Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH IMUNOLOGI

“Herpes”

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Rizky Nugroho P07234016031

Rustiana Kueng P07234016032

Selfi Ayu Aprilia P07234016033

Serli Melinda P07234016034

Sofyan Hadi Chandra P07234016035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK

KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga tugas penyusunan Makalah

ini dengan judul “Herpes” terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini

terwujud atas bantuan dari berbagai pihak, dan oleh karena itu pada kesempatan ini

penyusun menyampaikan penghargaan dan terimakasih sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak yang telah membantu.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari

sempurna. Namun penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang memerlukannya.

Samarinda, 19 Agustus 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 3

D. Manfaat ..................................................................................................... 3

BAB II ISI ............................................................................................................... 4

A. Definisi Herpes ......................................................................................... 4

B. Ciri-ciri Herpes ......................................................................................... 5

C. Gejala Herpes ........................................................................................... 7

D. Patofisiologi Herpes ............................................................................... 10

E. Metode Pemeriksaan Herpes .................................................................. 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

A. Kesimpulan ............................................................................................. 26

B. Saran ....................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

TORCH adalah infeksi dari beberapa jenis virus atau parasit yaitu parasit

Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus) dan virus Herpes

Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak

klinisnya lebih terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps,

Vassinia, Polio dan Coxsackie-B). Infeksi TORCH merupakan gangguan pada

kehamilan yang dapat membahayakan janin. Jika infeksi ini diketahui di awal

masa kehamilan, risiko penularan dari ibu pada janin bisa dikurangi sehingga

cacat bawaan bisa dicegah. Infeksi ini biasanya tidak bergejala, salah satu cara

untuk mengetahuinya dengan melakukan tes serum darah.

Salah satu pakar imunologi Dr. Liliane Grangeot-Keros dari Paris

menyebutkan, infeksi TORCH dapat menyebabkan 5-10 % keguguran dan cacat

bawaan pada janin yang meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta

kebutaan. Di Indonesia, dari 54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma

70 % diantaranya memiliki antibodi. Sementara itu, 60 % Wanita memiliki

antibodi terhadap virus Herpes Simplex.

Salah satu penyakit pada infeksi TORCH adalah penyakit herpes. Herpes

merupakan penyakit infeksi virus pada kulit. Herpes Simpleks s Virus (HSV)

merupakan salah satu jenis virus yang menyebabkan penyakit herpes pada

manusia. Ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada

manusia yaitu Herpes Simpleks s Virus (HSV), Varizolla Zoster Virus (VZV),

1
Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr Virus (EBV), dan Human Herpes

Virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8).

Penyakit herpes tidak termasuk dalam penyakit yang harus dilaporkan

secara rutin, sehingga data prevalensi virus herpes di dunia sangat terbatas. Dari

8 macam HHV, HHV tipe 1 atau herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan HHV

tipe 2 atau HSV tipe 2 yang paling sering diteliti. Kedua virus ini menimbulkan

manifestasi klinis serta dampak epidemiologi yang berbeda. Kasus herpes yang

paling mendapat perhatian adalah kasus herpes simpleks s genital (HSV-2) yang

mengancam kehidupan janin dan neonatus. Virus ini dapat ditularkan ibu

kepada janin, baik melalui plasenta maupun pada saat proses persalinan. Tanpa

pengobatan yang adekuat, 80% bayi yang lahir terinfeksi HSV-2 akan

meninggal, dan bayi yang dapat bertahan hidup biasanya mengalami kerusakan

otak. HSV-1 disebut juga herpes simpleks s labialis, tertular melalui udara dan

sebagian kecil melalui kontak langsung. Infeksi ditemukan pada bibir, rongga

mulut, tenggorokan, jari tangan dan dapat juga ditemukan di daerah genital yang

penularannya melalui oro-genital.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari penyakit herpes simpleks s dan zoster?

2. Bagaimana ciri-ciri dari penyakit herpes simpleks s dan zoster?

3. Bagaimana gejala dari penyakit herpes simpleks s dan zoster?

4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit herpes simpleks s dan zoster?

5. Bagaimana cara pemeriksaan dari herpes simpleks s?

2
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit herpes simpleks s dan zoster.

2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari penyakit herpes simpleks s dan zoster.

3. Untuk mengetahui gejala dari penyakit herpes simpleks s dan zoster.

4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit herpes simpleks s dan

zoster.

5. Untuk mengetahui cara pemeriksaan dari herpes simpleks s.

D. Manfaat

1. Mahasiswa mengetahui definisi dari herpes simpleks s dan zoster.

2. Mahasiswa mengetahui ciri-ciri dari penyakit herpes simpleks s dan zoster.

3. Mahasiswa mengetahui gejala dari penyakit herpes simpleks s dan zoster.

4. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari penyakit herpes simpleks s dan

zoster.

5. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan dari herpes simpleks s.

3
BAB II

ISI

A. Definisi Herpes

1. Herpes Simpleks s Virus

a. Herpes simpleks s adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks s (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh

adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan

eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat

berlangsung baik primer maupun rekurens.

b. Herpes simpleks s adalah penyakit kulit/ selaput lendir yang disebabkan

oleh virus herpes simpleks s. Virus ditularkan melalui udara (aerogen)

dan sebagian kecil melalui kontak kulit langsung (termasuk melalui

hubungan badaniah/ koitus).

c. Herpes simpleks s disebabkan oleh virus DNA. Partikel DNA penular

masuk kedalam nukleus sel dan memanfaatkan mesin reproduksi sel

untuk replikasinya sendiri.

2. Herpes Zoster

a. Herpes zoster ( Dampa, Cacar air ) adalah penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa,

infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi

primer. Kadang – kadang infeksi primer berlangsung subklinis.

Frekuensi pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai orang

dewasa.

4
b. Herpes zoster adalah peradangan akut pada kulit dan mukosa yang

disebabkan oleh virus varicella zoster.

c. Herpes zoster adalah Peradangan kulit akut dengan sifat yang khas, yaitu

terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan

sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.

B. Ciri-ciri Herpes

1. Herpes Simpleks s
a. HSV-1
1) Gingivostomatitis herpetik akut

Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3

tahun) dan terdiri atas lesi-lesi vesikuloulseratif yang luas dari

selaput lendir mulut, demam, lekas marah dan limfadenopati lokal.

Masa inkubasi pendek(sekitar 3-5 hari) dan lesi-lesi menyembuh

dalam 2-3 minggu.

2) Keratojungtivitis

Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan

dapat mengakibatkan kebutaan.

3) Herpes Labialis

Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal, biasanya pada

perbatasan mukokutan bibir. Vesikel pecah, meninggalkan tukak

yang rasanya sakit dan menyembuh tanpa jaringan parut. Lesi-lesi

dapat kambuh kembali secara berulang pada berbagai interval

waktu.

5
b. HSV-2

1) Herpes Genetalis

Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif

pada penis pria atau serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita.

Lesi terasa sangat nyeri dan diikuti dengan demam, malaise, disuria,

dan limfadenopati inguinal. Infeksi herpes genetalis dapat

mengalami kekambuhan dan beberapa kasus kekambuhan bersifat

asimtomatik. Bersifat simtomatik ataupun asimtomatik, virus yang

dikeluarkan dapat menularkan infeksi pada pasangan seksual

seseorang yang telah terinfeksi.

2) Herpes Neonatal

Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang

baru lahir. Virus HSV-2 ini ditularkan ke bayi baru lahir pada waktu

kelahiran melalui kontak dengan lesi-lesi herpetik pada jalan lahir.

Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan melalui bedah

caesar terhadap wanita hamil dengan lesi-lesi herpes genetalis.

Infeksi herpesneonatal hampir selalu simtomatik. Dari kasus yang

tidak diobati, angka kematian seluruhnya sebesar 50%.

2. Herpes Zoster
Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa cacar air)

berakhir dengan masuknya virus ke dalam ganglia (badan saraf) pada saraf

spinalis maupun saraf kranialis dan virus menetap disana dalam keadaan

tidak aktif. Di dahului dengan disertai nyeri hebat atau rasa terbakar. Herpes

zoster dapat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu. Nyeri yang timbul

6
setelah serangan herpes disebut neuralgia pascaherpetika dan biasanya

berlangsung selama beberapa tahun. Neuralgia lebih sering dialami oleh

pasien yang sudah lanjut usia. Herpes zoster yang menyebar ke seluruh

tubuh, paru-paru dan otak dapat menjadi fatal. Daerah yang paling sering

terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita

sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.

Masa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi

baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping

gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional.

Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai

dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan

motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena

struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada

daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering

disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus

fasialis dan otikus.

C. Gejala Herpes
1. Herpes Simpleks s
a. HSV-1
1) Herpes Gingivostematitis

a) Disebabkan oleh HSV.

b) Pada usia muda (1-3 tahun).

c) Lesi vesikel ulseratif yang luas pada permukaan mukosa

- Gingiva.

7
- Faring.

- Lidah.

d) Disertai gangguan umum

- Nyeri.

- Demam.

e) Malaise

- Sembuh dalam 2-3 minggu.

2) Herpes Labialis

a) Sebagai infeksi dari herpes gingival.

b) Lesi fesikel pada darah mukosa (merupakan tanda khas).

c) Sebagian besar didahului gangguan prodormal.

- Panas.

- Nyeri.

- Gatal pada daerah lesi.

d) Dapat juga menjalar ke hidung.

e) Sembuh dalam 6-10 minggu.

3) Gejala Herpes Keratojungtivitis (simpleks s pada mata)

a) Infeksi primer kebanyakan pada usia dewasa.

b) Lesi umunya keratojungtivitis (unilateral atau bilateral).

c) Disertai vesikula pada palpebrae dan sekitarnya.

d) Dapat terjadi keratitis (kebutaan).

b. HSV-2
1) Gejala Herpes Genetalis

a) Disebabkan oleh HSV.

8
b) Infeksi primer lebih berat dari pada infeksi sekunder.

c) Lesi pada daerah genetalia external pada hektero seksual dan

anorektal pada mohoseks.

d) Gangguan berupa gerombolan vesikula, ulser disertai rasa:

- Sakit.

- Gatal.

- Panas.

e) Pada imun menurun (HIV), sangat sukar untuk sembuh karena

terdapat lesi yang luas.

f) Herpes anorektalis disertai gejala:

- Demam.

- Nyeri.

- Keluarnya secret lewat rectum.

g) Pada pria dapat menimbulkan servisitis (sering terjadi penularan

pada janin).

2) Gejala Herpes Neonatal

a) Melepuh di mana saja di tubuhnya

b) Kesulitan bernapas

c) Mendengkur

d) Penampilan biru (sianosis)

e) Bernapas cepat

f) Penyakit kuning

9
2. Herpes Zoster
Gejala-gejala pada herpes Zooster biasanya berupa:

a. Nyeri hebat atau rasa terbakar

b. Demam

c. Pusing

d. Malaise maupun lokal seperti

- Nyeri otot-tulang,

- Gatal-gatal

- Pegal

D. Patofisiologi Herpes
1. Herpes Simpleks

10
2. Herpes Zoster

a. Dari ibu ke bayi dalam proses mengandung, persalinan, atau menyusui.

b. Melalui uap air udara pernapasan (batuk atau bersin).

c. Melalui kontak kulit (jabat tangan atau pelukan).

d. Melalui air liur (berciuman atau minuman bersama).

e. Melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi (selimut atau

pegangan pintu.

E. Jenis-Jenis Pemeriksaan Herpes

1. Tes Sitologi

Tes ini tidak sensitive dan tidak spesifik baik menggunakan

pemeriksaan Tzank (lesi genital) atau apusan serviks dengan pewarnaan

papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi

herpes. Tes ini pengujianya dengan mengorek dari lesi herpes kemudian

menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan

sel raksasa khusus dengan banyak nucleus atau partikel khusus yang

membawa virus (inklusi). Mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat,

tapi tingkat keakuratannya hanya 50-70%.

2. Tes Kultur Virus

Tes ini dilakukan dengan cara mengambil sampel cairan dari luka

sedini mungkin. Idealnya pada 3 hari pertama manifestasi. Jika ada, virus

akan berproduksi dalam sampel cairan. Dibutuhkan waktu 1 – 10 hari untuk

melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat

mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu

11
selama tes ini dapat membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat

akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan

baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang atau laten. Pada tahap ini virus

mungkin tidak cukup aktif.

3. PCR

PCR adalah sutau metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya

memperbanyak (amplification) DNA invitro secara enzimatis. Test reaksi

rantai polimer untuk DNA HSV memiliki tingkat sensitivitas > 95% Tetapi

penggunaannya dalam mendiagnosis infeksi HSV belum dilakukan secara

reguler, kemungkinan besar karena biayanya yang mahal. Tes ini biasa

digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena hasilnya yang lebih

cepat dibandingkan kultur virus.

4. Tes Serologi

Dapat mengidentifikasikan antibodi yang spesifik untuk virus dan

jenis, herpes simpleks virus 1 (HSV 1) atau virus herpes simpleks 2 (HSV

2). Ketika herpes virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh

tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan virus. Adanya

antibodi terhadap herpes menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa

virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain. Tes antibodi terhadap

protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes yaitu Glikoprotein

GG-1 dikaitkan dengan HSV 1 dan Glikoprotein GG-2 behubungan dengan

HSV 2.

12
Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes spesifik telah tersedia sejak

tahun 1999, banyak tes khusus non tipe tua masih beredar di pasar. CDC

merekomendasikan hanya tipe –spesifik GG tes untuk diagnosa herpes.

Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu

setelah terpapar virus. Fitur tes meliputi :

a. ELISA

Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen

dan antibodi, dimana antigen berasal dari suatu konjugat IgG dan

antibodi berasal dari serum spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk

membersihkan sample dari material (HRP) kemudian diberi label

antibodi IgG konjugat. Konjugat ini dapat mengikat antibodi spesifik

HSV-II. komplek imun dibentuk oleh ikatan konjugat yang ditambah

dengan Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan memberikan reaksi

berwarna biru. Asam sulfur ditambahkan untuk menghentikan reaksi

yang akan memberikan reaksi warna kuning. Pembacaan reaksi

dilakukan dengan mikrowell plate reader ELISA dengan panjang

gelombang 450 nm.

Metode : Solid-Phase Enzymatic Immunodot

Prosedur dari : Emory University

1) Spesimen dan Penyimpanan :

a) Tidak ada instruksi khusus seperti puasa atau diet khusus yang

diperlukan. Darah disimpan pada Tabung Vacutainer bertutup

warna merah dengan prosedur venipuncture standar.

13
b) Spesimen untuk analisis HSV-1 dan HSV-2 harus berupa serum

segar atau beku.

c) Sampel serum 0,5 mL. Volume sampel minimum untuk analisis

adalah 50 µL. Spesimen ditolak jika kuantitas tidak cukup

tersedia untuk analisis.

d) Jumlah serum yang tepat dibagikan ke dalam nalgene cryovial

atau tutup ulir plastik lainnya, botol berlabel dengan ID peserta.

e) Spesimen yang dikumpulkan di lapangan harus dibekukan,

kemudian dikirim dengan es kering melalui surat semalam. Saat

diterima, spesimen disimpan pada ≤-20 ° C sampai dianalisis.

Bagian spesimen yang tersisa setelahnya aliquot analitik ditarik

harus dibekukan pada ≤-20 ° C. Sampel yang dicairkan dan

dibekukan beberapa kali tidak terganggu, tetapi beberapa siklus

pembekuan / pencairan singkat harus dihindari.

2) Instrumentasi, Bahan , Persiapan Reagen, Kalibrator (Standar), dan

Kontrol :

a) Instrumentasi

(1) Punch 96-lubang multipel.

(2) Platform berputar TekPro.

(3) Pencuci ELISA manual.

b) Bahan lainnya

(1) Lembaran membran nitroselulosa.

(2) Pelat polyvinyl chloride, 96-baik.

14
(3) Microsyringe dilengkapi dengan dispenser berulang.

(4) Bovine serum albumin (BSA).

(5) Hidrogen peroksida, H2O2, 30%.

(6) 4-kloro-1-napthol, C10H7CIO.

(7) Metanol, CH3OH.

(8) IgG anti-manusia berkerut peroxidase terkonjugasi.

(9) 0,55% Triton X-100 dalam salin Tris-buffered.

(10) Antigen, gG-1 dan gG-2.

(11) Tris-HCl.

(12) Basis Trizma.

(13) Natrium klorida (NaCl).

(14) Air suling.

(15) In-house HSV-1 dan HSV-2 serum kontrol positif

dan negatif.

c) Persiapan reagen

(1) Antigen gG-1 dan gG-2 telah disiapkan dengan kromatografi

afinitas menggunakan spesifik antibodi monoklonal (H1379-

2 dan H1206), masing-masing. Bahan yang dimurnikan

diencerkan 1:64 di Tris-buffered saline (pH 7.2) sebelum

digunakan.

(2) Solusi konjugasi

(3) IgG anti-manusia yang dikonjugasi peroksidase terkonjugasi

peroksidase. Encerkan 1: 1000 dalam buffer fosfat saline

15
(pH 7.2) mengandung 3% bovine serum albumin dan 1%

serum kambing.

(4) Larutan buffer

(5) Tris-buffered saline (pH 7.2) mengandung 3 g / dL albumin

serum bovine.

(6) Solusi substrat

(7) 6 mg 4-kloro-1-napthol (C10H7CIO) dilarutkan dalam 2 mL

metanol dicampur dengan 10 mL TBS dan 5 µL 30% (v / v)

hidrogen peroksida (H2O2).

(8) Tris-buffered saline (TBS), pH 7.2

(9) Larutkan 6,6 g Tris-HCl, 1,0 g basis Trizma, dan 11,6 g NaCl

dan bawa ke volume dengan

(10) 1000 mL air suling dalam labu 1-L.

d) Persiapan standar

Tidak ada standar yang digunakan dalam pengujian ini,

karena tidak ada kurva kalibrasi yang dihasilkan sebagai bagian

dari metode ini.

e) Persiapan bahan control kualitas

Tinggi-sampel serum titered dari pasien dengan infeksi

HSV-1 primer dikumpulkan dan kemudian diencerkan menjadi

digunakan sebagai kontrol positif HSV-1. Sampel serum dari

pasien sembuh dengan HSV-2 primer infeksi dikumpulkan,

diencerkan dan digunakan sebagai kontrol positif HSV-2. Kedua

16
kolam positif adalah mono-spesifik, yaitu mereka tidak bereaksi

silang dengan jenis virus lainnya. Sampel serum dari donor yang

sehat, tidak reaktif untuk kedua jenis HSV dalam skrining

ELISA, dikumpulkan, diencerkan, dan digunakan sebagai

kontrol negatif. Skema pengenceran untuk kontrol ditunjukkan

pada Tabel 1

Tabel 1 Pengenceran untuk control

3) Pendahuluan, Persiapan sampel, Cara kerja dan Interpretasi hasil :


a) Pendahuluan
(1) Siapkan pengenceran kontrol, konjugasi, buffer, substrat,
dan antigen.
(2) Uji satu kontrol negatif dan dua kontrol positif dalam
rangkap dua untuk setiap jenis virus dengan setiap run of
spesimen.
(3) Pastikan bahwa semua disk dan plate telah inkubasi.
(4) Ketika uji telah dimulai, selesaikan semua langkah kerja
tanpa jeda waktu/gangguan dan dalam batas waktu yang
disarankan.
b) Persiapan Sampel

(1) Bawa spesimen serum ke 20–25 ° C.

(2) Homogenkan sampel serum dengan perlahan sebelum


pengujian untuk menghilangkan stratifikasi yang mungkin

terjadi ketika serum dibekukan atau disimpan pada suhu 4°

C untuk waktu yang lama.

17
(3) Identifikasi sumur baki reaksi untuk setiap spesimen atau
kontrol.
(4) Uji serum encer awalnya 1:10 pada 0,55% Triton X-100 di
TBS. Setelah inkubasi di kamar suhu, selanjutnya encerkan
dengan salina Tris-buffered (pH 7.2) yang mengandung 3%
bovine serum albumin, untuk pengenceran serum terakhir
1:50.
c) Cara Kerja

(1) Tes HSV-1 dan HSV-2 dijalankan secara bersamaan di

sumur terpisah. Setengah dari masing-masing lempeng

adalah precoated dengan antigen gG-1 untuk HSV-1;

separuh lainnya dari lempeng tersebut didahului dengan

antigen gG-2 untuk HSV-2.

(2) Siapkan dan simpan disk kecil membran nitroselulosa

langsung di polivinil 96-baik pelat klorida dengan lubang 96

lubang.

(3) Cuci disk nitroselulosa di setiap sumur sekali dengan air

suling. Keringkan cakram sepenuhnya pada suhu 20–25 ° C.

(4) Pada pusat setiap disk, berikan 1 µL antigen yang diencerkan

dengan tepat menggunakan microsyringe yang dipasang

dengan dispenser berulang.

(5) Setelah mengeringkan disk pada suhu 20–25 ° C semalam,

cucilah dua kali dengan TBS masing-masing selama 10

menit.

18
(6) Tambahkan 100 µL buffer yang mengandung 3% BSA ke

setiap sumur dan inkubasi pada 20–25 ° C selama 30 menit

pada memutar platform.

(7) Keluarkan buffer dengan sedotan.

(8) Tambahkan 100 µL serum encer atau kontrol untuk

menggandakan sumur dan menetaskan pada 20–25 ° C

semalaman pada memutar platform.

(9) Keluarkan serum dari masing-masing sumur dengan disedot

menggunakan pencuci manual. Tambahkan 100 µL TBS dan

menetaskan pada 20–25 ° C selama 10 menit pada rotator.

Hapus TBS dengan sedotan. Ulangi prosedur ini dua kali.

Tambahkan 100 µL buffer (3% BSA) ke setiap sumur dan

inkubasi selama 30 menit.

(10) Keluarkan buffer dengan sedotan. Tambahkan 100

µL larutan konjugasi dilemahkan ke setiap lubang dan

diinkubasi pada 20–25 ° C selama 2 jam pada platform

berputar.

(11) Hapus konjugasi dengan hisap. Tambahkan 100 µL

TBS ke setiap sumur dan inkubasi pada 20–25 ° C selama 10

min pada rotator. Hapus TBS dengan sedotan. Ulangi

prosedur ini dua kali.

19
(12) Keluarkan TBS dengan sedotan. Tambahkan 100 µL

larutan substrat yang baru disiapkan untuk setiap sumur.

(13) Setelah 15 menit, hentikan reaksi dengan

mengangkat substrat dan cuci piring dua kali dengan suling

air.

(14) Keringkan piring semalam pada suhu kamar dalam

gelap. Periksa disk untuk warna

(15) pengembangan. Reaksi positif ditunjukkan oleh

munculnya titik ungu kebiruan di pusat disk..

4) Pencatatan data :
a) Data pengendalian kualitas
Kontrol positif dan negatif ditentukan menjadi valid atau
tidak valid. Hasil dari setiap pengenceran Uji kontrol dicatat
dalam bentuk standar sebagai hasil tes dibaca oleh para peneliti.
Data sampel kemudian dimasukkan ke dalam database
komputer.
b) Hasil analisis
Hasil dari setiap sampel uji dicatat dalam bentuk standar
sebagai hasil tes dibaca oleh simpatisan. Data sampel kemudian
dimasukkan ke dalam database computer.

20
Metode : Enzyme immunoassay for the qualitative determination of

IgM/IgG-class antibodies against HSV Type 1+2 in human serum

or plasma.

Prosedur dari : GenWay Biotech Inc

1) Prinsip

Penentuan immunoenzymatic kualitatif antibodi kelas IgM

dan IgG terhadap HSV Tipe 1 + 2 didasarkan pada teknik ELISA

(Enzymelinked Immunosorbent Assay). Tabung kecil Microtiter

dilapisi dengan antigen HSV Tipe 1 + 2 untuk mengikat antibodi

yang sesuai dari specimen. Setelah mencuci tabung untuk

menghapus semua bahan sampel terikat horseradish peroksidase

(HRP) berlabel anti-manusia konjugat IgM/IgG ditambahkan.

Konjugasi ini mengikat HSV tipe antibodi 1 + 2-spesifik. Kompleks

imun yang dibentuk oleh konjugat terikat divisualisasikan dengan

menambahkan Tetramethylbenzidine (TMB) substrat yang

memberikan produk reaksi biru. Intensitas produk ini sebanding

dengan jumlah HSV tipe 1 + 2-spesifik antibodi IgM/IgG dalam

spesimen. Asam sulfat ditambahkan untuk menghentikan reaksi. Hal

ini menghasilkan warna kuning. Absorbansi 450 nm dibaca

menggunakan reader plat lubang mikro ELISA.

2) Bahan

a) Reagent yang disiapkan :

- HSV type 1 + 2 anti IgM/IgG

21
- Control

- Pengencer sampel IgM/IgG

- Larutan Pembilas

- Larutan substrat TMB

- Larutan asam sulfate

b) Sampel :

Serum atau Plasma

3) Alat

a) Microwell plat reader

b) Incubator

c) Micropipette

d) Vortex

e) Tabung

f) Photometer

4) Pra Analitik

a) Reagen dan Sampel disimpan pada suhu 2 – 8 ºC.

b) Memperhatikan waktu expired.

c) Membaca manual prosedur.

d) Tidak dianjurkan untuk melakukan pemanasan secara

mendadak.

e) Pengenceran sampel harus dilakukan.

f) Produk reagen harus disesuaikan apakah manual atau tidak.

22
5) Analitik

Cara kerja :

Blanko Negatif Positif Cut-Off Sample


Control Control Control (1+100)
Negatif - 100µl - - -
control
Positif - - 100µl - -
Control
Cut-Off - - - 100µl -
Control
Sample - - - - 100µl
(1+100)
Tutup tabung dengan foil yang tersedia.
Inkubasi selama 1 jam dengan suhu 37ºC.
Bilas setiap tabung dengan 300µl larutan pembilas.
Reagen - 100µl 100µl 100µl 100µl
Tutup ruang dengan foil yang tersedia.
Inkubasi selama 30 menit disuhu ruang.
Bilas dengan 300µl larutan pembilas.
TMB 100µl 100µl 100µl 100µl 100µl
Inkubasi selama 15 menit disuhu ruangan suasana gelap
Asam 100µl 100µl 100µl 100µl 100µl
sulfat 0,2
M
Ukur pada panjang gelombang 450nm (620nm)

Hal yang harus diperhatikan :

a) Tip digunakan 1× untuk 1 kontrol dan sampel.

b) Tip harus bersih dan baru.

c) Setiap membilas perhatikan volumr dari pembilas.

d) Jangan langsung terkena sinar matahari.

e) Jika diberikan TMB berubah biru – kuning.

f) Pengenceran 1 : 100.

23
6) Post Analitik

Hasil yang didapat harus :

a) Absorbansi blanko < 0.100.

b) Absorbansi control negative <0.200 dan < cut-off.

c) Absorbansi control positif > cut-off.

d) Absorbansi cut-off 0.150 – 1.300.

𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ×10


Rumus : = NTU dari mesin
𝐶𝑢𝑡 𝑂𝑓𝑓

Nilai Cut-Off 10 NTU

Zona hijau 9 – 11 NTU

Negatif < 9 NTU

Positif >11 NTU

b. Biokit HSV-2

Biokit HSV-2 merupakan tes untuk mendeteksi antibodi HSV tipe 2,

tes ini merupakan tes yang cepat, kira-kira hanya membutuhkan waktu

10 menit dan hasilnya juga cepat ditunjukkan. Hasil positif ditunjukkan

dengan dua warna merah yang lebih tipis bila dibandingkan dengan

control. Jika antibodi HSV-2 tidak ada, maka hanya tampak satu warna

merah. Jika hanya terdapat antibodi HSV-1 maka hanya akan ada satu

tanda merah. Jika tidak terdapat tanda merah tes tersebut tidak valid dan

harus diulang.

c. Western Blot Test

Western Blot Test merupakan test yang sangat akurat untuk

mendeteksi HSV, namun harganya lebih mahal dibandingkan dengan

24
tes-tes yang lain dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

menginterpretasikannya. Tes ini merupakan metode Gold Standard

dalam pemeriksaan antibodi. Tes ini hanya digunakan sebagai referensi

dan konfirmasi apabila tes ELISA menunjukkan hasil yang meragukan.

Test ini memiliki ketelitian untuk menyimpulkan secara spesifik bahwa

sampel benar-benar mengandung antibodi terhadap protein tertentu dari

virus.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Herpes merupakan penyakit infeksi virus pada kulit. Herpes Simpleks s

Virus (HSV) merupakan salah satu jenis virus yang menyebabkan penyakit

herpes pada manusia. Ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit

herpes pada manusia yaitu Herpes Simpleks s Virus (HSV), Varizolla Zoster

Virus (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr Virus (EBV), dan Human

Herpes Virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8).

Herpes Simpleks s Virus sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu Herpes

Simpleks s Virus tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simpleks s Virus tipe II (HSV-2).

Proses penularannya bisa melalui kontak langsung dan hubungan seksual.

Selama infeksi Primer, virus bisa naik melalui saraf perifer hingga mencapai

radiks ganglia dorsalis, kemudian virus akan berada dalam stadium dorman.

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster

yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang

terjadi setelah infeksi primer. Kadang – kadang infeksi primer berlangsung

subklinis. Frekueni pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai orang

dewasa.

Tes penunjang untuk herpes simpleks ada banyak jenisnya. Tes tersebut

diantaranya tes sitology yaitu pemeriksaan Tzank, PCR, Kultur Virus, tes

serologi terdiri dari tes ELISA, Biokit HSV-2 , Western Blot Test.

26
B. Saran

Untuk penyusunan makalah selanjutnya diharapkan materi-materi yang ada

lebih mendalam dan kerjasama kelompok lebih ditingkatkan lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Immunodot, S. E. (n.d.). Herpes Serum Solid-Phase Enzymatic Immunodot

Assay, (Cdc).

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenetalis. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Melton CD. Herpes Zoster. EMedicine World Medical Library:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.html

miRBase. (2013). Herpes Simplex Virus 1 miRNAs, 49(0), 11082. Retrieved from

http://www.mirbase.org/cgi-bin/mirna_summary.pl?org=hsv1

Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –Proses Penyakit.

Jakarta: EGC 1995

28
LAMPIRAN

1. Makanan yang dilarang untuk penderita herpes ? (bu Dini)

Jawaban :

Menurut studi dari tahun 1980-an dan 90-an, yang diterbitkan dalam jurnal

Kemoterapi pada tahun 1981, asam amino arginin bertanggung jawab atas

semakin buruknya kondisi wabah herpes. Menurut penelitian lainnya, asam

amino yang terkandung dalam arginin biasanya menguntungkan yang dapat

mempersingkat waktu penyembuhan dan memperbaiki kerusakan. Namun,

untuk beberapa alasan, ia juga cenderung membuat wabah herpes menjadi lebih

buruk. Beberapa makanan dengan kandungan arginine tinggi yang harus

dihindari : kacang dan biji-bijian mentah, cokelat, gandum, jagung dan pisang.

2. Mengapa Herpes Simples tipe 2 lebih sering menyerang wanita? (bu Dini)

Jawaban :

Dibandingkan dengan pria, sistem kekebalan tubuh wanita sangatlah lemah.

Oleh karena itu berbagai penyakit akan sangat mudah menyerah wanita, seperti

herpes. Penularan virus Herpes Simpleks s tipe 2 biasanya terjadi saat seseorang

melakukan hubungan seks dan wanita akan dengan mudah tertular penyakit

tersebut. Dikarenakan, daerah kemaluan wanita memiliki luas permukaan sel

basah yang lebih besar daripada laki-laki. Perubahan hormone selama siklus

menstruasi wanita dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga

memudahkan virus herpes dapat berubah menjadi infeksi.

29
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan Herpes?

(bu Dini)

Jawaban :

a. Hemolisis sampel darah.

Apabila sampel darah lisis dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan,

karena pada pemeriksaan herpes yang dicari adalah antibodi yang

terkandung pada plasma darah/serum bukan pada darah lengkap

(wholeblood).

b. Tidak mengirimkan sampel darah ke laboratorium dalam satu jam.

Apabila sampel darah disimpan terlalu lama dapat menyebabkan

komponen-komponen darah rusak/berubah baik secara struktur fisik

maupun kimiawi dan hal tersebut dapat menganggu hasil pemeriksaan

laboratorium.

4. Interpretasi hasil untuk pemeriksaan Herpes Simpleks? (bu Dini)

Jawaban :

a. IgM anti HSV : Tes IgM menandakan bahwa sedang terjadi infeksi

ataupun infeksi yang baru saja berlangsung.

b. IgG anti HSV : Tes IgG menandakan bahwa infeksi telah terjadi dalam

kurun waktu berberapa lama (lebih dari 6 bulan) dan penderita telah

memiliki kekebalan tubuh.

Anti Herpes I IgG : <16 negatif, ≥ 16 - < 21 equivocal, ≥ 21 positif.

Anti Herpes I IgM : <0,8 negatif, ≥0,8 - < 1,1 equivocal, ≥ 1,1 positif.

Anti Herpes II IgG : <16 negatif, ≥ 16 – < 21 equivocal, ≥ 21 positif.

30
Anti Herpes II IgM : <0,8 negatif, ≥ 0,8 - <1,1 equivocal, ≥ 1,1 positif.

Equivocal adalah nilai ambang batas, terlalu tinggi untuk dinyatakan

negatif tetapi terlalu rendah untuk dinyatakan positif.

5. Ada dua macam cara pemeriksaan ELISA yang dijelaskan waktu

presentasi. Mengapa sama-sama metode ELISA tapi hasil akhirnya

berbeda? (Zaldy Alfanda Hidayat dari kelompok 8)

Jawaban :

Walaupun sama-sama ELISA tetapi prosedur kerjanya berbeda, reagen yang

digunakan juga berbeda, hal tersebut yang menyebabkan hasilnya dapat

berbeda.

6. Jika ada seseorang yang terkena herpes tapi lesinya terdapat dipunggung

atau dibibir. Apabila ia berjabat tangan dengan orang yang sehat. Apakah

orang yang sehat tersebut dapat tertular herpes ? (Ayu Puspita Fitriani

dari kelompok 8)

Jawaban :

Tergantung dari situasinya, bisa saja tertular apabila pada saat berjabat

tangan penderita habis memegang lesinya dan lupa untuk mencuci tangannya.

Orang sehat yang berjabat tangan tadi bisa tertular.

7. Menurut prosedur Pemeriksaan ELISA dari Emory University sampel

harus disimpan pada suhu ≤ 20ºC. Jika disimpan pada suhu tersebut,

sampel dapat bertahan berapa lama? (Ermiliah Hana Runtuwene dari

kelompok 2 )

Jawaban :

31
Apabila sampel disimpan pada suhu ≤ 20ºC, sampel dapat bertahan kurang

lebih selama 24 jam. Meskipun sampel dapat disimpan tapi sebaiknya sampel

segera diperiksa. Karena apabila sampel disimpan terlalu lama dapat

menyebabkan komponen-komponen darah yang ada didalamnya bisa

rusak/berubah dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

8. Dari penjelesan waktu presentasi pemeriksaan serologi dapat

membedakan kita terinfeksi HSV tipe 1 atau 2. Bagaimana cara

membedakannya ? (Monica Pudji Astuti dari kelompok 4 )

Jawaban :

Ada pemeriksaan khusus untuk pemeriksaan HSV tipe 2 yaitu dengan

metode Herpelisa 2 IgG (Recombinant). Herpelisa IgG 2 (Recombinant)

merupakan tes ELISA untuk deteksi antibodi IgG terhadap Herpes Simpleks

Virus tipe 2 dalam serum manusia. Apabila pada saat tes ini hasilnya positif

maka penderita terkena HSV tipe 2 dan apabila hasilnya negatif maka penderita

terkena HSV tipe 1. Dan dengan tes ini juga bisa diketahui apakah penderita

terinfeksi atau berpotensi untuk menularkan. Dan untuk mengetahui apakah

penderita terkena Herpes Simpleks atau Zoster bisa dengan tes Sitologi dengan

cara pemeriksaan Tzank.

32
33

Anda mungkin juga menyukai