ATRIAL FLUTTER
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi dan Ilmu Kedokteran Vaskular FK Unsyiah/RSUD
dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh
Disusun Oleh :
Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2 LAPORAN KASUS .............................................................................. 4
2.1 Identitas Pasien................................................................................. 4
2.2 Anamnesis ........................................................................................ 4
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 5
2.7 Rencana Pemeriksaan....................................................................... 8
2.8 Resume ........................................................................................... 16
2.9 Diagnosa ........................................................................................ 16
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 17
2.9 Prognosis .......................................................................................... 17
2.10 Follow Up ....................................................................................... 18
3
BAB 1
PENDAHULUAN
kanan. Rate flutter biasanya 250 – 350 kali per menit. Respons ventrikel
ditentukan oleh rasio konduksi AV Node (konduksi 2:1, 3:1, 4:1, atau bervariasi),
paling sering atrial flutter dengan konduksi 2:1 yang umumnya mempunyai rate
ventrikel 150 kali per menit, oleh karena itu selalu didiagnosis banding dengan
Atrial flutter terdiri dari 2 jenis, yaitu typical atrial flutter dan atypical
atrial flutter.4 Typical atrial flutter adalah takikardi atrium yang terorganisir. Hal
ini juga dapat didefinisikan sebagai takikardi macroreentrant pada atrium kanan.
Aritmia ini memiliki panjang siklus 200-260 ms, dapat berfluktuasi tergantung
pengobatan pasien sebelumnya atau ablasi dan adanya riwayat penyakit jantung
bawaan. Sirkuit typical atrial flutter berasal dari sekitar anulus trikuspid yang
dibatasi oleh hambatan anatomis, vena kava superior, vena kava inferior, sinus
koroner, dan krista terminalis. Gelombang ini biasanya berputar di sekitar sirkuit,
paling sering berlawanan dengan arah jarum jam. Kondisi ini menghasilkan
menunjukkan pola gigi gergaji (saw tooth appearance) di inferior lead, dengan
downward slope lambat diikuti oleh upward slope cepat. Gambaran EKG pada
typical atrial flutter atau type 1 atrial flutter anticlockwise reentry (berlawanan
4
arah jarum jam) adalah gelombang flutter negatif pada lead inferior (II, III, aVF)
atrial flutter merupakan bentuk lain typical atrial flutter, meliputi lower loop
reentry, fosa ovalis flutter, superior vena cava flutter, dan upper loop reentry.
Atrial flutter dengan lower loop reentry menggunakan sirkuit yang mencakup
CavoTricuspid Isthmus (CVI), paling sering di atrial flutter. Rata- rata panjang
siklus biasanya 170-250 ms. Pola EKG atypical atrial flutter sangat mirip dengan
Teknik ini juga dipakai pada pasien atrial flutter kronis yang tidak respons dengan
beberapa pendekatan terapi lain. Pendekatan terapi lain adalah metode “burst
defibrillator dapat diprogram sebagai “burst pacing” pada saat atrial flutter
terjadi.82,83
dengan obat aritmia golongan IA, IC, dan III. Bentuk lain terapi atrial flutter
adalah dengan kateter ablasi radiofrekuensi untuk membuat garis konduksi yang
5
tersebut dan untuk menurunkan angka kekambuhan.79 Metode ini adalah dengan
memasukkan kateter elektroda melalui vena femoralis – vena cava inferior sampai
listrik ini dilakukan dengan beberapa kateter yang diletakkan di dalam ruang
jantung, biasanya di atrium kanan, ventrikel kanan, dan sinus koronarius. Setelah
konduksi listrik di jantung, sehingga sumber aliran listrik abnormal di jantung bisa
dimensi, dilakukan dengan 2 sistem navigasi, yaitu EnSite NavX Navigation atau
dari hasil pemetaan yang lebih luas dan akurat. Selain itu, risiko gagal (mencakup
sistem konduksi listrik, terjadinya robek/ perforasi) jauh lebih kecil. Tingkat
keberhasilan teknologi ablasi 3-Dimensi ini bisa mencapai 95%, relatif aman, dan
risiko minimal.83,84
6
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. R
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lr. Kemuning, Lhong Raya
Status Perkawinan : Kawin
Suku : Aceh
Agama : Islam
Nomor RM : 1-14-35-**
Masuk RS : 17/08/2018
Tgl Pemeriksaan : 20/08/2018
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak napas
2. Keluhan Tambahan : Berdebar-debar, pusing, mudah lelah,
nyeri dada batuk, tangan gemetar,
cepat terasa panas dan bekeringat.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak napas
sejak 2 minggu lalu SMRS, disertai rasa berdebar debar, pusing, mudah
lelah dan nyeri dada. Sesak napas pertama kali dialami ketika pasien
bermain tenis meja dan semakin hari semakin memberat. Sesak napas
berkurang ketika istirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh debu
maupun cuaca. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada ketika sesak napas
timbul. Nyeri dada seperti tertekan benda berat dan tidak menjalar hingga
tangan maupun tembus ke belakang. Keluhan berdebar-debar juga dialami
pasien sekitar 2 minggu lalu saat sesak napas pertama kali. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala dan sering mudah lelah.
Pasien juga mengeluhkan batuk kering sesekali. Selain itu, pasien
mengeluhkan tangan gemetar sejak sesak napas pertama kali. Pasien lebih
7
nyaman tidur posisi setengah duduk. pasien juga. Riwayat demam
berulang, keringat malam dan berat badan menurun disangkal, pasien juga
mengeluhkan badan terasa panas dan cepat berkeringat.
4. Riwayat penyakit dahulu : Hipertiroid (+), Efusi Pleura (+), hipertensi
(+)
5. Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi, Hipertiroid dan DM disangkal, keluarga pasien tidak ada yang
sedang mengalami atau pernah mengalami penyakit yang serupa dengan
pasien.
6. Riwayat pemakaian obat :
Propanolol, tyrozol
7. Riwayat kebiasaan sosial :
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan seorang atlet tenis meja.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Frekuensi nadi : 153 x/menit, ireguler
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,30C
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 152 cm
IMT : BB/ (TB)²
: 48 (1.52)2
: 20,86 kg/m²(ideal)
2.4 Status Internus
a. Kulit
1. Warna : Sawo Matang
2. Turgor : Cepat Kembali
3. Sianosis : (-)
4. Ikterus : (-)
8
5. Edema : (-)
6. Anemia : (-)
b. Kepala
1. Rambut : Hitam, Sukar dicabut
2. Wajah : Simetris
3. Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung
(+/+), pupil isokor
4. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)
5. Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-)
6. Mulut : Simetris, tidak terdapat luka, sianosis (-)
c. Leher
1. Inspeksi : Simetris
2. Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)
d. Thorax
Paru
1. Inspeksi : Asimetris, paru kanan tertinggal
2. Palpasi : Stem Fremitus kanan < Fremitus kiri
3. Perkusi : Redup (+/-) Sonor (-/+)
4. Aukultasi : Vesikuler (menurun/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-
/-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea axillaris anterior
sinistra
3. Perkusi : Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V linea axillaris anterior sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
4. Auskultasi : Mitral : BJ I>II normal
Trikuspid : BJ I>II normal
Pulmonal : BJ II>I normal
9
Aorta : BJ II>I normal
Bising jantung (-), Gallop (-)
e. Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, distensi (-)
2. Palpasi : Defans muscular (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
3. Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
4. Auskultasi : Peristaltik usus normal
f. Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Kelenjar limfe : Pembesaran KGB (-)
h. Ekstremitas : Akral hangat
Superior Inferior
kanan kiri kanan kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Tremor + + - -
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (17 Agustus 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,8 g/dL 12-16
6 3
Eritrosit 5,0 x 10 /mm 3,8-5,8
3 3
Leukosit 12,6 x 10 /mm 4-11
Hematokrit 39 % 37-47
MCV 77 fl 79-99
MCH 26 pg 27-32
MCHC 33 g% 33-37
RDW 17,4 % 11,5-14,5
3 3
Trombosit 282 x 10 /mm 150-450
10
KIMIA KLINIK
Karbohidrat
Glukosa darah sewaktu 140 mg/dL <200
Fungsi Ginjal
Ureum 31 mg/dL 20-40
Kreatinin 0,70 mg/dL 0,60-1,00
Elektrolit - serum
Natrium (Na) 144 mmol/L 132-146
Kalium (K) 4,9 mmol/L 3,7-5,4
Klorida (Cl) 115 mmol/L 98 - 106
EKG ( 31-07-2018)
11
Rontgen ( 31-07-2018 ) Rotgen ( 17-08-2018)
12
2.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu lalu SMRS,
disertai rasa berdebar debar, pusing, mudah lelah dan nyeri dada. Sesak napas
13
pertama kali dialami ketika pasien bermain tenis meja dan semakin hari semakin
memberat. Sesak napas berkurang ketika istirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi
oleh debu maupun cuaca. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada ketika sesak napas
timbul. Nyeri dada seperti tertekan benda berat dan tidak menjalar hingga tangan
maupun tembus ke belakang. Keluhan berdebar-debar juga dialami pasien sekitar
2 minggu lalu saat sesak napas pertama kali. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
sering sakit kepala dan sering mudah lelah. Pasien juga mengeluhkan batuk kering
sesekali. Selain itu, pasien mengeluhkan tangan gemetar sejak sesak napas
pertama kali. Pasien lebih nyaman tidur posisi setengah duduk. pasien juga.
Riwayat demam berulang, keringat malam dan berat badan menurun disangkal,
pasien juga mengeluhkan badan terasa panas dan cepat berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis E4 V5 M6,
TD: 140/100 mmHg, HR : 153 x/menit ireguler, RR : 24 x/menit, T: 36,30C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit, peningkatan T3 total
dan Free T4. Pada hasil EKG didapatkan gambaran atrial flutter dan atrial
fibrilasi. Pada hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan hasil kardiomegali dan
efusi pleur kanan. Pemeriksaan echocardiography disimpulkan fungsi sistolik LV
dan RV menurun, hipokinetik apical luas, lateral, segmen lain normokinetik. MR
mild, TR moderate, PR mild, PH moderate.
2.6 Diagnosis
- CHF Fc NYHA II-III
-Hipertiroid
-Atrial Flutter
-Efusi Pleura
14
EKG
Echocardiography
2.8 Tatalaksana
Farmakologis
Three way
IV. Furosemid 1 amp/12 jam
Propanolol 1 x 20mg
Spironolacton 1 x 25mg
Aspilet 1 x 80mg
Atorvastatin1 x 20mg
Curcuma 3 x 1
Tyrozol 1 x 10mg
Non-Farmakologis
Bedrest
Diet Jantung I 1700 kkal/hari
2.9 Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo Ad sanctionam : Dubia ad malam
2.11 Follow Up
Tanggal S O A P
18-08-2018 Berdebar-debar TD: 140/100 - CHF NYHA -EKG serial
H+2 (++), pusing mmHg II-III -Echocardiografi
(++), mudah HR : 153 x/i - Hipertiroid Terapi:
lelah (++), ireguler - Atrial Flutter -Bedrest
nyeri dada RR : 24 x/i - Efusi Pleura -Diet Jantung 1700 kkal/hari
(++), batuk T : 36,30C -Three way
(++), tangan -IV. Furosemid 1 amp/12 jam
gemetar (++), -Propanolol 1 x 20mg
15
cepat terasa -Spironolacton 1 x 25mg
panas (+) dan -Aspilet 1 x 80mg
bekeringat (+). -Atorvastatin1 x 20mg
-Curcuma 3 x 1
-Tyrozol 1 x 10mg
-Fluimucyl 3 x CII
16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
akibat makroreentrant sirkuit, paling sering terjadi pada atrium kanan. Rate flutter
biasanya 250 – 350 kali per menit. Respons ventrikel ditentukan oleh rasio
konduksi AV Node (konduksi 2:1, 3:1, 4:1, atau bervariasi), paling sering atrial
flutter dengan konduksi 2:1 yang umumnya mempunyai rate ventrikel 150 kali
per menit, oleh karena itu selalu didiagnosis banding dengan SVT
Banyak impuls cepat dari AV node saat periode refrakter yang tidak
kanan. Berbeda dengan fibrilasi atrium yang ditopang oleh beberapa wavelet
reentrant baik anatomis maupun fungsional, atrial flutter hanya ditopang oleh
satu wavelet reentrant. Ismus di jaringan atrial berbatasan dengan vena cava
inferior (VCI) dan annulus tricuspid membentuk critical zone dari sirkuit reentry
Ada beberapa kondisi yang membuat diagnosis atrial flutter dari EKG
sulit, antara lain adanya scar di atrium dengan voltase rendah, sehingga
atrial tetap berlangsung, Adanya sirkuit tambahan (concomitant circuit) juga dapat
17
mengubah morfologi typical atrial flutter. Rate ventrikel yang sangat cepat dan
bagi pasien dengan irama jantung abnormal yang sulit didiagnosis dengan EKG.
konduksi listrik jantung untuk menilai aktivitas listrik dan jalur konduksi jantung;
yang ditandai dengan laju atrium yang regular dan morfologi gelombang P yang
Atrial flutter terdiri dari 2 jenis, yaitu typical atrial flutter dan atypical
atrial flutter.4 Typical atrial flutter adalah takikardi atrium yang terorganisir. Hal
ini juga dapat didefinisikan sebagai takikardi macroreentrant pada atrium kanan.
Aritmia ini memiliki panjang siklus 200-260 ms, dapat berfluktuasi tergantung
pengobatan pasien sebelumnya atau ablasi dan adanya riwayat penyakit jantung
bawaan. Sirkuit typical atrial flutter berasal dari sekitar anulus trikuspid yang
dibatasi oleh hambatan anatomis, vena kava superior, vena kava inferior, sinus
18
koroner, dan krista terminalis. Gelombang ini biasanya berputar di sekitar sirkuit,
paling sering berlawanan dengan arah jarum jam. Kondisi ini menghasilkan
menunjukkan pola gigi gergaji (saw tooth appearance) di inferior lead, dengan
downward slope lambat diikuti oleh upward slope cepat. Gambaran EKG pada
typical atrial flutter atau type 1 atrial flutter anticlockwise reentry (berlawanan
arah jarum jam) adalah gelombang flutter negatif pada lead inferior (II, III, aVF)
tricuspid. Atypical atrial flutter merupakan bentuk lain typical atrial flutter,
meliputi lower loop reentry, fosa ovalis flutter, superior vena cava flutter, dan
19
upper loop reentry. Atrial flutter dengan lower loop reentry menggunakan sirkuit
yang mencakup CavoTricuspid Isthmus (CVI), paling sering di atrial flutter. Rata-
rata panjang siklus biasanya 170-250 ms. Pola EKG atypical atrial flutter sangat
mirip dengan typical atrial flutter (clockwise), tetapi siklusnya lebih pendek.81
Sirkuit ini terbentuk akibat scar operasi, biasanya pada pasien pasca-pembedahan
akibat penyakit jantung bawaan. Gambaran EKG pada atypical atrial flutter atau
type 2 atrial flutter clockwise reentry (searah jarum jam) adalah gelombang flutter
positif pada lead inferior (II, III, aVF) dan negative pada lead V1.78,80
tricuspid dengan arah berlawanan jarum jam (dari arah septum interatrium ke
searah dengan jarum jam yaitu dari arah dinding lateral atrium kanan ke septum
Karakteristik EKG pada KA tipikal berupa gelombang kepak yang negatif pada
sadapan inferior (sehingga disebut gelombang gigi gergaji) dan positif di sadapan
20
V1 dengan laju atrium 250 – 350 kpm. KA tipikal terbalik memilki karakteristik
EKG yang berlawanan dengan KA tipikal, yaitu gelombang kepak yang positif
pada sadapan inferior dan negatif pada sadapan V1. Meskipun laju atrium pada
KA berkisar 250 – 350 kpm, namun dapat ditemukan laju yang lebih rendah yaitu
pada kondisi kelainan pada atrium yang berat, konsumsi obat 145 anti-aritmia,
Kepak atrium dapat terjadi pada kondisi klinis yang berhubungan dengan
fibrilasi 4 atrium (FA). Selain itu KA dapat distimulasi oleh TA atau FA.2
Terjadinya KA dan FA pada pasien yang sama juga sering ditemukan. Sebanyak
yaitu sekitar 82% dalam waktu 5 tahun pemantauan. Faktor risiko terjadinya FA
Kepak atrium juga dapat terjadi akibat terapi anti-aritmia untuk FA,
21
KA non dependen - IKT atau KA atipikal menggambarkan makro reentri
yang tidak tergantung pada konduksi melalui IKT. Sirkuit yang terlibat pada KA
atipikal bervariasi, misalnya di sekitar annulus katup mitral (KA perimitral), atap
atrium kiri, dan jaringan parut di atrium kanan atau kiri. Kepak atrium atipikal ini
dapat terjadi pada pasien dengan jaringan parut di atrium akibat operasi jantung
menjadi makro reentri (diameter biasanya dalam beberapa cm) dan mikro reentri
sirkuit KA.12-15 Berbeda dengan gambaran EKG pada KA tipikal yang memiliki
nilai prediktif yang baik pada pasien tanpa riwayat ablasi kateter untuk FA,
gambaran EKG pada pasien yang memiliki riwayat ablasi FA kurang dapat
memprediksi sirkuit KA. Gelombang P yang positif atau bifasik (tetapi dominan
pemetaan intrakardiak.8
dipahami dan dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut
22
tentang mekanisme FA adalah 1) adanya faktor pemicu (trigger); dan 2) faktor-
faktor yang melanggengkan. Pada pasien dengan FA yang sering kambuh tetapi
masih dapat konversi secara spontan, mekanisme utama yang mendasari biasanya
karena adanya faktor pemicu (trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang tidak
melanggengkan. 9
perlahan tetapi progresif baik di ventrikel maupun atrium. Proses remodeling yang
otot dan serabut konduksi di atrium, serta menjadi factor pemicu sekaligus factor
memiliki peran yang penting dalam patofisiologi FA, yaitu melalui peningkatan
Ca2+ intraselular oleh sistem saraf simpatis dan pemendekan periode refrakter
ablasi. Namun, manfaat ablasi pleksus ganglionik sampai sekarang masih belum
jelas.11
23
Setelah munculnya FA, perubahan sifat elektrofisiologis atrium, fungsi
mekanis, dan ultra struktur atrium terjadi pada rentang waktu dan dengan
(downregulation) arus masuk kalsium (melalui kanal tipe-L) dan peningkatan (up-
regulation) arus masuk kalium. Beberapa hari setelah kembali ke irama sinus,
maka periode refrakter atrium akan kembali normal.2 Gangguan fungsi kontraksi
atrium juga terjadi pada beberapa hari setelah terjadinya FA. Mekanisme yang
reentri mikro (multiple wavelet hypothesis) karena adanya substrat (gambar 1).
Meskipun demikian, keberadaan kedua hal ini dapat berdiri sendiri atau muncul
bersamaan.9,13
24
Gambar 1. Mekanisme elektrofisiologis FA. A. Mekanisme fokal: fokus/pemicu (tanda bintang)
sering ditemukan di vena pulmoner. B. Mekanisme reentri mikro: banyak wavelet independen
yang secara kontinu menyebar melalui otot-otot atrium dengan cara yang kacau. AKi: atrium kiri,
AKa: atrium kanan, VP: vena pulmoner, VKI: vena kava inferior, VKS: vena kava superior
(dimodifikasi dari referensi 15).
Mekanisme fokal
daerah tertentu, yakni 72% di VP dan sisanya (28%) bervariasi dari vena kava
superior (37%), dinding posterior atrium kiri (38,3%), krista terminalis (3,7%),
activity dan reentri. Vena pulmoner memiliki potensi yang kuat untuk memulai
yang lebih pendek serta adanya perubahan drastis orientasi serat miosit.2
yang memiliki frekuensi tinggi dan dominan (umumnya berada pada atau dekat
25
dengan batas antara VP dan atrium kiri) akan menghasilkan pelambatan frekuensi
tinggi dan dominan tersebar di seluruh atrium, sehingga lebih sulit untuk
atrium dengan cara yang kacau. Hipotesis ini pertama kali dikemukakan oleh Moe
secara acak dan saling bertabrakan satu sama lain dan kemudian padam, atau
terbagi menjadi banyak wavelet lain yang terus-menerus merangsang atrium. Oleh
karenanya, sirkuit reentri ini tidak stabil, beberapa menghilang, sedangkan yang
lain tumbuh lagi. Sirkuit-sirkuit ini memiliki panjang siklus yang bervariasi tapi
Pada pasien dengan hemodinamik stabil dapat diberikan obat yang dapat
dipakai pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel yang masih baik. Obat
26
intravena mempunyai respon yang lebih cepat untuk mengontrol respon irama
ventrikel pada pasien dengan FA dan gagal jantung atau adanya hipotensi. Namun
aritmia letal. Pada fase akut, target laju jantung adalah 80-100 kpm.41
Rekomendasi obat intravena yang dapat digunakan pada kondisi akut dapat dilihat
di tabel 5.80
obat antiaritmia oral. Diharapkan laju jantung akan menurun dalam waktu 1-3 jam
mg), penyekat beta (propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau metoprolol 50
mg).81-83 Dalam hal ini penting diperhatikan untuk menyingkirkan adanya riwayat
dan gejala gagal jantung. Kendali laju yang efektif tetap harus dengan pemberian
27
iv: intravena
3.5.1.2 Kendali irama fase akut
hemodinamik pada pasien FA. Pasien yang mengalami hemodinamik tidak stabil
kejadian proaritmia akibat obat, disfungsi nodus sinoatrial (henti sinus atau jeda
menjadi irama sinus. Efektivitas propafenon oral tersebut mencapai 45% dalam 3
28
jam. Strategi terapi ini dapat dipilih pada pasien dengan simtom yang berat dan
FA jarang (sekali dalam sebulan).41,84 Oleh karena itu, propafenon (450-600 mg)
kardiovaskuler yang menyertai, pemilihan strategi kendali irama atau kendali laju,
Studi terbesar tentang pemilihan strategi terapi FA adalah studi The Atrial
mortalitas secara umum antara pemilihan strategi kendali laju atau kendali irama
pada pasien FA.6 Beberapa studi lain juga telah dilakukan dan didapatkan bahwa
kendali laju tidak inferior dibandingkan dengan kendali irama untuk pencegahan
mengeluarkan pasien dengan usia muda (<65 tahun) dengan FA persisten, pasien
tanpa kelainan jantung struktural, dan pasien dengan gagal jantung berat. Pada
Secara umum strategi kendali laju dihubungan dengan angka perawatan rumah
sakit yang lebih rendah, efek samping obat antiaritmia yang lebih minimal dan
29
Simtom akibat FA adalah hal penting untuk menentukan pemilihan
kendali laju atau irama. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah FA yang
sudah lama, usia tua, penyakit kardiovaskular berat, penyakit lain yang menyertai,
dan besarnya atrium kiri.85 Pada pasien dengan FA simtomatik yang sudah terjadi
lama, terapi yang dipilih adalah kendali laju. Namun, apabila pasien masih ada
keluhan dengan strategi kendali laju, kendali irama dapat menjadi strategi terapi
usia tua dan keluhan minimal (skor EHRA 1). Kendali irama direkomendasikan
pada pasien yang masih simtomatik (skor EHRA ≥2) meskipun telah dilakukan
kendali laju optimal. Beberapa indikasi pemilihan strategi terapi pada persisten
Tabel 6. Indikasi kendali laju dan kendali irama pada persisten FA.84
secara longgar atau ketat. Studi RAte Control Efficacy in permanent atrial
fibrillation (RACE) II menunjukkan bahwa kendali laju ketat tidak lebih baik dari
kendali laju longgar.87 Pada kendali laju longgar, target terapi adalah respon
ventrikel <110 kpm saat istirahat. Apabila dengan target ini pasien masih
30
merasakan keluhan, dianjurkan untuk melakukan kendali laju ketat yaitu dengan
target laju saat istirahat < 80 kpm. Evaluasi monitor Holter dapat dilakukan untuk
pasien FA dengan gagal jantung dan fraksi ejeksi yang rendah atau pasien dengan
digoksin untuk kendali laju.41 Digoksin tidak dianjurkan untuk terapi awal pada
pasien FA yang aktif, dan sebaiknya hanya diberikan pada pasien gagal jantung
sistolik yang tidak memiliki aktivitas tinggi. Hal ini disebabkan karena digoksin
hanya bekerja pada parasimpatis. Amiodaron untuk kendali laju hanya diberikan
apabila obat lain tidak optimal untuk pasien.84 Tabel 7 menunjukkan beberapa
31
3.5.2.3 Kendali Irama Jangka Panjang
ini dipilih pada pasien yang masih mengalami simtom meskipun terapi kendali
laju telah dilakukan secara optimal.84,85 Pilihan pertama untuk terapi dengan
32
atrium yang dapat meningkatkan ukuran atrium dan menyebabkan kardiomiopati
atrium.86
tindakan ini pada FA persisten mencapai angka 80-96%,89 dan sebanyak 23%
pasien tetap sinus dalam waktu setahun dan 16% dalam waktu dua tahun.90
33
Amiodaron adalah antiaritmia yang paling kuat mencegah terjadinya rekurensi FA
atau rekurensi FA adalah berat badan, durasi FA yang lebih lama (>1-2 tahun),
gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan dimensi atrium kiri,
dibandingkan arus monofasik (360 joule) karena membutuhkan energi yang lebih
34
Gambar 11. Kardioversi pada pasien dengan FA. FA: fibrilasi atrium, ETE:
ekokardiografi transesofageal (disadur dari referensi 2).
Gambar 12. Pemilihan tindakan AFR dan terapi obat antiaritmia. GJK: Gagal
Jantung Kongestif, PJK: Penyakit Jantung Koroner, FA: Fibrilasi Atrium, NYHA:
New York Heart Assosiation (dimodifikasi dari referensi 2).
3.5.3 Terapi antitrombotik pada Fibrilasi Atrial
3.5.3.1 Penaksiran risiko stroke dan perdarahan
Tromboemboli
Fibrilasi. Risiko stroke dan emboli sistemik pada pasien dengan FA didasari
dengan stasis aliran darah di atrium kiri akan menyebabkan penurunan kecepatan
aliran pada aurikel atrium kiri (AAK) yang dapat terlihat sebagai spontaneous
sumber emboli yang utama (>90%). Abnormalitas endokard terdiri dari dilatasi
atrium yang progresif, denudasi endokard, dan infiltrasi fibroelastik dari matriks
35
dan trombosit, peradangan dan kelainan factor pertumbuhan dapat ditemukan
pada FA.62
Stroke pada FA adalah 15% per tahun yaitu berkisar 1,5% pada kelompok
usia 50 sampai 59 tahun dan meningkat hingga 23,5% pada kelompok usia 80
sampai 89 tahun.39 Sedangkan rerata insiden stroke dan emboli sistemik lain
pasien FA yang memiliki risiko tinggi stroke dan tromboemboli. Dengan demikian
panduan stratifikasi risiko stroke pada pasien FA harus bersikap lebih inklusif
terhadap berbagai faktor risiko stroke yang umum sehingga akan mencakup
yaitu Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥75 years (skor 2), Diabetes
mellitus, Stroke history (skor 2), peripheral Vascular disease, Age between 65 to
74 years, Sex Category (female). Riwayat gagal jantung bukan merupakan faktor
risiko stroke, tetapi yang dimaksud dengan huruf ‘C’ pada skor CHA2DS2VASc
adalah adanya disfungsi ventrikel kiri sedang hingga berat (Left Ventricular
Ejection Fraction/LVEF ≤ 40%) atau pasien gagal jantung baru yang memerlukan
rawat inap tanpa memandang nilai fraksi ejeksi.45 Hipertiroid juga bukan
36
Skor CHA2DS2-VASc sudah divalidasi pada berbagai studi kohor dan
benar-benar risiko rendah49,50 tetapi juga sebaik atau mungkin lebih baik dari skor
Stroke, history of Bleeding, Labile INR value, Elderly, dan antithrombotic Drugs
and alcohol telah divalidasi pada banyak studi kohor berkorelasi baik dengan
harus dilakukan dan jika skor HAS-BLED ≥3 maka perlu perhatian khusus,
pengawasan berkala dan upaya untuk mengoreksi faktor-faktor risiko yang dapat
dan memikirkan faktor-faktor risiko yang dapat dikoreksi seperti tekanan darah
drugs (NSAIDs), dsb. Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa pada skor
HAS-BLED yang sama, risiko perdarahan intrakranial dan perdarahan mayor lain
37
CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED sangat bermanfaat dalam keputusan
yang paling banyak digunakan untuk pencegahan stroke pada FA. Telaah lima
penurunan insiden stroke iskemik dari 4,5% jadi 1,4% per tahun (relative risk
38
reduction [RRR] 68%; 95% CI, 50% s/d 79%; P<0.001).55 Angka perdarahan
mayor akibat AVK adalah 1,3% per tahun dibandingkan hanya 1% pada plasebo.
Suatu analisis-meta terhadap 26 studi baru-baru ini mendapatkan RRR 64% (95%
CI, 49% s/d 74%) untuk pencegahan sekunder stroke iskemik dan hemoragik.
Angka absolute risk reduction (ARR) 2,7% per tahun pada studi-studi prevensi
primer dan 8,4% per tahun pada studi-studi prevensi sekunder. Terdapat
peningkatan mortalitas signifikan dengan AVK yaitu ARR 1,6% per tahun. Bukti
tambahan menunjukkan bahwa pencegahan stroke oleh AVK hanya efektif bila
time in therapeutic range (TTR) baik yaitu >70%. TTR adalah proporsi waktu
AVK.56,57 Oleh karena itu, upaya pengaturan dosis yang terus-menerus harus
dilakukan untuk memperoleh nilai target INR 2-3. Kesulitan pemakaian AVK di
perifer. Dalam kaitan ini perlu juga diperhatikan adanya faktor genetik pada etnis
Saat ini terdapat 3 jenis AKB yang bukan merupakan AVK di pasaran
Dabigatran Etexilate
therapY with dabigatran etexilate),59 suatu studi acak dengan tiga lengan yaitu
39
membandingkan 2 jenis dosis dabigatran etexilate [110 mg b.i.d. (D110) atau 150
primary efficacy endpoint berupa stroke dan emboli sistemik, D150 lebih superior
dari warfarin, tanpa perbedaan signifikan dalam hal primary safety endpoint
berupa perdarahan mayor. D110 non-inferior terhadap warfarin, dengan 20% lebih
D150. Angka berhenti minum obat lebih tinggi pada D150 (20,7%) dan D110
dan keamanan dabigatran konsisten pada seluruh strata skor CHADS2 dan sama
efeknya baik pada bekas pemakai maupun belum pernah memakai AVK.60
Berdasarkan hasil studi RE-LY, dabigatran etexilate telah disetujui Food and
Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency (EMA), juga oleh
beberapa badan otoritas obat dan makanan berbagai negara lain, untuk
faktor risiko berikut: riwayat stroke, transient ischaemic attack (TIA) atau emboli
sistemik; LVEF <40%; gagal jantung simtomatik; dan usia ≥75 tahun atau ≥65
tahun tetapi disertai salah satu dari diabetes, penyakit jantung koroner atau
hipertensi. FDA menyetujui dosis 150 mg b.i.d., dan dosis 75 mg b.i.d. bila terjadi
40
gangguan ginjal berat, sedangkan EMA menyetujui baik dosis 110 mg b.i.d.
Rivaroxaban
yang diberikan rivaroxaban 20 mg o.d. (15 mg o.d. bila kreatinin klirens hitung
30–49 mL/min) dibandingkan dengan warfarin. Subjek pada studi ini mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk stroke dibandingkan studi AKB lain tetapi rerata
TTR hanya 55% yang lebih rendah dibanding semua studi AKB lain. Didapatkan
berupa stroke dan emboli sistemik. Tidak terdapat penurunan angka mortalitas
atau stroke iskemik tetapi terdapat penurunan bermakna stroke hemoragik dan
perdarahan intrakranial. Tidak ada perbedaan pada primary safety endpoint yaitu
gabungan perdarahan mayor dan perdarahan yang relevan secara klinis tetapi
(22,4%). Rivaroxaban juga telah disetujui oleh FDA dan EMA untuk prevensi
Apixaban
penyesuaian dosis jadi 2,5 mg b.i.d. bila usia ≥80 tahun, berat badan ≤60kg atau
mg/hari, dengan 91% minum ≤162 mg/hari). Setelah masa pengamatan 1,1 tahun,
41
studi dihentikan lebih awal karena didapatkan penurunan signifikan 55% pada
primary endpoint berupa stroke atau emboli sistemik pada kelompok apixaban
dengan penyesuaian dosis jadi 2,5 mg b.i.d bila ≥80 tahun, berat badan ≤60kg
atau dengan kreatinin serum ≥1,5 mg/dL (133mmol/L)] dengan warfarin dosis
disesuaikan untuk memperoleh nilai INR 2–3 pada 18201 pasien FA non-valvular.
stroke hemoragik dan perdarahan intrakranial lebih rendah secara bermakna pada
ditoleransi lebih baik daripada warfarin dengan lebih sedikit diskontinuitas dini
(25,3% vs 27,5%). Apixaban juga sudah mendapat persetujuan EMA dan FDA
Teknik ini juga dipakai pada pasien atrial flutter kronis yang tidak respons dengan
beberapa pendekatan terapi lain. Pendekatan terapi lain adalah metode “burst
42
pacing”, yaitu menggunakan pacemaker baik permanen maupun sementara yang
defibrillator dapat diprogram sebagai “burst pacing” pada saat atrial flutter
terjadi.82,83
dengan obat aritmia golongan IA, IC, dan III. Bentuk lain terapi atrial flutter
adalah dengan kateter ablasi radiofrekuensi untuk membuat garis konduksi yang
tersebut dan untuk menurunkan angka kekambuhan.79 Metode ini adalah dengan
memasukkan kateter elektroda melalui vena femoralis – vena cava inferior sampai
43
Gambar 21. Tatalaksana Kepak Atrium lanjutan8
44
45
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu lalu SMRS,
disertai rasa berdebar debar, pusing, mudah lelah dan nyeri dada. Sesak napas
pertama kali dialami ketika pasien bermain tenis meja dan semakin hari semakin
memberat. Sesak napas berkurang ketika istirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi
oleh debu maupun cuaca. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada ketika sesak napas
timbul. Nyeri dada seperti tertekan benda berat dan tidak menjalar hingga tangan
2 minggu lalu saat sesak napas pertama kali. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
sering sakit kepala dan sering mudah lelah. Pasien juga mengeluhkan batuk kering
sesekali. Selain itu, pasien mengeluhkan tangan gemetar sejak sesak napas
pertama kali. Pasien lebih nyaman tidur posisi setengah duduk. pasien juga.
Riwayat demam berulang, keringat malam dan berat badan menurun disangkal,
dan Free T4. Pada hasil EKG didapatkan gambaran atrial flutter dan atrial
fibrilasi. Pada hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan hasil kardiomegali dan
46
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada
sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak
terjadi akibat bendungan paru karena gagal jantung kiri (dari dugaan stenosis
menyebabkan terjadinya aliran balik darah vena pulmonal ke paru. Atrial fibrilasi
dapat terjadi akibat dugaan dari mitral stenosis yang terjadi pada pasien.
respon ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung. Ketiga hal ini akan
depolarisasi. Depolarisasi yang cepat dan berulang pada AF mempunyai sifat yang
tidak sempurna, sehingga proses kontraktilitas jantung juga tidak bisa maksimal.
Selain itu, peningkatan depolarisasi dan denyut jantung pada atrium akan
direspon secara fisiologis oleh ventrikel dengan penurunan denyut jantung. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi peningkatan potensial aksi pada atrium yang
47
denyut pada ventrikel terjadi karena proses fisiologis yang diperankan oleh
berbahaya pada jantung akibat dari AF. Tromboembolisme terjadi akibat dari 3
faktor, yaitu statis, disfungi endotel dan hiperkoagulasi. Mekanisme ini terjadi
dari statis dan kerusakan endotel darah akibat kontraksi dan aliran darah yang
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IV Furosemid 1 am[/12 jam.
sakit.
48
BAB 5
KESIMPULAN
jika impuls elektrik tidak sesuai dengan alur listrik jantung. Sinyal elektrik
lebih cepat dibandingkan ventrikel. Pada atrial flutter denyut jantung sekitar 200-
tekanan darah ( hipertensi atau hipotensi ), nadi mungkin tidak teratur, bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, kulit pucat, sianosis, berkeringat, edema
(trombosis superfisial), produksi urin menurun bila curah jantung menurun berat,
sinkop, pusing, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil, rasa
tidak nyaman pada dada dapat berupa nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah, pernafasan pendek, bunyi nafas
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
nyawa, namun jika tidak diobati, efek samping dari AFL dapat berpotensi
mengancam nyawa. AFL menyebabkan jantung lebih sulit untuk memompa darah
secara efektif . Dengan darah yang bergerak lebih lambat, memungkinkan untuk
bisa naik ke otak dan menyebabkan stroke atau serangan jantung. Tanpa
49
pengobatan, AFL juga dapat menyebabkan denyut nadi menjadi cepat untuk
jangka waktu yang lama. Ini berarti bahwa ventrikel berdenyut terlalu cepat.
Ketika ventrikel berdenyut terlalu cepat dalam jangka waktu yang lama, otot
jantung bisa menjadi lemah. Kondisi ini disebut cardiomyopathy. Hal ini dapat
AFL juga dapat menyebabkan jenis lain aritmia yang disebut fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium ( Afib ) adalah jenis yang paling umum dari irama jantung yang
50
DAFTAR PUSTAKA
4. Hsieh MH, Tai CT, Chiang CE, Tsai CF, Yu WC, Chen YJ, Ding YA,
Chen SA. Recurrent atrial flutter and atrial fibrillation after catheter
ablation of the cavotricuspid isthmus: A very long-term follow-up of 333
patients. Journal of interventional cardiac electrophysiology : an
international journal of arrhythmias and pacing. 2002;7:225-231
5. Chinitz JS, Gerstenfeld EP, Marchlinski FE, Callans DJ. Atrial fibrillation
is common after ablation of isolated atrial flutter during long-term follow-
up. Heart rhythm. 2007;4:1029-1033
51
predictors of atrial fibrillation occurrence after transisthmic ablation in
patients with preablation lone atrial flutter, coexistent atrial fibrillation, and
drug induced atrial flutter. Pacing and clinical electrophysiology : PACE.
2004;27:1507-1512
7. Stevenson IH, Kistler PM, Spence SJ, Vohra JK, Sparks PB, Morton JB,
Kalman JM. Scar-related right atrial macroreentrant tachycardia in patients
without prior atrial surgery: Electroanatomic characterization and ablation
outcome. Heart rhythm. 2005;2:594-601
10. Seiler J, Schmid DK, Irtel TA, Tanner H, Rotter M, Schwick N, Delacretaz
E. Dualloop circuits in postoperative atrial macro re-entrant tachycardias.
Heart. 2007;93:325-330
11. Roberts-Thomson KC, Kistler PM, Kalman JM. Focal atrial tachycardia i:
Clinical features, diagnosis, mechanisms, and anatomic location. Pacing
and clinical electrophysiology : PACE. 2006;29:643-652
52
dependent atrial flutter? Europace : European pacing, arrhythmias, and
cardiac electrophysiology : journal of the working groups on cardiac
pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the
European Society of Cardiology. 2009;11:1071-1076
16. McElderry HT, McGiffin DC, Plumb VJ, Nanthakumar K, Epstein AE,
Yamada T, Kay GN. Proarrhythmic aspects of atrial fibrillation surgery:
Mechanisms of postoperative macroreentrant tachycardias. Circulation.
2008;117:155-162
53
fibrillation: Part i: Classification, incidence, management. Pacing and
clinical electrophysiology : PACE. 2009;32:393-398
19. Calkins H, Kuck KH, Cappato R, Brugada J, Camm AJ, Chen SA, Crijns
HJ, Damiano RJ, Jr., Davies DW, DiMarco J, Edgerton J, Ellenbogen K,
Ezekowitz MD, Haines DE, Haissaguerre M, Hindricks G, Iesaka Y,
Jackman W, Jalife J, Jais P, Kalman J, Keane D, Kim YH, Kirchhof P,
Klein G, Kottkamp H, Kumagai K, Lindsay BD, Mansour M, Marchlinski
FE, McCarthy PM, Mont JL, Morady F, Nademanee K, Nakagawa H,
Natale A, Nattel S, Packer DL, Pappone C, Prystowsky E, Raviele A,
Reddy V, Ruskin JN, Shemin RJ, Tsao HM, Wilber D. 2012 hrs/ehra/ecas
expert consensus statement on catheter and surgical ablation of atrial
fibrillation: Recommendations for patient selection, procedural techniques,
patient management and follow-up, definitions, endpoints, and research
trial design: A report of the heart rhythm society (hrs) task force on catheter
and surgical ablation of atrial fibrillation. Developed in partnership with the
european heart rhythm association (ehra), a registered branch of the
european society of cardiology (esc) and the european cardiac arrhythmia
society (ecas); and in collaboration with the american college of cardiology
(acc), american heart association (aha), the asia pacific heart rhythm society
(aphrs), and the society of thoracic surgeons (sts). Endorsed by the
governing bodies of the american college of cardiology foundation, the
american heart association, the european cardiac arrhythmia society, the
european heart rhythm association, the society of thoracic surgeons, the
asia pacific heart rhythm society, and the heart rhythm society. Heart
rhythm. 2012;9:632-696 e621 uropace. 2013;15(3):414-9.
54