Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan
cukup penting dalam seluruh kegiatan pendidikan, juga menentukan proses pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Penyususnan kurikulum tidak dapat dikerjakan secara
sembarangan, karena mutu bangsa dikemudian hari bergantung pada pendidikan yang
dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di
sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi,
barang siapa yang menguasai kurikulum, memegang nasib bangsa dan negara.
Kurikulum menjadi penentu arah tujuan bangsa kedepan, menjadi penampung utama
semangat pendidikan sebagai media untuk mencerdaskan bangsa.
Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi
perkembangan bangsa yang dipegang oleh pemerintah suatu negara. Oleh sebab itu,
setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula
memahami seluk-beluk kurikulum, termasuk asas-asasnya. Untuk itu pada kesempatan
kali ini penulis mencoba untuk memaparkan materi yang berkenaan dengan asas-asas
kurikulum dan komponen kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum?
2. Apa sajakah Asas-asas kurikulum?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kurikulum!
2. Mahasiswa dapat menyebutkan asas-asas kurikulum!

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum baru
dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri. Perubahan
zaman memberi tugas tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-tugas yang
sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga, peerintah, petugas
agama, dan lain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya belajar memasak, menjait,
mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya. Dunia modern sering mengharuskan
ibu-ibu bekerja, dan tiak sempat lagi mendidik anaknya dalam keterampilan rumah
tangga. Maka tugas ibu itu dipercayakan kepada sekolah dengan memberi pelajaran
PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak puas dan merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah
tangga dan ingin menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani
anak, keamanan lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan
minum alkohol atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama dan hal-hal lain lambat
laun digeser tanggung jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan demikian
kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional, melainkan berbagai
kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupaun di luar sekolah.1
Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam
definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum
itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum
itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan
belajar mengajar dalam kelas maupun di luar kelas.
Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa para
ahli kurikulum:
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning For
Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut
“The Curriculum is the sum total pf school’s efforts to inflence learning, whether in
the clasroom, on the playground, or out of school.” Jadi segala usaha sekolah untuk
mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau

1
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm 4

2
di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut
kegiatan ekstra kulikuler.
2. Harold B. Albertycs. Dalam Reorganizing the High School Curriculum (1965)
memandang kurikulum sebagai “all of the Activities that are provided for student by
the school” seperti hanya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak
terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di
dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi
melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.2
3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum
sebagai “a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of
disciplining children and youth in group ways of thinking and acting”. Mereka
melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat
diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai
dengan masyarakatnya.
4. William B Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan
arti kurikulum sebagai berikut. “The tendency in recent decades has ben to use the
termin a broader sense to refer to the whole life and program of the school. The term
in used to include all the experiences of children for which the school accepts
responsibility. It denotes the result of efferorts on the part of the adults of the
community, and the nation to bring to the children the finest, most whole some
influences that exist in the exist in the culture.” Ragam menggunakan kurikulum
dalam arti yang luar, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah,
yakni segala pengalamn anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak
hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi
hubungan sosial antar antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi
termasuk kurikulum.
5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School Improvemant
(1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam
kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar dan belajar, cara
mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan
dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu,

2
Harold B. Albertycs, Reorganizing the High School Curriculum, (New York: The Macmillan
Company, 1965), hlm 23

3
jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok,
program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya sehingga tak mungkin
diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tidaknya.
6. Alice Miel juga manganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam
bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) ia mengemukakan
bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan,
keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah,
yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan prsonalia (termasuk penjaga
sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan
murid-murid). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang
bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Definisi Miel tentang
kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan,
kecakapan, kebiasaan-kebisaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma,
melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der
Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen dan
opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala sesuatu
yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik terhadap anak didik guna
mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan, mengajurkan, memuji, melarang atau
menghukum. Istilah kedua berarti faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan
lingkungan pendidikan seperti kebersihan ruangan, keamahan pendidik, jadi tidak
merupakan tindakan yang sengaja. Kita lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal itu
dalam pengertian kurikulumnya yakni alay pendidikan dan faktor pendidikan.
Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang bergitu luas. Hilda Taba
berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum
sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika
kurikulum dirumuskan sebagai “segala sesuatu yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah” atau
sebagai “sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan
tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan
pemuda dibiasakan berfikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia
hidup”, maka definisi yang luas itu membuatnya tidak fungsional. Maka Hilda Taba
memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena
definisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern.

4
Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan
suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisitipasi sebagai angota yang
produktif dalam masyarakatnya. Tiap kurikulum, bagaimana polanya, selalu
mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan
sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan
mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada
penekanan pada unsur-unsur tertentu.
7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukan
pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Definisinya ialah “A
Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of
schooling”. Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai
tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak
dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga
agama, masyarakat, dan lain-lain. Ia dengan sengaja menggunakan istilah
“schooling” untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Memborong segala
tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang terlampau berat,
sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.3
Maka karena itu krug membatasi kurikulum seperti :
1. Organized classroom instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas
2. Kegiatan-kegiatan tertentu di luar pengajaran itu, seperti bimbingan penyuluhan,
kegiatan pengabdian masyarakat, pengalaman kerja yang bertalian dengan
pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih
bersifat kontroversial.
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai
tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang
manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung
harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk.
Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real.
Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah
kesenjangan antara idea dan real curriculum.
Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagi rangkaian pengalaman
yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut potential

3
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum . . . , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm 8

5
curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak secara
individual, mialnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita
peroleh penggolongan sebagai berikut :
1. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para
pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam
bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah mata
pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh
sekolah untuk mencapai tujuannya, ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata
pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat
mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan,
pramuka, warung sekolah dan lain-lain,
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari
siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan
dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.
4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan
perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual
menjadi kenyataan pada tiap siswa, ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan
pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.4
Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-beda,
bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku
adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi
mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan mendikreditkan
kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung kebaikan, sedangkan
kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah berjalan
dalam beberapa waktu.
Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti
yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung
berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut
pengalamannya memberi hasil yang baik. Ia tidak mudah melepaskan yang lama yang
sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru itu ternyata lebih baik

4
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum . . . , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm 9

6
lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru dengan yang lama. Maka
karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang kurikulum dilaksanakan secara
murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama tanpa menimbulkan
konflik.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena justru
dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk-bentuk kurikulum
baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam pemikiran tentang
kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya.
Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya menurut
teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim, perlu kita
ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau adanya berbagai
bentuk kurikulum yang hidup bersama secara damai.

B. Asas-asas Kurikulum
Mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karena
banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan
untuk diperhitungkan. Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia yang bagaimana
yang diharapkan akan dibentuk? Apakah akan diutamakan kebutuhan anak pada saat
sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan, ataukah
ia diperlukan sebagai orang dewasa? Apakah kebutuhan anak itu? Apakah harus
dipentingkan anak sebagai individu atau sebagai anggota kelompok? Apakah yang haru
dipentingkan, mengajarkan kejujuan atau memberi pendidikan umum? Apakah
pelajaran akan didasarkan atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan
pribadi? Apakah semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama ataukah ia diizinkan
memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah seluruh kurikulum sama bagi
semua sekolah secara uniform, atau diberi kelonggaran untuk menyesuaikan dengan
keadaan daerah? Apakah hail belajar anak akan diuji secara uniform ataukah diserahkan
pada penilaian guru yang dapat mempelajari anak itu dalam segala aspek selama waktu
yang panjang?
Semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendaari setiap kurikulum,
yakni:
1. Asas Filosofis yang berkaitan dengan tujuan pendidikan yang sesuai engan filsafat
negara.
2. Asas Psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni:

7
a. Psikologi anak, perkembangan anak
b. Psikologi belajar, bagaimana proses belajar anak.
3. Asas Sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,
kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain.\
4. Asas Organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran
yang disajikan.
Walaupun dalam buku ini keempat asas itu akan dipaparkan lebih lanjut, dirasa
perlu memberikannya lebih dahulu secara singkat.5

1. Asas Filosofis
Sekolah bertuuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Apakah
yang dimaksud dengan “baik” pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita
atau filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia.
Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menmbilkan perbedaan dalam tujuan
pendidikan, jadi juga bahan pelaaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar
dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara yang
demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan belainan
dengan pendidikan di negara yang memeluk agama islam atau kristen. Kurikulum
tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara
terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus
dicapai melalui pendidikan formal.
2. Asas Psikologis
a. Psikologis anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni
menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan
bakatnya. Selama berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia
manusia yang lain daripada orang dewasa dan karena itu mempunyai
kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Baru setelah itu, anak
dikenal sebagai anak, dan dilakukan penelitian untuk lebih mengenalnya, dan
sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu
asas dalam pengembangan kurkulum. Timbullah aliran yang disebut progresif,
bahkan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan pengembangan

5
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum . . . , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm 11

8
anak, yaitu “Child-centered curriculum”. Kurikulum ini dapat dipandang
sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Tentu saja kurikulum yang begitu
ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai kekurangan-
kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat tiada menarik perhatian para
pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk selalu menjadikan
anak sebagai salah satu pokok pikiran.
b. Psikologi belajar
Pendidikan disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan
bahwa anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak
dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah
sikapnya, dapat menerima norma-norma, dapat menguasai sejumlah
keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimanakah anak itu belajar? Kalau
kita tahu betul, bagaimana proses belajar itu berlangsung, dalam keadaan yang
bagaimana belajar itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum
dapat direncanakan dengan cara yang seefektif-efektifnya.
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks,
maka timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu
sama lain. Penelitian dilakukan untuk lebih mendalam memahami proses
belajar ibi, banyak diantarannya dengan melakukan eksperimen.
Pada umumnya dapat dilakukan, bahwa tiap teori itu mengandung
kebenaran, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan proses
belajar itu, jadi yang mencakup seagala gejala belajar, dari yang sederhana
sampai yang aling pelik.
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar-mengajar. Dengan
demikian ada hubnungan yang erat anatara kurikulum dan psikologi belajar dan
psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi
salah satu dasar kurikulim.
3. Asas sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisoasi dari mausia lainnya. Ia selalu hidup dalam
suatu masyarakat. Disitu ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya
dengan penuh tanggungjawab, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa
kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus

9
menyambungkan buktinya bagi bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat
tak dapat diabaikannya.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat
tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakannya
dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya.
Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus
dipertimbangan dalam kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan
dalam kurikulum.
Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam
pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal
ini pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “society-contered currikulum”.
4. Asas organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan
pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang dipisah-pisah,
ataukah dusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya
dalam bentuk brond filed atau bidang studi IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah
diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-
batas mata pelajaran, jadi, dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa asosiasi
yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya
cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang berpusat pada mata
pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.
Kembali perlu diingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak
baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari
kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi
kurikulum dapat dijalankan secara bersama disatu sekolah, bahkan yang satu dapat
membantu atau melengkapi yang satu lagi.
Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan
karena macamnya kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus
diadakan pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara panitia kurikulum.
Sering dikatakan bahwa “curriculum is matter of choice”, kurikulum adalah soal
pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau sikap

10
seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian
utama, yakni yang tradisional dan yang progresif.6

6
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum . . . , (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm 11-14

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa para ahli
kurikulum:
J. Galen Saylor dan William M. Alexander menjelaskan arti kurikulum segala usaha
sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah
atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan
ekstra kulikuler.
Harold B. Albertycs kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga
meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung
jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata
pelajaran tradisional.
Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai
sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar
mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
William B Ragan, kurikulum dalam arti yang luar, yang meliputi seluruh program
dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalamn anak di bawah tanggung jawab
sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan
dalam kelas. Jadi hubungan sosial antar antara guru dan murid, metode mengajar, cara
mengevaluasi termasuk kurikulum.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller kurikulum juga termasuk metode mengajar dan
belajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga
mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural
mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek
pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya sehingga tak mungkin
diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tidaknya.
Alice Miel kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak
pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Definisi Miel tentang kurikulum sangat luas
yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebisaan,
sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah
serta seluruh pegawai sekolah.

12
Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum Kurikulum dilihatnya
sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas
sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya
seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lain. Ia dengan sengaja
menggunakan istilah “schooling” untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah.
Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang
terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.
Asas-asas Kurikulum
1. Asas Filosofis
Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa
dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan
yang harus dicapai melalui pendidikan formal.
2. Asas Psikologis
a. Psikologis anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan
situasi-situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya.
Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang
ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak.
b. Psikologi belajar
Pendidikan disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa
anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya.
Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat
mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dapat menguasai sejumlah
keterampilan.
3. Asas sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisoasi dari mausia lainnya. Ia selalu hidup dalam suatu
masyarakat. Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam
pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas.
4. Asas organisatoris
Kembali perlu diingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak baik.
Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari
kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi
kurikulum dapat dijalankan secara bersama disatu sekolah, bahkan yang satu dapat
membantu atau melengkapi yang satu lagi.

13
Daftar Pustaka

Albertycs, Harold B., Reorganizing the High School Curriculum, The Macmillan Company,
New York 1965
Nasution, S., Asas-asas Kurikulum, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006

14

Anda mungkin juga menyukai