Anda di halaman 1dari 4

DASAR TEORI

Plastisitas adalah kemampuan tumbuhan untuk berubah bentuk atau


morfologi organ tumbuhan seperti daun untuk menyesuaikan dengan kondisi
lingkungannya, tetapi tidak diturunkan kepada keturunannya.

Plastisitas merupakan reaksi tumbuhan terhadap perubahan lingkungan


sering disertai dengan modifikasi berbagai organ, sehingga toleransi terhadap faktor
lingkungan tersebut menjadi luas. Perubahan atau modifikasi ini menunjukkan
adanya plastisitas dari organ tersebut. Apabila kondisi mejadi keadaan semula maka
bentuk organ ini akan berubah kembali sesuai dengan bentuk normalnya. (Cartono,
2005). Plastisitas pada tumbuhan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor biotik dan
faktor abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi plastisitas tumbuhan seperti
aktifitas manusia, aktifitas hewan dan juga tumbuhan lain, sedangkan untuk faktor
abiotik yang mempengaruhi plastisitas tumbuhan adalah suhu, air, salinitas, cahaya
matahari, tanah dan iklim. (Campbel, 2010).

Respon tumbuhan sebagai akibat dari faktor lingkungan terlihat pada


keadaan morfologis dan fisiologisnya. pula. Respon tanaman akan meningkat
dengan meningkatnya intensitas cahaya. Cahaya termasuk faktor cekaman yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu individu tumbuhan. Respon
tanaman terhadap intensitas cahaya yang berbeda tergantung dari sifat adaptif
tanaman tersebut. Respon terhadap intensitas cahaya tinggi dapat menguntungkan
atau merugikan. Hal ini karena tanaman memiliki ambang batas terhadap intensitas
cahaya yang harus diterima. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan rusaknya
struktur kloroplas yang membantu proses metabolisme tanaman, sehingga
menyebabkan produktifitas tanaman menurun (Salisbury & Ross., l992). Setiap
tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya
matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada
beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan.
Adapula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang
periode hidupnya (Mahbubillah, 2013).
Salah satu contoh dampak adanya plastisitas dapat terlihat dari morfologi
daun dan anatominya. Daun pada umumnya berbentuk tipis melebar warnanya hijau
dan duduknya pada batang menghadap ke atas. Bentuk daun umumnya tipis, datar,
di perkuat oleh tulang daun, dan memiliki permukaan luas untuk menerima cahaya.
Daun berfungsi untuk transfortasi dan menangkap cahaya untuk fotosintesis, yaitu
perubahan energy matahari menjadi energi kimia. Pada tumbuhan dikotil, daun
terdiri atas tangkai (petiola) dan helai daun (lamina). Jaringan penyusun daun
meliputi epidermis, mesofil (parenkhim), dan berkas pembuluh. Epidermis terdapat
di permukaan atas dan di permukaan bawah daun. Pada epidermis terdapat stomata
(mulut daun), yaitu celah yang di batasi oleh sel penutup (Nasaruddin, 2010).

Secara umum, stoma tersusun atas dua sel penutup dan beberapa sel
tetangga yang mengelilinginya. Pada sebelah dalam sel penutup terdapat rongga
atau ruang stomata. Ruang ini berhubung-hubungan dengan ruang-ruang antar sel
mesofil daun. Pada saat penyerapan gas, gas-gas dari atmosfer masuk ke ruang
stomata melalui stomata secara difusi sederhana. Gas-gas didorong oleh adanya
gradien tekanan gas secara partial, atau ada beda potensial kimia gas antara
atmosfer dan ruang stoma. Pada siang hari dimana stomata umumnya membuka
(kecuali tumbuhan gurun), melalui stomata masuk gas-gas CO2, karena tekanan
partial CO3 atmosfer lebih besar dibanding tekanan partial pada ruang antar sel dan
stoma. Seiring dengan itu, O2 dari fotosintesis mengalir keluar karena tekanan
partiel O2 di ruang antar sel lebih besar daripada atmosfer, selain gas H2O yang
merupakan sisa metabolisme. Karenanya kontrol laju hilangnya air selain mengatur
tingkat konduktivitas stoma, juga mengendalikan laju respiranya (Suyitno, 2006).
Stomata menutup bila selisih kandungan uap air di udara dan di ruang atar
sel melebihi titik kritis gradien yang besar cenderung mendorong gerakan
pembukaan dan penutupan dalam selang waktu sekitar 30 menit. Hal itu mungkin
disebabkan oleh karena gradien uap yang tajam mendorong penutupan stomata,
sehingga CO2 berkurang dan stomata akhirnya membuka. Respon paling cepat
terhadap kelembapan yang rendah terjadi pada saat tingkat cahaya rendah. Potensial
air di daun juga sangat berpengaruh pada pembukaan dan penutupan stomata. Bila
potensial air menurun, stomata menutup. Pengaruh ini dapat dilawan oleh tingkat
CO2 rendah dan cahaya terang. (Salisbury dan Ross, 1992).
Banyak faktor mempengaruhi aktivitas buka-tutupnya stoma. Kondisi
lingkungan tersebut antara lain seperti konsentrasi CO2, suhu, kelembaban udara,
intensitas pencahayaan, dan kecepatan angin. Pada umumnya stoma membuka pada
siang hari, kecuali tumbuhan gurun. Membukanya stomata pada malam hari untuk
tumbuhan gurun merupakan bentuk adaptasi fisiologis untuk mengurangi resiko
hilangnya air berlebihan (Suyitno, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Campbel, dkk. 2010. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Cartono. 2005. Penuntun Praktiukum Ekologi Tumbuhan. Bandung : UNPAS

Mahbubillah, Ainul. Pengaruh Cahaya terhadap Tumbuhan. [Online] Diakses dari


: http://bioteknologi.org/cahaya/

Nasaruddin. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Makassar : UNHAS

Sallisbury, F. B. And Ross, C. W. l992. Plant Physiology. California : Wadsworth


Publishing Company Belmont.

Suyitno, Al, MA. 2006. Pertukaran Zat dan Proses Hilangnya Air. Yogyakarta :
UNY

Anda mungkin juga menyukai