Anda di halaman 1dari 3

Konsep pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu konsep pusat pertumbuhan,

konsep integrasi fungsional dan konsep pendekatan desentralsiasi (Alkadri dkk, 1999). Konsep
agropolitan merupakan model pengembangan wilayah yang layak diterapkan di wilayah dengan karakter
perekonomian yang didominasi sektor pertanian. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, agropolitan didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada
wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis. Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang berupaya menempatkan sektor
pertanian dan sektor industri dalam satu keterpaduan. Konsep agropolitan memungkinkan
pertumbuhan berbasis perdesaan sehingga dalam pelaksanaannya diharapkan pusat pelayanan sudah
disediakan dalam tingkatan desa yang dekat dengan pemukiman petani baik dalam wujud pelayanan
teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar (Mahi, 2014).
Keterjangkauan dengan jarak yang relatif dekat antara pusat layanan fasilitas terhadap permukiman
petani menimbulkan efesiensi biaya produksi pertanian di sekitarnya sehingga berpotensi untuk
pengembangan fungsi agribisnis secara langsung. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk
memudahkan produksi pertanian antara lain berupa input sarana pertanian mencakup input sarana
pertanian seperti bibit, pupuk, obat pertanian, alat dan mesin pertanian; sarana penunjang pertanian
mencakup lembaga keuangan baik bank maupun koperasi, infrastruktur listrik dan irigasi, jalan serta
jaringan komunikasi; dan sarana pemasaran yaitu pasar, terminal angkutan dan barang, sarana
transportasi dan lain sebagainya.

Konsep agropolitan memperkenalkan istilah agropolitan district sebagai suatu daerah perdesaan dengan
radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 -150 ribu jiwa serta kepadatan minimal
200 jiwa/km2. Dalam konsep pembangunan ini, perdesaan dikembangkan dengan menempatkan
fasilitas modern yang disesuaikan dengan kebutuhan kondisi setempat sehingga karakteristik perdesaan
menjadi bentuk campuran yang disebut sebagai agropolis atau kota di ladang (Mahi, 2014). Kriteria dari
agropolitan setidaknya mencakup 5 hal yaitu 1) mempunyai skala ekonomi yang besar, 2) mempunyai
keterkaitan ke depan dan ke belakang, 3) memiliki dampak spasial yang besar dalam mendorong
pengembangan wilayah berbasis pertanian sebagai sumber bahan baku; 4) memiliki produk-produk
unggulan yang mempunyai pasar yang jelas dan prospektif; dan 5) memenuhi prinsip-prinsip efesiensi
ekonomi untuk menghasilkan output yang maksimal.

Secara struktural, konsep pembangunan berbasis agropolitan memiliki perbedaan mendasar dengan
konsep pengembangan wilayah pada umumnya. Jika pada konsep pengembangan yang didasarkan pada
teori kutub pertumbuhan, industri menjadi pusat kegiatan (central place) maka pada sistem agropolitan
ini pusat kegiatan terletak pada kegiatan perdagangan dan jasa. Pusat- pusat permukiman yang berada
di sekitar pusat kegiatan tersebut menjadi hinterland yang menyediakan bahan baku ke pusat.

Kegiatasn sebagian besar masyarakat di kawasan agropolitan didomnasi oleh kegiatan pertanian atau
agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yng utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan
ekonomi ayaitu subsistem agribisnis hulu, agribisnis hilir, subsistem agribisnis budidaaya,subsistem jasa
penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian (Syahrani, 2001).
Subsitem agribisnis hulu : mesin, peralatan pertanian, pupuk,

Subsistem agribisnis budidaya : tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan
kehutanan.

Subsistem agribisnis hilir : industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk
kegiatan ekspor.

Subsistem jasa penunjang agribisnis seperti perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan
pengembangan, penddikan, penyuluhan, infrastruktur dan kebijakan daerah.

Menurut Friedman dan Douglass (1975) dalam Sudaryono (2004), ada delapan proposisi mengenai
konsep agropolitan :

1. Merubah daerah perdesaan dengan memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota (urbanism)
2. Memperluas hubungan sosial di perdesaan sampai keluar batas-batas desa, sehingga terbentuk
suatu ruang sosio-ekonomi dan politik yang lebih luas, atau agropolitan district
3. Memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses pembangunan, memelihara
kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman dan memberi kepuasan pribadi dan sosial dalam
membangun suatu masyarakat baru
4. Memadukan kegiatan-kegiatan pertanian dan non pertanian dalam lingkungan masyarakat yang
sama dalam keranka memperbanyak kesempatan kerja yang produktif
5. Pengembangan sumberdaya manusia dan alam untuk peningkatan hasil pertanian,
pengendalian tata air, pekerjaan umum, jasa-jasa, dan industri yang berkaitan dengan
pertanian;
6. Merangkai agropolitan district menjadi jaringan regional;
7. Menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang mampu memberikan wewenang kepada
agropolitan districts untuk mengambil keputusannya sendiri
8. Menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun agropolitan.

Menurut Mahi (2014), secara umu struktur hierarki sistem kota agropolitan sebagai berikut:

1. Orde paling tinggi (kota tani utama) berfungsi


a. Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah , bila memiliki pantai kota ini
memiliki perlabuhan samudra
b. Pusat berbasgai kegiatan manufacturing finas indusri pertanian (packing), stok
perdagangan, dan perdagangan bursa komoditas;
c. Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian,
perbankan dan keuangan
d. Pusat berbagai pelayanan termasuk general agro industry services
2. Orde kedua (pusat distrik agropolitan) yang berfungsi sebagai
a. Pusat perdagangan wilayah yang ditandai adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan
komoditas sejenis
b. Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi
serta kegiatan agro-bisnis
c. Pusat pelayanan agro-industri khusus (special agro-industry sevices), pendidikan,
pelatihan dan pemuliaan tanaman unggulan
3. Orde ketiga
a. Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian
b. Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri
c. Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas
d. Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian
e. Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan.

Gambar 3. 1 Konsep Struktur Ruang Agropolitan

Sumber : Mahi (2014)

Referensi :

Mahi, Ali Kabul. 2014. Agropolitan : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sudaryono. 2004. Pola dan Struktur Ruang Kawasan Agropolitan dalam Perspektif Ekonomi Politik. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota Vo. 15 No, 2 2004 Agustus 2004

Syahrani, HA. Husainie. 2001. Penerapan Agropolitan dan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi
Daerah, Jurnal Frontir Nomo 33

Anda mungkin juga menyukai