarti jika dapat
diterapkan dalam pemecahan masalah. Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, dan Suherman (2014)
menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa akan mampu memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun model matematika, memecahkan
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Mencari pentingnya keterampilan pemecahan masalah, pembelajaran matematika sudah
seharusnya digunakan cara bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka memecahkan
masalah matematika. Artikel ini akan membahas bagaimana siswa SMP dalam menyelesaikan
masalah geometri.
Diskusi
Pemecahan
Masalah Masalah dapat terjadi jika seseorang memiliki aturan tertentu yang dapat
digunakan untuk mengatasi kesenjangan dalam situasi saat ini dengan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mencapai tujuan ini, seseorang perlu upaya untuk memecahkan masalah yang melibatkan
proses pemikiran secara optimal. Hal ini disebabkan untuk menyelesaikan masalah yang
seseorang perlu menemukan aturan untuk mengatasi masalah ini. Jika seseorang telah mampu
mengesampingkan kesenjangan situasi saat ini dengan tujuan yang ingin dicapai (melalui aturan
yang dibuat sendiri) maka orang ini dapat dikatakan untuk memecahkan masalah.
Polya (1973), menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah dua jenis: masalah
untuk menemukan dan (2) masalah untuk Buktikan. Artinya dengan masalah untuk menemukan
adalah mendefinisikan atau mendapatkan nilai tertentu yang tidak diketahui dalam masalah dan
memenuhi persyaratan atau persyaratan tertentu. Adapun membuktikan suatu prosedur untuk
menentukan apakah suatu pernyataan itu benar atau tidak benar.
Dalam masalah matematika biasanya menggunakan latihan, tetapi tidak semua latihan
matematika adalah masalahnya.
Menurut Herman Hudojo (1988), pertanyaan mengacu pada masalah jika masalah membutuhkan
organisasi pengetahuan yang telah dimiliki tidak rutin dan orang ditantang untuk
menyelesaikannya. Hal yang sama diungkapkan oleh Didi Suryadi (2011) yang menyatakan
bahwa soal penyelesaian masalah biasanya mengandung situasi yang dapat mendorong seseorang
untuk menyelesaikan tetapi tidak langsung tahu bagaimana, jika siswa langsung tahu bagaimana
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan benar, maka masalah yang diberikan diberikan
tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori pemecahan masalah.
Dalam pendidikan matematika, pemecahan masalah juga penting untuk berinvestasi
dalam diri siswa. Dengan
memecahkan masalah matematika, membuat matematika tidak kehilangan maknanya, karena
konsep atau prinsip menjadi bermakna jika dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Seperti
yang diungkapkan oleh E. Mulyasa dalam Aries Yuwono (2010: 13), yang menyatakan bahwa
setiap solusi memainkan peran penting terutama dalam rangka menjalankan pembelajaran yang
fleksibel.
Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah
proses yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Polya (1973) yang menyatakan
bahwa pemecahan masalah adalah upaya mencari jalan keluar dari tujuan yang tidak begitu
mudah. Sementara itu, Tatag Yuli Eko Siswono (2008), menjelaskan bahwa pemecahan masalah
adalah proses atau upaya individu untuk menanggapi atau mengatasi hambatan atau hambatan
ketika jawaban atau jawaban belum jelas metode. Berdasarkan pemahaman bahwa pemecahan
masalah menuntut jalan keluar atau solusi dari masalah yang dihadapi.
Desti Haryani (2011) menyatakan pemecahan masalah adalah proses mental dan
membutuhkantingkat tinggi yang
proses berpikirlebih kompleks. Menurut pendapat Gagne (Bell, 1978) bahwa pemecahan masalah
adalah tahap pemikiran yang berada pada tingkat tertinggi di antara delapan (8) jenis
pembelajaran. Jenis pembelajaran kedelapan adalah mempelajari sinyal, belajar rangsangan
stimulus, urutan pembelajaran, belajar asosiasi verbal, pembelajaran diskriminasi, konsep
pembelajaran, mempelajari aturan, dan belajar pemecahan masalah.
Langkah pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Bransford dan Stein (1993) yang
mengidentifikasi masalah, menentukan Tujuan, solusi Jelajahi, strategi Bertindak, Lihat kembali
dan Evaluasi efeknya. Dominowski di Bondan Djamilah Widjajanti (2009) menyatakan ada tiga
tahapan umum untuk menyelesaikan suatu masalah, yaitu: interpretasi, produksi, dan evaluasi.
Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah, muara yang sama selangkah demi selangkah
menyelesaikan masalah Polya (1973), yaitu Memahami masalah, Membuat Rencana,
Melaksanakan rencana kami, dan Lihat kembali solusi yang telah selesai.
Pada langkah memahami masalah, pada tahap ini masalah harus dipercaya. Untuk
meyakini suatu masalah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti dengan membaca
berulang-ulang, tanyakan pada diri sendiri tentang apa yang Anda ketahui, apa yang tidak
diketahui, bagaimana kondisi masalah yang dihadapi itu memungkinkan kondisi yang dinyatakan
dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya, apakah kondisi yang diberikan cukup untuk
dipermasalahkan, apakah kondisinya tidak mencukupi atau kondisi yang berlebihan atau kondisi
yang saling bertentangan, dan menanyakan tujuan masalah matematika. Jika dipandang perlu
untuk membuat gambar dan teks sesuai notasi agar mudah dalam memahami masalah yang
dihadapi.
