Anda di halaman 1dari 10

Coal Proximate and Ultimate Analysis

Di kantor ada teman yang bertanya soal ultimate analysis untuk sampel High speed diesel
fuel (HSD). Itu pertanyaan consumer ke dirinya. Sebenarnya consumer ini hanya minta analisa
dengan ASTM tertentu untuk kadar karbon dan hidrogen. Pas di cari di www.astm.org ternyata
nomer ASTM itu untuk pengujian kadar karbon dan hydrogen di batubara dan coke serta sudah
tidak berlaku. Sudah ada nomer ASTM yang baru untuk pengujian tersebut. Yang jadi
pertanyaan diriku kenapa consumer mintanya standar metode untuk batubara padahal sampelnya
HSD yang merupakan produk petroleum. Khusus produk minyak bumi, ASTM punya metode
sendiri untuk analisa yang sama yaitu ASTM D5291-10 Standard Test Methods for Instrumental
Determination of Carbon, Hydrogen, and Nitrogen in Petroleum Products and Lubricants.
Pertanyaan yang kedua, kenapa dia minta ultimate analysis untuk sampelnya. Umumnya yang
minta ultimate analysis adalah batubara. Khusus batubara, selain analisa tersebut juga proximate
analysis. Penjelasan kedua analisis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Proximate analysis

Tujuan untuk coal proximate analysis adalah untuk menentukan jumlah fixed
carbon (FC), volatile matters (VM), moisture dan ash di sampel batubara dalam satuan persen
berat (wt. %) dan di kalkulasi dalam beberapa different bases seperti AR (as-received)
basis, AD (air-dried) basis, DB (dry-basis), DAF (dry, ash free) basis dan DMMF (dry,
mineral-matter-free) basis.

Proximate Analysis unit (ar) (ad) (db) (daf)

Moisture (wt. %) 3.3 2.7

Ash (wt. %) 22.1 22.2 22.8

Volatile Matter (wt. %) 27.3 27.5 28.3 36.6

Fixed Carbon (wt. %) 47.3 47.6 48.9 63.4

Gross Calorific Value (MJ/kg) 24.73 24.88 25.57 33.13

Salah satu standar metode untuk coal proximate analysis adalah ASTM D3172-13 Standard
Practice for Proximate Analysis of Coal and Coke. Metode ini dapat digunakan untuk
menetapkan peringkat batubara, menunjukkan the ratio of combustible to incombustible
constituents, memberikan dasar untuk membeli dan menjual, dan mengevaluasi untuk benefisiasi
atau untuk tujuan lain. Selain itu ada juga ASTM D7582-12 Standard Test Methods for
Proximate Analysis of Coal and Coke by Macro Thermogravimetric Analysis. Metode ini
meliputi pengujian instrumen penentuan moisture, volatile matter, dan ash, dan perhitungan fixed
carbon dalam analisis sampel batubara dan coke yang dipreparasi sesuai dengan D2013 dan
D346.
2. Ultimate analysis

Mirip dengan coal proximate analysis, tujuan dari coal ultimate analysis adalah untuk
menentukan konstituen batu bara, melainkan dalam bentuk unsur kimia dasar. Ultimate analysis
menganalisis jumlah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), belerang (S), dan elemen lainnya
dalam sampel batubara. Variabel-variabel ini juga diukur dalam persen berat (% berat) dan
dihitung dalam basis yang dijelaskan di atas.

Ultimate Analysis unit (ar) (ad) (db) (daf)

Carbon (C) (wt. %) 61.1 61.5 63.2 81.9

Hydrogen (H) (wt. %) 3.00 3.02 3.10 4.02

Nitrogen (N) (wt. %) 1.35 1.36 1.40 1.81

Total Sulfur (S) (wt. %) 0.4 0.39 0.39

Oxygen (O) (wt. %) 8.8 8.8 9.1

Salah satu metode standar yang digunakan untuk coal ultimate analysis adalah ASTM D3176-09
Standard Practice for Ultimate Analysis of Coal and Coke. Selain itu ada juga ASTM D5373 –
13 Standard Test Methods for Determination of Carbon, Hydrogen and Nitrogen in Analysis
Samples of Coal and Carbon in Analysis Samples of Coal and Coke. Penggunaan analisis ini
sebagai berikut

 Nilai karbon dan hidrogen dapat digunakan untuk menentukan jumlah oksigen (udara)
yang diperlukan dalam proses pembakaran dan untuk perhitungan efisiensi proses
pembakaran.
 Penentuan karbon dan hidrogen dapat digunakan dalam perhitungan material balance,
reaktivitas dan hasil produk yang relevan dengan proses konversi batubara seperti
gasifikasi dan pencairan.
 Nilai karbon dan nitrogen dapat digunakan dalam perhitungan material balance yang
digunakan untuk tujuan perhitungan emisi.

Daftar Pustaka

http://majarimagazine.com/2008/06/understanding-coal-sample-analysis/
www.astm.org
Metode Analisis Ultimat (Ultimate Analysis)

Analisis ultimat adalah analisa laboratorium untuk menentukan kandungan abu,


karbon, hidrogen, oksigen dan belerang dalam batubara dengan metoda tertentu. Kandungan
itu dinyatakan dalam persen pada basis dan sampel dikeringkan pada suhu 105ºC dalam
keadan bebas kelembaban dan abu Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam karbon.
Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas, dengan memasukkan sampel karbon ke
dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer. Analisis ultimat untuk
menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) menggunakan alat LECO CHN 2000
dengan teknik infra merah (IR) dan analisis sulfur memakai LECO SC 632 dengan teknik infra
merah. Metode yang digunakan berdasarkan ASTM (American Society for Testing
and Materials)

Metode Analisis Ultimat


1. Carbon dan hydrogen.
Dibebaskan sebagai CO2 dan H2O ketika batubara dibakar. CO2 bisa berasal dari
mineral karbonat yang ada, dan H2O bisa berasal dari mineral lempung atau inherent moisture
pada air-dried coal atau pada keduanya. Nilai kadar karbon ini semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya kualitas batubara. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai
perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio.
2. Nitrogen.
kandungan nitrogen dari batubara merupakan hal yang signifikan, khususnya dengan
hubungan polusi udara. jadi batubara dengan nitrogen yang rendah lebih diharapkan pada
industri. Batubara tidak boleh mengandung nitrogen lebih dari 1.5-2.0% (d.a.f.)

3. Oksigen.
Oksigen merupakan komponen dari banyak campuran organic dan anorganik pada
batubara, sebagaimana kandungan moisture. Ketika batubara teroksidasi, oksigen dapat hadir
sebagai oksida, hidroksida dan mineral sulfat, seperti material orgaink yang teroksidasi. Perlu
diingat bahwa oksigen merupakan indicator penting rank coal.

4. Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa berupa
bagian mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang serius.
Kebanyakan negara memiliki peraturan mengenai emisi gas tersebut ke atmosfir. Satu persen
adalah limit kandungan sulfur dalam batubara yang banyak dipakai oleh negara-negara pengguna
batubara. Kandungan yang tinggi dalam coking coal tidak diinginkan karena akan berakumulasi
di dalam cairan logam panas sehingga memerlukan proses desulfurisasi.
Sulphur. sebagaimana nitrogen, kandungan sulfur dari batubara menyebabkan masalah
degnan polusi dan kegunaan. Sulfur menyebabkan korosi dan pengotoran pada pipa boiler dan
mneyebabkan polusi udara ketika dikeluarkan sebagai asap cerobong. Sulfur dapat hadir di
batubara dalam 3 bentuk:
a. Sulfur organic, hadir pada senyawa organic pada batubara.
b. Pyritic sulfur, hadir sebagai mineral sulfide pada batubara, pada dasarnya iron pyrite.
c. Mineral sulfat, biasanya hydrous iron atau kalsium sulfat, dihasilkan dari oksidasi fraksi
sulfide pada batubara.
Kandungan total dari sulfur pada steam coal yang digunakan untuk pembangkit listrik
tidak boleh melebihi 0.8-1 % (air-dried); jumlah maksimum tergantung dari peraturan emisi
local. Pada industri semen, total sulfur > 2% masih diterima, tapi..di coking coals diperlukan
maksimum 0.8% (air-dried) karenan value yang lebih tinggi mempengaruhi kualitas baja.
5. Calorivic Value
Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh batubara di
laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam
ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang
bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses
ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan
satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb.
6. Relative Density
Relative density adalah perbandingan berat contoh batubara (+ 2 gram) yang telah
dihaluskan (-212 micron), dengan berat air yang dipindahkan oleh contoh batubara tersebut dari
pycnometer yang dipergunakan untuk pengujian pada suhu 30+0.1oC.
Relative density suatu batubara tergantung dari rank dan kandungan mineralnya. Relative
density dengan kandungan ash suatu batubara, dari rank dan jenis yang sama, mempunyai
korelasi yang baik sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperkirakan kandungan
ash suatu batubara dari relative densitynya.

7. Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat menimbulkan korosi
(pengkaratan) dan masalah fouling/slagging (pengkerakkan) pada ketel uap. Kadar chlorine lebih
kecil dari 0.2% dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5% dianggap
tinggi. Adanya elemen chlorine selalu bersama-sama dengan adanya elemen natrium.

8. Phosporus
Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak diinginkan karena dalam
peleburan baja, phosphorus akan berakumulasi dan tinggal dalam baja yang dihasilkan. Baja
yang mengandung phosphorus tinggi akan cepat rapuh. Phosphorus juga dapat menimbulkan
masalah pada pembakaran batubara di ketel karena phosphorus dapat membentuk deposit posfat
yang keras di dalam ketel. Kandungan Fosfor; Fosfor dalam batubara dalam bentuk fosfat dan
senyawa organic fosfat. Pada pembakaran semua fosfat ini akan berubah menjadi abu.
Kandungan fosfor tidak terlalu diperhitungkan dalam hal pembakaran akan tetapi pada tahap
metalurgi
9. Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk mendapatkan angka yang dapat
dipergunakan sebagai pengoreksi hasil penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan
hanyalah karbon organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak perlu
dilakukan pada contoh batubara derajat rendah (brown coal dan lignite), karena batubara derajat
rendah atau lower rank coal bersifat asam sehingga carbonate carbon-nya akan kosong.

https://wawasanpertambangan.blogspot.com/2014/04/metode-analisis-ultimat-ultimate.html

Analisa batubara merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah industri pembangkitan
listrik, dimana proses ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen kontrak batu bara yang berasal
dari mitra apakah telah sesuai ataukah tidak, dan juga sebagai input data untuk menghitung heat
rate atau efisiensi dari sebuah pembangkitan listrik. Batubara adalah senyawa hidrokarbon yang
terdiri dari unsur-unsur yang membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen. Secara elementer
komposisi batubara terdiri dari beberapa unsur yaitu hidrogen (H), carbon (C), dan sulfur (S).
Bagi keperluan rutin, analisa batubara hanya dilakukan untuk menentukan :
 Kandungan moisture.
 Kandungan ash.
 Nilai kalor.

 Kandungan sulfur.
Akan tetapi setiap laboratorium pembangkitan listrik juga melakukan pengujian untuk
memperoleh data-data mengenai karakteristik-karakteristik lain dari batubara yang dianggap
penting sesuai dengan kebutuhan unit pembangkit yang bersangkutan. Sehingga secara umum
terdapat dua metode analisa yang dilakukan terhadap batubara pada sebuah industri
pembangkitan listrik yaitu :

 Analisis pendekatan (proximate analysis), yaitu analisa yang memberikan data tentang
kandungan zat terbang, carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian,
biasanya dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang. Berikut
adalah contoh dari hasil analisa proximate analysis.

 Analisis ultimate (ultimate analyisis) yaitu analisa yang memberikan data tentang
komposisi bahan bakar dalam presentase untuk nitrogen, oksigen, carbon, abu, sulfur dan
hidrogen. Berikut adalah contoh dari hasil analisa ultimate analysis.

Tentunya antara dua metode analisa tersebut sampai sejauh ini membutuhkan waktu yang cukup
lama, untuk analisis pendekatan (proximate analysis) saja dibutuhkan minimal dua hari dari
proses preparasi hingga data akhir. Oleh karena itu operator laboratorium batu bara pada industri
pembangkitan listrik membutuhkan waktu dan man power yang cukup banyak agar proses
analisa tersebut dapat selesai dengan maksimal. Penjelasan lebih lanjut mengenai
metode proximate dan ultimate analysis akan dibahas pada artikel berikutnya.
Dalam perdagangan dikenal istilah Hard coal dan brown Coal. Hard Coal adalah jenis batubara
yang menghasilkan gross kalori lebih dari 5.700 kcal/kg dan dibagi :
a. Kandungaan zat terbang (volatile matter) hingga 33 %, termasuk klas 1-5.
b. Kandungan zat terbang (volatile matter) lebih besar 33 %, termasuk klas 6-9.
Hard coal merupakan jenis batubara dengan hasil kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bitumine / subbitumine dan lignit (brown coal).
Sifat batubara jenis Antrasit :
1. Warna hitam sangat mengkilat dan kompak
2. Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi.
3. Kandungan air sangat sedikit.
4. Kandungan abu sangat sedikit.
5. Kandungan sulfur sangat sedikit.
Sifat batubara jenis bitumine / subbitumine :

1. Warna hitam mengkilat, kurang kompak.


2. Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi.
3. Kandungan air sedikit.
4. Kandungan abu sedikit.
5. Kandungan sulfur sedikit.
Sifat batubara jenis lignit (brown coal) :

1. Warna hitam, sangat rapuh.


2. Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit.
3. Kandungan air tinggi.
4. Kandungan abu banyak.
5. Kandungan sulfur banyak.
Sifat-sifat batubara dapat dilihat dengan analisa sebagai berikut :
a. Analisa Proksimate, terdiri dari :
1. Lengas (moisture) yang berupa lengas bebas (free moisture), lengas bawaan (inherent
moisture), Lengas total (total moisture)

2. Kadar Abu (ash)

3. Carbon (Fixed carbon)

4. Zat terbang (volatile matter)

b. Analisa Ultimate, terdiri dari analisa unsur C, H, O, N, S, P dan Cl


c. Nilai kalor, terdapat 2 macam nilai kalor yaitu :
1. Nilai kalor net (net calorific value atau low heating value), yaitu nilai kalor pembakaran
dimana
semua air (H2O) dihitung dalam keadaan ujjud gas.
2. Nilai kalor gross (grosses calorific value atau high heating value), yaitu nilai kalor
pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan ujud cair. Nilai kalor ini dinyatakan dalam
cal/gram, Btu/lb atau Mj/kg.
d. Total sulfur

Sulfur atau belerang dalam batubara dapat dijumpai sebagai mineral pirit, markasit, calsium
sulfat atau belerang organik yang pada saat pembakaran akan berubah menjadi SO2.
e. Analisa abu

Abu yang terjadi pada pembakaran batubara akan membentuk oksida-oksida sebagai berikut :
SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O. Abu inilah yang terutama akan
secara padatan bercampur dengan klinker (pada industri semen) dan akan mempengaruhi kualitas
semen.
f. Indeks gerus (Hardgrove Index)

Merupakan suatu bilangan yang dapat menunjukan mudah atau tidaknya batubara digerus
menjadi bahan bakar serbuk. Makin kecil bilangannya makin keras keadaan batubaranya. Harga
hardgrove index untuk batubara Indonesia berkisar antara 35-60.
g. Sifat batubara kaitannya dengan volatile matter
Sesuai dengan sifatnya, batubara umumnya dibagi atas 4 macam :

1. Antrasit, mengandung sedikit volatile matter


2. Bitumine, mengandung medium volatile matter
3. Lignit, mengandung banyak volatile matter
4. Gambut (peat).

https://berbagienergi.com/2015/10/10/analisa-batu-bara/

Parameter-parameter dalam analisa batubara


September 12, 2008 pada 9:54 am (Uncategorized)

1.Analisis proksimat batubara (coal proximate analysis)

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar Moisture (air dalam batubara) kadar

moisture ini mengcakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile matters (zat

terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam

batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible yang umumnya terdiri dari

senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral
lainnya,Volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa
keberadaan oksigen (misalnya CxHy, H2, SOx, dan sebagainya),

Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan

dari batubara. Kadar fixed carbon ini berbeda dengan kadar karbon (C) hasil analisis ultimat karena
sebagian karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

2.Nilai kalor batubara (coal calorific value)

Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa banyak energi yang

dihasilkan per satuan massanya. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat yang disebut bomb

kalorimeter.

Kalorimater bom terdiri dari 2 unit yang digabungkan menjadi satu alat. Unit pertama ialah unit

pembakaran di mana batubara dimasukkan ke dalam bomb lalu diinjeksikan oksigen lalu bomb tersebut

dimasukkan kedalam bejana disini batubara dibakar dengan adanya pasokan udara/oksigen sebagai
pembakar. Unit kedua ialah unit pendingin/kondensor (water handling)

3.Kadar sulfur
Salah satu cara untuk menentukan kadar sulfur yaitu melalui pembakaran pada suhu tinggi. Batubara
dioksidasi dalam tube furnace dengan suhu mencapai 1350°C. Sulfur oksida (SOx) yang terbentuk
sebagai hasil pembakaran kemudian ditangkap oleh oleh detektor infra merah kalau menggunakan
metode infrared sedangkan kalau menggunakan metode HTM akan ditangkap oleh larutan peroksida
lalu dititrasi dengan natrium borat dan kemudian dianalisis.

4.Analisis ultimat batubara (coal ultimate analysis)


Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N),
dan sulfur (S) dalam batubara. Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis ultimat batubara
sekarang sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa ultimat ini sepenuhnya dilakukan
oleh alat yang sudah terhubung dengan komputer. Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas; cukup
dengan memasukkan sampel batubara ke dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar
komputer.

5.Analisa Size Analisis

Data analisis dari suatu hasil tambang ialah satu data dari data-data yang diperlukan dalam perancangan
coal preparation plant, pada crushing plant dan screening plant pemeriksaan size diperlukan untuk
melihat apakah hasil dari proses masih sesuai dengan spesifikasi atau tidak, pada proses loading
dilakukan untuk mengantisifasi masalah yang timbul karena kalau terlalu banyak yang fine coal nilai total
moisturenya cenderung meningkat dan akan berdebu pada saat kering.

https://idhamds.wordpress.com/2008/09/12/parameter-parameter-dalam-analisa-batubara/

Anda mungkin juga menyukai