Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1.Supervisi

2.1.1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan,

pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014). Menurut

Gillies (1994), menyatakan supervisi atau pengawasan merupakan salah satu dari

prinsip perilaku kepemimpinan. Supervisi dilakukan untuk melihat pekerjaan

yang sedang berlangsung dan memperbaikinya apabila terjadi pelaksanaan yang

tidak baik. Menurut RCN (2007), supervisi adalah proses memastikan kegiatan

dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan cara melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi

merupakan pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana

yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah

ditentukan yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar

dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Supervisi adalah melakukan pengamatan

secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan

bawahan yang kemudian bila ditemukan masalah segera dilakukan bantuan yang

bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli, 2012).

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah

kegiatan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam

melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar

Universitas Sumatera Utara


30

mengontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan

rencana atau program yang telah ditentukan, tetapi supervisi mencakup penentuan

kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan

untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efesien.

NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan

professional untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling

membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam

tindakan praktek. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam

(2011), bahwa supervisi dalam praktek keperawatan professional merupaka suatu

proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan

tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk mengawasi

pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi penilaian kepada individu

untuk melihat kegiatan apa yang telah selesai dan apa yang mungkin masih perlu

untuk diselesaikan sepanjang hari (Tappen, Weiss, & Whitehead 2010). Menurut

Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses untuk

memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.

Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan ditingkatkan tanpa

melakukan supervisi.

Kron (1987), menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan,

mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, memotivasi,

memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap

Universitas Sumatera Utara


perawat dengan sabar, adil serta bijaksana. Hasil dari pelaksanaan supervisi

diharapkan setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik,

terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan

keterbatasan dari perawat yang bersangkutan.

Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi profesional

klinis di mana mereka dapat berbagi pengalaman organisasi, perkembangan dan

emosional dengan aman dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan. Proses ini akan menyebabkan peningkatan kesadaran termasuk

akuntabilitas dan praktek reflektif ( Lynch & Happel, 2008).

Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan

yang dilakukan oleh manajer kepada bawahan. Proses supervisi merupakan

kegiatan pembelajaran, pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan

dan keterampilan serta serta memberikan dukungan kepada bawahan dan

merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan.

2.1.2. Tujuan Supervisi

Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk memeriksa,

menilai dan memperbaiki penampilan kerja pegawai sesuai dengan kriteria yang

telah ditetapkan. Swanburg (2010) mengatakan tujuan supervisi adalah (1)

Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan

itu sendiri. (2) Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya.

(3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan

Universitas Sumatera Utara


32

individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan ketrampilan

keperawatan.

Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan

kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan

memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil

yang baik. Supervisi yang baik adalah supervisi yang dilakukan secara berkala.

2.1.3. Pelaksana Supervisi

Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh

personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:

1. Kepala Ruangan

Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya.

Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan

keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan

metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut.

2. Pengawas Perawatan (Supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit fungsional

(UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya

pelayanan keperawatan.

3. Kepala Bidang Keperawatan

Kepala bidang keperawatan yang merupakan top manajer dalam bidang

keperawatan, bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung

Universitas Sumatera Utara


maupun tidak langsung melalui para pengawas perawatan.

Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab melakukan

supervisi adalah atasan langsung yang memiliki kelebihan dalam organisasi

tersebut. Karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi meliputi: (1)

Atasan langsung dari yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan, dapat

ditunjuk staf khusus dengan batas-batas dan wewenang dan tanggung jawab yang

jelas. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis

pekerjaan yang akan disupervisi. (3) Memiliki keterampilan melakukan supervisi

artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik supervisi. (4) Memiliki sifat

edukatif dan suportif, bukan otoriter. (5) Mempunyai waktu yang cukup, sabar,

dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku

bawahan yang disuperisi.

2.1.4. Teknik Supervisi

Menurut Arwani (2006), secara teknis supervisi dapat dilakukan secara

langsung dan tidak langsung. Supervisi langsung bertujuan untuk proses

pembimbingan, arahan, dan pencegahan serta memperbaiki kesalahan yang

terjadi, maka supervisi langsung lebih tepat digunakan. Supervisi yang ditujukan

untuk memantau proses pelaksanaan tugas kepearawatan yang telah dijalankan

maka supervisi tidak langsung lebih tepat digunakan. Supervisi langsung

dilakukan pada kegiatan yang sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam

kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai

perintah.

Universitas Sumatera Utara


34

Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan

pasien dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore dan malam. Dapat

juga dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shift, ronde

keperawatan maupun rapat. Supervisor tidak melihat langsung kejadian

dilapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari

supervisi tidak langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik diberikan agar

tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan (Suyanto,

2008).

Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal yaitu

(1) menetapkan masalah dan prioritasnya, (2) menetapkan penyebab masalah, (3)

melaksanakan jalan keluar, (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam

pelaksanaan aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan interpersoanal

dan komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis ataupun objektif yang meliputi:

(1) menurumuskan tujuan perawatan realistis untuk klinik kesehatan, pasien dan

personel keperawatan, (2) membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien

atau klien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan

koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagaian penunjang, (4)

mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan staf

perawatan, (5) memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6)

mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan

pengembangan staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota

Universitas Sumatera Utara


staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8)

mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati, (9)

menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap hal-hal incidental, (10)

menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat, (11) memberikan

laporan ringkas dan jelas, (12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk

mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja

individu dan kelompok staf perawatan.

Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat dilakukan

dengan cara self-supervision, one-to-one supervision dan team supervision. Bush

(2005), mengemukakan supervisi dapat dilakukan dengan cara one-to-one dengan

expert berasal dari disiplin ilmu yang sama, one-to-one dengan expert berasal dari

disiplin ilmu yang berbeda, one-to-one yang dilakukan oleh rekan, group

supervision dan network supervision. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan

meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat

tercapai (Heron 1990).

2.1.5. Kompetensi Supervisor

Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi harus

memiliki kemampuan (1) memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas,

sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan, (2) memberikan

saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan, (3)

mmeberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staff dan pelaksana

keperawatan, (4) mampu memahami dinamika kelompok, (5) memberikan latihan

dan bimbingan yang diperlukan, (6) melakukan penilaian terhadap penampilan

Universitas Sumatera Utara


36

kerja perawat, (7) mengadakan pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang

diberikan lebih baik (Suyanto, 2008).

2.1.6. Peran dan Fungsi Supervisi

Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan

oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron (1987)

peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai.

1) Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat

perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang

supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian

arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana,

mengapa, termasuk memberikan instruksi.

2) Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan

yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten dibagiannya dan

membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman dan

efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai kebutuhannya, dapat

dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang penting, bicara pelan dan

jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan

arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti. Pengarahan diberikan

untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi,

maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan

tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan sangat

Universitas Sumatera Utara


penting karena secara langsung berhubungan dengan manusia, segala jenis

kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan

cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang mereka pribadi tentang

tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa

manfaatnya.

3) Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus

dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien.

Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran

atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip

dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang

meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan,

sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

4) Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat

memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan

apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan

observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja

perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode

tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus

menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus.

Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri,

peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan kemampuan

dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk mengambil

tanggung jawab kualitas supervisi menunjukkan bahwa kepuasan dalam

Universitas Sumatera Utara


38

pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan

(Berggren & Severinsson, 2005). Peran yang dilakukan supervisor saat

pelaksanaan supervisi meliputi mengamati dan membimbing, memberikan sikap

yang mendukung, dan mampu mengidentifikasi masalah bersama pasien dan

pelaksanaan berfokus pada teoritis (Christiansen, at al, 2011)

Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS) (2009),

fungsi seorang supervisor klinik adalah:

1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,

meningkatkan kesadaran diri, melalui proses pembelajaran dengan

mengidentifkasi kebutuhan untuk meningkatkan professional. Supervisor

adalah guru, pelatih dan seorang role model profesional.

2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau masalah yang ada dan

juga menentukan alternatif penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan

bersama. Konsultan sebagai unit terdepan dalam organisasi untuk mengenali

dan mengatasi masalah yang ada.

3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral, menilai kebutuhan

serta kekuatan, menyarankan berbagai pendekatan klinis, model serta

mengatasi kelelahan melalui pelatihan terus menerus.

4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees melalui peran

model, memfasilitasi pengembangan professional serta melatih generasi

berikutnya.

Keempat fungsi supervisor tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara


Gbr 2.1. Roles of the Clinical Supervisor.
Sumber: Departement of Health Human Service 2009

Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White at.all

(1998), mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi:

1. Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan kemampuan

memberikan pemahaman terhadap orang lain. Pengembangan skill perawat

pelaksana dilakukan melalui proses pembelajaran. Seorang manager harus

mampu mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus tentang

apa yang belum diketahui oleh perawat pelaksanaan. Meningkatkan apa yang

telah diketahui untuk pelayanan keperawatan yang lebih baik. Melalui

supervisi manager tidak hanya mampu mengajarkan tetapi harus mampu

memerankan apa yang diajarkan sehingga perawat pelaksana langsung dapat

melihat tidak hanya pada saat supervisi berlangsung namun juga dalam

kegiatan sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara


40

2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap masalah yang dihadapi

dalam pelaksanaan praktek serta meningkatkan hubungan interpersonal.

