Anda di halaman 1dari 19

1.

KONSEP DASAR PAJAK PENGHASILAN


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadp subjek Pajak atas Penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir dalam tahun pajak.
Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak,
kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat
warisan tersebut selesai dibagi.
3. Badan. Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek Pajak dalam negeri
 Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang
pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.

 Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesi

 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan.

Subjek Pajak Luar Negeri


 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
 Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh Penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri :

1
WP dalam negeri dikenakan pajak atas Penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak
hanya atas Penghasilan yang berasal dari sumber Penghasilan di Indonesia.
1. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan Penghasilan neto dengan tariff
umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan Penghasilan
bruto dengan tariff pajak sepadan.
2. Wajib Pajak dalam negeri menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunam sebagai sarana
untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan WP luar
negeri tidak wajib mentampaikan SPT tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Pengecualian Subjek Pajak


a. Badan perwakilan Negara asing
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatil dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
c. Organisasi internasional
d. Pejabat perwakilan internasional

Objek Pajak Penghasilan yaitu tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dan luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
1. Gaji, upah, tunjangan honorarium, komisi, bonus, gratifikasi.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, penghargaan.
3. Laba Usaha
4. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan,
6. Deviden
7. Royalty
8. Sewa dan penghasilan
9. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
10. Keuntungan karena pembebasan utang
11. Keuntungan karena selisih kurs mata asing
12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
13. Premi asuransi

Pengecualian Objek Pajak :


 Bantuan sumbangan, hibahan
 Warisan
2
 Pembayaran dari perusahaan asuransi
 Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun.

Penentuan Penghasilan Kena Pajak :


 Biaya yang dapat dikurangkan
 Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
 Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi aktiva
tidak berwujud.
 Iuran kepada dana pensiun (disahkan Menkeu)
 Kerugian karena penjualan
 Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
 Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

Biaya yang tidak dapat dikurangkan :


 Pembagian laba, deviden
 Biaya untuk pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
 Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat
 Pajak penghasilan
 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda

Penyusutan, Amortisasi
1. Untuk pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus, tapi harus dikapitalisasi dan dibebankan melalui penyutan dan
amortisasi.
2. Penyusuyan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau
perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
3
3. Metode penyusutan
4. yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah :
5. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta
tersebut (metode garis lurus atau straight-line method)
6. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai
sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method)

Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan


Garis Lurus Saldo Menurun
Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
Tidak Permanen 10 tahun 10%

Kelompok Harta Tak Masa Manfaat Tarif Penyusutan


Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
25% 50%
12,5% 25%
6,25% 12,5%
10%

2. PENGHASILAN KENA PAJAK


A. Pengertian Penghasilan Kena Pajak
Pengertian penghasila kena pajak adalah penghasilan yang telah ditentukan
oleh pihak pajak sebagai tolak ukur bagi masyarakat seberapa besar penghasilannya
dalam satu tahun yang diluar kebutuhan pokok.
Jadi maksudnya penghasilan dalam satu tahun tersebut dikurangi dengan
kebutuhan pokok sehari-hari kemudian sisa dari penghasilan tersebutlah yang dipajak
kan. Bukan penghasilan bersihnya atau penghasilan Neto. Jadi jika penghasilannya sudah
melebihi Rp 3.000.000 dalam satu tahun (ketentuan 2016) maka dia harus membayar
pajak.

4
PKP (Penghasilan Kena Pajak) PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal
Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:

a. Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar penghasilan neto
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP terbaru.

b. Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak / PTKP terbaru.

c. Bagi bukan pegawai seperti tercantum dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21 adalah

a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan


dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau dalam bentuk apapun yang diberikan oleh
WP, kecuali penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lain yang diberikan
oleh
1. Bukan WP
2. WP yang dikenakan PPh yang bersifat final.
3. WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada danan pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Mentri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran iuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau yang disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan
yang bersifat wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh
orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau yang disahkan
oleh pemerintah.
e. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

B. Besarnya Penghasilan Kena Pajak


5
Berikut penjelasan mengenai penghasilan yang dikenakan pajak, berikut beserta
statusnya:
a. Bagi pegawai tetap
Bagi pegawai tetap adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran
pensiun, dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Dalam pengertian iuran pensiun
termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua dibayar oleh pegawai.
b. Bagi pegawai tidak tetap
Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan
adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak
dikenakan pemotongan yang besar nya Rp 200.000 sehari sepanjang penghasilan
komulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 2.500.000.
1) Apabila telah melebihi Rp 2.025.000 maka jumlah yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto perharinya adalah sebesar PTKP yang sebenarnya dibagi 360 hari.
2) Dalam hal jumlah penghasilan komulatif dalam satu bulan kalender tersebut
melebihi Rp 6.000.000, PPh pasal 21 dihitung berdasarkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
3) Dalam hal pegawai tidak tetap atau tenaga lepas diikut sertakan dalam program
jaminan haru tua atau tunjangan hari tua, maka iuran program tersebut yang dibayar
sendiri oleh pegawai tidak tetap kepada badan-badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto. Besarnya bisaya jabatan adalah 5% dari penghasilan bruto yang
terdiri dari penghasilan teratur dan tidak teratur setinggi-tingginya Rp 5.00.000
sebulan atau RP 6.000.000 setahun.
4) Besarnya biaya pensiun adalah 5% dari penghasilan bruto stinggi-tingginya Rp
200.000 atau dalam setahun sebesar Rp 2.400.000.
5) Besarnya ptkp setahun adalah
 Untuk wajib pajak (WP) sendiri adalah sebesar Rp 24.300.000
 Untuk wajib pajak (WP) kawin adlaah sebesar Rp 2.025.000 (tanggungan istri)
 Untuk tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami sebesar Rp 24.300.000
a. Untuk setiap anggota keluarga sedarah dan sekeluarga semenda dalam garis keturunan
lurus (bunyut, kakek, bapak, anak, cucu cici dan seterusnya) serta anak angkat yang
telah menjadi tanggungan sepenuhnya Rp 2.025.000 paling banyak tiga orang untuk
satu keluarga.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) PEGAWAI TETAP


Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah
seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:

6
 Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,-
sebulan atau Rp 6.000.000,- setahun;
 Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau
jaminan hari tua yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) PENERIMA PENSIUN BERKALA


Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21
adalah:
 Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.
 Sebesar 5% dari penghasilan bruto.
 Setinggi-tingginya Rp 200.000,- sebulan atau Rp 2.400.000,- setahun.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) BUKAN PEGAWAI / KONSULTAN


Bila bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.
PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c namun ia memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal
21 dan/atau PPh Pasal 26, maka:
 Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka
besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah
dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan dengan bagian gaji
atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah sebesar jumlah yang
dibayarkan;
 Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam
kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau
barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan
material atau barang.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) JASA DOKTER


Untuk jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di
rumah sakit dan/atau klinik, maka jumlahnya adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh
pasien sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

3. PERHITUNGAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN


Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21. Secara umum menghitung Pajak Penghasilan
yang terutang pada PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak adalah :
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21.

7
A. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Rp 0,0 s.d Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%

B. Tarif Khusus
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2010 pasal 4 ayat 2 bahwa:
1) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh pejabat PNS, anggota TNI/Porli dan pensiunannya.
2) Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anngota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Tmatama dan Bintara,
dan pensiunannya.
3) Tarif 5% dari jumlah bruto onorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III, anggota
TNI/Polri Golongan Pangkat prwira Pertaa dan pensiunannya.
4) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan
pensiunannya.

Tarif khusus berikut diterpkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima
sekaligus.
1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000
2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp
100.000.000.
3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 smpai dengan Rp
500.000.000
4) Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas Rp 500.000.000.

Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua.
1) Tariff 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000
2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000
3) Tarif khusus 55 atas upah harian, borongan satuan yang diterima oleh tenaga kerja
harian lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari Rp 1.320.000 dan upah
sehari kurang dari Rp 150.000.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukan NPWP.
8
Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 75.000.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00

15% x Rp 25.000.000,00 Rp. 3.750.000,00 +

Jumlah Rp. 6.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00

15% x 120 % x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 +

Jumlah Rp 7.500.000,00

3.1 Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21/26


Dasar Pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut.
a. Penghasilan Kena Pajak
b. Penghasilan bruto
c. 50% dari penghasilan bruto
d. 50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto
Besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentukan oleh kelompok penerima penghasilan
dan jenis penghasilan. Penghasilan yang sama diterima oleh kelompok penerima yang
berbeda, tarif dan dasar pengenannya bisa berbeda. Contoh PPh pasl 21 atas honorarium yang
diterima oleh bukan pegawai dan pegawai.

Tata Cara Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21

Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Penghitungannya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1) Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh pasal 21,
selain masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja.

9
2) Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721-A1 atau 1721-A2 dan
pemotongan PPh pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak
dimana pegawai tetap berhenti bekerja.

Penghitungan kembali ini dilakukan pada:

1) Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;


2) Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalenser dan
bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.

Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di
mana Pegawai Tetap Berhenti Bekerja

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

Penghitungan PPh atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap

a) Untuk menghitung PPH Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan.
b) Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi jaminan kecelakaan kerja
(JKK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Dalam
menghitung PPH Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang
dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
c) Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran
pensiun, iuran jaminan hari tua dan iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh
pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada dana pensiun.
d) Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
e) Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektif sebagai Wajib Pajak
Dalam Negeri sudah ada sejak awal tahun.
f) Selanjutnya dihitung penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun , dikurangi dengan PTKP.
g) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menrapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh terhadap penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada point ke 6,
selanjutnya dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang harus dipotong atau disetor ke kas
negara yaitu sebesar :

1) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada point 4
dibagi dengan 12 atau.

10
2) Jumlah PPh pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada point 5
dibagi dengan 12.

h) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,
maka penghitungan pjak pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan
penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut.
 Gaji untuk masa seminggu dikalikan 4.
 Gaji untuk masa sehari dikalikan 26.

i) Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh pasal 21 sebulan dengan cara seperti pada point
4 sampai dengan point 7.
j) PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan
dalam point 9, sedangkan PPh pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan
PPH pasal 21 sebulan dalam point 9 dibagi 26.
k) Jika pada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayr kenaikan gaji yang
berlaku surut (rapel), misalnya untuk lima bulan, maka penghitungan PPh pasal 21 atas
rapel tersebut adalah sebagai berikut :
 Rapel dibagi dengan banyaknya buln perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan).
 Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan PPh pasal 21.
 PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas
dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
 PPh pasal 21 terutang atas tambahan Gaji untuk bulan bulan dimaksud adalah selish
antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan angka 3 dikurangi jumlah pajak yang
telah dipotong sebagaimana disebut pada angka 2.
l) Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari
satu bulan (rapel) seperti tersebut dalam angka 4, maka cara penghitungan PPh pasal 21-
nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka 4 dengan memperhatikan
ketentuan dalam angka 3.

Penghitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atas atas penghasilan yang bersifaf tetap
secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

Penghasilan bruto

Gaji sebulan ×××

Tunjangan PPh ×××

Tunjangan dan honorarium lainnya ×××


11
Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja ×××

Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan ×××

Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1 s.d 5) ×××

Pengurangan

Biaya jabatan (5%×penghasilkan bruto, maksimal Rp.500000 sebulan) ×××

Iuran pensiun atau iuran THT/JHT ×××

Jumlah pengurangan (jumlah 1 s.d 3) (×××)

Penghitungan PPh pasal 21:

Penghasilan neto sebulan ×××

Penghasilan neto setahun / disetahunkan (10×12bulan) ×××

Penghasilan Tidak Kena Pajak ×××

Penghasilan kena pajak setahun ×××

PPh pasal 21 yang terutang (4×tarif pasal 17 ayat (1) huruf a.) ×××

PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (14 + 12bulan) ×××

Catatan:

Sesuai PMK 162 tersebut mulai 1 Januari 2013 PTKP yang berlaku adalah sbb :

Rp 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang
Pribadi.

Rp 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahkan untuk wajib pajak yang kawin

Rp 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk penghasilan istri
digabung dengan penghasilan suami.

Rp 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) Tambahan untuk anggota keluarga
sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

12
Contoh 1.1. Pegawai tetap dengan Gaji Bulanan

Tommy Hakim bekerja pada Universitas Nusantara dengan memperoleh gaji sebulan berupa
gaji pokok Rp. 3.500.000,00 tunjangan struktural Rp. 4.000.000, tunjangan profesi Rp.
3.500.000,00. Tommy Hakim mebayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000,00. Tommy
menikah tetapi belum mempunyai anak.

Penghitungan PPh pasal 21 adalah.

Gaji Pokok sebulan Rp. 3.500.000

Tunjangan stuktural sebulan Rp. 4.000.000

Tunjangan profesi sebulan Rp.3.500.000

Total penghasilan bruto sebulan Rp. 11.000.000

Pengurangan:

Biaya jabatan (5%×Rp.11.000.000)

= Rp.550.000, maka diperbolehkan Rp. 500.000

Iuran pensiun Rp. 100.000

Rp. 600.000

Penghasilan neto sebulan Rp.10.400.000

Penghasilan neto setahun : 12×Rp.10.400.000 Rp. 124.800.000

PTKP setahun (K/-):

– Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

– Tambahan WP kawin Rp. 1.320.000

Rp. 17.160.000

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 107.640.000

PPh pasal 21 terutang :

5% × Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000


13
15% × Rp. 57.640.00 Rp. 8.646.000

Rp. 11.146.000

PPh Pasal 21 sebulan: Rp. 11.146.000 ÷ 12 Rp. 928.833

Catatan:

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa
memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal
pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar: 120%×Rp.928.833= Rp. 1.114.599

Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh


pasal 21 sudah memiliki NPWP , kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

Contoh 1.2. Pegawai tetap dengan Gaji Bulanan (wanita, suami tidak berpenghasilan)

Endang Vidyawati adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada
PT Ventura Entiti dengan gaji sebulan sebesar Rp.2.500.000. Endang Vidyawati membayar
iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri Keuangan
sebesar Rp.50.000 sebulan, berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Endang
Vidyawati berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya
tidak mempunyai penghasilan apa pun.

Penghitungan PPh pasal 21 adalah:

Gaji sebulan Rp. 2.500.000

Pengurangan:

-Biaya Jabatan (5% × Rp. 2.500.000) Rp. 125.000

-Iuran pensiun Rp. 50.000

Rp. 175.000

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.325.000

14
Penghasilan neto setahun 12 × Rp.2.325.000 Rp. 27.900.000

PTKP

-Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

-tambahan karena menikah Rp. 1.320.000

Rp. 17.160.000

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. 10.740.000

PPh pasal 21 setahun 5% × Rp.10.740.000 Rp. 537.000

PPh Pasal 21 sebulan Rp. 537.000 ÷ 12 Rp. 44.750

Contoh 1.3. Pegawai tetap dengan Gaji Bulanan (Wanita, suami berpenghasilan)

Firma Utami karyawati dengan status menikah tetapi belum mempunyai anak bekerja pada
PT. Unggul Farmindo. Firma Utami menerima gaji Rp. 3.000.000 sebulan. PT Unggul
Farmindo mengikuti program pensiun dari Jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun
kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
sebesar Rp.40.000 sebulan. Firma Utami juga membayar iuran pensiun
sebesar Rp.30.000 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran jaminan hari tua
karyawannya setiap bulannya sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Firma Utami membayar
iuran jaminan harei tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Berdasarkan surat keterangan
Pemda tempat Firma Utami brtempat tinggal diketahui bahwa suami Firma Utami tidak
memliki penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari
gaji.

Penghitungan PPh pasal 21 adalah:

Gaji sebulan Rp. 3.000.000

Premi JKK Rp. 30.000

Premi Jaminan kematian Rp. 9.000

Penghasilan bruto sebulan Rp. 3.039.000

15
Pengurangan:

-Biaya jabatan 5%× Rp.3.039.000 Rp. 151.950

-iuran pensiun Rp. 30.000

-iuran jaminan hari tua Rp. 60.000

Rp. 241.950

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.797.050

Penghasilan neto setahun 12 × Rp. 2.797.050 Rp. 33.564.600

PTKP

-Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

-Tambahan krn menikah Rp. 1.320.000

Rp.17.160.000

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.16.404.600

Pembulatan Rp. 16.404.000

PPH pasal 21 setahun 5% × Rp. 16.404.000 Rp. 820.200

PPh Pasal 21 sebulan Rp. 820.200 ÷ 12 Rp. 68.350

Catatan :

Apabila suami Firma Utami bekerja, besarnya PTKP Firma Utami adalah PTKP untuk diri
sendiri sebesar Rp 15.840.000.

Contoh 1.4. Pegawai tetap yang penghasilannya Sebagian atau Seluruhnya Diperoleh dalam
Mata Uang Asing

Neill Mc Leary adalah seorang karyawan memperoleh gaji pada bulan Januari 2011 dalam
mata uang asing sebesar US$ 2.000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2011

16
berdasarkan keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 11.250 per US$1,00. Neill Mc Leary
berstatus menikah dengan satu anak.

Perhitungan PPh pasal 21 adalah:

Gaji sebulan

US$2000 × Rp. 11.250 Rp. 22.500.000

Pengurangan:

-Biaya jabatan 5% × Rp. 22.500.000 = Rp. 1.125.000

Maksimum diperkenankan Rp. 500.000

Penghasilan neto sebulan Rp. 22.000.000

Penghasilan neto setahun

12 × Rp 22.000.000 Rp. 264.000.000

PTKP

-untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

-tambahan krn menikah Rp. 1.320.000

-tambahan untuk 1 orang anak Rp. 1.320.000

Rp. 18.480.000

Penghasilan kena Pajak Rp. 245.520.000

PPH pasal 21 terutang setahun

5% × Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000

15% × Rp. 195.520.000 Rp. 29.328.000

Rp. 31.328.000

PPh pasal 21 sebulan : Rp. 31.328.000 ÷ 12 = Rp. 2.652.333

Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26

17
Pemotong pajak setelah memotong pajak wajib menyetorkan pajak tersebut ke Bank Persepsi,
Kas Negara atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP selambat-lambatnya pada tanggal 10
bulan takwim berikutnya.

Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan SPT Masa selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
takwim berikutnya.

Pemotongan pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongamn pajak kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap, penerima pensiun, penerima THT , penerima pesangon, dan penerima dana
pensiun,iuran pasti.

Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (1721-A1 bagi
pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/tabungan hari tua/jaminan hari
tua dan 1721-A2 bagi pegawai negeri sipil, pejabat negara dan pensiunan. Formulir bukti
pemotongan tersebut dibuat rangkap 2 terdiri atas lembar pertama untuk pegawai dan lembar
kedua untuk pemotong pajak

Pemotong pajak setelah tahun takwim berakhir berkewajiban melaporkan seluruh


penghasilan bruto dan PPh yang terutang/dibayar dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 (1721
dan 1721-I) bulan Desember tahun yang bersangkutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2006. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi

http://www.ilmuekonomi.net/2016/04/pengertian-dan-besarnya-pkp-penghasilan-kena-pajak-
tahun-2015.html (Diakses pada tanggal 23 September pukul 18.40)

https://www.online-pajak.com/id/pkp-penghasilan-kena-pajak-pph-21 (Diakses pada tanggal


23 September pukul 18.24)

19

Anda mungkin juga menyukai