Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

Sindrom Syok Dengue Dekompensasi


Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

di RSUD RAA Soewondo Pati

Pembimbing:
dr. Isfandiyar Fahmi, Msi.Med, Sp.A

Penyusun:
Kent Vilandka (406172039)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 17 SEPTEMBER 2018 – 25 NOVEMBER 2018

Universitas Tarumanagara 1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Sindrom Syok Dengue Dekompensasi”. Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk
memenuhi salah satu dari syarat program pendidikan profesi di bagian Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada dr. Isfandiyar Fahmi, Msi.Med, Sp.A selaku pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu penulis selama proses penyusunan referat ini.
Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam
penulisan kasus ini. Demikian, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun pembacanya.

Pati, 17 Oktober 2018

Universitas Tarumanagara 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 6
2.1 Virus Dengue ............................................................................................. 6
2.2 Cara Penularan ........................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi .............................................................................................. 7
2.4 Patogenesis ................................................................................................. 7
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................... 10
2.6 Diagnosa Lab ........................................................................................... 19
2.7 Kriteria diagnosis ...................................................................................... 23
2.8 Tatalaksana............................................................................................... 26
2.9 Komplikasi ............................................................................................... 36
3. REKAM MEDIS KASUS ................................................................................... 43
4. PENUTUP ............................................................................................................ 46
5. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

Universitas Tarumanagara 3
BAB 1
PENDAHULUAN

Dengue adalah penyakit yang disebabkan infeksi oleh salah satu dari 4 serotipe
virus dengue. Virus ini merupakan virus RNA, tergolong dalam Arbovirus, dan
termasuk dalam genus Flavivirus. Nyamuk genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan
Aedes albopictus merupakan perantara virus ini.(1,2) Infeksi dengue dapat menyebabkan
demam dengue ataupun demam berdarah dengue. Hal ini dikarenakan infeksi virus
dengue menimbulkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe yang spesifik. Apabila
seseorang terinfeksi dengan serotipe dengue lain (infeksi sekunder), maka akan terjadi
menifestasi demam berdarah dengue yang disebabkan adanya respon sistem imun yang
berlebihan. Demam berdarah dengue sendiri dapat dibagi lebih lanjut tergantung dari
derajat keparahannya.(1,3) Derajat paling fatal dari demam berdarah dengue adalah
sindrom shock dengue dekompensasi.(4)

Saat ini, dengue merupakan salah satu masalah kesehatan global di dunia.(1)
Menurut WHO, diperkirakan 50 sampai 100 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap
tahunnya. Dari kasus-kasus ini, sekitar 500.000 berlanjut menjadi demam berdarah
(2)
dengue yang menyebabkan 22.000 kematian. Pada Tahun 2015, tercatat terdapat
sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di
antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita
meninggal dunia pada tahun 2014.(5) Mayoritas kematian terutama terjadi pada anak-
anak di bawah usia 15 tahun. (2)

Tingginya dan semakin meningkatnya kasus dengue setiap tahunnya terutama


demam berdarah dengue di Indonesia serta akibat fatal yang bisa diakibatkannya
terutama pada anak-anak, tentunya membuat kita harus lebih waspada. Penulisan
referat ini bertujuan supaya pembaca lebih memahami mengenai infeksi dengue
khususnya demam berdarah dengue dekompensasi, tanda dan gejalanya, cara

Universitas Tarumanagara 4
penegakkan diagnosisnya, penatalaksanaannya, serta untuk meningkatkan
pengetahuan penulis tentang demam berdarah dengue dekompensasi.

Universitas Tarumanagara 5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ini termasuk dalam Arbovirus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. Infeksi dengue menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan
manifestasi perdarahn. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan
seumur hidup dan membentuk antibodi yang spesifik. Apabila seseorang yang telah
mendapatkan kekebalan yang spesifik terhadap satu serotipe kemudian terinfeksi
dengan serotipe jenis lainnya, maka akan terjadi manifestasi demam berdarah dengue
akibat respon sistem imun yang berlebihan.(1–4) Dilaporkan kalau di Indonesia telah
tersebar keempat serotipe virus dengue, namun serotipe virus DEN-3 masih dominan
menyebabkan kasus dengue yang berat dan fatal. Serta lebih dari setengah populasi
anak-anak di Indonesia telah terekspos lebih dari 1 serotipe dengue yang juga sering
dikaitkan dengan kasus dengue yang lebih parah. (6,7)

2.2 Cara Penularan


Nyamuk betina genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus
merupakan perantara virus dengue ini.(1,2) 4 hari setelah digigit oleh nyamuk
perantara, seseorang akan mengalami viremia. Viremia berlangsung kurang lebih 5
hari sampai dengan 12 hari. Pada hari pertama viremia, biasanya gejala tidak terlihat.
5 hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi, seseorang akan menunjukkan gejala
demam dengue yang bisa berlangsung 1 minggu atau lebih. Nyamuk yang menghisap
darah seseorang yang mengalami viremia, setelah 8-12 hari akan dapat
mentransmisikan virusnya ke orang lain. Sekali virus masuk dan berkembang biak
dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya
yakni 3-4 minggu.(8,9)

Universitas Tarumanagara 6
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan WHO, sekitar 50 sampai 100 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap
tahunnya. Dari kasus-kasus ini, sekitar 500.000 berlanjut menjadi demam berdarah
dengue yang menyebabkan 22.000 kematian. Dilaporkan pula kasus dengue di
Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat mencapai 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan
melebihi 3 juta di tahun 2013. (2) Pada Tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal
dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak
100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun
2014.(5) Mayoritas kematian terutama terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
(2)

2.4 Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.(10)
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Teori yang paling banyak dianut pada DBD dan SSD adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection). Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel

Universitas Tarumanagara 7
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.(10)
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (antigen-
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting
guna mencegah kematian. (10)

Universitas Tarumanagara 8
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah
(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product)
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. (10)

Universitas Tarumanagara 9
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi
lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.(10)

2.5 Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue


Infeksi virus dengue dapat menyebabkan kondisi yang berbeda-beda, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), demam tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue
(DD) baik dengan perdarahan maupun tanpa perdarahan, demam berdarah dengue

Universitas Tarumanagara 10
(DBD) dengan syok maupun tanpa syok, dan Expanded dengue syndrome/organopati
(manifestasi klinis yang tidak lazim).(11)

Gambar 3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue(11)

Sindrom Virus
Bayi, anak-anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue, terutama untuk
pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa demam
sederhana yang tidak khas. Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau saat
penyembuhan. Selain itu juga mungkin terdapat gangguan saluran pernafasan dan
pencernaan.(11)
Sindrom ini bersifat self limiting, namun kalau terkena infeksi yang kedua,
dikhawatirkan akan terjadi manifestasi penyakit lebih berat. (11)

Demam Dengue
Demam dengue sering terjadi pada anak besar, remaja, dan dewasa. Masa
inkubasi rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul dengan gejala berupa demam,
mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa

Universitas Tarumanagara 11
lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul
mendadak, tinggi (39oC-40oC), terus menerus (continuous), bifasik, berlangsung 2-7
hari. Pada hari ketiga, suhu tubuh umumnya menurun, namun masih di atas normal,
kemudian naik tinggi kembali (bifasik). Demam disertai mialgia, sakit punggung
(breakbone fever), artralgia, muntah, fotofobia, dan nyeri retroorbital. (11)
Pada hari ketiga atau keempat, ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis, namun ruam ini segera berkurang atau menghilang. Pada masa
penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan yang disebut ruam konvalesens berupa
ruam makulopapular dan petekie diselingi bercak-bercak putih (white islands in the sea
of red). Manifestasi perdarahan sangat ringan, biasa berupa uji tourniquet positif (≥10
petekie dalam area 2,8x2,8) atau beberapa petekie spontan. (11)
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit dengan jumlah normal,
namun dapat pula ditemukan leukositosis pada awal demam yang diikuti leukopenia
dengan jumlah PMN yang menurun pada fase demam. Jumlah trombosit dapat normal
atau menurun (100.000-150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari
50.000/mm3). Peningkatan hematokrit sampai 10% mungkin ditemukan akibat
dehidrasi karena demam tinggi, muntah, atau karena asupan cairan yang kurang.
Pemeriksaan biokimia umumnya normal, SGOT dan SGPT dapat meningkat. (11)

Demam Berdarah Dengue


DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak, continuous, kadang
bifasik, berlangsung 2-7 hari. Demam seringkali disertai gejala seperti demam dengue
yaitu facial flushing, anoreksia, mialgia, dan atralgia. Dapat pula terdapat gejala lain
seperti nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri
abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang
kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat ditemukan. Demam dapat
menjadi suhu 40oC, dan dapat disertai kejang demam. (11)
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie
spontan, epistaksis, perdarahan gusi. Terkadang dapat pula berupa perdarahan ringan
saluran cerna atau hematuria. (11)

Universitas Tarumanagara 12
Ruam makulopapular atau rubeliformis juga dapat ditemukan pada fase awal
sakit. Ruam konvalesens seperti demam dengue dapat juga ditemukan pada fase
penyembuhan. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam dengan pembesaran
bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta. Hepatomegali tidak disertai ikterus namun
lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok.(11)
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang dapat berupa efusi pleura, asites,
penebalan dinding kandung empedu (gall bladder wall thickening). Peningkatan nilai
hematokrit 20% dari data dasar dan penurunan kadar protein plasma terutama albumin
serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma.
Kebocoran plasma berat dapat menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal dengan
sindrom syok dengue (SSD). (11)
DBD terdiri dari 3 fase yaitu fase demam, kritis serta konvalesens. Setiap fase
perlu pemantauan yang berbeda. (11)

Fase Demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai
berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan
gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada kasus
sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga akan
menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan mortalitas yang
tinggi. (11)

Fase Kritis (fase syok)


Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence), pada
saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.
Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan
mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs). Perdarahan mukosa
spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi

Universitas Tarumanagara 13
perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan
jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi dibawah 100.000 sel/mm3 serta
kenaikan hematokrit di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan
pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤5.000 sel/mm3). (11)
Peningkatan Hematokrit diatas data dasar merupakan salah satu tanda paling
awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada umumnya
berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan
tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu pengukuran hematokrit berkala sangat
penting. (11)
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke
dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok dekompensasi yang dapat berupa
syok hipotensif dan profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan
organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata. (11)
Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah
leukosit yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai respon stress pada pasien
dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien masuk fase kritis perembesan plasma dan
kemudian mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan
hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat. (11)

Fase penyembuhan (fase konvalesens)


Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam,
terjadi reabsorbsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular yang
berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu
makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan
diuresis menyusul kemudian. Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah
karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera
setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih
lambat. Gangguan pernafasan akibat efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau

Universitas Tarumanagara 14
gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika
cairan intravena diberikan berlebihan. (11)

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue(11)

Sindrom Syok Dengue


Sindrom syok dengue (SSD) adalah syok hipovolemik yang terjadi pada DBD,
yang diakiatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma.
Syok dengue biasa terjadi pada penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu hari ke 4-5
(rentang hari ke 3-7), dan sering didahului tanda bahaya (warning signs). Apabila
pasien tidak mendapat terapi cairan yang adekuat, maka pasien tersebut akan segera
mengalami syok. (11)

Universitas Tarumanagara 15
Syok terkompensasi
Syok dengue merupakan satu rangkaian proses fisiologis, adanya hipovolemi
menyebabkan tubuh melakukan mekanisme kompensasi melalui jalur neurohumoral
agar tidak terjadi hipoperfusi pada organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahankan
sirkulasi melalui peningkatan isi sekuncup (stroke volume), laju jantung (heart rate),
dan vasokonstriksi perifer. (11)
Pada fase ini tekanan darah biasanya belum turun, namun sudah terjadi
penningkatan laju jantung. Oleh karena itu takikardia yang terjadi pada saat suhu tubuh
mulai turun, walaupun tekanan darah belum banyak menurun, harus diwaspadai adanya
kemungkinan anak untuk jatuh ke dalam kondisi syok. (11)
Itulah kepentingan mengapa tanda-tanda vital pada pasien DBD perlu
dilakukan lebih intensif. Begitu ada tanda takikardia, segera waspada kemungkinan
pasien mengalami syok terkompensasi. Namun, pada beberapa pasien perlu diingat
bahwa bisa saja pasien sudah mengalami syok terkompensasi namun takikardia tidak
terjadi, khususnya remaja dan dewasa. (11)
Tahap selanjutnya, apabila perembesan plasma terus berlangsung atau
pengobatan yang diberikan tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan
mempertahankan sirkulasi ke arah organ vital dengan mengurangi ke daerah perifer
(vasokonstriksi perifer), secara klinis ditemukan ekstremitas teraba dingin dan lembab,
sianosis, kulit tubuh menjadi bercak-bercak (mottled), pengisian waktu kapiler
(capillary refill time) memanjang yaitu lebih dari dua detik. (11)
Dengan adanya vasokonstriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi perifer
sehingga tekanan diastolik meningkat sedang tekanan sistolik tetap sehingga tekanan
nadi (perbedaan tekanan antara sistolik dan diastolik) akan menyempit kurang dari 20
mmHg. (11)
Pada tahap ini sistem pernapasan melakukan kompensasi berupa quite
tachypnea (takipnea tanpa peningkatan kerja otot pernapasan). Kompensasi sistem
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik namun nilai pH masih normal
dengan tekanan karbon dioksida rendah dan kadar bikarbonat rendah. (11)

Universitas Tarumanagara 16
Keadaan anak pada fase ini biasanya masih sadar, sehingga dokter yang kurang
berpengalaman mungkin tidak mengetahui bahwa pasien sudah berada dalam keadaan
kritis. (11)
Pemberian cairan yang adekuat pada umumnya akan memberikan prognosis
yang baik. Bila keadaan kritis luput dari pengamatan sehingga pengobatan tidak
diberikan dengan cepat dan tepat, maka pasien akan jatuh kedalam syok
dekompensasi.(11)

Syok dekompensasi
Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan
sistem kardiovaskular telah gagal, pada keadaan ini telah terjadi penurunan tekanan
sistolik dan diastolik (syok hipotensif). Apabila pasien terlambat berobat atau
pemberian pengobatan tidak adekuat maka akan terjadi profound shock yang ditandai
dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur, sianosis makin jelas
terlihat.(11)
Salah satu tanda perburukan klinis utama adalah perubahan kondisi mental
karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah, bingung, atau letargi. Kejang
dan agitasi mungkin terjadi bergantian dengan letargi. Pada beberapa kasus anak-anak
dan dewasa muda pasien tetap memiliki status mental yang baik walaupun sudah
mengalami syok. Ketidakmampuan bayi dan anak-anak untuk mengenali atau
melakukan kontak mata dengan orang tua, atau tidak memberi respons terhadap
rangsang nyeri seperti pada saat pengambilan darah, dapat merupakan pertanda buruk
yaitu awal terjadinya hipoperfusi korteks serebri. Orang tua mungkin menjadi orang
pertama yang mengenali tanda-tanda ini akan tetapi mereka mungkin tidak dapat
menggambarkannya, selain mengatakan ada sesuatu yang salah. Oleh karena itu
keterangan orang tua harus didengar dan diperhatikan.(11)
Syok hipotensif berkepanjangan dan hipoksia menyebabkan asidosis metabolik
berat, kegagalan organ multipel serta perjalanan klinis yang sangat sulit diatasi.
Perjalanan dari ditemukannya warning signs sampai terjadi syok terkompensasi, dan
dari syok terkompensasi menjadi syok hipotensi dapat memakan waktu beberapa jam.

Universitas Tarumanagara 17
Akan tetapi dari syok hipotensif sampai terjadi kolaps kardiorespirasi dan henti jantung
hanya dalam hitungan menit.(11)

Pasien DBD berat memiliki derajat kelainan koagulasi yang bervariasi, tetapi
hal ini pada umumnya tidak sampai menyebabkan perdarahan masif. Terjadinya
perdarahan masif hampir selalu berhubungan dengan profound shock yang bersama-
sama dengan trombositopenia, hipoksia serta asidosis dapat menyebabkan kegagalan
organ multipel dan koagulasi intravaskular diseminata. Perdarahan masif tanpa
profound shock dapat terjadi karena penggunaan asam asetil salisilat (aspirin,
ibuprofen, kortikosteroid, atau juga pada pasien ulkus duodenum.(11)

Pada syok berat juga mungkint erjadi gagal hati akut dan gagal ginjal akut serta
ensefalopati. Selain itu kardiomiopati dan ensefalitis juga juga telah dilaporkan terjadi
dalam sejumlah kasus dengue. Namun sebagian besar kematian akibat dengue terjadi
akibat profound shock yang dipersulit oleh perdarahan dan/atau pemberian ciaran
berlebih. Pasien dengan perembesan plasma hebat mungkin tidak jatuh ke keadaan
syok jika diberikan penggantian cairan sesegera mungkin, namun mungkin
menyebabkan gangguan pernafasan akibat terapi cairan intravena yang berlebih.(11)

Expanded Dengue Syndrome


Expanded dengue syndrome (EDS) adalah manifestasi yang tidak lazim/zarang
pada kasus infeksi dengue di mana terjadi keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak,
maupun jantung. Manifestasi ini terjadi terutama disebabkan kondisi syok yang
berkepanjangan dan berlanjut menjadi gagal organ atau pasien dengan komorbiditas
atau ko-infeksi. Maka dapat disimpulkan bahwa EDS dapat berupa penyulit infeksi
dengue dan manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual manifestations). Penylit
infeksi dengue dapat berupa kelebih cairan (fluid overload) dan gangguan elektrolit,
sedangkan yang termasuk manifestasi klinis yang tidak lazim ialaah ensefalopati
dengue atau ensefalitis, perdarahan hebat (massive bleeding), infeksi ganda (dual
infections), kelainan ginjal, dan miokarditis.(11)

Universitas Tarumanagara 18
2.6 Diagnosis Laboratorium
Isolasi Virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium besar
yang terutama dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di
laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama
demam. (11)

Deteksi asam nukleat virus


Genome virus dengue terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/RNA)
dapat dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RT-PCR). Metode pemeriksaan bisa berupa nested-PCR, one-step multiplex RT-PCR,
real-time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya
tersedia di laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas
laboratorium yang handal. Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari
pertama demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal. (11)

Deteksi antigen virus dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adlaha
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi apda 1-2 hari demam
dan kemudian makin menurun setelahnya. (11)

Universitas Tarumanagara 19
Gambar 5. Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue
pada infeksi primer dan sekunder(11)

Deteksi respons imun serum


Haemaglutination inhibition test (Uji HI)
Sensitif namun kurang spesifik dan memerlukan dua sediaan serum akut dan
konvalesens, sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dini. (11)

Complement fixation test (Uji CFT)


Tidak banyak dipakai secara luas untuk tujuan menegakkan diagnosis, sulit
untuk dilakukan dan memerlukan petugas yang sangat terlatih. (11)

Uji neutralisasi
Pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik. Metode yang paling sering
dipakai adalah plaque reduction neutralization test (PRNT). Pemeriksaan ini mahal,
perlu waktu, secara teknik cukup rumit sehingga jarang dilakukan di laboratorium
klinik. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk penelitian pembuatan dan efikasi
vaksin.(11)

Universitas Tarumanagara 20
Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue
IgM pada umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima dan tidak terdeteksi
setelah 9-10 hari. Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat
dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih
cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus
dengue dan IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis
pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.(11)

Gambar 6. Metode diagnostik deteksi antigen dengue dan pemeriksaan


serologi anti dengue(11)

Universitas Tarumanagara 21
Parameter hematologi
Parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematokrit,
dan jumlah trombosit sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis
DBD.(11)
- Pada awal fase demam hitung leukosit dapat normal atau dengan peningkatan
neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan neutrofil, yang
mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit
(<5.0000 sel/mm3) dan rasio antara neutrofil dan limfosit (neutrofil<limfosit)
berguna dalam memprediksi masa kritis perembesan plasma. Sering kali
ditemukan limfositosis relatif dengan peningkatan limfosit atipik pada akhir
fase demam dan saat masuk fase konvalesens. Perubahan ini juga dapat terlihat
pada DD.
- Pada awal fase demam jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh
penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000/µl dapat ditemukan pada DD,
namun selalu ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit yang mendadak di
bawah 100.000/µl terjadi pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau saat
penurunan suhu. Trombositopeni pada umumnya idtemukan antara hari sakit
ketiga sampai delapan, dan sering mendahului peningkatan hematokrit. Jumlah
trombosit berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Di samping itu terjadi
gangguan fungsi trombosit (trombositopati). Perubahan ini berlangsung singkat
dan kembali normal selama fase penyembuhan.
- Pada awal demam nilai hematokrit masih normal. Peningkatan ringan pada
umumnya disebabkan oleh demam tinggi anoreksia dan muntah. Peningkatan
hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma.
Trombositopeni di bawah 100.000/µl dan peningkatan hematokrit lebih dari
20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DBD. Harus diperhatikan bahwa
nilai hematokrit dapat diakibatkan oleh penggantian cairan dan adanya
perdarahan.

Universitas Tarumanagara 22
2.7 Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue
Diagnosis klinis demam dengue(11)
- Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik
- Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa
uji tourniquet positif
- Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital
- Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
urmah
- Leukopenia <4.000/mm3
- Trombositopenia <100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan
gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan. (11)

Diagnosis klinis demam berdarah dengue(11)


- Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)
- Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena;
maupun berupa uji Tourniquette yang positif
- Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital
- Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
rumah
- Hepatomegali
- Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
 Peningkatan nilai hematokrit, ?20% dari pemeriksaan awal atau dari
data populasi menurut umur
 Ditemukan adanya efusi pleura, asites
 Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
- Trombositopenia <100.000/mm3

Universitas Tarumanagara 23
Deman disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan
plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.(11)
Pasien DBD memiliki risiko untuk mengalami syok, sehingga harus menjalani
rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam dengue. Oleh karena itu harus
diantisipasi kemungkinan terjadinya syok pada penderita DBD. Tanda bahaya
(Warning signs) dibagi menurut klinis atau laboratorium.(11)

Gambar 7. Tanda bahaya (Warning Signs)

Demam Berdarah Dengue dengan Syok (SSD) (11)


- Memenuhi kriteria DBD
- Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi
maupun dekompensasi

Tanda dan gejala syok terkompensasi:(11)


 Takikardia
 Takipnea
 Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik) <20 mmHg
 Waktu pengisian kapiler (capillary refill time/CRT) >2 detik

Universitas Tarumanagara 24
 Kulit dingin
 Produksi urin (urine output) menurun, <1ml/kgBB/jam
 Anak gelisah

Tanda dan gejala syok dekompensasi:(11)


 Takikardia
 Hipotensi (sistolik dan diastolik turun)
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan Kusmaull atau hiperpne
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Expanded dengue syndrome


Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi
klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa,
seperti tanda dan gejala:(11)
 Kelebihan cairan
 Gangguan elektrolit
 Ensefalopati
 Ensefalitis
 Perdarahan hebat
 Gagal ginjal akut
 Haemolytic uremic syndrome (HUS)
 Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
 Infeksi ganda

Universitas Tarumanagara 25
Kriteria Diagnosis Laboratoris(11)
Probable dengue
Apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi anti dengue
Confirmed dengue
Apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus Dengue
dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila
didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada
pemeriksaan serologi berpasangan
Isolasi virus dengue memberi nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi diagnosis klinis,
namun karena memerlukan teknologi yang canggih dan prosedur yang rumit,
pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan.

2.8 Tatalaksana Infeksi Virus Dengue


Tatalaksana rawat jalan demam dengue
Pasien rawat jalan adalah pasien demam dengue yang tidak memiliki
komorbiditas dan indikasi sosial. Pasien diberi pengobatan simtomatik berupa
antipiretik seperti parasetamol dosis 10-15 mg/kgBB/dosis diulang setiap 4-6 jam bila
demam. Pemberian antipiretik berupa asetil salisilat, antiinflamasi nonsteroid seperti
ibuprofen harus dihindarkan. Upaya menurunkan demam dengan metode fisik seperti
kompres diperbolehkan, yang dianjurkan adalah dengan cara “kompres hangat” (diseka
dengan air hangat suam kuku/tepid sponge). Anak dianjurkan supaya cukup minum,
boleh air putih atau the namun lebih baik jika diberikan cairan yang mengandung
elektrolit seperti jus buah, oralit atau air tajin. Tanda kecukupan cairan adalah diuresis
setiap 4-6 jam. (11)
Pasien diharuskan untuk kembali kontrol setiap hari mengingat gejala awal
DBD menyerupai DD. Pasien DD meskipun kecil kemungkinannya mempunyai
kemungkinan untuk mengalami penyulit seperti dehidrasi akibat asupan yang kurang
misal karena muntah, perdarahan hebat atau bahkan expanded dengue syndrome.
Tatalaksana pasien di rumah harus disampaikan kepada orang tua dengan jelas. Orang