Manager/supervisor memberikan dukungan kepada perawat pelaksana.

Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat pelasana, memberikan

kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi dan mampu

meredam konflik yang ada di antara perawat.

3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam pemberian

pelayanan klinik . Seorang manager adalah pengawas untuk tetap menjaga

kualitas pelayanan keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi

masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut menurun maka manager

harus mampu mencari penyebab dan mampu memberikan penyelesaian

masalah.

Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012),

supervisi adalah merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan untuk

memfasilitasi dan mendorong praktek profesional yang terdiri dari tiga fungsi

utama supervisi yaitu:

1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan

keterampilan. Proses edukatif adalah pembelajaran antara supervisor dengan

perawat pelaksana. Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan

membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan pemahaman dari setiap

pelayanan asuhan keperawatan . seorang manager melatih perawat pelaksana

untuk meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan kegiatan edukatif memberikan

kesempatan kepada perawat pelaksana untuk mengeksplor dan

mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan professional yang terus-

menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi untuk

mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat pelaksana dalam

pemberian pelayanan keperawatan. Permasalahan dapat disebabkan kelelahan

dalam bekerja, stress akibat beban kerja. Fungsi restorative dapat dilakukan

dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus mampu untuk

meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan tim harus memiliki sikap yang

saling mendukung sehingga memberikan kenyamanan dalam bekerja.

3. Fungsi normative , meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan

dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan. Fungsi

normative untuk peningkatan dan perbaikan standar contoh mengkaji (Standar

Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang kemudian dapat diperbaiki

jika diperlukan. Kegiatan ini memberikan kepada perawat pelaksana untuk

lebih meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelolaan pasien.

Penerapan fungsi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau

rapat untuk membahan pelayanan keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang

diharapkan dari fungsi ini adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam

tindakan pemberian pelayanan keperawatan, pemecahan masalah,

meningkatkan praktik, kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.

Universitas Sumatera Utara


42

Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol tingkat

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini memerlukan tindakan

koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas, kebijakan

serta prosedur yang digunakan sebagai standar. Tindakan-tindakan perbaikan

dapat bersifat benar, disiplin atau mendidik.

Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan perawatan

pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur organisasi, uraian tugas,

standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat mengobservasi staf yang sedang

bekerja. Penilaian membuat perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis

& Huston, 2010).

Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya sebagai

berikut: (1) Mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan

keperawatan menyangkut pelaksana standar asuhan keperawatan yang telah

disepakati. (2) Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi

proses pemberian asuhan keperawatan. (3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan

mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. (4) Membantu

(asistensing), memberi dukungan (supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan

(sharing).

2.1.7. Model Supervisi

Menurut Suyanto (2008), beberapa model supervisi dapat diterapkan

dalam kegiatan supervisi antara lain:

Universitas Sumatera Utara


1. Model konvensional

Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan

kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk

mengoreksi kesalahan dan memata-matai staff dalam menjalankan tugas.

Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi

positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

2. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga

tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi

yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik: a) dilakukan secara

berkesinambungan, b) dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar

supervisi yang baku, c) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat

diberikan umpan balik dan bimbingan.

3. Model klinis

Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam

mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan kinerjanya dalam

pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi yang dilakukan secara

sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh

seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

4. Model artistik

Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa

aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan di

Universitas Sumatera Utara


44

supervisi. Pendekatan interpersonal akan menciptakan hubungan saling

percaya sehingga hubungan antara perawat pelaksana dengan supervisor akan

terbuka yang mempermudah proses supervisi.

Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain Model Proctor:

model ini mengembangkan bahwa seorang supervisor harus memenuhi tiga fungsi

utama utama yaitu: restoratif, formatif dan normative. Model ini yang memandu

praktek supervisi tidak boleh terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka

kerja yang didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The

CLEAR (integratif) model menjelaskan tugas atau proses pengawasan meliputi

beberapa komponen yaitu kontrak, mendengarkan, mengeksplorasi, tindakan dan

meninjau. Komponen kontrak menggambarkan adanya proses sebelum

pelaksanaan supervisi melalui sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Komponen mendengarkan meliputi adanya proses menjadi seorang

pendengar yang aktif. Komponen mengeksplorasi dilakukan dengan

menggunakan pertanyaan untuk mendapatkan informasi baru dalam kemajuan

klinis. Komponen tindakan dan meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir.

Dilakukan dengan proses bimbingan secara bertahap berdasarkan teoritis.

Supervisi yang dilakukan berdasarkan kerangkan kerja yang bertujuan untuk

pengembangan supervisees. Supervisor harus menyadari elemen utama dalam

model ini adalah: murah hati, bermanfaat, bersikap terbuka, mau belajar,

bijaksana dan pemikiran, manusiawi, sensitive (Berggren & Severinsson, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan supervisi kepala ruangan di RSUD dr Pirngadi Medan belum

dilaksanakan secara rutin dan terjadwal, namun pelaksanaan sesuai kebutuhan.

Kepala ruangan melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Kepala ruangan memberikan pembelajaran untuk peningkatan

pengetahuan dan keterampilan perawat pelaksana melalui supervisi. Kepala

ruangan juga memberikan dukungan serta mengontrol kinerja perawat pelaksana.

2.2. Produktivitas Kerja

2.2.1. Pengertian Produktivitas

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran

(barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan dan uang).

Produktivitas merupakan ukuran efisiensi produktif, suatu perbandingan antara

hasil keluaran dan masukan (Sutrisno, 2012). Produktivitas menyangkut masalah

hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses

produksi. Dalam hal ini tidak terlepas dari efisiensi dan efektifitas. Efisiensi

diukur dengan rasio output dan input, dengan kata lain mengukur efisiensi

memerlukan identifikasi dari hasil kerja (Sulistiyani & Rosidah, 2011).

Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan produktivitas sebagai

perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas

masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai

perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil, perbedaan antara kumpulan

jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu–satuan (unit)

umum.

Universitas Sumatera Utara


46

Produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi

penggunaan perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk

menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan tersebut lebih berkualitas.

Setiap profesional dapat menentukan nilai produktivitasnya sendiri dan dapat

dilakukan secara mandiri untuk meningkatkan penampilan dan tanggung jawab

serta bertindak sesuai standar praktek yang ada (Swanburg, 2010).

Produktivitas perawat merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang

signifikan, peningkatan produktifitas perawat akan mempengaruhi produktivitas

pelayanan kesehatan. Dalam hal ini pengawasan terhadap produktivitas perawat

pelaksana dilakukan oleh manager untuk melakukan pengontrolan terhadap

kualitas kerja (North & Hughes, 2012).

Cheminais, Bayat, Walt dan Fox (1998) dalam Bhaga (2010), berpendapat

bahwa produktifitas adalah nilai ekonomi yang meliputi efisiensi dan efektifitas

melalui langkah-langkah yang telah ditentukan dengan tujuan untuk mencapai

tingkat yang optimal. Menurut Gillies (1994), penggunaan waktu produktivitas

belum berarti produktivitasnya tinggi, tetapi dengan diketahuinya waktu yang

digunakan, kita dapat mengukur waktu kerja yang produktif atau tidak produktif.

Berdasarkan beberapa uraian diatas maka produktivitas adalah meliputi

efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan keperawatan.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja

Universitas Sumatera Utara


Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki

mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin,

sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan

sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan

prestasi (Rivanto, 1991 dalam Sutrisno, 2012).

Sinungan (2009), mengatakan salah satu untuk mendorong peningkatan

produktivitas adalah melalui peningkatan ketrampilan. Hal ini bertujuan agar

setelah pelatihan seorang mampu mengemban tugas dan pekerjaan sebaik

mungkin sehingga pada akhirnya dapat mendorong kemajuan setiap usaha.

Menurut simanjuntak (1993) dalam sutrisno (2012), menyatakan bahwa

ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang

meliputi pelatihan, mental dan kemampuan fisik karyawan, hubungan antara

atasan dan bawahan. Hasil penelitian Fako at.all. (2002), mengemukakan bahwa

bawahan yang mendapat pembelajaran dari atasan lebih produktiv dibandingkan

yang tidak mendapat pembelajaran. Tiffin dan Cormick dalam Siagian (2009),

produktiviats dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu meliputi umur,

tempramen, keadaan fisik individu, kelelahan dan motivasi. Sedangkan faktor

yang diluar individu adalah kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu

istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan keluarga.

Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produktivitas adalah (a)

knowledge, (b) skills, (c) abilities, (d) attitude, (e) behaviors (Sulistiyani, 2003).

Letvak & Buck (2008), berpendapat bahwa faktor yang terkait dengan penurunan

Universitas Sumatera Utara


48

produktivitas kerja adalah usia, lama bekerja perawat, kualitas pelayanan yang

diberikan, stres, dan masalah pada lingkungan kerja. Fako dan Forcheh (2007)

menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja perawat adalah

pelatihan, partisipasi dalam pengambilan kebijakan, kehadiran, pembelajaran dari

atasan, usia dan agama.

Menurut Siagian (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

produktivitas kerja adalah:

1. Perbaikan terus-menerus

Salah satu implikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja adalah

bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-

menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang

penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos

kerja ini dikarenakan bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada

tuntutan yang terus–menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal.

Perubahan internal meliputi perubahan strategi organisasi, pemanfatan

teknologi, kebijaksanaan. Perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi

dengan cepat karena dampak tindakan organisasi yang dominan peranannya

dimasyarakat.

2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan

Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan,

baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut semua jenis kegiatan

yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksaana tugas pokok

Universitas Sumatera Utara


maupun pelaksana tugas penunjang dalam organisasi. Peningkatan mutu

meliputi mutu internal dan eskternal karena akan tercermin dalam interaksi

organisasi dengan lingkungannya yang turut membentuk citra organisasi

dimata berbagai pihak diluar organisasi.

3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang paling strategis dalam

organisasi. Memberdayakan SDM merupaka etos kerja yang sangat mendasar

yang harus dipegang teguh oleh semua manajemen dalam organisasi.

Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan

martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan, dan penerapan gaya

manajamen yang partisipatif melalui proses demokrasi dalam organisasi.

Produktivitas keperawatan meningkat hasilnya dengan menambahkan

laporan pengetahuan dan keterampilan. Beberapa kemajuan dalam keperawatan

dalam bentuk standar praktik, jenjang klinis dan lain-lain yang membutuhkan

dukungan selama di tempat kerja serta menghormati martabat individu,

mendorong untuk tanggung jawab mencapai tujuan profesi (Gillies, 1999).

Peningkatan produktivitas perawat memiliki manfaat seperti menurunkan

biaya rumah sakit dan meningkatkan retensi kerja perawat, meningkatkan

efektivitas dan kepuasan pasien, perawat, dokter dan staf (Thompson &

Stanowski, 2009).

Universitas Sumatera Utara


50

2.2.3. Indikator Produktivitas

Produktivitas perawat merupakan hal yang sangat penting dalam rumah

sakit. Perawat merupakan bagian terbesar dari sistem pelayanan yang memberikan

perawatan langsung kepada pasien (Hall, Doran, & Pink, 2004). Meningkatnya

produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif

yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan

(Sutrisno, 2012). Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator

sebagai berikut:

1. Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang

karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta

profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk

menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

2. Meningkatkan hasil yang dicapai

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah

satu yang dapat dirasakan baik yang mengerjakan maupun yang menikmati

hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja

bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

3. Semangat kerja

Hal ini merupakan usaha untuk lebih baik dari keamrin. Indicator ini dapat

dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian

dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


4. Pengembangan diri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.

Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan

dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya,

pengembangan diri mutlak dilakukan. Harapan untuk menajdi lebih baik pada

gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk

meningkatkan kemampuan.

5. Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu.

Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja

seorang pegawai. Meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang

terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi organisasi dan dirinya

sendiri.

6. Efisiensi

Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya

yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang

memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.

Moody (2004), mengemukakan bahwa pengukuran produktivitas

dilakukan berdasarkan lama kerja perawat perhari, lama rawat pasien (LOS),

laporan produktivitas dari kepegawaian berdasarkan pendapat pasien, peningkatan

pengetahuan. Menurut Hall (2003); Soltani (2007); Swanburg (2010),

produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan

Universitas Sumatera Utara


52

perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari

pemborosan dan keefektifan perawatan terhadap kualitas dan ketepatannya.

1. Efektivitas mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu

pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu yang

telah ditetapkan. Efektivitas berkaitan dengan ketepatan dalam pemberian

asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan..

2. Efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi

penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Efesiensi

merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan

dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan

semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi.

Efisiensi dikaitkan dengan kecepatan dalam pemberian asuhan keperawatan

serta menghindari pemborosan penggunaan alat.

