Abstrak
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang umum terjadi di seluruh dunia. Insiden epilepsi di dunia masih
tinggi yaitu berkisar antara 33-198 per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita epilepsi
cukup tinggi berkisar antara 0,5-2%. Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan pasti
diagnosis epilepsi, oleh karena sebelum pengobatan dimulai epiepsi harus ditegakkan terlebih dahulu. Penelitian ini
bertujuan untuk menegakkan diagnosis secara sistematis pada pasien pria berusia 20 tahun sehingga pasien dapat diterapi
dengan tepat. Metode yang digunakan adalah case report dengan analisis data primer diperoleh melalui autoanamnesis,
alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dengan keluhan
kejang berulang dilakukan anamnesis secara sitematis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis secara etiologi.
Pasien dalam kasus ini didiagnosis epilepsi simptomatik et causa cedera kepala.
Korespondensi: Apga Repindo, alamat Jl. H.Komarudin No. 63, HP 082178041050, e-mail apga.repindo@gmail.com
pada usia 7 tahun pasien kembali mengalami pertama, melalui anamnesis. Pada sebagian
kejang tetapi tidak disertai demam. Kejang besar kasus, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan
dialami 1 kali dengan durasi kejang ± 10-15 berdasarkan informasi akurat yang diperoleh
menit, dengan tipe kejang yang sama seperti dari anamnesis yang mencakup autoanamnesis
yang dialami pasien dalam 1 bulan terakhir. Pada maupun alloanamnesis. Langkah kedua : untuk
saat pasien berusia 14 tahun, pasien kembali menentukan jenis bangkitan, dilakukan dengan
mengalami kejang dengan durasi yang semakin memperhatikan klasifikasi ILAE.Klasifikasi ILAE
sering yaitu sekitar 4-6 kali dalam 1 bulan untuk tipe bangkitan epilepsi, antara lain :
dengan jarak antara kejang yang pertama 1. Bangkitan parsial/ fokal
dengan kejang selanjutnya lebih dari 24 jam. a. Bangkitan parsial sederana dengan gejala
Kejang terjadi selama 15 menit dengan tipe yang motorik, somato sensorik, otonom, psikis.
sama. Pada saat pasien berusia 16 tahun b. Bangkitan parsial kompleks
dilakukan pemeriksaan EEG dan dinyatakan Bangkitan parsial sederhana yang diikuti
mengalami epilepsi. dengan gangguan kesadaran
Dari pemeriksaan fisik didapatkan c. Bangkitan parsial yang menjadi umum.
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Parsial sederhana yang menjadi umum,
compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital parsial kompleks menjadi umum, parsial
didapatkantekanandarah 120/80 mmHg, nadi 92 sederhana yang menjadi kompleks lalu
x/menitreguler, RR 20 x/menit, suhu 36,5oC.Pada menjadi umum.
status generalis dalam batas normal. Hasil 2. Bangkitan umum
pemeriksaan nervus cranialis dalam batas a. Bangkitan lena (absence)
normal. Refleks patologis tidak ditemukan. Ciri khas serangan lena adalah durasi
Pada pemeriksaan penunjang EEG singkat, onset dan terminasi mendadak,
didapatkan kesan abnormal berupa cetusan, frekuensi sangat sering, terkadang disertai
epileptik difus, pada CT SCAN terdapat kesan gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
subdural hygroma di regio frontalis sinistra. b. Bangkitan mioklonik
Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan Kejang mioklonik adalah kontraksi
diagnosis klinis konvulsi tipe umum tonik klonik, mendadak, sebentar yang dapat umum
diagnosis topic pada daerah cerebri dan atau terbatas pada wajah, batang tubuh,
diagnosis etiologi adalah epilepsi simptomatik et satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup
causa cedera kepala. otot. Dapat berulang atau tunggal.
Penatalaksanaan yang diberikan pada c. Bangkitan tonik
pasien ini terdiri dari penatalaksanan umum Merupakan kontraksi otot yang kaku,
berupa tirah baring disertai pemantauan menyebabkan ekstremitas menetap dalam
terhadap tanda vital pasien, dan diberikan terapi satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola
medikamentosa berupa infus RL XV gtt/menit, mata dan kepala ke satu sisi, dapat
Phenytoin 3x100 mg/hari, Oxcarbazepine 3x300 disertai rotasi seluruh batang tubuh.
mg/hari, dan As. Folat 1x1. Wajah menjadi pucat kemudian merah
dan kebiruan karena tidak dapat bernafas.
Pembahasan Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu tidak sensitif, dan pupil dilatasi.
keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi d. Bangkitan atonik
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi
tanpa provokasi. Sedangkan yang dimaksud secara fragmentasi hanya kepala jatuh
dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi kedepan atau lengan jatuh tergantung
klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang atau menyeluruh sehingga pasien
berlebihan dan abnormal, berlangsung secara terjatuh.
tiba-tiba dan sementara, dengan atau tanpa e. Bangkitan klonik
perubahan kesadaran, disebabkan oleh Pada kejang tipe ini tidak ada komponen
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak f. Bangkitan tonik-klonik
akut (unprovoked).2,7 Merupakan suatu kejang yang diawali
Diagnosis epilepsi ditegakkan secara dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh
sistematis dengan 3 langkah, yaitu: Langkah gerakan klonik.