Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010).
Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes
melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria,
polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl
dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.

2. Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes
Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β
pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,
memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan
meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara
berkembang (IDF, 2014).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset,
yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar
90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan
akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan
dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).

1
c. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014).
Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
d. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi
gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi
dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan
sindrom genetik (ADA, 2015).

3. Etiologi
Faktor penyebab diabetes mellitus sesuai klasifikasi penyakit menurut
(Smeltzer, 2002) antara lain :
a. DM tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada tipe ini insulin tidak diproduksi. Hal ini disebabkan dengan
timbulnya reaksi autoimun oleh karena adanya peradangan pada sel
beta insulitis. Kecenderungan ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
1) Faktor Genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.

2
2) Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana Antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai
jaringan asing.
3) Faktor Lingkungan
Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat
menimbulkan distruksi sel beta.

4. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan
gejala kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus
1) Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba
banyak (Poli), yaitu:
a) Banyak makan (poliphagia).
b) Banyak minum (polidipsia).
c) Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a) Banyak minum.
b) Banyak kencing.
c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
d) Mudah lelah.
e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Penyakit Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus
adalah sebagai berikut:

3
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual
menurun,bahkan impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

5. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan

4
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam - asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda - tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

5
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

6
6. Penyimpangan KDM

Penuaan, keturunan, infeksi, gaya hidup, kehamilan, obesitas

Sel beta pankreas rusak/terganggu

Produksi insulin

Katabolisme protein Glukagon meningkat

BUN as.amino hiperglikemi hiperosmolitas

As.laktat Glukosuria koma

Glukoneogenesis diuretik osmotik kalori keluar

Sel kelaparan Poliuri poliphagi

Ketidakseimbangan
Protein tubuh hilang prod.energi metabolisme dehidrasi nutrisi

Respon perd darah lambat polidipsi

Kekurangan vol
Resiko Infeksi cairan

Kerusakan vaskuler

Neuropati perifer

Ulkus
Pembedahan
Pengeluaran histamin & prostaglandin Nyeri akut

7
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
a. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah
Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
c) Pemeriksaan kultur pus
Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada
luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan
selanjutnya.
d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan
tindakan pembedahan

8. Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi Metabolik Akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar
glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

8
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang
kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).
2) Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo,
2006).
3) Sindrom HHDK (Koma Hiperglikemia Hiperosmoler Nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai
dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari
600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

b. Komplikasi Metabolik Kronik


Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
a) Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati
ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil
(Pandelaki, 2009).
b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik
merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

9
c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering
ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
(Subekti, 2009).
2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu
stroke dan risiko jantung koroner.
a) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM
disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan
SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti, 2012).
b) Penyakit Serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien
non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang
ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM,
seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan
penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare,
2008).

9. Penatalaksanaan Medis
a. Insulin
Insulin merupakan protein yang berukuran kecil dengan berat
molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang
tersusun dalam 2 rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfida.
Insulin diproduksi langsung di dalam sel β pankreas (Nolte dan Karam,
2002).
Pada individu sehat, sekresi insulin mengimbangi jumlah asupan
makanan yang bermacam-macam dengan latihan fisik. Namun pada
penderita diabetes tidak mampu mensekresi jumlah insulin yang cukup

10
untuk mempertahankan euglikemia. Akibatnya kadar glukosa dalam
darah meningkat tinggi sebagai respon terhadap makanan dan tetap
tinggi pada keadaan puasa (Schteingart,2006).
Terdapat empat tipe utama insulin yang tersedia, yaitu insulin kerja
cepat (rapid acting insulin), insulin kerja pendek (short acting insulin),
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) dan insulin kerja
panjang (long acting insulin) (Anonim, 2006a).
1) Rapid acting insulin, yaitu insulin lispro. Diabsorbsi sangat cepat
ketika disuntikkan secara subkutan dan mencapai puncak dalam
serum dalam jangka waktu 1 jam. Masa kerja insulin lispro tidak
lebih dari 3-4 jam (Nolte dan Karam,2002).
2) Short acting insulin, insulin reguler dengan masa kerja pendek yang
efeknya terjadi dalam waktu 30 menit setelah penyuntikan subkutan
dan berlangsung selama 5-7 jam (Nolte dan Karam, 2002).
3) Intermediate acting insulin dan long acting insulin, insulin lente
dengan mula kerja yang lebih lambat dan dengan masa kerja yang
panjang. Atau insulin ultralente, yang mula kerjanya lama namun
dapat memberikan efek dalam jangka waktu yang panjang (Nolte
dan Karam, 2002).

b. Antidiabetik Oral
1) Golongan Sulfonilurea
Kerja dari obat ini adalah dengan merangsang sekresi insulin dari
granul sel-sel β langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksi
dengan ATPsensitive K channel pada membran sel-sel β yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka
kanal Ca++, sehingga ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula
yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang
ekuivalen dengan peptida-C. Selain itu, sulfonylurea juga dapat
mengurangi klirens insulin di hepar (Suherman, 2007).
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi 2, yaitu generasi pertama dan
generasi kedua. Penggolongan ini didasarkan perbedaan pada potensi

11
efek terapi, potensi efek samping selektif dan penempelan pada protein
serum. Yang termasuk dalam generasi pertama meliputi asetoheksamid,
klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid. Sedangkan sulfonilurea
golongan kedua adalah glimepirid, glipizid dan gliburid, yang
mempunyai potensi hipoglikemi lebih besar dari generasi pertama
(Triplitt et al., 2005).
Sulfonilurea jika digunakan bersama obat lain (insulin, alkohol,
fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon,
oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat
MAO, guanetidin, anabolik steroid fenfluramin dan klofibrat) akan
meningkatkan risiko hipoglikemia (Suherman, 2007).

2) Meglitinid
Mekanisme kerja obat golongan ini hampir sama dengan
sulfonilurea. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup
kanal K yang ATP independent di sel β pankreas. Repaglinid dan
nateglinid merupakan golongan obat ini. Absorbsinya cepat saat
diberikan secara oral dan mencapai kadar puncaknya dalam waktu
1jam. Waktu paruhnya 1jam, maka harus diberikan beberapa kali dalam
sehari, pada waktu sebelum makan. Obat ini mengalami metabolisme di
hati (utamanya), 10% dimetabolisme di dalam ginjal. Efek samping
utama hipoglikemia dan gangguan saluran pencernaan, juga reaksi
alergi (Suherman, 2007).

3) Biguanid
Fenformin, buformin dan metformin merupakan golongan
biguanid. Namun yang sering digunakan adalah metformin, fenformin
telah ditarik dari peredaran karena dapat menyebabkan asidosis laktat
(Suherman, 2007). Di Amerika Serikat, metformin merupakan satu-
satunya obat biguanid yang tersedia sejak tahun 1995. Metformin
meningkatkan sensitivitas insulin pada hepar juga pada jaringan otot
disekitarnya. Hal ini meningkatkan pengambilan glukosa ke dalam
jaringan sensitif insulin (Triplitt et al., 2005).

12
Biguanid merupakan suatu antihiperglikemik, tidak merangsang
sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemik.
Metformin oral diabsorbsi di intestin dan tidak terikat dengan protein
plasma di dalam darah dan diekskresi melalui urin. Metformin diminum
pada saat makan, pada pasien DM yang tidak memberikan respon
terhadap sulfonilurea, dapat diberikan metformin atau digunakan
sebagai terapi kombinasi bersama insulin atau sulfonylurea (Suherman,
2007).

4) Peroxisome Proliverators-activated receptor-γ (PPARγ)


Antidiabetik oral ini juga disebut dengan golongan tiazolidinedion,
termasuk dalam golongan ini yang tersedia secara komersial adalah
rosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini mampu meningkatkan
sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran, diduga memiliki aktivitas
untuk mengurangi resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan
glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose. Agen ini
juga menahan glukoneogenesis di hati dan memberikan efek tambahan
pada metabolisme lemak, steroidogenesis di ovarium, tekanan darah
sistemik dan sistem fibrinolitik (Suherman, 2007).

5) Penghambat α-glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandial, bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan
hipoglikemia dan tidak mempengaruhi kadar insulin. Efek samping
yang ditimbulkan dapat berupa gejala gastrointestinal, flatulen dan diare
(Waspadji, 1996). Yang termasuk dalam golongan ini adalah akarbose
dan miglitol (Suherman, 2007).

c. Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :

13
1) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
2) Neucrotomi
3) Amputasi

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki
diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit
pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan
perawatan di bangsal.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh
pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan
dirawat di RS berapa kali.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

14
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien
yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini
termasuk penyakit yang menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi
sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya
kesehatan bagi anggota keluarganya
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari,
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan
minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak,
jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola Eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah
aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi dan kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan mengetahui tentang penyakitny
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya
8) Pola reproduksi dan seksualitas
9) Pola mekanisme koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, cara berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik

15
1) Keadaan Umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada
balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi),
kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem Pernafasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien
post pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat
pengaruh obat anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan
pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau
menghilangkan sesak napas.
3) Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi
meningkat.
4) Sistem Pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat
sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang
nafsu makan, bising usus, berat badan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem
ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai
stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan adanya
penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena
nyeri post pembedahan

6) Sistem Integummen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan
output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit
dikelupas untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi di
bawah kulit tersebut.

16
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda, (2013), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Kekurangan volume cairan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NIC NOC
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Pain Management
Definisi : sensori yang tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat
tidak menyenangkan dan selama ....x24 jam, nyeri,meliputi :
pengalaman emosional diharapakan nyeri lokasi, karakteristik,
yang muncul secara berkurang dengan dan onset, durasi,
aktual atau potensial, kriteria: frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan atau 1. Kontrol nyeri intensitas / beratnya
menggambarkan adanya 2. Mengenal faktor nyeri, faktor - faktor
kerusakan.. penyebab presipitasi
Batasan karakteristik : (Mengenal reaksi 2. Kontrol faktor-faktor
1. Laporan secara serangan nyeri lingkungan yang
verbal atau non 3. Mengenali gejala dapat mempengaruhi
verbal nyeri respon pasien
2. Fakta dan observasi 4. Melaporkan nyeri terhadap
3. Gerakan melindungi terkontrol Tingkat ketidaknyamanan
4. Tingkah laku berhati- Nyeri 3. Berikan informasi
hati  Frekuensi tentang nyeri\
5. Gangguan tidur (mata nyeri 4. Ajarkan teknik
sayu, tampak capek,  Ekspresi akibat relaksasi
sulit atau gerakan nyeri 5. Tingkatkan
kacau, menyeringai) tidur/istirahat yang

17
6. Tingkah laku distraksi cukup
(jalan-jalan, menemui 6. Turunkan dan
orang lain, aktivitas hilangkan faktor
berulang-ulang) yang dapat
7. Respon autonom meningkatkan nyeri
(diaphoresis, perubahan 7. Lakukan teknik
tekanan darah, variasi untuk
8. perubahan pola mengurangi nyeri
nafas, nadi dan Analgetik
dilatasi pupil) Administration
9. Tingkah laku 1. Tentukan lokasi,
ekspresif (gelisah, karakteristik, kualitas,
marah, menangis, dan derajat nyeri
merintih, waspada, sebelum pemberian
napas panjang, iritabel) obat
10.Berfokus pada diri 2. Monitor vital sign
sendiri sebelum dan sesudah
11. Muka topen pemberian analgetik
Fokus menyempit 3. Berikan analgetik
(penurunan persepsi pada yang tepat sesuai
waktu, kerusakan proses dengan resep
berfikir, penurunan 4. Catat reaksi analgetik
interaksi dengan orang dan dan efek buruk yang
lingkungan) ditimbulkan
5. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan MONITOR NUTRISI
Nutrisi Kurang dari tindakan keperawatan 1. Berat badan pasien
Kebutuhan Tubuh (00002) selama.......x24 jam dalam batas normal
Domain 2 : Nutrisi status nutrisi pasien 2. Monitor adanya

18
Kelas 1 : Makan normal dengan penurunan berat badan
Defenisi : asupan nutrisi indikator: 3. Monitor tipe dan
tidak cukup untuk 1. Intake nutrien jumlah aktivitas yang
memenuhi kebutuhan normal biasa dilakuakn
metabolik. 2. Intake makanan dan 4. Monitor interaksi
Batasan Karakteristik : cairan normal anak dan orang tua
1. Kram abdomen 3. Berat badan normal selama makan
2. Nyeri abdomen 4. Massa tubuh normal 5. Monitor lingkungan
3. Menghindari makan 5. Pengukuran selama makan
4. Berat badan 20% atau biokimia normal 6. Jadwalkan pengobatan
lebih di bawah berat dan tindakan
badan ideal Setelah dilakukan tidak selama jam
5. Kerapuhan kapiler tindakan keperawatan makan
6. Diare selama.......x24 jam 7. Monitor kulit kering
7. Kurang makanan status nutrisi: intake dan perubahan
8. Kurang informasi nutrient pasien adekuat pigmentasi
9. Kurang minat pada dengan indikator : 8. Monitor turgor kulit
makanan 1. intake kalori 9. Monitor kekeringan,
10. Penurunan berat badan 2. intake protein rambut kusam,
dengan asupan makanan total protein, Hb dan
3. intake lemak
adekuat kadar Ht
4. intake karbohidrat
11. Membran mukosa pucat 10. Monitor makanan
5. intake vitamn
12. Ketidakmampuan kesukaan
6. intake mineral
memakan makanan 11. Monitor
7. intake zat besi
13. Tonus otot menurun
8. intake kalsium pertumbuhan dan
14. Kelemahan otot
perkembangan
mengunyah
12. Monitor pucat,
15. Kelemahan otot untuk
kemerahan, dan
menelan
kekeringan jaringan
Faktor yang
konjungtiva
berhubungan:

19
1. Faktor biologis 13. Monitor kalori dan
2. Faktor ekonomi intake nutrisi
3. Ketidakmampuan untuk 14. Catat adanya
mengabsorbsi nutrien edema, hiperemik,
4. Ketidakmampuan untuk hipertonik papila
mencerna makanan lidah dan cavitas
5. Ketidakmampuan oval
menelan makanan 15. Catat jika lidah
6. Faktor psikologis berwarna megenta,
scarlet

MANAJEMEN
NUTRISI
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
3. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin
C
5. Berikan subtansi
gula

20
6. Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
3 Kekurangan volume Tujuan : 1. Kaji cairan yang
cairan (00027) Menyeimbangkan disukai klien dalam
Domain 2 : Nutrisi volume cairan batas diet.
Kelas 5 : Hidrasi sesuai 2. Rencanakan
Definisi : dengan target pemberian
Penurunan cairan kebutuhan tubuh asupan cairan untuk
intravascular, interstisial, Kriteria Hasil: setiap sif, mis : siang
dan/atau intraselular. Ini 1. Terjadi 1000 ml, sore 800 ml
mengacu pada dehidrasi, peningkatan dan malam 200 ml.
kehilangan cairan saja tanpa asupan cairan 3. Kaji pemahaman
perubahan pada natrium. min. 2000ml/hari klien tentang alasan

21
Batasan Karakteristik : (kecuali terjadi mempertahankan
1. Perubahan status mental kontraindikasi). hidrasi yg adekuat.
2. Penurunann tekanan 2. Menjelaskan 4. Catat asupan dan
darah perlu-nya haluaran.
3. Penurunan tekanan nadi meningkatkan 5. Pantau asupan per
4. Penurunan turgor kulit asupan cairan oral, min. 1500 ml/
5. Penurunan haluaran urine pada saat 24 jam.
6. Membrane mukosa stress/cuaca 6. Pantau haluaran
kering panas. cairan 1000-
7. Kulit kering 3. Mempertahankan 1500ml /24jam.
Faktor yang berat jenis urine Pantau berat jenis
berhubungan: dalam batas urine.
1. Kehilangan cairan aktif normal.
2. Kegagalan mekanisme 4. Tidak
regulasi menunjukan
tanda-tanda
dehidrasi.
4 Resiko Infeksi ( 00004 ) Setelah dilakukan Kontrol Infeksi
Domain 11 : tindakan keperawatan 1. observasi dan
Keamanan/Perlindungan selama .....x24 jam laporkan tanda dan
Kelas 1 : Infeksi diharapkan tidak ada gejala infeksi seperti
Definisi : mengalami infeksi dengan kriteria kemerahan, panas,
peningkatan risiko terserang : nyeri, tumor, dan
organisme patogenik Risk Control fungsiolesa
Faktor Resiko : 1. mengetahui resiko 2. kaji temperatur klien
1. Penyakit Kronis 2. memonitor faktor tiap 4 jam
 Diabetes Melitus resiko lingkungan 3. gunakan strategi
 Obesitas 3. memonitor faktor untuk mencegah
2. Pengetahuan yang tidak resiko dari tingkah infeksi nosokomial
cukup untuk laku 4. cuci tangan sebelun
menghindari pemajanan 4. mengembagkan dan setelah tindakan

22
patogen strategi kontrol keperawatan.
3. Pertahanan tubuh resiko secara 5. Gunakan standar
primer yang tidak efektif precaution dan
adekuat 5. memodifikasi gaya gunakan sarung
4. Kerusakan integritas hidup untuk tangan selama kontak
kulit mengurangi resiko dengan darah,
5. Perubahan sekresi Ph membran mukosa
6. Pecah ketuban dini yang tidak utuh.
7. Pecah ketuban sekarang 6. Kaji kelembaban,
8. Malnutrisi tekstur dan turgor
kulit dengan hati-hati.
7. Pastikan teknik
perawatan luka secara
tepat
8. Dorong pasien untuk
istirahat

DAFTAR PUSTAKA

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

23
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002

24

Anda mungkin juga menyukai