C frp
Zoo
040 | RESPONIKAN SERSAN MAYOR (Abudefduf saxatilis)
TERHADAP PEMBIUSAN DENGAN
BIJI TEH (SAPONIN) DAN POTASIUM SIANIDA (KCN)
OLEH:
ARDIANSYAH CHANIAGO
C05499052
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Fakultas Perikanan dan Timu Kelautan
PEMANFAATAN SUMBERDA YA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2003Ardiansyah Chaniago. C05499052. Respon kan Sersan Mayor (Abudefduf
saxatilis) terhadap Pembiusan dengan Biji Teh (Saponin) dan Potasium
Sianida (KCN). Dibawah bimbingan Wazir Mawardi dan Mulyono S. Baskoro,
SS
RINGKASAN
Pemanfaatan potasium sianida sebagai bahan pembius dalam
peniangkapan ikan temyata menimbulkan dampak terhadap rusaknya
terumbu karang sebagai habitat berbagai biota laut. Kerusakan ini tidak
hanya berdampak ekonomis dengan hilangnya sumberdaya laut yang
berpotensi tinggi, tetapi akan menurunkan populasi ikan yang hidup disekitar
terumbu karang (Anonymous, 1999).
Perlu alternatif pengganti bagi potasium sianida karena dapat
merusak terumbu karang dan biota (aut lainnya. Banyak jenis racun yang
biasa digunakan ol para nelayan, salah satu diantaranya adalah
penggunaan bungkil biji teh (saponin). Selama ini bungkil biji teh (saponin) ini
bias@ digunakan di tambak-tambak untuk membasmi ikan-ikan yang
dianggap sebagai pesaing (hama) udang. Bahan ini dapat mematikan ikan
tanpa mengakibatkan kematian pada udang (Simon dalam Akhmad dan
Basry, 2000).
Efek dari bungkil biji teh (saponin) terhadap ikan dapat membuat ikan
pingsan bahkan ikan bisa sampai mati, kondisi ini tergantung dari berapa
banyak konsentrasi yang digunakan (Rachmatun, 1990).
Penelitian ini berlujuan untuk mengetahui pengaruh pembiusan
dengan biji teh dan potasium sianida terhadap tingkah laku ikan sersan
mayor (Abudefduf saxatilis). Pada penelitian ini, ikan sersan mayor diberi
perlakuan biji teh (saponin) dan dibandingkan dengan potasium sianida pada
konsentrasi yang sama, yaitu 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Pengamatan yang
diambil adalah reaksi ikan sersan mayor dalam kondisi pingsan dan kondisi
sadar terhadap kedua bahan tersebut serta efektifitas antara kedua bahan.
‘Analisis sidik ragam dengan menggunakan metode rancangan acak
lengkap dua faktor untuk pemingsanan ikan sersan mayor menunjukan
bahwa hipotesis yang didapat dari faktor A adalah tolak Ho yang berarti
perbedaan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh
tethadap lamanya ikan pingsan sedangkan hipotesis dari faktor B adalah
tolak Ho yang berarti perbedaan penggunaan antara biji teh (saponin) dan
potasium sianida (KCN) berpengaruh terhadap lamanya ikan pingsan.
Analisis sidik ragam dengan metode rancangan acak lengkap dua
faktor untuk penyadaran ikan, menunjukan bahwa hipotesis yang didapat dari
faktor A adalah gagal tolak Ho dimana perbedaan konsentrasi yang
digunakan (5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm) tidak berpengaruh terhadap lamanya
ikan sadar kembali, hal ini disebabkan ikan memiliki batas toleransi tertentu
terhadap konsentrasi yang digunakan untuk pemingsanan, sehingga jika
lewat dari batas toleransi tersebut maka akan menyebabkan kematian padaikan. Hal ini sesuai dengan Gunarso (1985), semakin pekat konsentrasi yang
digunakan akan menyebabkan kematian pada ikan. Sedangkan hipotesis dari
faktor 8 didapat hasil tolak Ho, dimana penggunaan biji ten (saponin) dan
potasium sianida (KCN) dalam penyadaran kembali ikan sersan mayor,
berpengaruh terhadap lamanya ikan sadar.
Pada penelitian dapat disimpulkan, pada saat proses pemingsanan
ikan sersan mayor, reaksi dari biji teh jauh lebih lambat dibandingkan reaksi
potasium sianida. Hal ini terlihat pada saat proses pemingsanan ikan dengan
potasium sianida ikan lebih cepat pingsan dengan gerakan renang ikan tidak
terkendali dan disertai dengan loncatan4oncatan ikan ke permukaan air.
Pada saat pemingsanan ikan sersan mayor dengan biji teh, ikan lebih lambat
pingsan, gerakan renang ikan tidak terkendali dan tidak disertai dengan
loneatan ikan ke permukaan air.
Pada saat penyadaran kembali ikan sersan mayor, ternyata
penggunaan biji teh (saponin) relatif lebih cepat dibandingkan dengan
potasium sianida (KCN). Pada penggunaan il
mati pada konsentrasi 10 ppm dan tiga ekor
ppm. Sedangkan pada penggunaan potasium didapatkan satu ekor ikan mati
pada konsentrasi 15 ppm. Maka dari data tersebut penggunaan biji teh
menghasilkan tingkat kematian yang febih tinggi.