Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KULIT
Aduh, Ada Benjolan di Kelopak Mata Saya

SKENARIO 3

KELOMPOK XX (B10)

RIZKI ARDIANSYAH G0016188


TIMOTHY MANURUNG G0016216
WAHYU GADING M G0016224
YOGI IRWANSYAH G0016234
ULFIANA N G0016218
VARASANTI G0016220
VINDY VARANICA SRI A G0016222
WULANDHARI G0016230
WENNY WIDYAWATI G0016226
WINDA RAHAYUNINGTYAS G0016228
ZUMROTUL AYU N G0016238

TUTOR :
Dr. Yulia Lanti Retno Dewi, dr, M.Si.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3

Aduh, Ada Benjolan di Kelopak Mata Saya

Seorang perempuan usia 19 tahun datang ke klinik dokter umum dengan keluhan ada
benjolan di kelopak mata kiri sebelah bawah sejak dua minggu yang lalu. Benjolan dirasakan
semakin lama semakin membesar.
Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan VOS 6/6, kelopak terlihat ada benjolan,
benjolan bulbi tenang, konjungtiva forniks dan palpebra hiperemis, kornea tampak jernih.
Kemudian dokter mendiagnosis dan memberikan terapi pendahuluan kemudiaan merujuk
pasien tersebut ke dokter spesialis mata.

2
BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario.
Dalam skenario kali ini, kami mengklarifikasi istilah-istilah berikut ini :
1. Konjungtiva fornix : Kongjungtiva yang berada di daerah peralihan antara
konjungtiva bulbi (konjungtiva yang melapisi bola mata) dan konjungtiva palpebra
(konjungtiva yang melapisi kelopak mata).
2. Konjungtiva bulbi tenang : Suatu keadaan di mana tidak terlihat adanya tanda-
tanda inflamasi pada konjungtiva bulbi.

B. Langkah II : Menentukan masalah


Masalah yang terdapat pada skenario 3 adalah :
1. Mengapa bisa terbentuk benjolan ?
2. Mengapa benjolan hanya terbentuk di mata sebelah kiri saja ?
3. Kenapa benjolan semakin membesar?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
5. Apa terapi pendahuluan yang diberikan dokter ?
6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding dari skenario ?
7. Bagaimana hubungan antara onset dengan diagnosis pada skenario ?
8. Apakah ada hubungan anatara usia dan jenis kelamin terhadap gejala ?
9. Mengapa pasien dirujuk ke dokter spesialis ?
10. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari palpebra?
11. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
12. Mengapa kongjuntiva fornix dan palpebral hiperemis?
13. Bagaimana gejala, tanda, patofisiologi, dan etiologi dari diagnosis yang mungkin
pada skenario?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara


terhadap permasalahan (langkah II)
1. Mengapa bisa terbentuk benjolan?

Kelopak mata mengalami pembengkakan ketika ada peradangan atau kelebihan


cairan (edema) dalam jaringan ikat di sekitar mata. Mata bengkak bisa nyeri atau
tidak nyeri, dan mempengaruhi baik kelopak mata atas dan bawah.

Ada banyak penyebab mata bengkak, termasuk infeksi mata, cedera mata atau
trauma, dan, yang paling umum adalah alergi. Pembengkakan kelopak mata dapat
menjadi tanda dari, masalah kesehatan yang berpotensi mengancam penglihatan
yang lebih serius, seperti selulitis orbita, penyakit Graves dan herpes okular.

3
Pembengkakan kelopak mata adalah gejala dari penyebab yang mendasari,
seperti alergi atau infeksi. Mata bengkak biasanya disertai dengan satu atau lebih
hal berikut:

a. Iritasi mata, seperti gatal atau sensasi gatal


b. Produksi air mata berlebih, yang mengakibatkan mata berair
c. Visus terhambat (tergantung pada sejauh mana pembengkakan
d. Kemerahan kelopak mata
e. Mata merah dan peradangan konjungtiva
f. Debit mata, atau "mattering"
g. Kekeringan kelopak mata atau mengelupas
h. Nyeri, terutama ketika kelopak mata bengkak disebabkan oleh infeksi
2. Mengapa benjolan hanya terbentuk di mata sebelah kiri saja?
Benjolan muncul secara acak, jadi tidak ada alasan khusus kenapa benjolan
hanya timbul di salah satu mata saja.

3. Kenapa benjolan semakin membesar?


Benjolan pada skenario diduga muncul akibat penyumbatan pada salah satu
kelenjar pada palpebrae. Karena penyumbatan ini, sekret dari kelenjar tersebut tidak
bisa keluar sehingga akan menimbulkan benjolan. Selama terjadi obstruksi, kelenjar
akan terus mensekresikan sekretnya sehingga semakin lama benjolannya pun akan
menjadi semakin besar karena sekret tidak bisa keluar akibat adanya obstruksi.

4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?


a. VOS 6/6 artinya visus normal (emetropia). Pasien dapat melihat huruf pada
Snellen chart dalam jarak 6 meter dan memang seharusnya huruf tersebut bisa
dilihat dengan jelas oleh orang normal pada jarak 6 meter.
b. Kelopak mata terlihat ada benjolan. Benjolan yang dimaksud tidak diberikan
detailnya, sehingga harus dilihat apakah fokal atau difus, konsistensinya keras
atau lunak. Pasien tidak merasakan nyeri namun makin lama membesar.
c. Konjungtiva bulbi tenang, yang artinya konjungtiva bulbi tidak mengalami
inflamasi. Tidak terlihat kemerahan dan secara makroskopis terlihat normal.
d. Konjungtiva forniks dan palpebral hiperemis terjadi karena terjadi
vasodilatasi vasa darah di daerah tersebut.
e. Kornea tampak jernih artinya fungsi media refraksi masih baik tidak ada
tanda-tanda peradangan pada kornea, memperkuat hasil visus 6/6.

5. Dijawab pada jump 7


6. Dijawab pada jump 7
7. Bagaimana hubungan antara onset dan diagnosis pada skenario?

4
Onset akan mengarahkan kita pada menuju diagnosis. Jika onset akut, kemungkinan
benjolan muncul akibat terjadinya proses inflamasi. Contoh penyakit terkait
benjolan yang timbul dengan onset akut adalah hordeolum. Sedangkan jika onset
kronis, kemungkinan benjolan timbul akibat gangguan yang progressif pada daerah
benjolan. Contoh penyakit terkait benjolan yang timbl dengan onset kronis adalah
kalazion dan dakriosistitis. Perbedaan antara hordeolum, dakriosistitis, dan kalazion
sendiri antara lain:
Perbedaan Hordeolum Kalazion Dakriosistitis
Reaksi Infeksi Inflamasi Infeksi/inflamasi
Onset Akut Kronis Akut/kronis
Nyeri + - +
Kelenjar yang Kel.meibom, Kel.meibom Kel.lakrimal
terkena kel.zeiss, dan
kel. moll

8. Apa hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap gejala


a. Kalazion
Sering mengenai pada usia remaja, terutama pada masa pubertas dan kehamilan
karena pengaruh hormon. Peningkatan hormone yang terjadi pada masa
pubertas dan kehamilan menyebabkan viskositas dari kelejar meibom
meningkat. Rasio perempuan dan laki-laki sama.
b. Hordeolum
Sering terjadi pada usia dewasa karena pengaruh dari hormone androgen.
Rasio perempuan dan laki-laki sama.
c. Dakriosistitis
Menyerang dua kategori umur: 1. Kategori dewasa(>40 tahun) 2. Kategori
infan kongenital. Perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki untuk
dakriosistitis dengan tipe acquaired, sedangkan untuk dakriosistitis congenital
rasio perempuan dan laki-laki sama.
9. Mengapa pasien dirujuk ke dokter spesialis?
Berdasarkan SKDI 2012, Hordeolum termasuk dalam kategori 4A yang merupakan
komptensi dokter umum. Sedangkan Kalazion dan Dakriosistits masuk dalam
kategori 3A yang merupakan komptensi dokter spesialis. Jadi, dokter pada skenario
hanya memberikan terapi pendahuluan dan merujuk ke dokter spesialis mata karena
kemungkinan penyakit yang diidap pasien bukan merupakan komptensinya sebagai
dokter umum.

10. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari palpebare?


Anatomi
Secara histologis, palpebrae tersusun atas 5 lapisan, yaitu:
a. Kulit dan jaringan subkutan
b. Otot rangka
c. Septum orbitale

5
d. Jaringan fibrosa/tarsus
e. Tunika konjungtiva

Palpebrae diinervasi oleh 2 persarafan, yaitu nari nervus opthalmicus pada


palpebare superior dan nervus maxillaris pada palpebare inferior. Palpebra atau
kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan
alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma,
trauma sinar dan pengeringan bola mata.Dapat membuka diri untuk memberi jalan
masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan.

Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena


pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka
tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang
masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata


sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

 Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar
Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
 Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo
palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M.
orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator
palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus
atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai
sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
 Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar
di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.

6
 Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
 Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang
merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di
kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).
 Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.
 Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V,
sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus
okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang
menghasilkan musin.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian


belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Histologi

Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan papilla. Di dalam dermis di bawahnya terdapat folikel-folikel
rambut dengan kelenjar sebasea terkait. Di dalam dermis juga terdapat kelenjar
keringat.

Lapisan terdalam palpebra adalah membrane mukosa, disebut konjungtiva


palpebra; lapisan ini terletak bersebelahan dengan bola mata. Epitel pelapis
konjungtiva palpebra adalah epitel berlapis silindris rendah dengan sedikit sel
goblet. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke atas tepi palpebra, kemudian
ditransformasi menjadi jenis berlapis silindris konjungtiva palpebra, lamina propria
tipis konjungtiva palpebra mengandung serat-serat kolagen dan elastin. Di bawah
lamina propria terdapat lempeng jaringan ikat kolagen, yaitu tarsus. Daerah ini
mengandung kelenjar sebacea khusus (besar), yaitu kelenjar tarsalis meibom. Asini
sekretoris kelenjar ini ke dalam sebuah duktus sentral panjang yang berjalan paralel
dengan konjungtiva palpebra dan bermuara di tepi palpebra.

7
Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari folikel rambut
besar dan panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang berkaitan dengan bulu
mata. Di antara folikel rambut bulu mata terdapat kelenjar keringat moll.

Palpebra mengandung tiga set otot: bagian terbesar palpebra adalah otot rangka,
orbikularis okuli; muskulus siliaris (Roilan) di daerah folikel rambut bulu mata dan
kelenjar tarsal; dan di bagian atas palpebra terdapat berkas-berkas otot polos, yaitu
muskulus tarsalis superior (Muller).

Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh darah, dan
jaringan limfatik (Eroschenko, 2003).

Fisiologi

Pada fisiologi, terutama yang dibahas adalah terkait sistem lakrimasi/air mata.
Sistem lakrimasi di bagi menjadi dua:

 Struktur yang mensekresikan air mata


Air mata disekresikan oleh glandula lakrimal yang berada di superior temporal
tulang orbital pada fossa lacrimal os frontale. Glandula ini tidak terlihat dan
tidak dapat dipalpasi. Glandula lacrimal yang terpalpasi menandakan keadaan
patologis seperti dacryoadenitis. Glandula lacrimal accesoria berada pada fornix
superior yang berfungsi untuk menghasilkan sekret air mata tambahan yang
sifatnya serous. Glandula lacrimal menerima persarafan dari nervus lacrimalis.
Nervus lacrimalis merupakan saraf secretomotorik parasimpatik yang berasal
dari n.intermedius. Serat saraf simpatik pada glandula lacrimal berasal dari
ganglion cervicalis superior

8
 Struktur yang mendrainase air mata
Musculus orbicularis occuli yang diinervasi oleh nervus facialis menyebabkan
mata tertutup. Proses menutup mata ini berfungsi sebagai sistem penyapu air
mata yang menggerakan air mata ke arah medial menuju canthus medialis.
Puncta lacrimal superior et inferior mengumpulkan air mata, yang kemudian di
drainasekan melalui canaliculi lacrimalis superior et inferior ke arah saccus
lacrimalis. Kemudian air mata akan mengalir ke ductus nasolacrimalis yang
bermuara ke concha nasalis inferior

Lapisan Air Mata (Tear Film)

Tear film yang berfungsi untuk membasasi conjunctiva dan cornea terdiri dari
tiga lapisan:

1. Lapisan terluar, minyak (ketebalan mendekati 0.1 μm) merupakan produk


glandula meiboiman dan glandula sebaceous dan sweat glands pada tepi kelopak
mata. Fungsi utama lapisan ini adalah menstabilkan tear film. Melalui
komponen hidropobiknya membantu mencegah evaporasi.
2. Lapisan tengah, air (ketebalan mendekati 8 μm) disekresikan oleh glandula
lacrimal dan glandula lacrimalis accesoria (glandula krause dan wolfring).
Fungsinya untuk membersihkan cornea dan mendukung pergerakan palpebra
conjungtiva terhadap permukaan cornea, menjaga permukaan cornea agar tetap
rata.
3. Lapisan dalam, musin (ketebalan mendekati 0.8 μm) disekresikan sel goblet
pada conjungtiva dan glandula lacrimalis. Berfungsi membantu stabilisasi tear
film. Lapisan ini menjaga kelembapan pada seluruh lapisan kornea dan
konjungtiva.
11. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
a. Hordeolum : Pemeriksaan fisk opthalmologi(untuk melihat apakah ada
warna kemerahan, bengkak, nyeri pada perabaan, dan nanah dari pangkal bulu
mata). Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan
b. Dakriosistitis : Uji anel, uji rasa.
12. Mengapa konjungtiva fornix dan palpebrae hiperemis?

9
Konjungtiva fornix dan palpebrae yang hiperemis timbul karena adanya
vasodilatasi pada pembuluh darah yang memvaskularisasi konjungtiva fornix dan
palpebrae. Vasodilatasi sendiri timbul karena dilepaskannya histamine dikarenakan
adanya reaksi inflamsi pada daerah palpebare.
13. Bagaimana gejala, tanda, patofisiologi, dan etiologi dari diagnosis yang mungkin
pada skenario?
Hordeolum
1. Pengertian
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum
biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sabasea kelopak mata.
Biasanya sembuh sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Hordeolum secara
histopatologik gambarannya seperti abses. (Bessette, 2002)
2. Klasifikasi

Hordeolum dikenal dalam bentuk :

 Hordeolum internum atau radang kelenjar meibom, dengan penonjolan


terutama ke daerah konjungtiva tarsal.

 Hordeolum eksternum atau radang kelenjar zeis atau moll, dengan penonjolan
terutama ke daerah kulit kelopak.
3. Gejala Klinis
Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata seperti bengkak,
mengganjal dengan rasa sakit, merah, dan nyeri bila ditekan. Hordeolum internum
biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum. Adanya
pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar
diangkat. Pada pasien dengan hordeolum, kelenjar preaurikel biasanya turut
membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya.
4. Komplikasi
Penyulit hordeolum adalah selulitis palpebra, yang merupakan radang jaringan ikat
jarang palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra.

Kalazion

1. Pengertian
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar meibom yang tersumbat.
Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. (Ilyas, 2010)

10
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-dibedakan
dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. (Vaughan, 1996)
Gejala kalazion antara lain pembengkakan di kelopak mata, bertambahnya produksi
air mata, perasaan berat di kelopak mata, bila sudah dalam stadium lanjut bisa terjadi
photobia. Karena tonjolan kalazia dapat menekan kornea, maka kalazion yang kronis
dapat menyebabkan komplikasi berupa astigmatisma.
2. Patofisiologi
Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak hiperemik, tidak
ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis. Kelenjar preaurikuler tidak membesar.
Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya
sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut. (Ilyas, 2010)
Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar, kemungkinan
karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan granulasi dan mengakibatkan
inflamasi. Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan
hordeolum internal atau eksternal (terutama proses piogenik yang menimbulkan
pustul), walaupun kalazion dapat menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya.
Secara klinik, nodul tunggal (jarang multipel) yang agak keras berlokasi jauh di
dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra mungkin menampakkan kelenjar
meibom yang berdilatasi.
3. Epidemiologi
Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim sangat jarang,
kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal terhadap sekresi
sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa
pubertas dan selama kehamilan.
4. Penyebab
Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar
atau sekunder dari hordeolum internum. Kalazion dihubungkan dengan seborrhea,
chronic blepharitis, dan acne rosacea.
5. Komplikasi
Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan trichiasis, dan
kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau tampat atipik perlu dibiopsi untuk
menyingkirkan adanya keganasan. Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada
palpebra sudah mengubah kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya sebagian

11
dapat menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas konjungtiva atau
kulit.

Dakriosistitis

Dacriosistitis merupakan infeksi pada saccus lacrimalis yang menyebabkan nyeri,


kemerahan, pembengkakan pada kelopak mata bawah dan epifora. Jika kelainan
obstruksinya kongenital dinamakan dacriosistocel. Umumnya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Komplikasi yang paling
umum adalah ulserasi kornea yang dihubungkan dengan S. Pneumoniae. Terapi yang
dibutuhkan adalah antibiotik, baik topikal dan atau oral, kompres hangat dan
dacryocystorhinostomy. 60% kasus dacriosistitis dapat terjadi lagi. Individu dengan
sistem imun yang lemah, dacrisistitits dapat menjadi selulitis orbital yang dapat
menyebabkan neuritis optik, proptosis atau kebutaan. Benjolan pada dakriosistitis
timbul karena obstruksi pada duktus nasolarkrimalis. Obstruksi pada duktus
nasolakrimalis akan menyebabkan penimbunan air mata, debris epitel, dan cairan
mukonasolakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. 3
langkah pembentukan sekret pada dakriosistitis adalah: obstruksi, infeksi, dan
sikatrik yang nantinya bisa menimbulkan kista.

12
D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah III
Benjolan
Kelopak Mata

Anamnesis
- Onset
- Gejala/keluhan
- Kualitas dan kuantitas keluhan

Pemeriksaan fisik
-Emetrop VOS 6/6
-Konjungtiva bulbi tenang
-Konjungtiva fornix dan
palpebrae hiperemis

Gejala dan tanda


DD
Patofisiologi 1. Kalazion
Etiologi 2. Hordeolum
Prognosis 3. Dakriosistitis

Epidemiologi

Komplikasi
Pemeriksaan
Tata laksana penunjang

Diagnosis

Terapi pendahuluan dan


rujukan

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran


Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada scenario ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anatomi, histologi, dan fisiologi
organ palpebrae.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan gejala dan tanda, patofisiologi, etiologi, prognosis,
epidemiologi, komplikasi, serta tatalkasana dari diagnosis kerja dan diagnosis
banding dari skenario.
3. Mahasiswa dapat menentukan terapi pendahuluan yang harus diberikan oleh dokter
umum.

13
4. Mahasiswa dapat menentukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami intreptasi hasil dari hasil
pemeriksaan fisik.

F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru dengan belajar mandiri


Pengumpulan informasi telah dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok kami
dengan menggunakan sumber referensi ilmiah seperti buku, jurnal, review, dan artikel
ilmiah yang berkaitan dengan skenario ini.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1. Terapi pendahuluan dan tatalaksana dakriosistitis

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase


kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5%
atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan
pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri
dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena,
seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan
drainase.
Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan
irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan
cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis
adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu
hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara
melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah
eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak

14
dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel
bergagang panjang atau laser.

Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan


dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu,
1. Trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan
tanpa insisi kulit dan eksisi tulang,
2. Lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi
pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass
3. Lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang
ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula
lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:
1. Kelainan pada kantong air mata :
a. Keganasan pada kantong air mata.
b. Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis

2. Kelainan pada hidung :

a. Keganasan pada hidung

b. Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma

c. Rhinitis atopik

15
3. Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Teknik Dakriosistorinostomi Internal

2. Terapi pendahuluan dan tatalaksana hordeolum

Terapi Pendahuluan
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2
minggu.
Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, dengan obat topikal
(salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral
(diminum).

Untuk terapi pendahuluan hordeolum dapat dilakukan hal-hal berikut:


a. Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari. Mengompres
kelopak mata dengan air hangat dapat mengurangi rasa nyeri sekaligus
mempercepat kesembuhan.
b. Menjaga kebersihan mata, misalnya dengan menghindari pemakaian kosmetik
untuk sementara.
c. Hindari lensa kontak sampai bintitan sembuh.
d. Hindari memencet bintitan, karena dapat menyebabkan meluasnya infeksi.
e. Pemberian antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,
Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, dan Fucidic acid. Obat
topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase
peradangan.

16
f. Pemberian antibiotic oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, dan Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak
menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama
7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas
rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
g. Obat-obat simptomatis dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri,
misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, dan ibuprofen.

Apabila bintitan tidak kunjung sembuh dan rasa nyeri bertambah parah, dapat
dilakukan insisi. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesia topikal
dengan pentokain tetes mata. Dilakukan anestesi infiltrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila :

- Hordeolum internum: dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada
margo palpebra.
- Hordeolum eksternum: dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.

Tatalaksana

Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat dapat diberikan kompres hangat,


3 kali sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkatan bulu mata dapat
memberikan jalan untuk drainase nanah. Diberi antibiotik lokal terutama bila
berbakat rekuren atau terjadinya pembesaran kelenjar aurikel.

Terapi stye primer adalah pengompresan mata dengan air hangat. Insisi dan
drainase dilakukan apabila gejala tidak membaik 48 jam setelah pengkompresan
dimulai. Bagian dari perawatan adalah membersihkan crusta menggunakan sabun
bayi yang non iritatif. Antibiotik topikal berupa ointment atau tetes mata juga bisa
digunakan.

Antibiotik sistemik yang diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg


diklosasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi
stafilokokus di bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama. Pada
nanah dan kantong nanah tidak dapat keluar dilakukan insisi.

Penderita stye sangat tidak disarankan untuk memakai makeup mata (misal
eyeliner), lotion atau memakai kontak lensa karena dapat menyebarkan infeksi

17
hingga ke kornea. Pada pasien yang cenderung terkena stye disarankan tidak berbagi
kosmetik mata dan dapat secara rutin mengkompres mata dengan air hangat untuk
mencegah stye kambuh.

Prosedur insisi hordeolum:

1. Beri anestesi topical dengan patokain tetes mata


2. Lakukan anestesi filtrasi dengan prokain/lidokain di daerah hordeolum
3. Pada hordeolum internum, buat insisi pada daerah fluktuasi pus tegak lurus margo
palpebra. Sedangkan pada hordeolum eksternum insisinya sejajar margo
palpebra.
4. Lakukan ekskokleasi/kuretase seluruh isi jaringan radang dalam kantongnya
5. Beri salep antibiotic.

Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada
margo palpebral. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan
meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotik.

Konseling dan Edukasi

Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu pasien dan
keluarga untuk menjaga higiene dan kebersihan lingkungan

Rencana Tindak Lanjut

Bila dengan pengobatan konservatif tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.

Kriteria rujukan

a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif.

b. Hordeolum berulang.

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik

3. Terapi pendahuluan dan tatalaksana kalazion

18
Terapi pendahuluan kalazion
Terapi pada kalazion terdiri dari terapi medikamentosa dan terapi pemeliharaan.
1. Terapi medikamentosa
Kalazion biasanya merupakan inflamasi steril yang artinya tidak
mengandung mikroorganisme berbahaya sehingga tidak diperlukan antibiotik
topikal maupun sistemik sebagai tatalaksananya, kecuali jika terjadi infeksi.
Topikal steroid bisa menjadi pilihan yang dapat diberikan pada pasien untuk
mengurangi pembengkakan dan mencegah terjadinya respon inflamasi kronis
yang disebabkan reaksi noninfeksi bersifat akut dari iritan asam lemak hasil
pemecahan enzim bakteri.
2. Terapi pemeliharaan
Terapi pemeliharaan kalazion terdiri dari kompres hangat dan menjaga
kebersihan palpebra. Lebih dari 50% kasus kalazion berhasil sembuh dengan
terapi pemeliharaan.
Kompres hangat menggunakan handuk basah steril dapat digunakan untuk
menghancurkan sekret lipid yang menggumpal menutupi duktus kelenjar
sehingga drainase sebum dapat berjalan lancar. Kompres dilakukan pada
palpebra selama 15 menit dengan frekuensi 2-4 kali perhari.
Shampo bayi atau tisu pembersih kelopak mata juga dapat digunakan untuk
membersihkan bulu mata dari debris yang menutup bukaan duktus kelenjar.

Edukasi preventif kalazion


1. Diet dengan cara menghindari atau mengurangi konsumsi kopi, coklat,
makanan yang digoreng dan mengandung lemak jenuh.
2. Aktifitas fisik seperti olahraga di lapangan terbuka pada pagi hari dapat
menjaga kesehatan kulit. Selain itu waktu tidur yang cukup dan menjaga
kebersihan kulit terutama pada wajah dapat mencegah timbulnya kalazion.
3. Manajemen stres yang baik dapat menjaga keseimbangan hormonal.
4. Rutinitas untuk membersihkan kelopak mata disertai pijatan ringan dapat
menjaga suhu dan kelembapan kelenjar yang melancarkan proses drainase
sekret.

19
Tatalaksana

1. Tatalaksana konservatif meluputi kebersihan kelopak mata, kompres hangat.


Kompres dapat dilakukan 12 menit sebanyak 2-4 kali setiap harinya. Baby
shampoo dapat digunakan untuk membersihkan debris.
2. Dapat diberikan injeksi steroid intralesi, triamsinolon 40 mg/ml sebanyak 0,1-
0,2 ml.
3. Antibiotik tidak dibutuhkan karena prinsipnya kalazion merupakan inflamasi
steril. Tetapi bila terdapat inflamasi sekunder, dapat diberikan doksisiklin 100
mg/hari.
4. Dapat juga diberikan tindakan pembedahan ekokleasi kalazion.

4. Kriteria untuk melakukan rujukan


Kriteria rujukannya antara lain:

a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif.

b. Gejala terus kambuh.

5. Komplikasi dan pencegahan hordeolum


Komplikasi

Penyulit hordeolum adalah selulitis palpebra, yang merupakan radang jaringan


ikat jarang palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra.

Pencegahan

1. Jagalah kebersihan area mata dan kelopak mata


2. biasakan mencuci tangan sebelum menyentuh area mata
3. Hindari menggosok atau mengucek mata berlebihan, apalagi jika kondisi tangan
sedang kotor.
4. Biarkan hordeolum sembuh sendiri tanpa mencoba untuk memencet atau
menusuknya.

20
6. Prognosis hordeolum, kalazion, dan dakriosistitis

Kalazion
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat
drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat
mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut intermiten
Hordeolum
Prognosis baik karena hordeolum biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2
minggu. Resolusi lebih cepat dengan penggunaan kompres hangat dan ditutup yang
bersih. Hordeolum internum terkadang berkembang menjadi chalazion, yang
mungkin memerlukan steroid topikal atau intralesi atau bahkan insisi dan kuretase.
Dakriosistitis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan
kesembuhan pada infeksi akut.
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam.
Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus
dengan probe. Satu kali tindakan efektif pada 75% kasus
7. Diagnosis kerja dan diagnosis banding dari scenario
Dari hasil diskusi, diagnosis banding yang memungkinkan dari skenario antara lain:
a. Dakriosistitis
b. Kalazion
c. Hordeolum
Dan setelah membahas ketiga diagnosis banding tersebut, pasien pada skenario
didiagnosis mengidap kalazion.

21
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan skenario dapat disimpulkan bahwa pasien pada skenario
kemungkinan mengalami infeksi pada kelenjar di kelopak mata, yaitu kalazion. Diagnosis
banding ini didapatkan dari keluhan pasien yakni ada benjolan di kelopak mata kiri sebelah
bawah sejak dua minggu yang lalu dan semakin membesar. Adapun diagnosis banding untuk
infeksi mata antara lain hordeolum dan dakriosistitis.
Adapun terapi pendahuluan untuk infeksi mata, antibiotik dan kompres hangat. Dan
karena komptensi penyakit bukan untuk dokter umum, sehingga pasien hanya diberi terapi
pendahuluan dan dirujuk ke dokter spesialis.

22
SARAN

Saran untuk kelompok kami agar kami dapat datang tepat waktu. Hal ini supaya diskusi
tutorial dapat berjalan dengan tepat waktu sehingga banyak materi yang dapat dibahas dalam
diskusi. Selain itu, kami harus dapat memberikan pendapat dengan lebih aktif dan tidak takut
salah sehingga kami dapat saling sharing ilmu dan belajar bersama. Kami juga harus lebih
berkoordinasi tugas satu sama lain, menghargai pendapat, dan mengerti tanggung jawab
masing-masing. Saran untuk pembaca diharap bisa mengambil informasi sebanyak-banyaknya
dan menyebarkan pada yang masyarakat lain sehingga pengetahuan mengenai masalah
gangguan pada hidung dan tenggorok dapat diketahui oleh masyarakat.
Kami menyadari bahwa tugas ini tersusun dalam bentuk yang masih sederhana
sehingga masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kami berharap semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi kami semua sendiri dan bahkan bagi pembaca yang lain. Kami juga menerima
kritik, saran, dan tambahan ilmu lainnya sehingga kami dapat bersama-sama belajar dan ilmu
tersebut dapat bermanfaat bagi kami di saat ini atau masa depan..

Kami juga harus melatih diri menyampaikan materi dengan lebih terstruktur dan
mampu menghubungkan Learning Objective satu dengan Learning Objective yang lainnya,
sehingga masalah yang muncul benar- benar terstruktur dan mencapai seluruh LO tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, S., dan Tanzil, M. (2017). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mayo Clinic. 2018. Sty: Diagnosis&Treatment. Available at:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sty/diagnosis-treatment/drc-20378022.
[Diakses pada 10 Oktober 2018]

Lindsley, K., JJ, N. & K, D., 2013. Interventions for acute internal hordeolum. Cochrane
Database of Systematic Reviews, Issue 4.

Deschenes, J. 2018. Chalazion. Accessed from


https://emedicine.medscape.com/article/1212709-overview on October 7, 2018.
Hosal BM, Zilelioglu G. 2003. Ocular complication of intralesional corticosteroid injection
of a chalazion. Eur J Ophthalmol. Nov-Dec. 13(9-10):798-9

Mansjoer, Arif. Dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius, Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai