Anda di halaman 1dari 12

Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

Nama Peserta : dr. Herwin Irawan


Nama Wahana : RSUD Lasinrang Pinrang
Topik : Intokisikasi Organofosfat
Tanggal (Kasus) : 3 April 2016
Nama Pasien: Ny. T.B No. RM: 18 72 41
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. H. Rifai, M.Kes
dr. Agus Salim
Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Lasinrang Pinrang
Objek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang Wanita 42 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit.
Tujuan: Memberikan penanganan Intoksikasi

Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit


Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny.T.B No. Registrasi: 18 72 41


Nama Klinik: UGD RSUD Lasinrang Pinrang
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
setelah meminum racun serangga (Baygon) sebanyak ± 1/4 botol. Muntah-muntah (+)
frekuensi ± > 20 kali, isi apa yang dimakan lama kelamaan cairan berwarna kekuningan,
darah (-), lendir (+) . Sakit perut ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Nafas sesak ( )
berkeringat banyak (+), Pandangan kabur (+), sakit kepala (+). Demam (-). Buang air kecil
(-) dalam 1 jam terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Keluarga : -
Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
Kondisi Lingkungan, Sosial dan Fisik : Kondisi rumah dan lingkungan sosial sekitar tidak
diketahui, Menurut keluarga, pasien mempunyai masalah dengan suaminya.
1
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

Lain-lain :
-
Daftar Pustaka:
1. Sudoyo, AW, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I edisi IV.
2006. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Page 214-16
2. Ooi S, maning P. guide to Essentials in Emergency Medicine. Singapore:
McGrawHill, 2004. Page 369-71
Hasil Pembelajaran:
1. Mampu menegakkan diagnosis intoksikasi organofosfat.
2. Memberikan terapi awal sesuai kompetensi dan sumber daya yang tersedia secara cepat
dan tepat.
3. Merujuk pasien dengan cepat.

2
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Seorang perempuan usia 42 tahun MRS dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit setelah meminum racun serangga (Baygon)
sebanyak ± 1/4 botol. Muntah-muntah (+) frekuensi ± > 20 kali, isi apa yang dimakan
lama kelamaan cairan berwarna kekuningan, darah (-), lendir (+) . Sakit perut ± 30 menit
sebelum masuk rumah sakit. Nafas sesak ( ) berkeringat banyak (+), Pandangan kabur
(+), sakit kepala (+). Demam (-). Buang air kecil (-) dalam 1 jam terakhir.
2. Objektif
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E3 M3 V5 GCS 11
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 56x/ menit, reguler,
Nafas : 32x/ menit, reguler
Suhu : 36,5oC

Status Generalis :
Kulit : Teraba dingin, berkeringat, ikterik (-/-), sianosis (-/-)
Kepala : Bentuk bulat simetris, rambut lebat warna hitam,
tidak mudah dicabut, basah (+), bau insektisida (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil pinpoit (+),
.
THT : Tidak ada kelainan

3
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

Toraks : Paru
I : simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (-/-)
Pal : fremitus simetris kanan kiri
Per : sonor
A : napas vesikuler (+) mengeras, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
I : Iktus tidak terlihat
Pal : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Per : Batas jantung dalam batas normal
Abdomen: A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

I : datar
Pal : Nyeri tekan (+) epigastrium, turgor baik, H/L tidak teraba
Ekstremitas : Per : Timpani
Aus : Bising usus (+) normal

Edema -/- , akral agak dingin, CRT 2 dtk

Laboratorium:
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12
Leukosit 11.000
Eritrosit 4,14
Trombosit 458.000
Hematokrit 39
Ureum 28
Kreatinin 1,2
Gula darah sewaktu 140

4
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

3. Assesment
A. Definisi
Intoksikasi adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang
menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Pestisida adalah zat untuk
membunuh atau mengendalikan hama.
Toksin masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara yaitu :
- Penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit
- Terhisap bersama udara pernafasan ( inhalasi )
- Ditelan ( per oral atau digesti )

Racun Pestisida dapat digolongkan sebagai berikut :


a. Insektisida
 Organoklorin : insektisida chlorinated hydrocarbon secara kimia tergolong
insektisida yang relatif stabil dan kurang reaktif. Racun terhadap susunan saraf
baik pada serangga maupun mamalia.
- Derivate chlorethane : DDT
- Derivate cyclodiene : thiodane, endrim, dieldrine, chlordane, aldrin,
heptachlor, toxapene
- Derivate hexachlorcyclohexan : linden, myrex
 Organofosfat : pestisida yang merupakan racun pembasmi serangga yang paling
toksik. Pestisida golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifat -
sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan ini selektif,
tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten pada serangga.
Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun pernapasan. Golongan
organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase,
sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Oleh karena itu, keracunan pestisida
golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan,
mengakibatkan perangsangan secara terus - menerus pada saraf. Keracunan ini
dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan kulit. Efek memblokade penyaluran
impul syaraf dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase.

- DFP, TEPP, parathion, diazinon, fenthoin, malathion


 Carbamat : carbaryl, aldicarb, propaxur, mobam
 Pyrethroid and pyrethrine : transflutrin
b. Herbisida
5
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

c. Fungisida
d. Rodentisida

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit
tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan di rumah tangga untuk
memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga pengganggu lainnya. Di lain
pihak, pestisida secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang baik disengaja
maupun tidak. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik
karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalahgunakan ( bunuh diri ).
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida
banyak digunakan di Negara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan di Negara
yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak menggunakan pestisida
adalah sebagai berikut :
- Amerika Serikat 45%
- Eropa Barat 25%
- Jepang 12%
- Negara berkembang lainnya 18%

B. Patofisiologi
Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi
asetilkolinesterase pada saraf. Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan
cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas
memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh).

Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer.

asetilkolinesteras
Asetikolin e Asetat + Kholin

Asetilkholinesterase adalah enzim yang berfungsi agar asetilkholin terhidrolisis


menjadi asetat dan kholin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi aktif dari enzim ini
sehingga kerja enzim ini terhambat. Akibatnya jumlah asetilkholin dalam sipnasis meningkat
sehingga menimbulkan stimulasi reseptor possinap yang persisten. Asetilkholin terdapat di
seluruh sistem saraf, terutama sekali asetilkholin berperan penting pada sistem saraf

6
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

autonom. Senyawa ini berperan sebagai neurotransmiter pada ganglia sistem saraf simpatik
dan parasimpatik, yang mana senyawa ini berikatan dengan reseptor nikotinik. Inhibisi
kholinesterase pada ganglia sistem saraf simpatik dapat menimbulkan midriasis, takikardi,
dan hipertensi. Sedangkan, penghambatan kholinesterase pada ganglia sistem saraf
parasimpatik menimbulkan efek miosis, bradikardi, dan salivasi.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas
insektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor. Ketika
asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk memperbanyak
konduksi saraf perifer dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri
melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk
AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan
neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada
serum, plasma dan hati.
Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester
anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap dihambat
sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan
berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang
berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif.
Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps- sinaps kolinergik, dan inilah yang
menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.

C. Manifestasi Klinik Keracunan

 Tanda dan Gejala


Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten. Tanda dan gejala awal
keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin
muskarinik.
Gambaran Klinis :
1. Mata : penglihatan kabur, miosis
2. Sekresi : hyperhidrosis, hipersalivasi, hipersekresi bronkus
3. Pencernaan : mual, muntah, diare, sakit perut
4. Pernafasan : batuk, sesak nafas
5. Kardiovaskular : bradikardi dan hipotensi

7
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

6. SSP : sakit kepala, konvulsi, delirium


7. Otot : lemah, fasikulasi

Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.


Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan
meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung
lebih sedikit sebagai penyebab kematian.

Untuk penegakan diagnosis, maka diperlukan autoanamnesis dan alloanamnesis


yang cermat. Selain itu, diperlukan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan berat ringannya
gejela klinis terutama jika pasien datang dalam keadaan tidak sadar. Penilaian klinis paling
awal dan paling penting adalah status kesadaran. Alat ukur kesadaran yang digunakan adalah
menggunakan skor GCS. Apabila pasien tidak sadar dan tidak ada keterangan apapun maka
diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam dari semua penyebab penurunan
kesadaran seperti meningoensefalitis, trauma, perdarahan subarachnoid/intracranial,
perdarahan subdural atau ekstradural hematom, hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum,
uremia dan ensefalopati.

Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi nafas, dan denyut jantung
mungkin dapat membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan penunjang

Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin, hal ini selain untuk
membantu penegakan diagnosis, juga berguna untuk kepentingan penyelidikan polisi pada
kasus kejahatan. Sampel yang dikirim adalah 50 mL urin, 10 mL serum, dan fesees.

Selain itu, pemeriksaan penunjang yang juga diperlukan pada pasien yang dicurigai
mengalami keracunan atau intoksikasi adalah :

1. Laboratorium Klinik

- Analisis gas darah


- Darah lengkap
- Serum elektrolit
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

8
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

- Sedimen urin

 Pemeriksaan ini berguna untuk melihat dampak keracunan dan dapat dijadikan
sebagai dasar diagnosis penyebab keracunan seperti keracunan obat atau
keracunan makanan.

2. EKG

EKG perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti dengan gangguan irama
jantung dapat berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi supraventrikuler,
ventrikel takikardi, torsade de pointes, fibrilasi ventrikel dan lainnya.

3. Pemeriksaan Radiologi

Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau dugaan
adanya perforasi lambung.

4. Penatalaksanaan/ Plan

Secara umum penatalaksanaan pada kasus keracunan atau intoksikasi adalah


sebagai berikut :

1. Stabilisasi

Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi


kardiopulmoner yang dapat dilakukan secara cepat dan tepat berupa:

- Pembebasan jalan nafas


- Perbaikan fungsi pernafasan ( ventilasi dan oksigenasi )
- Perbaikan sistem sirkulasi darah

2. Dekontaminasi

Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan


pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Tindakan
dekontaminasi tergantung pada lokasi tubuh yang terkena racun yaitu :

9
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

- Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan


inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat nafas, berikan oksigen lembab
100% dan jika perlu ventilator.
- Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun
dengan cara posisi kepala ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena
atau terburuk kondisinya. Buka kelopak mata secara pelahan dan irigasi larutan
akuades atau NaCl 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan hilang,
selanjutnya tutup mata dengan kassa steril dan konsul dokter spesialis mata.
- Dekontaminasi kulit dengan melepaskan semua pakaian dan aksesoris, kemudian
cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalirdan disabun minimal 10 menit.
- Dekontaminasi gastrointestinal merupakan rute pemaparan paling sering.
Tindakan pemberian bahan pengikat ( karbon aktif ), pengenceran atau
pengeluaran isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kubah
lambung diharapkan dapat mengurangi jumlah paparan zat toksik.

3. Eliminasi

Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang
beredar dalam darah atau dalam saluran GIT setelah lebih dari 4 jam. Apabila masih
dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian arang aktif yang diberikan 30-50 gram
( 0,5-1 gr/kgBB ) setiap 4 jam peroral/perenteral.

4. Antidotum
a)Antimuskarinik
Agen antimuskarinik seperti atropine, ipratopium, glikopirolat, dan skopolamin biasa
digunakan mengobati efek muskarinik karena keracunan organofosfat. Salah satu yang
sering digunakan adalah Atropin karena memiliki riwayat penggunaan paling luas.
Atropin melawan tiga efek yang ditimbulkan karena keracunan organofosfat pada
reseptor muskarinik, yaitu bradikardi, bronkospasme, dan bronkorea. Pada orang
dewasa, dosis awalnya 1-2 mg yang digandakan setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi.
Untuk anak-anak dosis awalnya 0,02mg yang digandakan setiap 2-3 menit sampai
teratropinisasi. Tidak ada kontraindikasi penanganan keracunan organofosfat dengan
Atropin.
b)Oxime
Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan untuk melawan efek

10
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

neuromuskular pada keracunan organofosfat. Terapi ini diperlukan karena Atropine tidak
berpengaruh pada efek nikotinik yang ditimbulkan oleh organofosfat. Oxime dapat
mereaktivasi enzim kholinesterase dengan membuang fosforil organofosfat dari sisi aktif
enzim. Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen dosis tinggi
(2 g iv load diikuti 1g/jam selama 48 jam), Pralidoxime dapat mengurangi penggunaan
Atropine total dan mengurangi jumlah penggunaan ventilator. Dosis yang
direkomendasikan WHO, minimal 30mg/kg iv bolus diikuti 8mg/kg/jam dengan infus.
Efek samping yang dapat ditimbulkan karena pemakaian Pralidoxime meliputi dizziness,
pandangan kabur, pusing, drowsiness, nausea, takikardi, peningkatan tekanan darah,
hiperventilasi, penurunan fungsi renal, dan nyeri pada tempat injeksi. Efek samping
tersebut jarang terjadi dan tidak ada kontraindikasi pada penggunaan Pralidoxime
sebagai antidotum keracunan organofosfat.

Pada kasus keracunan, tujuan utama penanganan adalah segera membuang racun
yang belum terserap, mencegah penyerapan lebih lanjut, menetralisir racun yang sudah
terlanjur ada di dalam tubuh, membuang racun yang sudah terlanjur beredar di dalam tubuh.
Pemakaian karbon (activated charcoal) atau lebih dikenal sebagai Norit, pada kasus
keracunan lebih bijaksana dibanding susu. Karbon memiliki sifat sebagai penyerap /
adsorbent dengan cara mengikat racun. Namun tidak semua racun dapat diserap oleh karbon.
Material korosif, alkohol, kalium, besi, lithium adalah contohnya. Pada kasus overdosis obat-
obatan, karbon sangat bermanfaat sebagai pertolongan pertama untuk mencegah penyerapan
racun. Pemberian karbon harus hati-hati. Korban harus dipastikan sadar penuh dan mampu
menjaga jalan nafas.
Karena racun yang telah masuk dalam tubuh bias saja telah terjadi penyerapan, diperlukan
observasi lebih lanjut untuk mengetahui apakah telah mengakibatkan gangguan pada organ
tubuh atau tidak. Untuk memantau sejauh apa racun telah mengganggu sistem organ,
diperlukan pemantauan terhap fungsi hati, ginjal dan jantung. Sehingga diperlukan
pemeriksaan darah terhadap fungsi hati dan ginjal. Sedangkan fungsi jantung dapat dilihat
dari EKG secara berkala.

4. Plan
(3 April 2016)
S : Lemas, kesadaran menurun, muntah (+), Demam (-)
O : KU lemah
GCS 11 (E3 M3 V5)
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 56x/ menit, reguler,
Pernapasan : 32x/ menit, reguler
11
Portofolio – Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medis

Suhu : 36,5oC

A : Penurunan Kesadaran e.c Intoksikasi organofosfat


P :
O2 2 liter/ menit (kp)
IVFD RL loading 2 liter ( 2 Line )  TD 110/80 mmHg
Inj Sulfas Atropin 2 mg iv  3 menit  inj sulfas atropin 1 mg  atropinisasi.
Inj Pantoprazole 1 ampul/ 24 jam iv
Pasang NGT
Dekontaminasi pasien
Observasi tanda tanda vital dan KU
Prognosis: Dubia ad bonam

Pinrang, 2016

Peserta, Pendamping,

dr. Herwin Irawan dr. H. Rifai, M.Kes dr. Agus Salim

12

Anda mungkin juga menyukai