PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi atau gambaran yang nyata tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran tentang pengkajian fisik pada pasien Diabetes Mellitus.
b. Untuk memperoleh gambaran tentang diagnosa perawatan dan rencana keperawatan
pada pasien Diabetes Mellitus.
c. Dapat melakukan tindakan perawatan pada pasien Diabetes Mellitus.
d. Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pelaksanaan keperawatan pada klien
dengan Diabetes Mellitus.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien Diabetes Mellitus secara benar dan
baik.
Manfaat Penulisan
a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Politeknik
Kesehatan Program Studi Keperawatan Tidung Makassar.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan khususnya di ruang perawatan Interna
Atas Perjan RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
c. Bahan bacaan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya,
obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu, penyakit ini
lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan
stroke (Setiabudi, 2008)
Klasifikasi
American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis
etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010.
( Barclay L, 2010)
Etiology
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter
memegang peranan penting.
DM Tipe I:
a. Faktor-faktor genetik.
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
b. Faktor-faktor imunologi.
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons autoimun. Respons ini
merupakanrespons abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor-faktor lingkungan
Saat ini penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal
yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proes autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
DM tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor
resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II, yaitu:
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun
dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin,
2008, hlm. 73).
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan
karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).
c. Riwayat keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko
menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan
berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti
diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif,
masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi
oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).
d. Gaya hidup
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas.
Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and
Bare,1996, hlm. 610).
Faktor Resiko
Patofisiology
DM Tipe I
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat
yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi
peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah
terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar
insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel
akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
DM tipe II (Corwin, 2000).
Diagnosa
Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar
glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The
American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan
yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal
126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah
sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian
kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun
sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010).
Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana
pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan
beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa
darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal
sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa.
American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa
darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL (Barclay,2010).
Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk
diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum
6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji
sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya
anemia, danpada penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay
L,2010).
Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi dari Diabetes Mellitus ada dua yaitu:
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang berlebihan, atau aktifitas fisik yang berat.
b) Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:
a) Komplikasi Makrovaskuler
(1) Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidensi
infark miokard pada penderita Diabetes Mellitus.
(2) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga
terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas (TIA
= Transient Ischemic Attack)
(3) Penyakit Vaskuler Perifer
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya insiden gangren dan
amputasi pada pasien-pasien Diabetes Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita
Diabetes Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari jantung, turut
menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi luka.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
(1) Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata.
(2) Nefropati
Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah
ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
(3) Neuropati Diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Kelainan tersebut tampak
beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena.
Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan
S, 2010).
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S,
2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tungga l dianjurkan
pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga
dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,2002).
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne,
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tungga l dianjurkan
pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga
dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
e. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,2002).
f. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
g. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
h. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne,
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan :
1. Aktivitas
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, gangguan tidur
atau istirahat
Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan isitirahat dengan aktivitas dan
letargi.
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
Gejala : stres
4. Eliminasi
5. Makanan/cairan
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot kaki,
gangguan pendengaran
7. Nyeri/kemanan
9. keamanan
10. Seksualitas
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Diagnosa Keperawatan
3. Resiko infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi
5. Cemas
6. Kurang pengetahuan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
· Batasi pengunjung
· Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
· Dorong istirahat
· Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi