Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara
epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya
adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi
pada kasus yang tidak terdeteksi (Soegondo, et al., 2005).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa
darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut
dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup
berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo, et al., 2005).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang
bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan penelitian
terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik insulin dengan cara
yang tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak
dianjurkan.(Endang Basuki dalam Sidartawan Soegondo, dkk 2004).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan yang
bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan berkurangnya
aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat
saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya
penyakit memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan baik
dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).
Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi
Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudsh
mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.
WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta
orang pada tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara
berkembang, yang mengalami kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara
penderita diabetes mellitus terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang),
Amerika Serikat (16 juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang).
WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan
mengalami kenaikan 8,4 juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030.
Tingginya angka kematian tersebut menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-4 dunia
setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), terjadi pengukuran prevalensi
Diabetes mellitus (DM) dari tahun 2001 sebesar 7,5 % menjadi 10,4 % pada tahun 2004,
sementara hasil survey BPS tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus
mencapai 14,7 % di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan.
Berdasarkan data rawat jalan di Rumah Sakit Umum Propinsi Sulawesi Tenggara (Poli
Interna) tahun 2009 penderita diabetes melitus sebanyak 779 orang atau 16,1 % dari jumlah
pasien sebanyak 4837 pasien, tahun 2010 penderita diabetes mellitus sebanyak 1124 orang
atau 25,8 % dari jumlah pasien sebanyak 4345 pasien, sedangkan pada tahun 2011 dari Januari
sampai dengan Juni 2011 jumlah penderita diabetes mellitus 793 orang atau 38,7 % dari
jumlah pasien sebanyak 2044 orang. Olehnya itu, makalah ini akan membahas penyakit
Diabetes Militus secara terperinci

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi atau gambaran yang nyata tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran tentang pengkajian fisik pada pasien Diabetes Mellitus.
b. Untuk memperoleh gambaran tentang diagnosa perawatan dan rencana keperawatan
pada pasien Diabetes Mellitus.
c. Dapat melakukan tindakan perawatan pada pasien Diabetes Mellitus.
d. Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pelaksanaan keperawatan pada klien
dengan Diabetes Mellitus.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien Diabetes Mellitus secara benar dan
baik.

Manfaat Penulisan
a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Politeknik
Kesehatan Program Studi Keperawatan Tidung Makassar.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan khususnya di ruang perawatan Interna
Atas Perjan RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
c. Bahan bacaan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glokosa dalam darah atau hiperglikemia. (Keperawatan Medikal Bedah
Smeltzer & Bare edisi 8, vol.2 ).
Diabetes melitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron. (Kapita Selekta Kedokteran edisi3, jilid 1).
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah
gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan
gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008) Faktor utama pada
diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas.
Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan
hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam
darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak
menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008)

Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya,
obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu, penyakit ini
lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan
stroke (Setiabudi, 2008)

Klasifikasi
American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis
etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010.

Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)


2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)
3. Diabetes Autoimun Fase Laten
4. Maturity-Onset diabetes of youth
5. Lain-lain sebab.

( Barclay L, 2010)
Etiology
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter
memegang peranan penting.

 DM Tipe I:
a. Faktor-faktor genetik.
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
b. Faktor-faktor imunologi.
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons autoimun. Respons ini
merupakanrespons abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor-faktor lingkungan
Saat ini penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal
yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proes autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

 DM tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor
resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II, yaitu:
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun
dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin,
2008, hlm. 73).
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan
karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).
c. Riwayat keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko
menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan
berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti
diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif,
masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi
oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).
d. Gaya hidup
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas.
Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and
Bare,1996, hlm. 610).

Faktor Resiko

1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.


2. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.
3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Tanda dan gejala


1. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
2. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
3. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan
melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua,
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima
oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1. Kriteria
diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
4. TG : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0
mmol/L).
5. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

Patofisiology

DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin


karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin,2000).

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat
yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi
peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah
terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).

DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar
insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel
akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
DM tipe II (Corwin, 2000).

Diagnosa

Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar
glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The
American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan
yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal
126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah
sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian
kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun
sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010).

Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana
pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan
beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa
darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal
sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa.
American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa
darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL (Barclay,2010).

Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk
diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum
6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji
sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya
anemia, danpada penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay
L,2010).

Dengan demikian, meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart,


Indiana) adalah tes yang paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana
diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes
skrining yang positif ( Barclay L,2010).

Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi dari Diabetes Mellitus ada dua yaitu:

1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang berlebihan, atau aktifitas fisik yang berat.
b) Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:
a) Komplikasi Makrovaskuler
(1) Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidensi
infark miokard pada penderita Diabetes Mellitus.
(2) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga
terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA
= Transient Ischemic Attack)
(3) Penyakit Vaskuler Perifer
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya insiden gangren dan
amputasi pada pasien-pasien Diabetes Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita
Diabetes Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung, turut
menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka.

b) Komplikasi Mikrovaskuler
(1) Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata.
(2) Nefropati
Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah
ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
(3) Neuropati Diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Kelainan tersebut tampak
beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena.

Penatalaksanaan

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:

a. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :

1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

2) Protein sebanyak 10 – 15 %

3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =

1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal


2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :

1) Makanan pagi sebanyak 20%


2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya

b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan
S, 2010).

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S,
2010).

c. Obat Hipoglikemik :

1) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara : a) Menstimulasi penglepasan insulin


yang tersimpan.

b) Menurunkan ambang sekresi insulin.

c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.


Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan
insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi
hati atau ginjal.

2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tungga l dianjurkan
pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga
dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).

3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,2002).
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne,

2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tungga l dianjurkan
pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga
dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).

3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
e. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,2002).
f. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
g. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
h. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne,
BAB III

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan :

1. Aktivitas

 Gejala : lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, gangguan tidur

atau istirahat

 Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan isitirahat dengan aktivitas dan

letargi.

2. Sirkulasi

 Gejala : kebas dan kesemutan pada ekstremitas

3. Integritas ego

 Gejala : stres

 Tanda : ansietas, peka rangsangan

4. Eliminasi

 Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nyeri tekan abdomen

 Tanda : poliuria, abdomen keras

5. Makanan/cairan

 Gejala : mual/muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan masukan

glukosa/karbohidrat, nafas bau urea

6. Neurosensori

 Gejala : pusing, sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot kaki,

gangguan pendengaran

7. Nyeri/kemanan

 Gejala : abdomen yang tegang/nyeri


8. Pernapasan

 gejala : merasa kekurangan oksigen

9. keamanan

 gejala : gatal, diaforesis

 tanda : menurunnya kekuatan umum/rentang gerak

10. Seksualitas

Penurunan fungsai seksual

11. Penyuluhan/Pembelajaran

 Gejala : faktor risiko keluarga DM

Diagnosa Keperawatan

1. Deficit volume cairan

2. Pola napas tidak efektif

3. Resiko infeksi

4. Ketidakseimbangan nutrisi

5. Cemas

6. Kurang pengetahuan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :

Definisi : Penurunan cairan  Fluid balance Fluid management


intravaskuler, interstisial,  Hydration
 Timbang popok/pembalut
dan/atau intrasellular. Ini  Nutritional Status :
jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, Food and Fluid Intake
kehilangan cairan dengan  Pertahankan catatan intake
pengeluaran sodium Kriteria Hasil : dan output yang akurat
 Monitor status hidrasi (
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan
kelembaban membran
urine output sesuai
mukosa, nadi adekuat,
 Kelemahan dengan usia dan BB, BJ
tekanan darah ortostatik ),
 Haus urine normal, HT
jika diperlukan
 Penurunan turgor normal
 Monitor vital sign
kulit/lidah  Tekanan darah, nadi,
 Monitor masukan makanan /
 Membran mukosa/kulit suhu tubuh dalam
cairan dan hitung intake
kering batas normal
kalori harian
 Peningkatan denyut nadi,  Tidak ada tanda tanda
 Kolaborasikan pemberian
penurunan tekanan dehidrasi, Elastisitas
cairan IV
darah, penurunan turgor kulit baik,
 Monitor status nutrisi
volume/tekanan nadi membran mukosa
 Berikan cairan IV pada suhu
 Pengisian vena menurun lembab, tidak ada rasa
ruangan
 Perubahan status mental haus yang berlebihan
 Dorong masukan oral
 Konsentrasi urine
 Berikan penggantian
meningkat
nesogatrik sesuai output
 Temperatur tubuh
 Dorong keluarga untuk
meningkat
membantu pasien makan
 Hematokrit meninggi
 Tawarkan snack ( jus buah,
 Kehilangan berat badan
buah segar )
seketika (kecuali pada
 Kolaborasi dokter jika tanda
third spacing)
cairan berlebih muncul
Faktor-faktor yang meburuk
berhubungan:  Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 Kehilangan volume
cairan secara aktif
 Kegagalan mekanisme
pengaturan

2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :

Definisi : Pertukaran udara v Respiratory status : Airway Management


inspirasi dan/atau ekspirasi Ventilation
· Buka jalan nafas, guanakan
tidak adekuat
v Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
Batasan karakteristik : Airway patency bila perlu

- Penurunan tekanan v Vital sign Status · Posisikan pasien untuk


inspirasi/ekspirasi memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
- Penurunan pertukaran v Mendemonstrasikan · Identifikasi pasien perlunya
udara per menit batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan nafas
nafas yang bersih, tidak buatan
- Menggunakan otot
ada sianosis dan dyspneu
pernafasan tambahan · Pasang mayo bila perlu
(mampu mengeluarkan
- Nasal flaring sputum, mampu bernafas · Lakukan fisioterapi dada
dengan mudah, tidak ada jika perlu
- Dyspnea pursed lips)
· Keluarkan sekret dengan
- Orthopnea v Menunjukkan jalan nafas batuk atau suction
- Perubahan yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama · Auskultasi suara nafas,
penyimpangan dada
nafas, frekuensi catat adanya suara tambahan
- Nafas pendek pernafasan dalam rentang · Lakukan suction pada mayo
- Assumption of 3-point normal, tidak ada suara
nafas abnormal) · Berikan bronkodilator bila
position
perlu
- Pernafasan pursed-lip v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan · Berikan pelembab udara
- Tahap ekspirasi darah, nadi, pernafasan) Kassa basah NaCl Lembab
berlangsung sangat lama
· Atur intake untuk cairan
- Peningkatan diameter mengoptimalkan keseimbangan.
anterior-posterior
· Monitor respirasi dan status
- Pernafasan rata- O2
rata/minimal
Terapi oksigen
§ Bayi : < 25 atau > 60
v Bersihkan mulut, hidung dan
§ Usia 1-4 : < 20 atau > 30 secret trakea

§ Usia 5-14 : < 14 atau > 25 v Pertahankan jalan nafas yang


paten
§ Usia > 14 : < 11 atau > 24
v Atur peralatan oksigenasi
- Kedalaman pernafasan
v Monitor aliran oksigen
§ Dewasa volume tidalnya
500 ml saat istirahat v Pertahankan posisi pasien

§ Bayi volume tidalnya 6-8 v Onservasi adanya tanda tanda


ml/Kg hipoventilasi

- Timing rasio v Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi
- Penurunan kapasitas vital
Vital sign Monitoring
Faktor yang berhubungan :
 Monitor TD, nadi, suhu,
- Hiperventilasi dan RR
- Deformitas tulang  Catat adanya fluktuasi
- Kelainan bentuk tekanan darah
dinding dada
- Penurunan  Monitor VS saat pasien
energi/kelelahan berbaring, duduk, atau
berdiri
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal  Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Obesitas
 Monitor TD, nadi, RR,
- Posisi tubuh
sebelum, selama, dan
- Kelelahan otot setelah aktivitas
pernafasan
 Monitor kualitas dari
- Hipoventilasi sindrom nadi

- Nyeri  Monitor frekuensi dan


irama pernapasan
- Kecemasan
 Monitor suara paru
- Disfungsi
Neuromuskuler  Monitor pola pernapasan
abnormal
- Kerusakan
persepsi/kognitif  Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang  Monitor sianosis perifer
belakang
 Monitor adanya cushing
- Imaturitas Neurologis triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

3 Resiko Infeksi NOC : NIC :

Definisi : Peningkatan resiko v Immune Status Infection Control (Kontrol


masuknya organisme infeksi)
v Knowledge : Infection
patogen
control · Bersihkan lingkungan
Faktor-faktor resiko : setelah dipakai pasien lain
v Risk control
- Prosedur Infasif · Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :
- Ketidakcukupan · Batasi pengunjung bila
v Klien bebas dari tanda
pengetahuan untuk perlu
dan gejala infeksi
menghindari paparan
· Instruksikan pada
patogen v Menunjukkan
pengunjung untuk mencuci
kemampuan untuk
- Trauma tangan saat berkunjung dan
mencegah timbulnya
setelah berkunjung meninggalkan
- Kerusakan jaringan infeksi
pasien
dan peningkatan paparan
v Jumlah leukosit dalam
lingkungan · Gunakan sabun
batas normal
antimikrobia untuk cuci tangan
- Ruptur membran v Menunjukkan perilaku · Cuci tangan setiap sebelum
amnion hidup sehat dan sesudah tindakan kperawtan

- Agen farmasi · Gunakan baju, sarung


(imunosupresan) tangan sebagai alat pelindung

- Malnutrisi · Pertahankan lingkungan


aseptik selama pemasangan alat
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen · Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing sesuai
- Imonusupresi
dengan petunjuk umum
- Ketidakadekuatan
· Gunakan kateter intermiten
imum buatan
untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat kandung kencing
pertahanan sekunder
· Tingktkan intake nutrisi
(penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon · Berikan terapi antibiotik
inflamasi) bila perlu

- Tidak adekuat Infection Protection (proteksi


pertahanan tubuh primer terhadap infeksi)
(kulit tidak utuh, trauma
· Monitor tanda dan gejala
jaringan, penurunan kerja
infeksi sistemik dan lokal
silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, · Monitor hitung granulosit,
perubahan peristaltik) WBC
- Penyakit kronik · Monitor kerentanan
terhadap infeksi

· Batasi pengunjung

· Saring pengunjung
terhadap penyakit menular

· Partahankan teknik aspesis


pada pasien yang beresiko

· Pertahankan teknik isolasi


k/p

· Berikan perawatan kuliat


pada area epidema

· Inspeksi kulit dan membran


mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase

· Ispeksi kondisi luka / insisi


bedah

· Dorong masukkan nutrisi


yang cukup
· Dorong masukan cairan

· Dorong istirahat

· Instruksikan pasien untuk


minum antibiotik sesuai resep

· Ajarkan pasien dan keluarga


tanda dan gejala infeksi

· Ajarkan cara menghindari


infeksi

· Laporkan kecurigaan infeksi

· Laporkan kultur positif

4 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan
v Nutritional Status : food Nutrition Management
tubuh
and Fluid Intake
§ Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak
v Nutritional Status :
cukup untuk keperluan § Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrient Intake
metabolisme tubuh. untuk menentukan jumlah kalori
Kriteria Hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan
Batasan karakteristik :
pasien.
v Adanya peningkatan
- Berat badan 20 % atau
berat badan sesuai dengan § Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal
tujuan meningkatkan intake Fe
- Dilaporkan adanya intake
v Beratbadan ideal sesuai § Anjurkan pasien untuk
makanan yang kurang dari
dengan tinggi badan meningkatkan protein dan
RDA (Recomended Daily
vitamin C
Allowance) v Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi § Berikan substansi gula
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat v Tidk ada tanda tanda § Yakinkan diet yang dimakan
malnutrisi mengandung tinggi serat untuk
- Kelemahan otot yang
mencegah konstipasi
digunakan untuk v Menunjukkan
menelan/mengunyah peningkatan fungsi § Berikan makanan yang terpilih
pengecapan dari menelan ( sudah dikonsultasikan dengan
- Luka, inflamasi pada
ahli gizi)
rongga mulut v Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti § Ajarkan pasien bagaimana
- Mudah merasa kenyang,
membuat catatan makanan
sesaat setelah mengunyah
harian.
makanan
§ Monitor jumlah nutrisi dan
- Dilaporkan atau fakta
kandungan kalori
adanya kekurangan
makanan § Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan § Kaji kemampuan pasien untuk
ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrisi yang
mengunyah makanan dibutuhkan

- Miskonsepsi Nutrition Monitoring

- Kehilangan BB dengan § BB pasien dalam batas normal


makanan cukup
§ Monitor adanya penurunan
- Keengganan untuk berat badan
makan
§ Monitor tipe dan jumlah
- Kram pada abdomen aktivitas yang biasa dilakukan

- Tonus otot jelek § Monitor interaksi anak atau


orangtua selama makan
- Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi § Monitor lingkungan selama
makan
- Kurang berminat
terhadap makanan § Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
- Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh § Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Diare dan atau
steatorrhea § Monitor turgor kulit

- Kehilangan rambut yang § Monitor kekeringan, rambut


cukup banyak (rontok) kusam, dan mudah patah

- Suara usus hiperaktif § Monitor mual dan muntah

- Kurangnya informasi, § Monitor kadar albumin, total


misinformasi protein, Hb, dan kadar Ht

Faktor-faktor yang § Monitor makanan kesukaan


berhubungan :
§ Monitor pertumbuhan dan
Ketidakmampuan perkembangan
pemasukan atau mencerna
§ Monitor pucat, kemerahan,
makanan atau
dan kekeringan jaringan
mengabsorpsi zat-zat gizi
konjungtiva
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau § Monitor kalori dan intake
ekonomi. nuntrisi

§ Catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.

§ Catat jika lidah berwarna


magenta, scarlet

5 Cemas NOC : NIC :


Definisi : v Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
Perasaan gelisah yang tak v Coping
jelas dari ketidaknyamanan · Gunakan pendekatan yang
v Impulse control
atau ketakutan yang disertai menenangkan
respon autonom (sumner Kriteria Hasil :
· Nyatakan dengan jelas
tidak spesifik atau tidak
v Klien mampu harapan terhadap pelaku pasien
diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan mengidentifikasi dan
· Jelaskan semua prosedur
disebabkan dari antisipasi mengungkapkan gejala
dan apa yang dirasakan selama
terhadap bahaya. Sinyal ini cemas
prosedur
merupakan peringatan v Mengidentifikasi,
adanya ancaman yang akan · Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan
datang dan memungkinkan terhdap situasi stres
menunjukkan tehnik untuk
individu untuk mengambil mengontol cemas · Temani pasien untuk
langkah untuk menyetujui memberikan keamanan dan
terhadap tindakan v Vital sign dalam batas
mengurangi takut
normal
Ditandai dengan · Berikan informasi faktual
v Postur tubuh, ekspresi
- Gelisah mengenai diagnosis, tindakan
wajah, bahasa tubuh dan
prognosis
- Insomnia tingkat aktivitas
menunjukkan · Dorong keluarga untuk
- Resah berkurangnya kecemasan menemani anak
- Ketakutan · Lakukan back / neck rub
- Sedih · Dengarkan dengan penuh
perhatian
- Fokus pada diri
· Identifikasi tingkat
- Kekhawatiran
kecemasan
- Cemas
· Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan

· Dorong pasien untuk


mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

· Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi

· Barikan obat untuk


mengurangi kecemasan

6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :

Definisi : v Kowlwdge : disease Teaching : disease Process


process
Tidak adanya atau 1. Berikan penilaian tentang
kurangnya informasi kognitif v Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
Behavior
sehubungan dengan topic Kriteria Hasil : tentang proses penyakit yang
spesifik. spesifik
v Pasien dan keluarga
Batasan karakteristik : menyatakan pemahaman 2. Jelaskan patofisiologi dari
memverbalisasikan adanya tentang penyakit, kondisi, penyakit dan bagaimana hal ini
masalah, ketidakakuratan prognosis dan program berhubungan dengan anatomi
mengikuti instruksi, perilaku pengobatan dan fisiologi, dengan cara yang
tidak sesuai. tepat.
v Pasien dan keluarga
Faktor yang berhubungan : mampu melaksanakan 3. Gambarkan tanda dan
keterbatasan kognitif, prosedur yang dijelaskan gejala yang biasa muncul pada
interpretasi terhadap secara benar penyakit, dengan cara yang tepat
informasi yang salah,
v Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
kurangnya keinginan untuk
mampu menjelaskan penyakit, dengan cara yang tepat
mencari informasi, tidak
kembali apa yang
mengetahui sumber-sumber 5. Identifikasi kemungkinan
dijelaskan perawat/tim
informasi. penyebab, dengna cara yang
kesehatan lainnya.
tepat

6. Sediakan informasi pada


pasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat

7. Hindari jaminan yang


kosong

8. Sediakan bagi keluarga atau


SO informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat

9. Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau


penanganan

11. Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan


sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

13. Rujuk pasien pada grup atau


agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai