Disusun Oleh :
SYARIF MUSTOPA
21218070
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan.
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya. Tipe ini antara lain:
a. Tipe optimis
Lansia yang santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memandang
lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan
untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
b. Tipe konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi
tinggi, humoris, fleksibel, dan sadar diri. Biasanya sifat ini terlihat sejak
muda.
c. Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak
berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak praktis
dalam bertindak.
d. Tipe defensif
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, selalu
menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh
kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, dan menyenangi masa pensiun.
e. Tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan bisa
menjadi panutan.
f. Tipe pemarah dan frustasi
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan
orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,
selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Umumnya memiliki pekerjaan
yang tidak stabil di saat muda, menganggap menjadi tua sebagai hal yang
tidak baik, takut mati, iri hati pada orang yang masih muda, senang
mengadu untung pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.
h. Tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi,
mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri,
lansia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi menganggap
usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan berguna.
Berdasarkan tingkat kemandirian yang dinilai berdasarkan kemampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (indek Katz), lansia dikelompokkan
menjadi beberapa tipe, yaitu:
1. Lansia mandiri sepenuhnya
2. Lansia mandiri dengan bantuan langsung dari keluarganya
3. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung
4. Lansia dengan bantuan badan sosial
5. Lansia di panti wredha
6. Lansia yang dirawat di RS
7. Lansia dengan gangguan mental
b. Sistem pernapasan
1) Cavum thorak
a) Menjadi kaku seiring dengan proses klasifikasi kartilago
b) Vertebrae thorakalis mengalami pemendekan dan osteoporosis
menyebabkan postur bungkuk yang akan menurunkan ekspansi
paru dan membatasi pergerakan thorak.
2) Otot bantu pernapasan
Otot abdomen melemah sehingga menurunkan usaha napas baik
inspirasi maupun ekspirasi
3) Perubahan intrapulmonal
a) Daya recoil paru semakin menurun seiring pertambahan usia
b) Alveoli melar dan tipis, jumlah alveoli yang berfungsi menurun
c) Peningkatan ketebalan membran alveoli – kapiler, menurunkan
area permukaan fungsional untuk terjadinya pertukaran gas.
c. Sistem muskuloskeletal
1) Struktur tulang
a) Penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh
dan lemah.
b) Columna vertebralis mengalami kompresi sehingga
menyebabkan penurunan tinggi badan
2) Kekuatan otot
a) Regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan massa otot
berkurang
b) Otot lengan dan betis mengecil dan bergelambir
c) Seiring dengan inaktivitas otot kehilangan fleksibilitas dan
ketahanannya.
3) Sendi
a) Keterbatasan rentang gerak
b) Kartilago menipis sehingga sendi menjadi kaku, nyeri dan
mengalami inflamasi.
d. Sistem integumen
1) Kulit
a) Elastisitas kulit menurun, sehingga kulit berkerut dan kering
b) Kulit menipis sehingga fungsi kulit sebagai pelindung bagi
pembuluh darah yang terletak dibawahnya berkurang
c) Lemak subkutan menipis
d) Penumpukan melanosit menyebabkan terbentuknya pigmentasi
yang dikenal sebagai aged spot
2) Rambut
a) Aktivitas folikel rambut menurun sehingga rambut menipis
b) Penurunan melanin sehingga terjadi perubahan warna rambut
3) Kuku
Penurunan aliran darah ke kuku menyebabkan bantalan kuku menjadi
tebal, keras dan rapuh dengan garis longitudinal.
4) Kelenjar keringat
Terjadi penurunan jumlah dan ukuran. Regulasi suhu tubuh terganggu
karena penurunan produksi keringat. Sehingga meskipun suhu
lingkungan tinggi, lansia bisa saja tidak berkeringat.
e. Sistem gastrointestinal
1) Cavum oris
Reabsorbsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan tanggalnya gigi
sehingga menurunkan kemampuan mengunyah
2) Esofagus
a) Reflek telah melemah sehingga meningkatkan resiko aspirasi
b) Melemahnya otot halus sehingga memperlambat waktu
pengosongan.
3) Lambung
Penurunan sekresi asam lambung menyebabkan gangguan absorbsi
besi, vitamin B12, dan protein.
4) Intestinum
Peristaltik menurun dan melemahnya peristaltik usus menyebabkan
inkompetensi pengosongan bowel.
f. Sistem genitourinaria
1) Fungsi ginjal
a) Aliran darah ke ginjal menurun karena penurunan cardiac output
dan laju filtrasi glomerulus menurun
b) Terjadi gangguan dalam kemampuan mengkonsentrasikan urine.
2) Kandung kemih
Tonus otot menghilang dan terjadi gangguan pengosongan kandung
kemih dan penurunan kapasitas kandung kemih.
3) Miksi
a) Pada pria, dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi akibat
pembesaran prostat
b) Pada wanita, peningkatan frekuensi miksi dapat terjadi akibat
melemahnya otot perineal.
4) Reproduksi wanita
a) Terjadi atropi vulva
b) Penurunan jumlah rambut pubis
c) Sekresi vaginal menurun, dinding vagina menjadi tipis dan kurang
elastik.
5) Reproduksi pria
Ukuran testis mengecil dan ukuran prostat membesar.
g. Sistem persarafan
1) Neuron
Terjadi penurunan jumlah neuron di otak dan batang otak, sintesa dan
metabolisme neuron berkurang, serta massa otak berkurang secara
progresif.
2) Pergerakan
Sensasi kinestetik berkurang, gangguan keseimbangan, dan penurunan
reaction time.
3) Tidur
Dapat terjadi insomnia dan mudah terbangun di malam hari dan tidur
dalam serta tidur REM berkurang.
h. Sistem sensori
1) Penglihatan
a) Penurunan kemampuan memfokuskan objek dekat
b) Terjadi peningkatan densitas lensa dan akumulasi lemak di sekitar
iris, menimbulkan adanya cincin kuning keabu-abuan
c) Produksi air mata menurun
d) Penurunan ukuran pupil dan penurunan sensitivitas pada cahaya
e) Kemampuan melihat di malam hari menurun, iris kehilangan
pigmen sehingga bola mata berwarna biru muda atau keabu-abuan.
2) Pendengaran
Penurunan kemampuan untuk mendengarkan suara berfrekuensi tinggi
dan serumen mengandung banyak keratin sehingga mengeras.
3) Perasa
Penurunan kemampuan untuk merasakan rasa pahit, asin, dan asam.
4) Peraba
Penurunan kemampuan untuk merasakan nyeri ringan dan perubahan
suhu.
6. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menurut Azizah (2011), maslah fisik yang sering ditemukan pada lansia
adalah :
a. Mudah Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk dilantai atau ditempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
b. Mudah Lelah
Disebakan oleh :
1) Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi)
2) Gangguan organik
3) Pengaruh obat-obatan
c. Berat Badan Menurun
Disebabkan oleh :
1) Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau
kelesuan
2) Adanya penyakit kronis
3) Ganguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan
terganggu
4) Faktor-faktor sosioekonomi (pensiun)
d. Sukar Menahan Buang Air Besar
Disebabkan oleh :
1) Obat-obat pencahar perut
2) Keadaan diare
3) Kelainan pada usus besar
4) Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus)
e. Gangguan Pada Ketajaman Pengkihatan
Disebabkan oleh :
1) Presbiop
2) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata berkurang)
3) Kekeruhan pada lensa mata (katarak)
4) Tekanan dalam mata yang meninggi (glukoma)
b. Teori psikologis
1) Teori kebutuhan dasar manusia
Menurut hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia, setiap
manusia memiliki kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya itu. Dalam pemenuhan kebutuhannya, setiap individu
memiliki prioritas. Ketika individu mengalami proses menua, ia akan
berusaha memenuhi kebutuhan di piramida tertinggi yaitu aktualisasi
diri.
2) Teori individualisme Jung
Kepribadian ini seseorang tidak hanya berorientasi pada dunia luar
namun juga pengalaman pribadi. Keseimbangan merupakan faktor
yang sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Menurut teori ini
proses menua dikatakan berhasil apabila seseorang individu melihat ke
dalam dan nilai dirinya lebih dari sekedar kehilangan atau pembatasan
fisiknya.
C.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
(STIKes PERTAMEDIKA)
SYARIF MUSTOPA / 21218070 / 2018
Program Profesi/Ners S1 Keperawatan Non Reguler
A. Definisi Hipertensi
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau
lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg
atau tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat
dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah
(FKUI, 2001)
B. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya,
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk
pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Brunner & Suddarth, 2002).
Pathway
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K
Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu :
1. Mengeluh sakit kepala, pusing
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak nafas
4. Gelisah
5. Mual muntah
6. Epistaksis
7. Kesadaran menurun
E. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi :
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin / hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap
volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor
resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. BUN : memberikan informasi
tentang perfusi ginjal
2. Glukosa. Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
3. Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
4. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
7. Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme primer (
penyebab )
8. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
9. Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
10. Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
11. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter
12. Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
13. CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
14. EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
G. Komplikasi
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :
1. Stroke
2. Gagal jantung
3. Ginjal
4. Mata
I. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
injury biologis
Pain Level, Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri
Pain control,
secara komprehensif termasuk
Setelah dilakukan lokasi, karakteristik, durasi,
asuhan keperawatan frekuensi, kualitas dan faktor
selama..x24 presipitasi
jam nyeri dapat
Observasi reaksi nonverbal dari
teratasi dengan
ketidaknyamanan
Kriteria Hasil :
3. Gunakan teknik komunikasi
Mampu mengontrol
terapeutik untuk mengetahui
nyeri (tahu penyebab
pengalaman nyeri pasien
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
4. Kaji kultur yang
nonfarmakologi mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi
5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri, mencari
masa lampau
bantuan)
6. Evaluasi bersama pasien dan
Melaporkan bahwa
tim kesehatan lain tentang
nyeri berkurang
ketidakefektifan kontrol nyeri
dengan
masa lampau
menggunakan
manajemen nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
Mampu mengenali
dukungan
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
8. Kontrol lingkungan yang
dan tanda nyeri) dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
Menyatakan rasa
pencahayaan dan kebisingan
nyaman setelah nyeri
berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Tanda vital dalam
rentang normal 10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
2. Dapat mentoleransi
7. Monitor balance cairan
aktivitas, tidak ada
8. Monitor adanya perubahan
kelelahan
tekanan darah
3. Tidak ada edema
9. Monitor respon pasien
paru, perifer, dan
terhadap efek pengobatan
tidak ada asites
antiaritmia
4. Tidak ada
10. Atur periode latihan dan
penurunan kesadaran
istirahat untuk menghindari
kelelahan
3. pernapasan
Activity Therapy
Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC.
Smeltzer, Suzanne; and Benda G Bare. (2008), Buku Saku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC, 3. Etiologi
Dep Kes RI, 2010. Diet Rendah garam, Pozi Pusat Dep Kes RI, Jakarta
Mansjoer Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan perawatannya.
Jakarta: Salemba MedikaSoeparman dkk, 2007, Ilmu Penyakit dalam,
Jilid 1, edisi 2. UI Press, Jakarta.