BAB II Mioma
BAB II Mioma
2.1 Definisi
Mioma uteri ataupun dikenali sebagai fibromioma uteri, leiomioma uteri dan uterine
fibroid dalam dunia kedokteraan merupakan tumor jinak yang strukturnya utama adalah otot pols
rahim (Anwar, 2011). Mioma uteri adalah tumor non kanker yang tumbuh di dalam jaringan otot
rahim (myoma.co.uk). Mioma uteri adalah neoplasma jinak jaringan lunak yang timbul dari otot
polos. Mereka pertama kali dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1854. Bentuk herediter yang
menyebabkan beberapa mioma uteri awalnya dicatakan oleh Kloepfer et al pada tahun 1958.
Penyakit ini dapat mengembang dengan kehadiran otot polos (Horner, 2006).
2.2 Etiologi
Faktor-faktor pnyebab mioma uteri belum diketahui namun terdapat 2 teori:
a. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi:
1. Mioma uteri tumbuh lebih cepat pada masa hamil.
2. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche.
3. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause.
4. Hiperplasia endometrium ditemukan bersama dengan mioma uteri.
b. Teori Cellnest
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus
oleh estrogen (Bieber, 2006).
2.1.3 Epidemiologi
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduktif sebanyak 20% - 25%. Pada
usia melebihi 35 tahun insidensi mioma uteri lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di
Amerika Syarikat, 3-9 kali lebih banyak pada ras kuli berwarna dibandingkan dengan ras berkulit
putih. Selama 5 dekade, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi padaras kulit berwarna.
Namun di Afrika, wanita kulit putih sedikit sekali menderita mioma uteri. Perbedaan Amerika
dan Afrika dikaitkan dengan perbedaan pola hidup. Di Amerika Syarikat, dari 650.000
histerektomi yang dilakukan per tahun, sebanyak 27% adalah disebabkan mioma uteri.Di
Indonesia, mioma uteri ditemukan sebanyak 2,39%-11.7% (Ita Rahmi, 2012).
2.1.4 Faktor Resiko
1. Umur
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma. Mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche. Setelah menopause kira-
kira hanya 10% mioma uteri masih tumbuh.
2. Usia Menarche
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri
merupakan respon dari stimulus estrogen. Insidensi mioma uteri meningkat signifikan pada
wanita yang mengalami menarche sebelum umur 11 tahun. Paparan estrogen yang semakin lama
akan meningkatkan insidensi mioma uteri. Menarche dini(< 10 tahun) ditemukan meningkatkan
resiko relatif mioma uteri dan menarche yang lambat (> 16 tahun) menurunkan resiko relatif
mioma uteri.
3. Paritas
Mioma uteri sering terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang hanya mempunyai 1
anak. Penelitian yang dilakukan oleh Parker menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah
kehamilan akan menurunkan kejadian mioma uteri. Suatu penelitian ditunjukkan bahwa resiko
menurun hingga 70% pada wanita yang melahirkan 2 anak atau lebih.
4. Kehamilan
Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen
sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Jika pertumbuhan mioma
terlalu cepat akan melebihi suplai darah sehingga terjadi perubahan degeneratif tumor ini. Hasil
yang paling serius adalah nekrobiosis(degenerasi merah). Pasien dapat mengeluh nyeri dan
demam derajat rendah, biasanya pada kehamilan sepuluh minggu kedua. Palpasi menunjukkan
bahwa mioma sangat luak.
5. Ras
Di negara Amerika, prevalensi mioma uteri adalah 5%-21%. Kejadian mioma uteri antara
ras Africa-American adalah sebanyak 60% dan antara ras Caucasian adalah 40%. Resiko ini
tidak berhubungan dengan faktor lain. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru
menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolism estrogen,
catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika
berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk
menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma
uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.
6. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan resiko untuk menderita mioma uteri dibanding
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri.
7. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-
wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun)
dijumpai peningkatan resiko (RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan
resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.
8. Berat badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks
massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan
lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal
kepada estrone dan menurunkan hormon sex-bindin globulin. Hasilnya menyebabkan
peningkatan estrogen secara biological yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan
prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya.
9. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bias meningkatkan insidensi mioma
uteri dan sayuran hijau bias menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana
studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja
dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung
dengan mioma uteri.
10. Kebiasan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada
estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Kurniasari, 2010).
2.1.5 Patogenesis
Penyebab mioma uteri tidak diketahui. Glukosa-6-fosfat menunjukkan bahwa masing-
masing mioma individu unisellular berasal (monoclonal). Meskipun tidak ada bukti
menunjukkan bahwa penyebab mioma adalah estrogen terlibat dalam pertumbuhan mioma.
Mioma mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi dari miometrium sekitarnya
tetapi dalam konsentrasi lebih rendah dari endometrium. Progestrone meningkatkan aktivitas
mitosis dari mioma pada wanita muda. Progestrone memungkinkan untuk pembesaran tumor
dengan penurunan apoptosis dalam tumor. Estrogen dapat berkontribusi untuk pembesaran tumor
dengan meningkatkan produksi matriks ekstrasellular. Mioma bertambah besar dengan terapi
estrogen dan selama kehamilan. Ada spekulasi bahwa pertumbuhan mioma pada kehamilan
berkaitan dengan sinergis estradiol dan laktogen plasenta (hPL). Biasanya ukuran akan menurun
setelah menopause (Alan DeCherney, 2006).
2.1.6 Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak disbanding miometrium normal.
Teori cellnest atau teori genitoblast membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos
dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering
ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri
sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut
letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosa,intramular dan subserosa. Lihat gambar 2.1 yang
menunjukkan gambaran patofisiologi mioma uteri (Stuti, 2011). Gambar 2.1 Patofisiofologi
mioma uteri Sumber : Stuti, 2011
2.1.7 Patologi Anatomi
Gambaran histopatologi mioma uteri adalah seperti berikut:
Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpati, pada
penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di
dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya terjadi secara multipel dan
bertaburan pada uterus dengan saiz yang berbeda-beda. Perubahan-perubahan sekunder yang
terjadi pada mioma uteri adalah:
1. Degenerasi jinak:
a. Atrofi:
Ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan dan
menopause.
b. Degenerasi Hialin:
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Terjadi pada mioma yang matang dimana bagian yang semula
aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya
menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda degenerasi
hialin.
c. Degenerasi Kistik:
Setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatine sehingga
mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekana fisik pada bagian tersebut
dapat menyebabkan keluarnya cairan kista kavum uteri, kavum peritoneum atau retroperitoneum.
d. Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration):
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh kerana adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan kalsium karbonat dan fosfat pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi Septik:
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor
yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut dan demam akut.
f. Degenerasi merah (Carneous Degeneration):
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya
diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda
disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan.
g. Degenerasi Miksomatosa:
Terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan
umumnya asimtomatik (Nucci, 2009).
2. Degenerasi ganas:
a. Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0,1% - 0,5%
penderita mioma uteri (Anwar, 2011).
2.1.8 Klasifikasi
1. Mioma submukosum:
Mioma yang berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma
jenis ini walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Mioma
submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran
serviks (myomageburt).
2. Mioma Intramural:
Mioma intrmural disebut juga sebagai mioma intrepitelial, biasanya multipel. Tumor
jenis ini terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium, dan sering tidak memberikan
gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah.
3. Mioma subserosum:
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri, dapat hanya sebagai tonjolan saja,dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Mioma dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter, selain itu mioma ini
dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering/parasistic fibroid (Anwar,
2011).
Gambar 2.2 Tempat letak Mioma uteri
Sumber : Mioma Uteri. 2009. Gejala mioma uteri, ciri-ciri dan tandatanda
penyakit mioma uteri dan obat mioma uteri.
b. Histerektomi:
Mioma uteri adalah indikasi paling sering untuk histerektomi dengan resiko kumulatif
sebanyak 7% untuk semua wanita yang berusia dalam lingkungan 25 tahun - 45 tahun. Lebih dari
50% histerektomi dilakukan pada wanita yang kulit hitam disebabkan oleh mioma, dengan resiko
kumulatif sebanyak 20% sehingga umur 45 tahun. Histerektomi menyingkirkan gejala dan
rekuren. Uterus dengan mioma kecil mungkin dapat dieliminasikan dengan tindakan
histerektomi vagina total, terutamanya jika relaksasi vagina membutuhkan perbaikan cystocele,
rectocele, atau entrocele. Bila tumor yang besar ditemukan banyak, histerektomi abdomen total
diindikasikan. Ovari umumnya dipelihara pada wanita premenopausal. Tidak ada komplikasi
dalam mengangkat ovary daripada wanita yang pasca menopause.
c. Embolisasi mioma uteri:
Okulasi emboli arteri uterus adalah suatu alternatif untuk operasi major pada wanita
premenopausal yang tidak menginginkan fertilitas tetapi menginginkan untuk terus memelihara
uterus atau mengelakkan efek samping daripada terapi medikasi. Dalam prosedur ini,
arteriogram akan dilaksanakan untuk mengidentifikasikan suplai darah ke mioma. Selepas itu
satu kateter akan dimasukkan ke dalam bagian distal arteri uterus, biasanya melalui arteri femoris
sebelah kanan. Arteri tersebut akan diinfusi dengan agen embolisasi (polyvinyl alcohol particles
atau tris-acryl gelatine microspheres) sehingga alirannya terhenti. Prosedur ini akan bertahan
selama 1 jam secara menyeluruh. Studi observasi menunujukkan bahwa terapinya sama efektif
seperti histeretomi dan miomektomi, dengan banyak komplikasi minor dan dengan komplikasi
major yang sikit. Frekuensi mioma rekuren adalah sedikit dengan embolisasi dibandingkan
dengan miomektomi.
d. Ablasi Endometrium:
Untuk wanita yang tidak menginginkan fertilitas, ablasi endometrium dapat mengkontrol
gejala perdarahan. Prosedur ini lebih efektif jika dikombinasikan dengan miolisis.
e. Miolisis:
Prosedur ini adalah teknik laparascopic thermal coagulation tidak membutuhkan
penjahitan dan senang untuk dilaksanakan. Destruksi jaringan lokal mungkin akan
mengakibatkan kerusakan pada masa kehamilan.
f. Laparaskopi uterus okulasi arteri:
Tindakan ini dilaksanakan dengan kateterisasi arteri uterus melalui laparaskopi.
g. Magnetic resonance-guided focused ultrasound surgery:
Cara ini diluluskan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2004 untuk
terapi mioma pada wanita premenopausal yang sudah memiliki anak. Prosedur outpatient yang
menggunakan MRI untuk real-time monitoring of thermoablative teknik yang menukarkan
multipel ambangan energi ultrasound pada volume jaringan yang kecil untuk dimatikan (Alan
Decherney, 2006).
2.1.12 Komplikasi
1. Mioma dan Kehamilan
Lebih kurang dua pertiga wanita dengan mioma uteri dan infertiliti yang tidak dapat
dijelaskan pascamiomektomi, dan lebih kurang separuh darpada wanita akan menjalani paritas
bayi. Tetapi perbedaan dengan manajmen kehamilan diperlukan untuk menyimpulkan
keefektifan prosedur ini. Semasa trimester kedua dan ketiga kehamilan, mioma akan meningkt
dalam ukuran dan akan melalui deprivasi vaskuler dan perubahan degenratif. Secara klinis,
keadaan ini menyebabkan nyeri dan kelembutan lokal tetapi juga akan menyebabkan persalinan
premature. Manajmen kehamilan dengan istirahat hampir setiap kali menghilangkan nyerinya
tetapi tokolitik mungkin diperlukan untuk mengkontrol kontraksi uterus. Semasa persalinan,
mioma akan memproduksi kelembaban uteri, malpresentasi janin atau obstruksi jalan persalinan.
Pada umumnya, mioma cenderung naik dari panggul sebagai kehamilan berlanjut dan
pengiriman vagina bisa dicapai. Mioma uteri mungkin akan mengganggu kontraksi uterus yang
efektif segera setelah persalinan, maka kemungkinan hemorrhagia pascapartus harus diantisipasi.
2. Komplikasi pada wanita tidak hamil
Perdarahan yang hebat dengan anemia adalah komplikasi yang paling sering pada kasus
mioma. Obstruksi saluran kemih atau usus dari mioma besar atau parisitik lebih kurang umum
dan transformasi maligna jarang terjadi. Cedera ureter atau ligasi merupakan komplikasi diakui
operasi untuk kasus mioma terutama yang terhubung dengan serviks (Alan DeCherney, 2006).
2.13 Prognosis
Histerektomi dengan eliminasi semua mioma adalah penyembuhan sempurna.
Miomektomi yang berlanjutan akan menyebabkan uterus dan kavitasnya kembali ke keadaan
normal. Salah satu keprihatinan major adalah resiko rekuren selepas miomektomi. Studi yang
dilakukan menunjukkan 2% - 3% per tahun mengalami simptomatik mioma selepas miomektomi
(Alan DeCherney, 2006).