Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”


BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk


hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik
dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan
orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak ”Afdila” maka
fungsi pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak ”Afdila” secara bertahap perlu
terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
”Afdila” dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak ”Afdila”. Buku
panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak ”Afdila”, yang disusun sebagai acuan
bagi pengelola Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” dalam melaksanakan
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah


hal yang baru. Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang perawat
dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan
mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “
hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai
merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai
oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A
Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang sering
kali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa
penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah
Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala
sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang
berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan
keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.
Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan
meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil
meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk
ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu
Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan
untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .

2
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat
minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di
Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu
pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada.
Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan,
Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan
“Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit
menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang
tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit
berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat
lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program
pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS)
didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981
badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun
ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah
mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia
pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang
masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan
pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional
WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan

3
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-
masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku
tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di
Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan.
Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang
dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya,
namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat
kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara
Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan
mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini
banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli
dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang
telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu
yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan
beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam
rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan
berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan
(performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta
setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua
tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun

4
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit
dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit
swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi
pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi
penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous
Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana
dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka
pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui
penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan
yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah
mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada
beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam
penerapannya sering ada perbedaan.

5
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “AFDILA”

Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit Ibu dan Anak ”Afdila”
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan
bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK “AFDILA”
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila” untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” secara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum
dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”
d. Karyawan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”
e. Masyarakat
f. Pemerintah

6
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi
dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan
3 variabel, yaitu :
a. Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu
yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah
sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut.
Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini
muncul karena pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”

7
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan
maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” mampu
melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber
daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah
Sakit Ibu dan Anak “Afdila” harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila” diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila” yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan
proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” harus
menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan
seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila” dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain,
yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” yang
menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa
mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” tidak dapat
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” yang
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Afdila” secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT IBU


DAN ANAK “AFDILA”

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan


keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau
dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” akan menjadi
lebih baik.

8
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan
sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit Ibu dan Anak “Afdila” akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya
peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit
Ibu dan Anak “Afdila” termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan
staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu


asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti
mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih sedikit.

Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila”
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” berdaya
guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila”
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” secara
efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan
Anak “Afdila” melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.

9
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” meliputi indikator
klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang
berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency),
keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Ibu dan
Anak “Afdila” maka disusunlah strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila” sehingga
dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di
masing-masing unit kerjanya.
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”, serta upaya
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Ibu dan Anak “Afdila”,
termasuk di dalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Ibu dan
Anak “Afdila” dengan pendekatan PDCA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur)
yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah
identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat
penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan
kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila :
 Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan

10
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
 Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
 Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang
telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah
sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

11
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan


aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta
standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu
dan Anak “Afdila”
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu
indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa
melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator
Standar :
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

12
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada input dan
proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok
daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain,
baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih
untuk dimonitor.
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara
mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

13
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
BAB V

PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus


dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas
produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan
pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customer’s satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Ibu dan Anak
“Afdila”.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada
siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-
Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi).
Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali
dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun
dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit
“siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan
secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer
untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus
tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di
seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan
perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

14
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan
perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and
Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika
sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.

Peningkatan

Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D

Standar
A P
Pemecahan masalah
C D dan peningkatan

Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Plan D Check
Actio
o
n

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 2. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle


15
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”

Plan
(1)
(6) Menentukan
Action
Mengambil Tujuan dan sasaran
tindakan
(2)
yang tepat
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan

(5) Menyelenggarakan
Pendidikan dan
Memeriksa akibat latihan
pelaksanaan
Check
(4) (3)
Melaksanakan
pekerjaan Do

Gambar 3. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat


dijelaskan sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala Rumah
Sakit Ibu dan Anak ”Afdila” atau Kepala Divisi. Penetapan sasaran
didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua

16
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak
menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat
berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan
dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam
pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah
ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan
dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah
atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan
dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui

17
PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ”AFDILA”
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan
pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab
timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan
yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-
faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem
yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai
kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua
karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan
dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan
(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga
cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan
mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama
merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,
sebagai mata rantai dari suatu proses.

18

Anda mungkin juga menyukai