Dalam rencana langkah, pada tahap ini membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
yang harus dilakukan dengan mencari hubungan antara data (informasi) yang diketahui tidak
diketahui. Untuk mendapatkan hubungan antara informasi yang diketahui dengan siswa yang
tidak diketahui mungkin ingat jika pernah memecahkan masalah yang sama. Jika masalah
diterima dalam kategori wajah baru, coba pikirkan masalahnya sama. Ada kemungkinan pada
tahap ini melakukan perhitungan pada variabel yang tidak diketahui. Sehingga akan memperoleh
pertanyaan tentang bagaimana informasi tersebut sudah diketahui saling berhubungan untuk
mendapatkan hal-hal yang tidak diketahui.
Dalam langkah menerapkan rencana, pada tahap ini siswa akan memeriksa setiap langkah
yang diuraikan dalam rencana dan menulisnya secara rinci untuk memastikan bahwa setiap
langkah benar. Sementara dalam perjalanan untuk memeriksa kembali jawabannya, pada tahap
terakhir ini, siswa akan melihat lagi jawaban untuk memastikan bahwa jawaban dari masalah ini
benar.
Problem-Solving Skill
Kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan siswa untuk membaca
dan memahami bahasa tentang cerita, hadir dalam model matematika, merencanakan perhitungan
model matematika, dan menyelesaikan perhitungan pertanyaan yang tidak rutin. Prestasi
pemecahan kemampuan matematika menuntut ketaatan siswa dalam menggunakan
langkah-langkah untuk memecahkan masalah. Jika siswa tidak koheren dalam masalah solvensi
dapat dipastikan bahwa kemampuan siswa telah tidak memuaskan, sehingga prestasi siswa
rendah. Seperti yang diungkapkan oleh Witri Nur Anisa (2014) adalah kemampuan pemecahan
masalah bisnis atau cara siswa dalam pemecahan masalah dengan menggunakan tindakan
sistematis.
Sri Adi Widodo (2013a) mengungkapkan bahwa indikator dari setiap langkah dalam
memecahkan masalah, yaitu (1) langkah untuk memahami masalah dengan indikator bahwa
siswa dapat menentukan hal-hal yang diketahui dalam masalah, menentukan hal-hal yang
dipermasalahkan dalam penting, dan dapat diceritakan tentang masalah dengan bahasanya
sendiri, (2) langkah untuk membuat rencana pemecahan masalah dengan indikator siswa
mengetahui kondisi dan persyaratan yang cukup perlu menjadi masalah dan siswa menggunakan
semua informasi yang telah dikumpulkan, (3) langkah-langkah menerapkan pemecahan masalah
dengan siswa indikator menggunakan langkah-langkah untuk memecahkan masalah dengan
benar, dan siswa terampil dalam algoritma dan presisi menjawab pertanyaan, dan (4) langkah
untuk memeriksa kembali jawaban atas indikator hasil pemeriksaan siswa untuk jawaban untuk
pertanyaan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Erman Suherman dalam Fimatesa Windari, Fitrani
Dwina, dan Suherman (2014), menyatakan bahwa indikator dari setiap langkah untuk
memecahkan masalah adalah (1) Memahami masalah, siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur
yang diketahui, pertanyaan, dan kecukupan unsur-unsur yang diperlukan. (2) Masalah
perencanaan, siswa dapat merumuskan masalah matematika atau mengembangkan model
matematika, atau dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah. (3)
Pecahkan masalah; siswa diharapkan untuk bekerja dengan baik untuk menyelesaikan
perencanaan. (4) Memeriksa kembali dan mendapatkan kesimpulan.
Referensi
Awaludin Tjala. tt. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-Hasil Studi
Internasional.
Makalah. On line. http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf
Aries Yuwono. (2010). P rofil Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau
Dari Tipe Kepribadian. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Bransford, JD, dan Stein, BS, (1993). Pemecah Masalah Ideal. Pusat Pengajaran dan
Teknologi. h ttp://digitalcommons.georgiasouthern.edu
BSNP. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006. Jakarta:
Depdiknas.
Herman Hudoyo. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Polya, G. (1973). Cara Mengatasinya: Aspek Baru Metode Matematis. New Jersey, AS:
Pricenton University Press.
Sri Adi Widodo. (2013a). Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Divergensi
Berdasarkan Tipe Kepribadian Guardiant. L aporan Penelitian. Yogyakarta: UST.
Sri Adi Widodo. (2015). Keefektivan Team Accelerated Instruction Terhadap kemampuan
Pemecahan
Masalah dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII. Jurnal Kreano: Jurnal
Matematika Kreatif - Inovatif. Semarang: UNNES. 6 (2), 142-151.
Tatag Yuli Eko Siswono. (2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah Untuk Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa
University Press.
Witri Nur Anisa. (2014). Meningkatkan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik