Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gizi dan nutrisi ibu hamil merupakan hal penting yang harus dipenuhi
selama kehamilan berlangsung. Resiko akan kesehatan janin yang sedang
dikandung dan ibu yang mengandung akan berkurang jika ibu hamil
mendapatkan gizi dan nutrisi yang seimbang. Oleh karena itu keluarga dan
ibu hamil haruslah memperhatikan mengenai hal ini status gizi ibu hamil
mempunyai dampak langsung pada perjalanan kehamilan dan bayi yang akan
dilahirkannya
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah
Angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap
1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai
probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan
dengan per seribu kelahiran hidup), selain itu berguna untk mencerminkan
keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir
sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orangtua si bayi tinggal
dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi. Kemajuan
yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit
penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat
AKB. Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang
sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah
khususnya di bidang kesehatan terutama yang berhubungan dengan bayi baru
lahir perinatal dan neonatal. (Dinkes Jabar, 2017)
salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal
dan neonatal adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat badan
lahir kurang dari 2500 gram.
Prevalensi BBLR diperkirakan 15 % dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara

1
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonates, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan (Pantiawati, 2010).
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil study di 7 daerah
multicenter di peroleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI tahun 2011 angka BBLR sekitar
7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
progam perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Berdasarkan kesepakatan international AKB merupakan


indikator yang menggunakan konsep rate, meskipun dalam
kenyataannya hanya ratio. Berdasarkan publikasi BPS, AKB Provinsi
Jawa Barat sejak tahun 2003 sampai dengan 2009 cenderung
mengalami penurunan. Selama periode 2003 s/d 2009 AKB berhasil
diturunkan sebesar 6.5 poin (range 42.5 – 36/1.000 kelahiran hidup).
Berarti di Provinsi Jawa Barat rata-rata AKB turun sebesar 1 poin
setiap tahunnya.

Untuk AKB 2013, BPS melakukan publikasi berdasarkan SDKI


2012, di mana Provinsi Jawa Barat mempunyai AKB sebesar
30/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan AKB 2009, maka terjadi
penurunan sebesar 6 poin, yaitu dari 36/1.000 kelahiran hidup
menjadi 30/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan pencatatan dan
pelaporan, di Provinsi Jawa Barat tahun 2016, terdapat 3702 bayi
meninggal, menurun 343 orang dibanding tahun 2015 yang tercatat
4.045 kematian bayi. Range pelaporan kematian bayi periode 2009
s/d 2016 antara 3.982 - 5719 kematian bayi, dengan rata rata
4.560/tahun.

2
Proporsi Kematian Bayi pada tahun 2016 sebesar 3,93/1000 kelahiran
hidup, menurun 0,16 poin dibanding tahun 2015 sebesar 4,09/1000 kelahiran
hidup. Proporsi kematian kematian bayi berasal dari bayi usia 0-28 hari
(Neonatal) sebesar 84,63% atau 3,32/1000 kelahiran hidup. disarankan dalam
penanganan AKB lebih difokuskan pada Bayi Baru Lahir. Walaupun
demikian Angka Kematian Bayi di Jawa barat sebesar 3,93/1000 kelahiran
hidup, sudah jauh melampaui target MDGs yang pada tahun 2015 harus
sudah mencapai 17/1.000 kelahiran hidup. (Dinkes Jabar, 2017)

Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang di timbang
dalam waktu satu jam pertama setelah lahir. Jika dilihat dari hubungan
antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat
dikelompokan menjadi tiga kelompok : Pertama, yakni kelompok bayi
kurang bulan (prematur), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi (kehamilan) <37 minggu (<259 hari). Kedua, bayi cukup
bulan, yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42
minggu (259 - 293 hari). Ketiga, adalah bayi lebih bulan, ialah bayi
yang dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (>294 hari).
Pelayanan penimbangan bayi baru lahir di Jawa Barat tahun 2016
sebanyak 921.521 orang, atau 103,9% dari perkiraan jumlah lahir hidup.Dari
penimbangan tersebut ditemukan bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500
gram. BBLR tidak hanya dapat terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada
bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan selama
kehamilan.Prosentasi BBLR antara 0,1 – 5,7 , dan BBLR Jawa Barat sebesar
2,2% dari jumlah bayi yang ditimbang , jumlah tertinggi Berat Badan lahir
Rendah terdapat di Kab Kuningan (5,7%) , dan terendah di Kota Bogor
(03%). Masalah BBLR terutama pada kelahiran prematur terjadi karena
ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah
mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah
terserang komplikasi. Masalah pada BBLR pada umumnya sering terjadi

3
akibat gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular,
hematologi, gastro intestinal, ginjal, dan termoregulasi. Penyebab lainnya
Berat Badan Lahir Rendah bisa terjadi karena faktor genetik, mulai dari
orang tuanya yang memang kecil atau pendek. Dapat juga disebabkan karena
masalah plasenta seperti pre-eklampsia, atau kurangnya aliran darah menuju
ke bayi selama kehamilan. Semua itu dapat menyebabkan pertumbuhan bayi
menjadi terhambat karena tidak mendapat asupan oksigen dan nutrisi yang
cukup. Selain masalah plasenta, aliran darah ke bayi juga bisa dipengaruhi
oleh tekanan darah tinggi yang dimiliki oleh seorang ibu, beberapa kondisi
kesehatan dan masalah emosional yang juga dapat memperlambat
pertumbuhan bayi diantaranya adalah Ibu tidak memakan makanan yang
bergizi selama kehamilan, memiliki penyakit kronis seperti jantung, paru-
paru, ginjal, atau diabetes, stres berat selama kehamilan, menggunakan obat-
obatan terlarang seperti kokain atau heroin, banyak minum alkohol,
merokok selama kehamilan atau Ibu memiliki masalah dengan kesehatan
seperti infeksi saluran kemih atau infeksi rahim yang tidak diobati. Upaya
yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kesehatn bayi baru lahir dengan
mengupayakan penanganan komplikasi akibat infeksi. (Dinkes Jabar, 2017)
Jumlah BBLR yang dilaporkan di Kabupaten Cianjur tahun 2017
sebanyak 1.059 (2,47%) dari 42.702 kelahiran hidup. Bayi yang lahir dengan
BBLR perlu perawatan khusus karena kondisinya rentan terkena masalah
kesehatan. (Dinkes Kabupaten Cianjur, 2017)
Sedangkan kejadian BBLR pada Puskesmas Takokak Tahun 2017
yaitu sebanyak 36 (4,8%) jiwa dari kelahiran hidup di wilayah Kecamatan
Takokak.
Upaya meningkatkan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin
sejak janin dalam kandungan. Kejadian BBLR pada dasarnya di pengaruhi
oleh banyak faktor, yaitu faktor Ibu, faktor lingkungan. Faktor dari ibu yang
menyebabkan kejadian BBLR , yakni gizi saat hamil kurang dan umur ibu
yang belum menginjak 20 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, faktor
pekerja yang terlalu berat, cacat bawaan di pengaruhi kurangnya pengetahuan

4
ibu tentang kehamilan, pengetahuan tentang asupan gizi rendah, ANC yang
kurang teratur, keadaan psikologi ibu yang kurang stabil. Faktor janin yang
dapat menyebabkan BBLR, diantaranya hidramnion, kehamilan ganda,
kelainan kromosom, dan lain-lain. Akibat jika BBLR tidak segera ditangani
mudah meninggal. Dampak dari BBLR yaitu : lemah dan mudah kedinginan
karena lapisan lemak bawahkulitnya sangat tipis, cepat lelah, sering tersedak
pada waktu menyusu dan malas menginap, mudah terkena penyakit, mudah
terkena gangguan pernafasan (Muslihatun, 2010).
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur didapatkan gambaran
angka prevalensi ibu hamil KEK yang terus meningkat pada tahun 2014 dari
7.927 ibu hamil terdapat 875 ibu hamil dengan KEK ( 11,04%) dan pada
tahun 2015 angka ini mengalami peningkatan dari 7.398 ibu hamil terdapat
1.094 (14,79%) ibu hamil dengan KEK. (Dinkes Kabupaten Cianjur, 2017)
Berdasarkan pengambilan data awal di Puskesmas Takokak periode
januari samapai Desember 2017 menunjukkan jumlah ibu hamil yang
melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Takokak Kabupaten Cianjur pada
tahun 2017 berjumlah 750 dan angka kejadian ibu hamil yang mengalami
KEK tahun 2016 sebanyak 105 orang dan pada tahun 2017 menurun menjadi
74 orang, hal ini disebabkan adanya upaya pemerintah dalam menanggulangi
status gizi ibu hamil dengan KEK yaitu dengan memberikan PMT kepada ibu
hamil KEK. Sedangkan angka kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
tahun 2017 sejumlah 36 orang dengan kasus kematian akibat BBLR sejumlah
1 orang.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas dan
fenomena yang ada, resiko kematian BBLR 4 kali lebih besar dibandingkan
bayi lahir dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Mengingat besarnya
resiko yang disebabkan karena BBLR, salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah yaitu meningkatkan status gizi ibu hamil dengan melakukan
konselling gizi. Melalui konseling gizi, ibu hamil akan memperoleh
pengetahuan, ketrampilan dan motivasi yang tinggi dalam mengatasi
masalahnya termasuk pada usaha peningkatan status gizi. Selain itu

5
Pemerintah pada Tahun 2017 telah melakukan program pemberian PMT
kepada ibu hamil dengan KEK Maka peneliti tertarik mengambil
permasalahan tersebut untuk di teliti dengan judul Hubungan Status Gizi Ibu
Hamil Dengan Kejadian BBLR di wilayah Puskesmas Takokak tahun 2018.

1.2 Identifikasi Masalah


a. Melihat dari latar belakang di atas dapat di tarik masalah tingginya
kejadian BBLR yang disebabkan oleh gizi saat hamil kurang dan umur ibu
yang menginjak 20 tahun. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, faktor
pekerja yang terlalu berat.
b. ANC yang kurang teratur , keadaan psikologi ibu yang kurang stabil
c. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan,
pengetahuan tentang asupan gizi rendah, hidramnion, kehamilan ganda,
kelainan kromosom.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasar latar belakang masalah tersebut di atas, dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara Status gizi ibu hamil
dengan kejadian BBLR di wilayah Puskesmas Takokak Kabupaten Cianjur”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan status gizi ibu hamil dengan
kejadian BBLR di wilayah Puskesmas Takokak Kabupaten Cianjur
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi status gizi ibu hamil di wilayah Puskesmas
Takokak
b. Mengidentifikasi BBLR di wilayah Puskesmas Takokak
c. Menganalisis hubungan status gizi ibu hamil dengan Kejadian
BBLR di wilayah Puskesmas Takokak.

6
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil dengan BBLR di Kecamatan
Takokak Kabupaten Cianjur

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1 Teoritis
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang BBLR
dengan status gizi ibu hamil.

b. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan peneliti dapat menambah informasi dan bahan
pustaka sehingga bisa menambah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa

1.6.2 Praktis
a. Bagi Puskesmas
Dapat meningkatkan pelayanan mutu puskesmas pada
umumnya dan meningkatkan pengetahuan terhadap masalah-
masalah yang timbul pada BBLR khususnya tentang status
kehamilan.
b. Bagi Responden
Memberikan informasi bagi ibu hamil bahwa penyebab
terjadinya BBLR salah satunya adalah status gizi yang kurang
saat hamil dan diharapkan dengan peningkatan gizi yang baik
dapat menurunkan angka kejadian BBLR.

Anda mungkin juga menyukai