Disusun oleh :
Richard Arner Tukang
(112017030)
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : 3 April 2018
SMF ILMU KEBIDANAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S Nama suami : Tn. D
G2P1A0
I. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak 6 jam sebelum
masuk rumah sakit
2
pemeriksaan 1 minggu 1x. Ibu tidak berhubungan dengan suami selama kehamilan,
tidak meminum jamu, obat-obatan, merokok dan mengkonsomsi alkohol.
3. Riwayat penyakit Dahulu
Hipertensi (-)
Diabetes (-)
Penyakit jantung (-)
Tiroid (-)
4. Riwayat Penyakit keluarga
Hipertensi (-)
Diabetes (-)
Penyakit jantung (-)
Tiroid (-)
5. Riwayat Menstruasi
Menarche : ±14 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya : 7 hari
Hari pertama haid terakhir : 21 Juni 2017
Taksiran persalinan : 28 Maret 2018
Usia kehamilan sekarang : 39 minggu
6. Riwayat Perkawinan
Kawin : sudah menikah
Kawin : 1 kali
Menikah usia : 25 tahun
7. Riwayat Obstetrik
3
9. Riwayat Operasi
Laparatomi : Tidak pernah
Miomektomi : Tidak pernah
KET : Tidak pernah
10. Riwayat kebiasaan dan Psikososial
Merokok (-)
Alkohol (-)
Jamu (-)
Obat-obatan (-)
11. Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Pasien dengan usia kehamilan 39 minggu. Pasien melakukan pemeriksaan ke
bidan 1 bulan 1x, masuk usia kehamilan 8 bulan melakukan pemerikssan 2 minggu
1x, dan 9 bulan melakukan pemeriksaan 1 minggu 1x. Pasien juga mengaku sudah
tiga kali USG, dengan USG pertama usia kehamilan 13 minggu, USG ke dua usia
kehamilan 22 minggu dan USG ketiga usia kehamilan 37 minggu.
4
Cor :
Inspeski : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinnistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra
Batas kiri jantung ICS V 1 jari medial linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III linea sternalis dekstra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : simetris
Palpasi : vokal fremitus simetris dekstra dan sinistra
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Ekstreitas : akral hangat, oedem (-/-), deformitas (-S)
2. Payudara
Simiteris kanan dan kiri, areola mamae tampak hitam dan membesar, puting susu
menonjol
3. Pemeriksaan Obstetrik
Pemeriksaan luar
Inspeksi : perut membuncit sesuai dengan kehamilan, strie gravifdarum (+),
pembuluh darah colateral (-), lesi kulit (-) bekas operasi (-)
Palpasi
Leopold I : Tinggi fundus uteri 31 cm, teraba bagian lunak
Leopold II : Teraba bagian dengan tahanan paling kuat dan memanjang
disebelah kiri perut ibu (Letak punggung kiri), teraba bagian
kecil yang banyak dan irreguler di sisi kanan abdomen ibu
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat dan terfiksasi
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP
His : (+) terjadi 3 kontraksi dalam 10 menit dan durasi setiap
kontraksi 30 detik.
Auskultasi : DJJ 146x/ menit, reguler
Pemeriksaan dalam
Anogenital :
5
Inspeksi : vagina/vulva/uretra: oedem(-), lesi kulit (-), cairan (+), darah
(-)
Inspekulo : tidak dilakukan
Vagina Toucher :
Portio : teraba tebal dan lunak,
Pembukaan : Pukul 3.15 pembukaan 2 cm
Kulit ketuban : (-)
Bagian terendah : kepala
Turunnya bagian terendah : Hodge I
III. LABORATORIUM
Laboratorium tanggal 25 maret 2018 pukul 07.00 WIB
Pemeriksaan darah
Hemoglobin : 6,9 g/dL
Hematokrit : 22,0 %
Leukosit : 11.06 103/µL
Trombosit : 25 103/µL
PT : 9.7 detik
APTT : 32.6 detik
Anti HIV : Non-reaktif
HBsAg : Non-reaktif
6
PEMERIKSAAN ANJURAN
USG
CTG
RESUMES
Seorang wanita berusia 29 tahun G2P1A0 dengan usia kehamilan 39 minggu , datang
ke RSUD KOJA pukul 03.00 rujukan dari RSUK TJ PRIOK dengan keluhan keluar air-air
jernih 6 jam sebelum masuk rumah sakit, cairan keluar sedikit demi sedikit hingga bertambah
banyak, disertai dengan lendir dan berbau amis, tidak disertai darah. Pasien juga mengaku
merasakan mules yang hilang timbul, 1 jam kurang lebih 10x.
Pasien juga sering melakukan pemeriksaan ke bidan 1 bulan 1x, masuk usia
kehamilan 8 bulan melakukan pemerikssan 2 minggu 1x, dan 9 bulan melakukan
pemeriksaan 1 minggu 1x. Ibu tidak berhubungan dengan suami selama kehamilan, tidak
meminum jamu, obat-obatan, merokok dan mengkonsomsi alkohol.
Pada Pemeriksaan Obstetrik didapatkan Inspeksi: perut membuncit sesuai dengan
kehamilan, strie gravifdarum (+), pembuluh darah colateral (-), lesi kulit (-) bekas operasi (-).
Palpasi : Leopold I : Tinggi fundus uteri 31 cm, teraba bagian lunak, Leopold II : Teraba
bagian dengan tahanan paling kuat dan memanjang disebelah kiri perut ibu (Letak punggung
kiri), teraba bagian kecil yang banyak dan irreguler di sisi kanan abdomen ibu, Leopold III :
Teraba bagian keras, bulat dan terfiksasi, Leopold IV: kepala belum masuk PAP, Auskultasi :
DJJ 146x/ menit, reguler. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan portio teraba
tebal dan lunak, pembukaan : pembukaan 2 cm, Kulit ketuban : (-), Bagian terendah :
kepala, Turunnya bagian terendah : Hodge I. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
DIAGNOSIS
G2P1A0 usia kehamilan 39 minggu kala I fase laten dengan KPD 6 jam + Anemia
7
Oxytocin 5 unit dalam RL 500 cc,20 tpm
Observasi keadaan umum, TTV, His, dan kemajuan persalinan
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
INDUKSI PERSALINAN
Pasien kemudian dilakukan induksi persalinan dengan pemberisan oxytocin 5 unit
drip dalam RL 500 cc 20 tpm pada pukul 03.30. pada pukul 19.45 pasien mulai merasakan
mules semakin kuat dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, selaput ketuban (-),
presentasi kepala, Hodge III dan his 4x per 10 menit dalam durasi 45 detik. Dilakukan
persalinan pervaginam.
DATA BAYI
Lahir bayi perempuan spontan tanggal 25 maret 2018 pukul 20.10 WIB, dengan BB 3500gr,
panjang badan 49 cm, APGAR : 7/8, anus (+), cacat (-)
8
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (2000) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3
cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.1,2
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane PROM) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa
KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu
satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan
klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan
adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM=preterm premature rupture of the membrane -
preterm amniorrhexis). 2,3
Epidemiologi
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan
aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2%
dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas
(Hakimi, 2009 dan Lukman, 2010). Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%. 2,3
Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi
faktor predesposisi menurut Manuaba (2009) adalah :2-4
9
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
10
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Fisiologi
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari
1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion
sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml. 4,5
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali
pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran
eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan
uterus. 4,5
11
Gambar 2.2 Cairan amnion
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98%-99%
air, 1-2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut
lanugo, verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam. 4,5
12
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga
melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikrorganisme
servikovaginal menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan
PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan
produk sekresi akibat aktivasi monosit/makrofag, yaitu sitokin, interleukin-1, faktor nekrosis
tumor dan interleukin-6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan
ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang
sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan.5,6
Di sisi lain, kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau produk
penjamu (host) yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik
mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan
tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah
kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban
yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen
tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.5,6
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mencegah
enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
13
Gambar 2.3 Patofisiologi KPD
Patogenesis
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini
diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal. 5,6
14
Gambar 2.4 mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban
Faktor Ibu
Faktor Janin Serviks Inkopeten
Gemeli Multipara
Malposisi Hidramnion
Berat Janin berlebih CPD, usia
Riwayat KPD
Merokok
Kelemahan Dinding
Membran Janin
Ketuban Pecah
Dini
15
Gambar 2.5 patogenesis KPD
2.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium: 2,6,7
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin
dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat
juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga
harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus
akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 – 5,
dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat
memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis
trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion
16
Gambar 2.6 Gambaran "ferning"
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group
B
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.6,7
Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya.7,8
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin .7,8
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui
umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang
bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan
perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur
kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang
diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan
17
mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 8,9
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. 7,8
18
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang
adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi
dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.10-13
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita
KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama
menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi,
maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.9.10
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai
mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar.
Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya
dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi
obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.10-13
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan
tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin,
pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan
kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam
atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.8-10
19
Tabel. Terapi Medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien KPD
(POGI, 2016)
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 10-11
20
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.14-15
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar 2.8 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.11,12
21
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary..11,15
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :12,13,15
- Usia kehamilan
- Adanya infeksi / sepsis
- Factor resiko / penyebab
- Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
22
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8-10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak
cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial.
Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. Protokol
pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta
faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan.
Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi
harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal
dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
23
DAFTAR PUSTAKA
24