Universitas Tarumanagara 26
tua diminta untuk memantau kondisi anak, bila ditemukan tanda bahaya/warning signs
maka anak harus egera kembali ke rumah sakit sesegera mungkin. (11)

Gambar 8. Nasihat kepada orang tua untuk pasien rawat jalan(11)

Tatalaksana rawat inap demam berdarah dengue


Tatalaksana yang tepat dan segera mengurangi morbiditas dan mortalitas DBD,
terapi yang berlebihan seperti kelebihan cairan (fluid overload) akan memperberat
keadaan sakit. Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, terapi suportif berupa
penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup
banyak maka akan menimbulkan syok hipovolemi (demam berdarah dengan
syok/sindrom syok dengue) dengan mortalitas yang tinggi. Dengan demikian

Universitas Tarumanagara 27
penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya syok. Masalahnya adalah
kapan terjadi perembesan plasma, dan pemeriksaan sederhana apa yang dapat dipakai
sebagai indikator terjadinya perembesan plasma. Perembesan plasma terutama terjadi
saat suhu tubuh turun (time of fever defervescence). Pemeriksaan nilai hematokrit
merupakan indikator yang sensitif untuk mendeteksi derajat perembesan plasma,
sehingga jumlah cairan yang diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa kebocoran plasma pada demam berdarah dengue
bersifat sementara, sehingga pemberian cairan jumlah banyak dan jangka waktu lama
dapat menimbulkan kelebihan cairan dengan segala akibatnya. (11)
Terapi simtomatis diberikan terutama untuk kenyamanan pasien, seperti
pemberian antipiretik dan istirahat. (11)

Penggantian cairan(11)
 Jenis cairan
Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk kasus DBD
Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45%, kecuali
pada usia <6 bulan. Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas
>300mOsm/L) seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih lama bertahan
dalam ruang intravaskular namun memiliki efek samping seperti alergi,
mengganggu fungsi koagulasi, dan berpotensi mengganggu fungsi ginjal.
Jenis cairan ini hanya diberikan pada perembesan plasma masif yang
ditunjukkan dengan nilai hematokrit yang makin meningkat atau tetapi
tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid yang adekuat, atau pada
keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan
kristaloid yang kedua.
 Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan berat badan, kondisi klinis,
dan temuan laboratorium. Penghitungan cairan sebaikanya didasarkan
berat badan ideal. Pada pasien DBD terjadi hemokonsentrasi akibat
kebocoran plasma >20%, oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan

Universitas Tarumanagara 28
diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance) ditambah dengan
perkiraan defisit cairan 5% dengan kecepatan 5 mL/kgBB/jam. Apabila
hematokrit meningkat jumlah cairan harus dinaikkan dan apabila
menurun jumlah cairan dikurangi. Pemberian cairan dihentikan bila
keadaan umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya
pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak
stabil.

Gambar 9. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali apabila suhu >38oC dengan interval 4-6 jam,
hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.

Nutrisi
Apabila masih bisa minum, diberikan minum secara cukup, terutama minum
cairan yang mengandung elektrolit.

Universitas Tarumanagara 29
Pemantauan
 Keadaan umum pasien, napsu makan, muntah, perdarahan, dan warning
signs harus dipantau.
 Perfusi perifer
 TTV
 Ht sebelum resusitasi atau pemberian cairan IV setiap 4-6 jam sekali
 Volumer urine ditampung minimal 8-12 jam
 Diupayakan jumlah urin ≥1.0 mL/kgBB ideal/jam
 Radiologi untuk mendeteksi efusi pleura (RLD)

Tatalaksana sindrom syok dengue terkompensasi(11)


 Oksigen 2-4 Lpm
 Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik intravena dengan jumlah
cairan 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit
 Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama
1-2 jam.
 Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara
bertahap menjadi 7,5, 5, 3, 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-
48 jam pasca resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan.
Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan yang diberikan secara
intravena bila masukan cairan melalui oral semakin membaik
 Bila syok tidak teratasi, periksa AGD, hematokrit, kalsium dan gula darah
untuk menilai kemungkinan adanya A-B-C-S yang memperberat syok
hipovolemik. Apabila salah satu kelainan ditemukan, segera koreksi.

Universitas Tarumanagara 30
Gambar 10. Pemeriksaan laboratorium A-B-C-S(11)

Universitas Tarumanagara 31
Gambar 11. Bagan tatalaksana sindrom syok dengue
terkompensasi(11)

Tatalaksana sindrom syok dengue dekompensasi


Syok dengue dekompensasi memerlukan tindakan yang cepat dan segera,
apabila terlambat akan mengakibatkan pasien jatuh ke kondisi profound shock yang
mempunyai prognosa buruk. Apabila pasien saat berobat sudah dalam syok
dekompensasi, baik yang masih dalam fase hipotensif maupun yang sudah jatuh ke
dalam profound shock, diberi pengobatan sebagai berikut.(11)
 Berikan oksigen 2-4 Lpm

Universitas Tarumanagara 32
 Lakukan pemasangan akses vena, apabila dua kali gagal atau lebih dari
3-5 menit, berikan cairan melalui prosedur intraossesus.
 Berikan cairan kristaloid dan/atau koloid 10-20 mL/kgBB secara bolus
dalam waktu 10-20 menit. Pada saat bersamaan usahakan dilakukan
pemeriksaan hematokrit, AGD, gula darah, dan kalsium
 Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid dengan dosis 10
mL/kgBB/jam selama 1-2 jam.
 Apabila keadaan sirkulasi tetap stabil, berikan larutan kristaloid dengan
pengurangan secara bertahap menjadi 7,5, 5, 3, 1,5 mL/kgBB/jam.
 Apabila syok belum teratasi, periksa ulang hematorkit. Jika hematokit
tinggi berikan kembali bolus kedua. Koreksi apabila asidosis,
hipoglikemia atau hipokalsemia. Bila hematokrit rendah atau normal
dan ditemukan tanda perdarahan masif, berikan transfusi darah segar
(fresh whole blood) dengan dosis 10 mL/kgBB atau fresh packed red
cell dengan dosis 5 mL/kgBB. Jika nilai hematokrit rendah atau turun
namun tidak ditemukan tanda perdarahan berikan bolus kedua, apabila
tidak membaik pertimbangkan pemberian transfusi darah. Pada syok
berat (prolonged shock, recurrent shock, profound shock), perdarahan
masif, ensefalopati/ensefalitis, atau gagal napas, yang sulit diatasi
memerlukan perawatan di unit perawatan intensif.

Universitas Tarumanagara 33
Gambar 12. Bagan tatalaksana sindrom syok dengue dekompensasi(11)

Pemantauan DBD dengan syok(11)


- TTV setiap 15-30 menit, selanjutnya setiap jam apabila syok telah teratasi.
- AGD, gula darah, kalsium pada saat masuk rumah sakit terutama pada
pasien syok dekompensasi atau yang mengalami syok berkepanjangan.

Universitas Tarumanagara 34
- Ht harus diperiksa sebelum pemberian cairan resusitasi pertama dan kedua,
selanjutnya tiap 4-6 jam.
- Urine harus ditampung dan diukur.
- Apabila ditemukan gangguan fungsi organ atau sistem lain, seperti ginjal,
hati, gangguan pembekuan, dan jantung; periksa fungsi ginjal, fungsi hati,
fungsi koagulasi, dan EKG.
- Perhatian khusus untuk kemungkinan terjadinya edema paru akibat
kelebihan cairan. Cek keadaan respirasi (napas cepat, napas cuping hidung,
retraksi, ronki basah tidak nyaring), peninggian tekanan vena jugularis
(jugular venous pressure/JVP), hepatomegali, asites, efusi pleura. Edema
paru apabila tidak diobati akan menimbulkan asidosis, sehingga pasien
dapat kembali jatuh ke dalam syok.

Tatalaksana pada fase pemulihan (recovery phase) (11)


- Perbaikan klinis, napsu makan membaik, dan seara umum tampak
membaik.
- Status hemodinamik dan perfusi perifer yang baik perlu dipantau dengan
baik
- Didapatkan penurunan kadar hematokrit ke kadar basal dan volume urine
yang cukup
- Pemberian cairan IV tidak boleh dilanjutkan lagi untuk mencegah
kelebihan cairan.
- Pada pasien dengan efusi pleura yang luas dan asites, pada fase pemulihan
dapat terjadi kelebihan cairan, dapat diberikan furosemid untuk
mengurangi udem paru.
- Mungkin terjadi hipokalemia yang disebabkan oleh stress dan diuresis,
perlu segera koreksi dengan memberikan buah yang kaya kalium atau
suplemen.

Universitas Tarumanagara 35
- Tidak jarang dijumpai bradikardia, perlu pemantauan untuk terjadinya
penyulit yang jarang yaitu heart block atau ventricular premature
contraction.

Tanda-tanda penyembuhan(11)
- Frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi napas stabil
- Suhu badan normal
- Tidak dijumpai perdarahan eksternal maupun internal
- Napsu makan baik
- Tidak ada muntah atau nyeri perut
- Volume urin cukup
- Kadar hematokrit stabil pada kadar basal
- Ruam konvalesens (20-30% kasus)

Kriteria pulang rawat(11)


- Tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik
- Napsu makan membaik
- Perbaikan klinis yang jelas
- Urine jumlahnya cukup
- Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
- Tidak tampak distres nafas akibat efusi pleura atau asites
- Trombosit >50.000/mm3. Namun kalau klinis baik meskipun trombosit
masih rendah, diperbolehkan pulang dengan syarat tidak melakukan
aktivitas yang beresiko mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai
trombosit normal). Trombosit akan kembali normal dalam waktu 3-5 hari.

2.9 Komplikasi
Penyulit dari infeksi dengue adalah kelebihan cairan (fluid overload), gangguan
elektrolit, manifestasi tidak lazim (ensefalopati – ensefalitis dengue, perdarahan masif,
infeksi ganda, kelainan ginjal, miokarditis). (11)

Universitas Tarumanagara 36
BAB III
REKAM MEDIS KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : An. FADP
Usia : 12 tahun 1 bulan
No RM : 212300
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 28 Juli 2006
Pendidikan Terakhir :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Babalan 4/2 Gabus, Pati, Jawa Tengah

3.2 DATA DASAR


3.2.1 DATA SUBJEKTIF (ANAMNESIS):
Dilakukan auto dan alloanamnesa dengan ibu pasien pada perawatan hari kedua
tanggal 17 September 2018 pukul 05.30 di bangsal Cempaka RSUD RAA
Soewondo Pati.

Keluhan Utama:
Demam sejak 5 hari

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke bangsal Cempaka RSUD RAA Soewondo Pati dengan
keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam mendadak
tinggi, sepanjang hari, tidak naik maupun turun walaupun sudah diberi minum

Universitas Tarumanagara 37
obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan merasa menggigil, pegal-pegal
seluruh badan terutama punggung dan paha. Selain itu juga terdapat bintik-
bintik merah pada tangan kanan yang tidak diketahui pasien sejak kapan. Pasien
mimisan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien dirujuk bidan 2 jam
sebelum masuk rumah sakit karena mimisan banyak, saat ini masih mimisan.
Saat ini pasien napsu makan menurun, minum sangat sedikit. BAB (-)
sejak demam, konsistensi padat, warna coklat, lendir(-), darah(-), BAK 1x/hari,
warna kuning tua, mual (+), muntah (+) darah/stolsel, nyeri kepala (+), nyeri
retroorbital (-), nyeri perut (+), sesak (+)
Ibu pasien mengatakan ada teman pasien juga yang mengalami demam
berdarah. Riwayat bepergian ke luar kota 2 minggu terakhir disangkal.

Riwayat Penyakit Dulu :


 Riwayat kejang (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat HT (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat penyakit demam dalam waktu dekat (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat HT (-)
 Riwayat DM (-)

Universitas Tarumanagara 38
Riwayat Perinatal :
 Antenatal : Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kandungan di
puskesmas, riwayat imunisasi (+)
 Natal: Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, lahir secara
normal. Umur kehamilan 38 minggu dengan berat badan lahir 2600 gram,
langsung menangis.
 Post natal: Riwayat dirawat di RS (-), Kejang (-), Kuning (-)

Riwayat Imunisasi:
Orang tua pasien mengaku anaknya telah diimunisasi lengkap:
 Hep B: 0 bulan
 BCG: 1 bulan
 Polio: 1, 2, 3, 4 bulan
 Pentavalen: 2, 3, 4 bulan + 18 bulan
 Campak: 9 bulan + 24 bulan
Pasien juga rutin mengikuti imunisasi lanjutan yang diadakan di sekolah.
Kesan: imunisasi dasar, imunisasi lanjutan pada usia batita, dan imunisasi
lanjutan pada usia sekolah lengkap.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan :
BB 41 kg
TB 145
Menurut kurva CDC didapatkan :
17 September 2018
BB/U 41/37*100%=111%  BB baik
TB/U 145/144*100%=100,7%  normal

BB/TB 41/38*100%=107,9%  normal

Universitas Tarumanagara 39
Kesan: Status gizi baik dengan perawakan normal.

Perkembangan :
 Personal sosial: Pasien mampu mengikuti pelajaran sekolah dengan baik,
selalu naik kelas.
 Motorik kasar: Pasien dapat berjalan dan berlari.
 Motorik halus: Pasien dapat menulis dan menggambar
 Bahasa: Pasien dapat berbicara dengan baik dan jelas bahasa Jawa dan
Indonesia.
Kesan: Pekembangan sesuai dengan usia pasien saat ini.

Riwayat Asupan Nutrisi :


 Usia 0-6 bulan: ASI eksklusif
 Usia 6-9 bulan: ASI, makanan lumat (bubur, makanan keluarga yang
dilumatkan) 2-3x sehari, makanan selingan (biskuit/buah)
 Usia 9-12 bulan: ASI, makanan lembek (bubur nasi + lauk, nasi lembek +
lauk) 3-4x/hari, makanan selingan (biskuit/buah)
 Usia 12 bulan-sekarang: ASI sampai usia 2 tahun, makanan keluarga 3x/hari
(nasi putih; lauk pauk beragam, ayam, ikan, tahu, tempe, telur; sayur beragam,
bayam, kangkung, sawi, kol; buah beragam)
Kesan: kualitas dan kuantitas nutrisi cukup.

3.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan tanggal 17 September 2018 jam 05.40)


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemas, Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda Vital
 Tekanan Darah 90/70 mmHg
 Frekuensi Nadi : 76 kali / menit, kecil, tidak kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 20 kali / menit

Universitas Tarumanagara 40
 Suhu : 37,9˚C
 SpO2 : 98 %

Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocephale, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+), Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Konjungtivitis (-/-), udema palpebra (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), Rinore (-/-), nafas cuping
hidung (-), sekret (-), darah(+)
Mulut : Bibir dan mukosa tidak kering, mukosa berwarna merah
mudah, Tonsil T1/T1, Mukosa faring hiperemis (-)
Trachea : Deviasi trakea (-)
Cor :
Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Perkusi: Batas jantung kanan di ICS V Sternal line dextra, Batas
jantung atas di ICS III parasternal line sinistra, Batas jantung kiri
di ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi: Bunyi Jantung I/II, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :
Inspeksi: Dada tampak simetris dalam diam maupun dalam
pergerakan, retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi: Stem Fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Suara dasar vesikular pada kedua lapang paru,
Rhonki (+/-), Wheezing (-/-)

Universitas Tarumanagara 41
Abdomen :
Inspeksi: Dinding abdomen tampak datar
Auskultasi: Bising usus (+) 11x/menit
Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen, hepar: pekak
sampai 2 jari di bawah arcus costae, di bawahnya tidak pekak
lagi, nyeri ketok CVA -/-
Palpasi: Supel, nyeri tekan seluruh lapang abdomen (-),
hepatomegaly (+), splenomegaly (-)

Ekstremitas : Ekstremitas atas-bawah, kanan-kiri tidak terdapat deformitas,


akral agak dingin, edema (-), CRT < 2 detik

Kulit : Tidak terdapat rash, petechiae (+) pada tangan kanan, ikterik (-
), abses (-)

Tulang Belakang: Tidak tampak kelainan, gibbus (-), skoliosis (-), lordosis(-),
kifosis (-)

Kelenjar Getah Bening: Tidak terlihat dan teraba adanya pembesaran, Nyeri
tekan (-)

Pemeriksaan Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski I – IV (-), Laseque (-),
Kernique (-)
Sistem Motorik: Kekuatan otot tangan-kaki kanan dan kiri 5/5, pergerakan
normal, normotoni, eutrofi
Refleks Fisiologis: Biceps (++/++), Triceps (++/++), Patella (+/+), Achilles
(+/+)
Refleks Patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-), Klonus paha (-/-), Klonus kaki (-/-)

Universitas Tarumanagara 42
Kesan: Pemeriksaan Neurologis dalam batas normal

3.2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan darah 16/9/2018
- Leukosit menurun 2700
- Eritrosit meningkat 5,41*106
- Hb 13,1
- Ht 37,3%
- Trombo menurun 19000
Hematologi 17/9/2018
- APTT meningkat 46,1
- PT meningkat 15,6
Rontgen Thorax RLD 17/9/2018
- Efusi Pleura Kanan
Hasil pemeriksaan darah 18/9/2018
- Leukosit menurun 2700
- Eritrosit 4,52*106
- Hb 11
- Ht menurun 31,6%
- Trombosit menurun 11000
Hasil pemeriksaan darah 19/9/2018
- Leukosit menurun 3400
- Eritrosit menurun 3,79*106
- Hb menurun 9,1
- Ht menurun 27,1%
- Trombosit menurun 28000
Hasil pemeriksaan darah 20/9/2018
- Leukosit 3800
- Eritrosit menurun 3,47*106
- Hb menurun 8,5

Universitas Tarumanagara 43
- Ht menurun 25,4%
- Trombosit menurun 74000
Hasil pemeriksaan darah 21/9/2018
- Leukosit 4800
- Eritrosit menurun 3,42*106
- Hb menurun 8,3
- Ht menurun 25,2%
- Trombosit 156000

3.2.4. RESUME
Telah diperiksa seorang anak peremuan berusia 12 tahun 1 bulan
dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
mendadak tinggi, sepanjang hari, tidak naik maupun turun walaupun sudah
diberi minum obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan merasa menggigil,
pegal-pegal seluruh badan terutama punggung dan paha. Selain itu juga terdapat
bintik-bintik merah pada tangan kanan yang tidak diketahui pasien sejak kapan.
Pasien mimisan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien dirujuk bidan
2 jam sebelum masuk rumah sakit karena mimisan banyak, saat ini masih
mimisan. Napsu makan menurun, minum sangat sedikit. BAB (-) sejak demam,
konsistensi padat, warna coklat, lendir(-), darah(-), BAK 1x/hari, warna kuning
tua, mual (-), muntah (+) darah/stolsel, nyeri kepala (+), nyeri retroorbital (-),
nyeri perut (+), sesak(+). Ada teman pasien juga yang mengalami demam
berdarah. Riwayat bepergian ke luar kota 2 minggu terakhir disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya epistaksis (+), ronkhi pada
lapang paru sebelah kanan, hepatomegali, akral agak dingin, petekie pada
tangan sebelah kanan.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya hb, ht, leukosit,
trombosit yang menurun disertai dengan efusi pleura kanan yang ditegakkan
dengan rontgen RLD.

Universitas Tarumanagara 44
3.3. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA
Diagnosa Kerja : Sindrom Syok Dengue
: Status gizi baik dengan perawakan normal
3.4. PENGKAJIAN
3.4.1. Clinical Reasoning :
- Demam sejak 5 hari mendadak tinggi, terus menerus
- Manifestasi perdarahan spontan: petekie, epistaksis, muntah
darah
- Mialgia, sakit kepala
- Ada teman pasien yang terkena demam berdarah
- Hb, ht, leukosit, trombosit menurun dengan perubahan nilai
hematokrit >20%
- Efusi pleura kanan  rontgen RLD
- Hepatomegali
- Akral agak dingin disertai dengan tekanan darah yang menurun.

3.4.2. Diagnosa Banding: Syok sepsis


3.4.3. Rencana Diagnostic: rontgen thorax RLD, analisa gas darah, pemeriksaan
darah rutin setiap 8 jam, elektrolit, kalsium, gula darah
3.4.4. Rencana Terapi Farmakologis:
- Infus RL I 20cc/kgBB habis dalam ½ jam
Infus RL II 10cc/kgBB habis dalam 1 jam
Infus RL III 7,5cc/kgBB habis dalam 3 jam
Infus RL IV 5cc/kgBB habis dalam 4 jam
Infus RL V 3cc/kgBB habis dalam 5 jam
Infus RL VI 1,5cc/kgBB
dengan BB ideal 35 kg
- Transfusi Tc 5 unit tanpa premed

Universitas Tarumanagara 45
- Plasma segar 1 kolf
- Paracetamol 500mg/8jam jika demam
- Injeksi ceftriaxon 1gr/12 jam
- Ca gluconas 1 Amp/12 jam
- Ranitidin ½ Amp/12 jam
- Dopamin 5 mcg/kgBB/menit bila masih syok

3.4.5. Rencana Terapi Non-Farmakologis :


 Tirah baring (bed rest)  bahkan di ICU
 NGT
 Pasang diuresis dan DC
 Kompres hangat
3.4.6. Rencana Evaluasi :
 TTV setiap 15-30 menit
 Cek hematokrit pada pemberian cairan resusistasi 1&2 selanjutnya
setiap 4-6 jam
 Pengawasan volume urine
 Apabila shock tidak tertangani, cek A-B-C-S
3.4.7. Edukasi :
 Pasien dikompres dengan air hangat
 Pasien diusahakan bed rest dulu untuk sementara waktu
 Menjelaskan tentang penyakit, tatalaksana dan prognosis
 Mengajarkan cara pencegahan penyakit: kassa nyamuk, kelambu atau
obat nyamuk, jangan suka menumpuk pakaian kotor, perhatikan perabot
rumah yang bisa digunakan untuk menampung air seperti baskom isi air,
vas bunga, wadah lain, bersihkan bak mandi 1x/minggu
3.5. Prognosis :
 Ad Vitam : dubia
 Ad Sanationam : dubia ad bonam

Universitas Tarumanagara 46
 Ad Functionam : dubia ad bonam

3.5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien mengalami sindrom syok dengue dengan status gizi baik dan perawakan
normal.

Universitas Tarumanagara 47
BAB IV
PENUTUP

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom syok dengue adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Sindrom syok dengue
khususnya demam berdarah dengue dengan syok dekompensasi mempunyai prognosis
yang buruk. Keterlambatan dalam penanganan syok ini akan berakibat fatal bahkan
bisa berujung pada kematian.

Universitas Tarumanagara 48
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurram M, Qayyum W, Hassan SJ ul, Mumtaz S, Bushra HT, Umar M. Dengue


hemorrhagic fever: Comparison of patients with primary and secondary
infections. J Infect Public Health. 2014 Nov;7(6):489–95.

2. Sanyaolu A, Okorie C, Badaru O, Adetona K, Ahmed M. Global Epidemiology


of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. Rev Artic. 2017;5(6):179.

3. (PDF) UPDATE MANAGEMENT DENGUE SHOCK SYNDROME IN


PEDIATRIC CASES [Internet]. ResearchGate. [cited 2018 Nov 9]. Available
from:
https://www.researchgate.net/publication/315909723_UPDATE_MANAGEMEN
T_DENGUE_SHOCK_SYNDROME_IN_PEDIATRIC_CASES

4. TDR | Handbook for clinical management of dengue [Internet]. WHO. [cited


2018 Nov 10]. Available from:
http://www.who.int/tdr/publications/handbook_dengue/en/

5. infodatin dbd 2016.pdf [Internet]. [cited 2018 Nov 8]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin%20db
d%202016.pdf

6. Sasmono RT, Taurel A-F, Prayitno A, Sitompul H, Yohan B, Hayati RF, et al.
Dengue virus serotype distribution based on serological evidence in pediatric
urban population in Indonesia. PLoS Negl Trop Dis. 2018 Jun
28;12(6):e0006616.

7. Karyanti M, Rezeki Hadinegoro S. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah


Dengue Di Indonesia. Sari Pediatri. 2016 Nov 29;10:424.

8. WHO | Dengue/Severe dengue frequently asked questions [Internet]. WHO.


[cited 2018 Nov 10]. Available from: http://www.who.int/denguecontrol/faq/en/

9. Dengue Transmission | Learn Science at Scitable [Internet]. [cited 2018 Nov 10].
Available from: https://www.nature.com/scitable/topicpage/dengue-transmission-
22399758

10. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 539–41.

Universitas Tarumanagara 49
11. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Kasus Infeksi Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2014.

Universitas Tarumanagara 50

Anda mungkin juga menyukai