Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PENERAPAN LAYANAN SYARIAH (OFFICE

CHANNELING) TERHADAP KINERJA KEUANGAN BANK


UMUM SYARIAH (BUS) PERIODE 2012-2016

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

YASHINTA PUTRI ALIZA

14080694032

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI S1 AKUNTASI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri perbankan merupakan salah satu faktor untuk
memajukan perekonomian bangsa. Bank disini sangat
berperan aktif dalam kelangsungan hidup perekonomian
suatu bangsa karena hampir semua aktivitasnya selalu
berhubungan dengan pendanaan. Tidak dapat dipungkiri
bahwasanya industri perbankan dijadikan sebagai suatu
lembaga intermediasi dalam sektor keuangan. Hal itu dapat
dilihat dari terlaksananya berbagai kebijakan yang
dilakukan oleh perbankan salah satunya adalah kebijakan
moneter. Selain itu perbankan juga mengalami
perkembangan secara terus menerus yakni dapat ditandai
dengan munculnya perbankan syariah.
Perbankan syariah diyakini dapat memperlancar laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terlihat saat terjadinya
krisis moneter pada tahun 1997, hanya perbankan syariah
yang mampu bertahan dan selamat dari negative spread
dimana perbankan konvensional saat itu sedang mengalami
negative spread yang berakibat pada likuidasi. Melihat hal
tersebut, peluang pemerintah untuk mengembangkan
perbankan yang berbasis syariah di Indonesia sangatlah
tinggi.
Pemerintah saat itu langsung mengambil peluang
tersebut dengan cara mengeluarkan Undang Undang No. 10
Tahun 1998 yang memperbolehkan bank konvensional
menambah operasi perusahaannya dengan prinsip syariah.
Sehingga dengan adanya undang-undang tersebut, dapat
menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk
menawarkan produk bank yang berprinsip syariah dengan
mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS). Setelah melewati
berbagai krisis yang menimpa Indonesia, posisi perbankan
syariah sangat berkembang secara pesat. Perkembangan
tersebut terus mengalami peningkatan yang mengakibatkan
eksistensi perbankan syariah mulai berkembang.
Bank Indonesia mempunyai sebuah cara yang diyakini
dapat lebih memperluas lagi keberadaan bank syariah. Cara
yang dilakukan salah satunya dengan mengeluarkan
kebijakan PBI No. 8/3/PBI/2006 pasal 38 ayat 2 yang
mengizinkan Bank Umum Konvensional (BUK) yang telah
memiliki UUS dapat melayani transaksi syariah (office
channeling). Kebijakan tersebut dapat diartikan bahwa
didalam sebuah bank menyediakan dua layanan yaitu
layanan konvensional dengan layanan syariah. Jadi dengan
kata lain bank yang menerapkan kebijakan office channeling
ini mengindikasikan bank syariah tersebut masih berada
dalam satu perusahaan dengan bank konvensional yang
melayani transaksi syariah namun dalam hal pembukuan
terpisah dengan bank konvensional.
Kebijakan ini memudahkan masyarakat untuk tidak
perlu lagi berupaya mencari kantor bank syariah untuk
melakukan transaksi syariah karena hal tersebut bisa
dilakukan di bank konvensional. Kendala utama yang
dihadapi bank syariah di Indonesia saat ini adalah masih
terbatasnya jumlah kantor perbankan syariah. Untuk
mendirikan sebuah kantor bank syariah tidaklah mudah
karena untuk melakukan hal tersebut harus memerlukan
biaya yang besar. Sehingga dengan adanya kebijakan ini
dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk
mengakses jaringan perbankan syariah. Efisiensi biaya juga
bisa teratasi karena dengan adanya kebijakan ini tidak perlu
membuka Unit Usaha Syariah (UUS) di banyak tempat.
Kebijakan office channeling jika terus dikembangkan, hal
ini berdampak langsung pada peningkatan pangsa pasar
(market share) perbankan syariah. Sebagaimana diketahui
bahwasanya market share perbankan syariah saat ini masih
berada pada urutan paling bawah yaitu 5% dibandingkan
dengan negara lain. Padahal Indonesia mayoritas
penduduknya adalah islam dibandingkan negara-negara
lain yang berada diurutan atas dari Indonesia mayoritas
penduduknya adalah non-muslim. Sehingga dengan
dikeluarkannya kebijakan office channeling ini dapat
memperluas jaringan perbankan syariah yang nantinya akan
berakibat pula pada meningkatnya pangsa pasar perbankan
syariah.
Tujuan diterapkannya kebijakan office channeling
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan Dana
Pihak Ketiga (DPK). Dana tersebut menjadi faktor yang
sangat diperhatikan dalam perbankan syariah, karena
kelangsungan hidup perbankan sangat bergantung dari
DPK. Penelitian yang dilakukan oleh Teti Rahmawati (2015)
yang membandingkan kondisi DPK sebelum dan sesudah
diterapkannya kebijakan office channeling. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan kuantitas
penghimpunan dana pihak ketiga saat sebelum
diterapkannya kebijakan tersebut maupun sesudah
diterapkannya. Sehingga terdapat pengaruh yang signifikan
dari kebijakan office channeling terhadap dana pihak ketiga.
Capital Adequacy Ratio (CAR) dalam dunia perbankan
dijadikan sebagai rasio permodalan. Rasio tersebut
digunakan untuk menunjukkan kemampuan bank dalam
menyediakan dana yang akan digunakan untuk
mengembangkan usahanya. Selain itu rasio ini digunakan
untuk mengidentifikasi maupun mengawasi risiko-risiko
yang berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Kuncoro
dan Suhardjono, 2012:519). Menurut peraturan Bank
Indonesia No. 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1 mewajibkan
perbankan menyediakan modal minimum sebesar 8% dari
aset tertimbang menurut resiko (ATMR). Semakin tinggi
rasio ini maka semakin tinggi pula perusahaan memiliki
kemampuan untuk menghadapi risiko kerugian.
Financing to Deposits Ratio (FDR) merupakan rasio
keuangan perbankan yang sangat erat kaitannya dengan
aspek likuiditas. Aspek ini menyangkut penyaluran kredit
yang dilakukan perbankan sebagaimana diketahui
bahwasanya sumber pendapatan utama bank berasal dari
aspek tersebut. Jadi rasio Financing to Deposits Ratio (FDR)
adalah rasio yang digunakan perbankan untuk mengukur
seberapa besar kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek (likuiditas). Semakin tinggi nilai
FDR, maka perbankan tersebut bisa dikatakan tidak
mempunyai likuiditas untuk meminjamkan seluruh dananya
kepada nasabah. Sebaliknya jika nilai FDR ini rendah, maka
perbankan tersebut mempunyai likuiditas yang cukup
untuk meminjamkan dananya pada nasabah dengan
kapasitas dana yang berlebihan. Sehingga hal tersebut
berakibat pada pendapatan yang diterima perbankan juga
rendah.
Kebijakan office channeling menimbulkan pengaruh besar
pada kinerja keuangan perbankan syariah. Menurut David
(2006) penilaian kinerja merupakan faktor terpenting bagi
perusahaan yang mempunyai kondisi dinamis yang mudah
berubah sewaktu-waktu. Sementara itu, kinerja bank juga
dijadikan sebagai alat kepercayaan masyarakat dalam
melangsungkan kegiatan operasional perbankan yang
nantinya akan mewujudkan suatu kondisi stabilitas moneter
maupun makroekonomi. Hal itu berkesinambungan dengan
peran perbankan sebagai lembaga intermediasi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tenny, dkk
(2009) yang meneliti bagaimana dampak office channeling
terhadap kenaikan third party deposits dan Return On Assets
(ROA) pada Unit Usaha Syariah (UUS). Penelitian ini
melihat apakah dengan adanya kebijakan office channeling ini
berdampak pada meningkatnya DPK dan juga ROA dalam
Unit Usaha Syariah (UUS). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan office
channeling dapat menaikkan Dana Pihak Ketiga (DPK) tetapi
tidak dapat menaikkan Return On Assets (ROA). Hal itu
disebabkan oleh Unit Usaha Syariah (UUS) tersebut belum
merespon secara optimal adanya kenaikkkan DPK dengan
adanya kebijakan tersebut.
Berdasarkan fenomena yang terjadi dengan adanya
research gap pada penelitian sebelumnya, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang kinerja keuangan yang
diukur dengan profitabilitas. Peneliti mengambil judul
“Pengaruh Penerapan Layanan Syariah (Office Channeling)
Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah (BUS)
Periode 2012-2016”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan pokok permasalahan yang utama dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh penerapan
layanan syariah (office channeling) terhadap kinerja keuangan
bank umum syariah periode 2012-2016?”.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang hendak dicapai dari hasil penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan layanan
syariah (office channeling) terhadap kinerja keuangan bank
umum syariah periode 2012-2016.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas, manfaat penelitian
ini bagi berbagai kalangan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Perbankan Syariah
Dapat dijadikan sebuah informasi dalam menetapkan
strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan.
2. Bagi Masyarakat Umum
Mampu menambah wawasan mengenai kebijakan
office channeling sehingga nantinya dapat
meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan
syariah.
3. Bagi Akademis
Dapat memperluas pengetahuan mengenai kebijakan
office channeling sehingga menumbukan rasa
ketertarikan untuk mempelajari ekonomi islam lebih
mendalam.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Anticipated Income Theory
Teori pendapatan yang diharapkan (Anticipated
Income Theory) merupakan teori likuiditas yang
dikembangkan oleh Herbert V. Pronchow pada tahun 1949.
Teori ini menyatakan bahwa untuk mempertahankan
likuiditasnya bank dapat menjadwalkan pembayaran
pinjamannya (angsuran) didasarkan pada pendapatan
yang diantisipasi dari peminjam, bukan dari jaminan yang
ditawarkan (Roussakis, 1997:289). Teori ini digunakan
untuk meminimalkan risiko adanya kredit yang belum
terbayarkan dari peminjam karena pinjaman tersebut telah
terjadwalkan dengan baik sebagaimana yang telah
ditentukan.
Teori ini juga menunjukkan bahwa untuk menjaga
likuiditas bank dapat melalui dari pendapatan yang
diantisipasi dari debitur meskipun bank telah
menyalurkan kredit jangka panjang sekalipun. Jadi
pendapatan bank bergantung pada pendapatan debitur
serta cakupan persyaratan layanan utang. Cakupan yang
dimaksud disini ditentukan berdasarkan proyeksi arus kas
yang inklusif dengan diberikannya suatu indikasi yang
dapat diandalkan dari kualitas kredit tersebut. Jika
pendapatan yang diantisipasi dari debitur tersebut sudah
dilakukan dengan benar, maka aliran dana bank nantinya
digunakan untuk memenuhi klaim deposan.
Dana tersebut diupayakan dapat dialokasikan pada
sektor yang layak agar dapat menguntungkan bagi bank.
Alternatif yang dilakukan bank untuk mengalokasikan
dana yang telah dimilikinya tersebut dilakukan dengan
cara menyalurkannya kembali dana tersebut dalam bentuk
pinjaman jangka panjang yang disertai dengan membuat
jadwal pembayaran kembali. Dengan begitu, pendapatan
yang diterima bank akan disesuaikan dengan pendapatan
masa mendatang.

2.1.2 Syariah Enterprise Theory


Syariah Enterprise Theory merupakan sebuah teori
mengenai bentuk tanggungjawab perusahaan yang tidak
hanya terletak pada pemilik perusahaan saja melainkan
pada kelompok pemegang saham (Meutia, 2010). Teori ini
dapat diartikan bahwa dalam mendirikan sebuah
perusahaan, perusahaan tersebut mempunyai kewajiban
mengenai kepentingan perusahaan yang tidak hanya
terfokus pada pihak internal perusahaan saja tetapi juga
pada pihak eksternal perusahaan. Hal itu sesuai dengan
salah satu prinsip perbankan syariah yaitu prinsip keadilan
dimana kedudukan kepentingan masing-masing pihak
adalah sama.
Teori ini lebih tepat digunakan untuk perusahaan
yang berlandaskan nilai-nilai syariah dalam menjalankan
operasional perusahaannya. Hal itu dapat dilihat dari
keuntungan yang didapat perusahaan merupakan sumber
amanah utama adalah Allah SWT. Sumber daya yang
dimiliki stakeholders adalah salah satu bentuk amanah dari
Allah SWT untuk melaksanakan tanggung jawab
berdasarkan landasan hukum islam.
Menurut Triyuwono (2003) Syariah Enterprise Theory
dapat menampung kemajemukan masyarakat yang tidak
mampu dilakukan oleh proprietary theory dan entity theory.
Artinya, kekuasaan ekonomi tidak hanya diemban oleh
disatu tangan melainkan dapat diemban oleh banyak
tangan, yaitu stakeholders. Sehingga Syariah Enterprise
Theory akan meningkatkan kemaslahatan bagi stockholders,
stakeholders, masyarakat, dan lingkungan.

2.1.3 Perbankan Syariah


Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998
mendefinisikan perbankan sebagai lembaga keuangan
yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, lalu menyalurkannya kembali dana
tersebut dalam bentuk pinjaman, dimana mempunyai
tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Bank disini dijadikan sebagai lembaga keuangan yang
dipercayai oleh masyarakat dalam melangsungkan
kehidupannya secara berkelanjutan. Maka tidak heran jika
lembaga perbankan ini sering dijuluki sebagai lembaga
kepercayaan.
Perbankan di Indonesia saat ini terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal itu ditandai adanya
perubahan yang pada mulanya bank selalu berorientasi
pada sistem bunga, namun saat ini berubah menjadi sistem
bagi hasil sebagaimana dikeluarkannya undang-undang RI
No. 10 Tahun 1998 tersebut melahirkan adanya perbankan
sayariah yang berlandas hukum islam. Perbankan syariah
sangat melarang adanya bunga karena didalam hukum
islam mengharamkan bunga. Perbankan syariah
menggantinya dengan sistem bagi hasil yang berprinsip
pada keadilan yakni menyelaraskan pembagian
keuntungan dan kerugian yang dirasakan oleh banyak
pihak.
Perbankan syariah dibedakan menjadi tiga jenis
yang didasarkan pada badan kelembagaannya. Yang
pertama adalah Bank Umum Syariah (BUS). Bank Umum
Syariah (BUS) adalah sebuah lembaga keuangan yang
setara dengan bank umum konvensional dimana untuk
menjalankan operasionalnya dalam memberikan jasa
dalam aktivitas pembayaran didasarkan pada prinsip
syariah. Yang kedua yaitu Unit Usaha Syariah (UUS). Unit
Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja yang berada di
kantor pusat bank konvensional yang dijadikan sebagai
kantor induk dari kantor cabang syariah. Dan yang
terakhir adalah Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah sebuah
lembaga keuangan yang setara dengan bank pengkreditan
rakyat konvensional yang menerapkan prinsip syariah
dalam aktivitas operasionalnya.

2.1.4 Prinsip Dasar Perbankan Syariah


Prinsip syariah merupakan sebuah prinsip yang
didasarkan pada syari’at islam dengan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwewenang yaitu
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pengertian tersebut
didapatkan dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal
1 ayat 12 tentang perbankan syariah. Lembaga DPS adalah
lembaga independen dari Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang ditempatkan pada
perbankan yang beroperasi dengan prinsip syariah dimana
dalam menjalankan tugasnya diatur oleh DSN-MUI.
Arifin (2009:515) menjelaskan mengenai prinsip
dasar perbankan syariah yakni sebagai berikut :
1. Prinsip keadilan, prinsip ini terlihat dari sistem
bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan
syariah dimana telah terjadi kesepakatan antara
bank dan nasabah dalam menentukan margin
keuntungan yang diterima nantinya.
2. Prinsip kemitraan, tidak ada perbedaan
kedudukan dari nasabah penyimpan dana
dengan nasabah pengguna dana dalam
persoalan hak, kewajiban, keuntungan, dan
risiko.
3. Prinsip ketentraman, produk-produk yang ada
didalam perbankan syariah tidak mengandung
unsur gharar dan riba sehingga dapat
menimbulkan ketentraman lahir dan batin bagi
nasabah.
4. Prinsip transparasi atau keterbukaan, prinsip ini
tercermin dari laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perbankan, sehingga nasabah
mudah untuk mendapatkan informasi.
5. Prinsip universalitas, tidak membeda-bedakan
masyarakat dalam hal golongan, suku, agama,
ras.

2.1.5 Layanan Syariah (Office Channeling)


Kebijakan office channeling tertuang pada Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/2006 tentang layanan
syariah. Peraturan baru tersebut mengubah operasional
perbankan yang mulanya adalah bank konvensional
berubah menjadi bank syariah dengan memperbolehkan
bank konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah
(UUS) menerapkan layanan syariah. Dengan adanya
kebijakan tersebut memudahkan masyarakat untuk
menyimpan atau mendopositkan uangnya secara syariah
di bank konvensional.
PBI No. 9/7/2007 memperluas kebijakan office
channeling tidak hanya berada dalam satu wilayah kerja
kantor BI, melainkan dapat berada dalam wilayah kerja
provinsi. Selain memperluas wilayah, mekanisme
pekerjaan yang dilakukan juga lebih diperluas lagi. Unit
Usaha Syariah (UUS) melakukan seluruh transaksi
perbankan yang tidak hanya menghimpun dana serta
menyalurkannya kembali, melainkan menjalankan jasa
perbankan lainnya.
Jika dilihat dari sisi regulasi mengenai rencana bank
konvensional yang ingin membuka layanan syariah (office
channeling) ini wajib mematuhi aturan yang telah
ditetapkan BI. Aturan tersebut mewajibkan mencantumkan
rencana office channeling kedalam rencana bisnis bank yang
telah memperoleh penegasan dari BI. Jadi bank tersebut
nantinya akan memperoleh surat izin pembukaan layanan
syariah jika telah memenuhi aturan yang ditetapkan BI.

2.1.6 Tujuan Office Channeling


Kebijakan office channeling yang diterbitkan Bank
Indonesia pada awal tahun 2006 yang mengizinkan bank
konvensional membuka layanan syariah ini diyakini
sebagai salah satu opsi yang paling tepat dilakukan untuk
meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan
syariah. Pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia saat
ini masih berada dalam angka 5% dimana angka tersebut
merupakan angka yang sangat kecil dibandingkan dengan
negara lain. Pangsa pasar perbankan syariah yang masih
minim tersebut disebabkan karena masih terbatasnya
jangkauan perbankan syariah yang ada di Indonesia. Selain
itu, minat masyarakat memilih jasa perbankan syariah juga
bisa dikatakan masih rendah. Maka dari itu kebijakan office
channeling ini diharapkan dapat memudahkan akses
perbankan syariah ke masyarakat.
Persoalan penting yang masih menjadi kendala
perbankan syariah saat ini masih tertuju pada persoalan
perluasan jaringan perbankan syariah diberbagai daerah.
Saat kebijakan layanan syariah (office channeling) ini
diluncurkan, diharapkan dapat memudahkan masyarakat
yang ingin melakukan transaksi syariah tanpa harus
mendatangi kantor bank syariah. Jadi kebijakan tersebut
membuka peluang yang tidak hanya pada cabang syariah
melainkan di cabang konvensional.
Office channeling diperkirakan akan berpengaruh
positif terhadap perkembangan perbankan syariah di masa
depan. Hal tersebut bisa dilihat dari dana pihak ketiga
yang telah dihimpun nantinya dapat disalurkan kembali
ke sektor riil sesuai dengan blue print perbankan syariah.
Sehingga dana yang masuk tersebut berputar tidak hanya
pada satu sektor saja melainkan pada sektor yang lain.

2.1.7 Edukasi dan Sosialisasi Office Channeling


Kebijakan office channeling tidak mempunyai
pengaruh pada perkembangan industri perbankan syariah
tanpa adanya pemahaman dari masyarakat. Padahal
kebijakan ini sudah ada sejak tahun 2008 namun pada saat
ini masih banyak masyarakat yang masih belum
mengetahui kebijakan office channeling. Maka untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat, diperlukan sebuah
edukasi dan sosialisasi mengenai konsep operasional bank
syariah.
Pendekatan rasional komprehensif merupakan salah
satu pendekatan yang diyakini dapat dilakukan perbankan
syariah dimana pendekatan ini menggabungkan antara
pendekatan rasional, moral, dan spiritual. Pendekatan
rasional mengenai pelayanan yang diberikan perbankan
syariah, dan juga mengenai sistem bank syariah yaitu
sistem bagi hasil. Pendekatan moral mengenai penjelasan
rasional yang menjelaskan dampak sistem ribawi bagi
perkenomian. Sedangkan pendekatan spiritual mengenai
pendekatan emosional tentang keagamaan karena
perbankan ini berlandaskan hukum islam.
Informasi mengenai karakteristik masyarakat
terhadap perbankan syariah juga perlu dilakukan
sosialisasi karena masyarakat masih banyak yang
menyamakan bank syariah dengan bank konvensional.
Untuk itu edukasi dan sosialisasi sangat dibutuhkan agar
masyarakat memahami betul bagaimana sistem perbankan
syariah yang nantinya dari keuntungan yang didapat
masing-masing individu membawa rahmat serta keadilan
bagi perekonomian Indonesia. Selain itu sistem ini
diharapkan dapat memberik kesejahteraan bagi industri
perbankan dan menaikkan taraf hidup masyarakat.

2.1.8 Kinerja Keuangan


Kinerja (performance) banyak dilakukan oleh
manajemen perusahaan untuk menilai efektif tidaknya
sebuah perusahaan dalam menjalankan operasionalnya.
Mulyadi (1997:22) berpendapat bahwa penilaian kinerja
memberikan manfaat bagi perusahaan dalam mengelola
operasi dengan mengevaluasi kelemahan maupun
kelebihan perusahaan. Penilaian kinerja dilakukan
manajemen untuk memotivasi karyawan dan juga untuk
pengambilan keputusan.
Kinerja keuangan merupakan prospek mengenai
perkembangan perusahaan yang baik bagi perusahaan di
masa mendatang. Dendawijaya (2005:92) mengartikan
kinerja keuangan dalam dunia perbankan adalah sebuah
cara yang digunakan untuk menganalisis kondisi
keuangan bank pada periode tertentu yang diukur dengan
kualitas aktiva, solvabilitas, dan rentabilitas. Dalam
penelitian ini rasio yang digunakan untuk menilai kinerja
keuangan yaitu dengan profitabilitas yang diukur dengan
ROA.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan
memperoleh laba. Laba yang dimaksudkan disini adalah
laba yang sudah ditargetkan dalam satu periode. Untuk
mengukur profitabilitas perusahaan dapat menggunakan
dua rasio yaitu ROA (Return On Assets) dan ROE (Return
On Equity). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan mengelola aset untuk memperoleh laba.
Sedangkan ROE digunakan untuk mengukur return
pemegang saham dalam setiap unit ekuitas bank.
Rasio ROA lebih sering digunakan banyak peneliti
untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Menurut
Dendawijaya (2005:105) pentingnya menggunakan ROA
dalam dunia perbankan dikarenakan Bank Indonesia lebih
mengutamakan nilai profitabilitas yang berasal dari aset
perusahaan yang dananya sebagian besar bersumber dari
masyarakat. Hal itu membuat perusahaan lebih termotivasi
untuk mengelola asetnya yang bertujuan menghasilkan
laba.
Jika semakin besarnya nilai ROA dalam perusahaan,
maka semakin besar pula manfaat dari aset yang dikelola
tersebut untuk meningkatkan laba yang hendak dicapai
bank. Sebaliknya apabila nilai ROA ini rendah, maka
dapat dilihat masih kurangnya kemampuan manajemen
bank dalam mengelola aset untuk menghasilkan laba.
Untuk itu diperlukan adanya manajemen bank yang solid
agar dapat memperoleh profitabilitas perusahaan yang
tinggi.

2.1.9 Dana Pihak Ketiga (DPK)


Dana adalah elemen utama yang ada didalam tubuh
lembaga keuangan seperti industri perbankan. Masalah
utama yang sering dihadapi perbankan adalah dana.
Tanpa adanya dana, bank tidak dapat menjalankan fungsi
utamanya yaitu menghimpun dana. Menurut Rivai dan
Arifin (2010:579) dana pihak ketiga adalah dana yang
dihimpun dari masyarakat, masyarakat yang dimaksud
disini bisa berupa seorang individu, pemerintah,
perusahaan, koperasi, yayasan, dan lain-lain dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing.
Menurut Muhammad (2011:15) dana pihak ketiga
digolongkan menjadi tiga jenis yaitu tabungan, giro, dan
deposito dengan produk-produk yang terdapat di bank
syariah adalah sebagai berikut :
1. Tabungan dan Giro Automatic Transfer-
Mudharabah dan Wadiah, merupakan
penggabungan dua rekening tabungan dan giro
dalam satu poduk dimana masing-masing
rekening dapat otomatis berpindah segera ketika
rekening lain sedang membutuhkan dana.
2. Giro-Wadiah dan Qard, adalah jenis produk
penghimpunan dana yang mana untuk menarik
dana tersebut dapat dilakukan setiap saat
sampai batas maksimum sebesar dana qard yang
telah disepakati sebelumnya antara nasabah
dengan bank.
3. Deposito, adalah jenis produk simpanan dana
dimana penyetorannya dan penarikannya hanya
bisa dilakukan pada waktu tertentu. Didalam
perbankan syariah jenis-jenis deposito adalah
sebagai berikut :
a. Deposito-Mudharabah Muqayyadah
(Murabahah), dijadikan sebuah solusi investasi
berjangka untuk memperoleh hasil investasi
serta kegiatan penyaluran dana yang
menggunakan akad murabahah.
b. Deposito-Mudharabah Muqayyadah (Komoditi
Murabahah), jenis deposito yang tujuannya
disalurkan dalam kegiatan jual beli komoditas
dengan prinsip akad murabahah.
c. Deposito dan Reksadana-Mudharabah,
merupakan gabungan dari produk deposito
dan reksadana.
d. Deposito-Musyarakah, adalah produk
penghimpunan dana yang dapat ditarik pada
waktu tertentu dan dana tersebut merupakan
dana milik bank bukan 100% milik nasabah.
e. Deposito Unstricted Recurring Investment-
Mudharabah, jenis produk investasi yang mana
hasil dari investasi tersebut akan dikreditkan
ke rekening nasabah pada saat jatuh tempo.
f. Deposito-Wakalah Bil Ujrah, produk jasa bank
yang menawarkan jasa bank dalam kegiatan
investasi sebagai agen investasi.

2.1.10 Kecukupan Modal (CAR)


Kecukupan modal merupakan indikator yang
terpenting dalam dunia perbankan yang bertujuan untuk
melihat kemampuan bank dari sisi permodalan. Modal
disini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan
adanya kerugian yang mungkin terjadi dalam persoalan
pembiayaan maupun penjualan surat-surat berharga.
Modal disini juga sangat berperan aktif dalam kinerja bank
karena modal sebagai faktor penentu keberhasilan bank.
Jika kecukupan modal dari bank tersebut tinggi, maka
kinerja bank akan semakin membaik sehingga nantinya
dapat bank tersebut mampu menanggung risiko yang
mungkin timbul.
Kecukupan modal dalam penelitian ini diukur
dengan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio). CAR adalah
rasio yang digunakan untuk melihat kemampuan bank
dalam menutupi penurunan aktiva yang diakibatkan oleh
aktiva yang berisiko. PBI No. 2/21/PBI/2001 menentukan
proporsi modal minimum yang harus disediakan oleh
bank sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR). Untuk menghitung ATMR aktiva neraca,
nilai nominal dari masing-masing aktiva dikalikan dengan
bobot risiko yang mungkin terjadi dari masing-masing pos
aktiva neraca.
Jika ATMR mengalami peningkatan yang
diakibatkan oleh kenaikan aset maka hal itu akan
berdampak pula pada ROA atau ROE yang sama-sama
mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika nilai CAR ini
bernilai rendah, maka ROA dan ROE akan sama-sama
mengalami penurunan. Dengan adanya pernyataan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa rasio CAR yang
bernilai tinggi menunjukkan bahwa semakin kuat
kemampuan bank menanggung risiko dari adanya aktiva
produktif maupun jenis kredit yang berisiko. Hal tersebut
langsung mempengaruhi sebuah profitabilitas perusahaan
yang akan mengalami peningkatan pula.

2.1.11 Likuiditas
Menurut Rivai, dkk (2007:16) likuiditas adalah
sebuah evaluasi untuk menilai kemampuan bank dalam
sebuah kecukupan manajemen risiko likuiditas yang
memadai dalam memenuhi kebutuhan likuiditas. Bank
dapat dikatakan likuid jika bank tersebut memiliki alat
pembayaran yang lebih besar berupa harta lancar
dibandingkan dengan seluruh kewajibannya. Dalam
penelitian untuk mengukur sebuah likuiditas
menggunakan rasio FDR (Financing to Deposit Ratio).
FDR adalah rasio untuk membandingkan jumlah
pembiayaan yang diberikan dengan jumlah dana pihak
ketiga (Muhammad, 2005:17). Rasio ini sangat berkaitan
dengan kinerja keuangan perbankan. Apabila rasio ini
terus meningkat, maka kinerja keuangan perbankan
tersebut akan meningkat. Hal ini dapat dilihat sejauh mana
kemampuan bank syariah dalam menyalurkan dana pihak
ketiga dan membayar kembali penarikan dana dengan
mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditas bank.
Bank Indonesia memiliki standar rasio FDR antara
80%-100%. Jika bank melebihi batas tersebut, maka total
pembiayaan melebihi dana yang telah dihimpun bank.
Artinya, jika nilai rasio FDR ini tinggi maka bank tersebut
dikatakan tidak mempunyai likuiditas karena sebuah
likuiditas bank terletak pada tinggi rendahnya rasio ini.
Sehingga bank disini ditekankan untuk mengelola dana
dengan mengoptimalkan penyaluran pembiayaan agar
tetap terjaganya sebuah likuiditas dari bank.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hairiennisa
(2008) yang melakukan penelitian mengenai perkembangan
skala usaha perbankan syariah di Indonesia sebelum dan
sesudah adanya kebijakan office channeling. Perkembangan
skala usaha perbankan syariah diukur dengan dana pihak
ketiga, jaringan kantor perbankan syariah, kompetitor atau
jaringan kantor perbankan konvensional, dan variabel
dummy. Variabel dummy disini digunakan untuk membuat
kategori data yang bersifat kualitatif. Hasil analisis regresi
dengan uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel DPK dan
jaringan kantor perbankan syariah berpengaruh terhadap
total aset perbankan syariah. Namun variabel kompetitor
atau jaringan kantor perbankan konvensional dan variabel
dummy tidak berpengaruh terhadap total aset perbankan
syariah.
Penelitian Tenny, dkk (2009) yang meneliti dampak office
channeling terhadap kenaikan third party deposits dan Return
On Assets (ROA) pada Unit Usaha Syariah (UUS). Penelitian
tersebut menggunakan metode korelasi untuk melihat
apakah dengan adanya kebijakan tersebut berpengaruh
terhadap kenaikan DPK dan ROA. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa kebijakan office channeling dapat
meningkatkan third party deposits tetapi tidak dapat
meningkatkan ROA. Hal ini disebabkan oleh UUS belum
dapat merespon secara optimal kenaikan third party deposits.
Hasil dari penelitian Tenny, dkk (2009) tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Teti (2015)
yang menganalisis perbandingan penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) pada perbankan syariah sebelum dan
sesudah penerapan kebijakan office channeling. Metode yang
digunakan adalah metode deskriptif dan analisa komparasi.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian tersebut
menggunakan metode analisis regresi dan koefisien
determinasi serta uji beda statistik. Hasil dari penelitian
tersebut membuktikan bahwa adanya perbedaan rata-rata
kuantitas penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebelum
dan sesudah diterapkannya kebijakan office channeling.
Sehingga hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari kebijakan office
channeling terhadap penghimpunan Dana Pihak Ketiga
(DPK) perbankan syariah di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Meri dan Efi (2014)
semakin memperkuat bahwa kebijakan office channeling
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (DPK). Penelitian Meri dan Efi (2014) sama halnya
dengan penelitian Teti (2015) yang menganalisis
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebelum dan
sesudah keluarnya kebijakan office channeling di perbankan
Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
setelah diterapkannya kebijakan office channeling jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan sebesar
50%. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketga (DPK)
sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan office
channeling.
Penelitian lain yang dilakukan oleh M. Nur dan Yuke
(2017) yang meneliti kebijakan office channeling berdampak
terhadap profitabilitas bank islam. Teknik analisis regresi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least
Square (OLS). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kebijakan office channeling tidak berpengaruh terhadap
Return On Assets (ROA) bank islam. Maka dalam hal ini
berarti regulator, bank induk, dan unit usaha syariah
berkewajiban meningkatkan sosialisasi, edukasi, dan
pelayanan kepada nasabah agar dapat meningkatkan
profitabilitas perbankan syariah.

2.3 Kerangka Konseptual

Fenomena :

1. Masih rendahnya pangsa pasar (market share) perbankan


syariah sebesar 5% yang berada pada urutan paling
bawah dibandingkan dengan negara lain yang mayoritas
penduduknya adalah non-muslim.
2. Minimnya pemahaman masyarakat tentang kebijakan
Office Channeling.

Teori Dasar : Variabel :

1. Anticipated Income 1. Dana Pihak Ketiga


Theory (DPK)
2. Sariah Enterprise Theory 2. Capital Adequacy Ratio
(CAR)
3. Financing Deposits Ratio
(FDR)

Pengaruh Penerapan Layanan Syariah (Office


Channeling) Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum
Syariah (BUS) Periode 2012-2016.

2.4 Pengembangan Hipotesis


2.4.1 Pengaruh Penerapan Layanan Syariah (Office
Channeling) Terhadap Kinerja Keuangan
Kebijakan office channeling merupakan kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah mengenai kegiatan
perbankan yang memperbolehkan bank konvensional
membuka layanan syariah. Dengan kata lain, masyarakat
yang ingin melakukan segala transaksi keuangan syariah
dapat dilakukan di bank konvensional dengan syarat bank
tersebut telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).
Kebijakan ini bertujuan untuk memberi kemudahan
kepada masyarakat dalam mengakses jaringan perbankan
syariah di Indonesia.
Kendala utama yang dialami perbankan syariah di
Indonesia saat ini masih terbatasnya jaringan kantor
perbankan syariah. Hal tersebut terlihat pada urutan
prosentase pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia
yang berada pada urutan terbawah dibandingkan dengan
negara lain yang mayoritas penduduknya adalah non-
muslim. Jadi dengan dikeluarkannya kebijakan ini diyakini
dapat meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di
Indonesia karena tujuan dari kebijakan ini utamanya untuk
memperluas jaringan kantor.
Kebijakan office channeling ini jika terus
dikembangkan lebih luas lagi maka semakin luasnya pula
jaringan perbankan syariah di Indonesia. Dengan adanya
hal ini akan dapat meningkatkan pangsa pasar perbankan
syariah. Apabila pangsa pasar perbankan syariah ini terus
meningkat, hal tersebut berpengaruh besar terhadap
kinerja keuangan bank syariah yang semakin meningkat.
Maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis dari penelitian
ini yaitu :
H1 : Penerapan layanan syariah (office channeling)
berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

Anda mungkin juga menyukai