Hubungan antara efektivitas dan efisiensi membentuk pengertian

produktivitas dengan cara efektivitas pelaksanaan tugas mencapai tujuan dibagi

dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber masukan ke proses. Produktivitas

kerja ini dapat diperbaiki melalui: (1) Perencanaan dengan meningkatkan variasi

antara masukan dengan keluaran dengan: (a) meningkatkan keluaran (output),

mengurangi masukan (input), (b) meningkatkan keluaran, masukan dipertahankan

konstan, (c) meningkatkan keluaran lebih cepat dari pada masukan (d)

mempertahankan masukan konstan, mengurangi masukan, (e) mengurangi

keluaran lebih lambat dari pada masukan. (2) Mengumpulkan ide-ide dan

Universitas Sumatera Utara


rekomendasi dari staf, (3) Membuat tantangan, (4) Menajer menunjukkan minat

pada pencapaian dan perhatian staf, (5) Memuji dan memberi imbalan pada

kinerja yang baik, (6) Melibatkan staf, (7) Mempunyai susunan atau hubungan

yang berarti dengan hasil pengukuran dimana data tersedia atau mudah didapatkan

dan dimana pekerja mempunyai beberpa kontrol, (8) memilih tindakan yang

cocok dengan fungsi dan menggabungkan dengan tindakan (9) memantau

perubahan beban kerja dalam kebutuhan pengaturan staf dengan membuat standar

(10) Mengkombinasikan dukungan dengan pemahaman, motivasi dengan

pengenalan pekerja (11) meningkatkan rasio staf profesional dengan non

profesional, (12) Menempatkan pasien yang diterima berdasarkan sumber yang

diterima, (13) memperbaiki keterampilan, energi, dan motivasi melalui

pengembangan staf, penyediaan buku-buku, penyediaan biaya, serta insentif lain,

(14) penyederhanaan beban kerja, analisis beban kerja dan pendekatan lain, (15)

membuat suatu diagnosa organisasi terhadap masalah-masalah, dan kenyataan-

kenyataan, (16) Menanyakan kepada perawat apa yang membuat mereka

produktif, (17) Mengurangi waktu menunggu dan istirahat, waktu minum kopi

dan makan, (18) Merangsang manajer perawat dan perawat klinis untuk

menginginkan pencapaian hasil yang memuaskan, (19) Menyusun target untuk

meningkatkan keluaran tahunan tanpa penambahan alat atau pekerja, (20)

membuat catatan dan analisa waktu harian pegawai untuk menentukan kemajuan

pegawai (21) menyusun tujuan dan ukuran penampilan staf, (22) membuat suatu

komitmen untuk memperbaiki produktivitas, keefektifan dan efisiensi, (23)

mencari produk baru dan pelayanan serta metode baru dan ikuti, (24) mencari

Universitas Sumatera Utara


54

pendekatan baru dan bermanfaat untuk mengasi masalah yang sudah lama, (25)

meningkatkan kualitas produk keperawatan, (26) memelihara perhatian dengan

proses dan metoda untuk menghasilkan asuhan keperawatan (27) memperbaiaki

penggunaan waktu, (29) mengurangi biaya yang perawat kerjakan dengan

meninjau kembali anggaran biaya, (29) memperbaiki estetika: kualitas kerja dan

kepuasan serta keindahan lingkungan, (29) menerapkan kebijakan etik sebagai

suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (30) menerapkan kebijakan

etik sebagai suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (31)

memperoleh kepercayaan dari kelompok, (32) mengenal kebutuhan dengan baik

(Swanburg, 2010).

Sinungan (2003) pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja,

kualitas kerja dan ketepatan waktu.

1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan

dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh

perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan

pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan

sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat

atau berkurang serta tingkatannya atau perbandingan pelaksanaan sekarang

dengan targetnya dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada

sasaran/tujuan.

2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan

mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini

Universitas Sumatera Utara


merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan

secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses)

dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relative

3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal

waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu

diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal

waktu sampai menjadi output.

Efisiensi dan efektifitas merupakan komponen nilai ekonomi yang

meliputi tenaga kerja, penggunaan obat dan juga prasarana yeng digunakan dalam

pemberian proses keperawatan (NHS, 2012). Pengelolaan upaya peningkatan

produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat

mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman yang

tepat tentang faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, salah

satu diantaranya adalah etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua

karyawan (Sutrisno, 2012).

Menurut Mathis & Jacson (2001), produktivitas individu dihubungkan

dengan kinerja seseorang yang dipengaruhi tiga faktor: kemampuan untuk

mengerjakan pekerjaannya, tingkat usaha, dan dukungan yang diberikan pada

orang tersebut. Kinerja akan berkurang apabila salah satu faktor tidak ada. Ketiga

faktor tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


56

Produktivitas Individu

Kemampuan Bawaan Usaha yang dilakukan Produktivitas Individu


 Bakat  Motivasi  Pelatihan
 Ketertarikan  Etika kerja  Peralatan
 Faktor kepribadian  Kehadiran pada waktu  Mengetahui harapan
 Faktor kejiwaan kerja  Rekan kerja yang
 Rancangan pekerjaan produktif

Gbr.2.2. Komponen dari produktivitas individu

2.3. Teori Keperawatan

Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

interpersonal relationship dari Hildegard E. Peplau. Menurut Peplau keperawatan

adalah terapeutik yaitu suatu seni menyembuhkan ataupun menolong individu

yang membutuhkan. Keperawatan dipandang sebagai proses interpersonal karena

menghubungkan dua individu atau lebih yang memiliki tujuan yang sama

(Gonzalo, 2011).

Kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain dalam konsep ini

menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup empat komponen

yaitu: pasien, perawat, masalah kecemasan yang timbul akibat sakit, proses

interpersonal. Proses interpersonal dalam konsep ini menjelaskan bahwa

pencapaian tujuan melalui langkah ataupun pola yang pasti, pengidentifikasian

suatu masalah dimulai dengan pendekatan yang tepat. Individu dipandang sebagai

satu struktur yang unik meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual dimana satu sama

lain tidak bertentangan. Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda yang

Universitas Sumatera Utara


mempengaruhi persepsi dimana hal ini sangat penting dalam proses interpersonal

(Potter & Perry 2005).

Perawat ialah individu yang mengarahkan pasien untuk penyelesaian

masalah yang dihadapi setiap hari, metode yang digunakan adalah berdasarkan

prisip-prinsip profesional yang akan meningkat secara efektif. Setiap

permasalahan akan mempengaruhi kepribadian perawat dan meningkatkan

profesionalisme. Inilah ciri diri perawat yang memiliki perubahan langsung dalam

terapeutik hubungan interpersonal.

Konsep Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpersonal

yang saling berkaitan yaitu: (1). Orientasi: merupakan tahap awal dari proses

hubungan interpersonal, (2). Identifikasi : penetapan tujuan, (3). Eksploitasi:

membantu memberikan gambaran klien yang sebenarnya, (4). Resolusi

(pemecahan masalah). Setiap tahap saling melengkapi dan berhubungan sebagai

satu proses untuk penyelesaian masalah.

Universitas Sumatera Utara


58

2.4. andasan Konseptual


Pengelolaan produktivitas:
Teori Keperawatan
 Perbaikan terus-menerus
Interpersonal Relationship (Peplau, 1952)
 Peningkatan mutu hasil pekerjaan
 Pemberdayaan SDM
Tujuan supervisi (Siagiaan, 2002)
 Memperhatikan anggota unit dan area kerja  Perencanaan
 Memperhatikan rencana kegiatandan
 Mengumpulkan ide rekomendari dari staf
evaluasi
 Meningkatkan kemampuan kerja  Pemberian reward
(Swanburg, 2010)  Mengevaluasi kinerja
 Memeriksa  Penegmbangan staf
 Menilai (Swanburg, 2010)
 Memperbaiki
(Gillies, 1994)
Pelaksana Supervisi Indikator produktivitas kerja
 Kepala ruangana  Kemampuan
 Pengawas perawatan  Meningkatkan hasil yang dicapai
 Kepala bidang perawatan
(Suyanto, 2008)  Semangat kerja
Peran Supervisor  Pengembangan diri
 Perencana  Mutu
 Pengarah  Efisiensi
 Pelatih (Sutrisno, 2012)
 Penilai
Korn (1987) & Christiansen, at. al (2010)
 Efektifitas
Fungsi Supervisi
 Edukasi  Efisiensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
 Supportive Hall (2003), Soltani (2007), Swanburg
produktivitas kerja:
 Manajerial (2010)
 Tingkat pendidikan
Hawkins & Shohet (1989), Farington
(1995)  Keterampilan
 Teacher  Tingkat penghasilan
 Consultant  Motivasi
 Coach Gbr. 2.2. Landasan Konseptual  Lama kerja
 Mentor (role model)  Stress
DHHS (2009)
 Lingkungan kerja
 Fungsi formatif
(Buck. At.all 2008, Tiffin dan Cormick
 Fungsi restorative
 Fungsi normative dalam Siagian 2003)
Severinson (2001), Bush (2005), Dawson,
at.all (2012)

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konseptual

Gbr. 2.2. Landasan Konseptual

Berdasarkan landasan konseptual pada Gbr 2.2. kerangka konseptual

dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan 3 landasan konsep utama tentang

fungsi supervisi dan didukung dengan konsep yang lain. Fungsi supervisi dapat

terlaksana dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari

supervisi dapat tercapai.

1. Fungsi formatif

Pelaksanaan supervisi merupakan proses edukatif (pembelajaran) yang

diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Pembelajaran yang

diberikan kepala ruangan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

pengembangan keterampilan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan

keperawatan. Kepala ruangan juga berperan sebagai teacher yang mampu

mengajarkan hal-hal yang belum diketahui oleh perawat pelaksana maupun yang

belum mampu untuk melaksanakan secara maksimal. Pelatihan secara terus-

menerus juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan perawat

pelaksana serta memperbaiki pelayanan keperawatan. Supervisi yang dilakukan

kepala ruangan tidak hanya mampu mengajarkan, melatih namum mampu

meberikan contoh nyata yang dapat dilakukan untuk dapat diikuti oleh perawat

pelaksana (mengajarkan, melatih, role model).

2. Fungsi restorative

Kegiatan supervisi tidak hanya sebagai sarana untuk pembelajaran namun

merupakan kegiatan profesional yang dilakukan oleh kepala ruangan. Kepala

Universitas Sumatera Utara


60

ruangan harus mampu memberikan dukungan secara langsung kepada perawat

pelaksana. Dukungan yang diberikan adalah bersifat profesional. Kepala ruangan

perlu memberikan dukungan kepada perawat pelaksana untuk mengatasi masalah

dalam pemberian pelayanan keperawatn. Kelelahan kerja maupun stress sering

dihadapi oleh perawat pelaksana yang diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan

setiap hari. Kepala ruangan dalam hal ini harus mampu meperhatikan perawat

pelaksana. Peran sebagai konsultan diberikan oleh kepala ruangan yang mampu

memberikan ide/alternative kepada perawat pelaksana yang mengalami masalah

dalam bekerja.

3. Fungsi normative

Kegiatan supervisi berfungsi sebagai kegiatan managerial yang bertujuan

untuk pengendalian kualitas pelayanan keperawatan. Pengendalian kualitas

pelayanan keperawatan dilakukan untuk dapat mempertahankan kualitas serta

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Supervisi yang dilakukan

langsung oleh kepala ruangan sebagai manager lini pertama yang langsung

berhadapan dengan perawat pelaksana dan pasien diharapkan mampu

mempertahankan serta meningkatkan kualitas. Kepala ruangan harus mampu

menentukan hal mana yang perlu dipertahankan dan yang harus ditingkatkan.

Dalam hal ini kepala ruangan berperan sebagai konsultan yang harus mampu

memberikan pemecahan masalah yang dihadapi oleh perawat pelaksana yang

berorientasi terhadap peningkatan pelayanan keperawatan. Sebagai konsultan

Universitas Sumatera Utara


kepala ruangan harus mampu merencanakan kapan, apa, siapa dan bagaimana cara

untuk melaksanakan upaya peningkatan kualitas pelayanan.

Indikator produktivitas dikembangkan berdasarkan konsep utama yaitu

efektifitas dan efisiensi. Efektifitas dan efisiensi kerja perawat pelaksana akan

dapat tercapai apabila mampu meningkatkan perbaikan secara terus-menerus serta

melakukan perencanaan untuk meningkatkan kemampuan serta melakukan

evaluasi terhadap kinerja. Peningkatan produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor

pendidikan, pengalaman, dan usia

Efektivitas adalah kemampuan perawat pelaksana untuk melaksanakan

pelayanan keperawatan yang sesuai dengan prosedur dan standar keperawatan

serta mampu untuk memprioritaskan pelayanan keperawatan yang akan diberikan

kepada pasien.

Efisiensi merupakan kemampuan perawat pelaksana dalam pemberian

pelayanan keperawatan secara cepat, kehadiran dan ketelitian yang akan

berdampak terhadap nilai ekonomis dalam pelayanan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


62

Produktivitas kerja
Fungsi Supervisi perawat
1. Fungsi Formatif 1. Efisiensi
2. Fungsi Restorative 2. Efektifitas
3. Fungsi Normative

Karakteristik individu
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Lama kerja
4. Pendidikan
5. Status perkawinan

Gbr. 2.3. Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai