Anda di halaman 1dari 7

Farah Diba

1506743555
Rumah Gadang, Sumatera Barat

Rumah Gadang merupakan salah satu arsitektur vernakular dari etnis Minang Kabau Kabau
yang mampu mencerminkan keindahan dan filosofi budaya Minang Kabau Kabau secara fisikal
dan monumental. Penulisan ini bertujuan untuk menelusuri dan menganalisis lebih lanjut
bagaimana etnis Minang Kabau Kabau memproyeksikan keindahan kebudayaan mereka kedalam
bangunan rumah adat ini. Sebelum menulis, terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan oleh
penulis, yaitu pendekatan etic, yaitu pendekatan yang menggunakan perspektif akademisi, melalui
observasi dan kajian literature. Emic, yaitu pendekatan yang menggunakan perspektif penduduk
asli dan pengalaman dari user tersebut. yang mana, diharapkan dengan menggunakan kedua
pendekatan ini, penulis dapat memahami dan menganalisis lebih lanjut bagaimana masyarakat
Minang Kabau memaknai Rumah Gadang dan kebudayaan mereka, bagaimana akademisi
memaknai Rumah Gadang, dan akhirnya mendapatkan kesimpulan akan pemahaman akan Rumah
Gadang secara keseluruhan. Sebelum memahami Rumah Gadang secara arsitektural (bangunan),
alangkah baiknya terlebih dahulu kita memahami bagaimana latar belakang kebudayaan
masyarakat Minang Kabau Kabau yang akhirnya mempengaruhi pembentukan dari arsitektur
vernakular Rumah Gadang.

Masyarakat Minang Kabau menggunakan prinsip matrinilineal dalam menetapkan garis


keturunan, sehingga satu suku atau satu kaum merupakan satu keturunan dari darah ibu, dengan
status bundo kanduang (wanita tertua) yang lebih di hormati. Karena kedudukan wanita lebih
dihormati, maka rumah dikhususkan untuk para wanita, dari buyut hingga cicit, sehingga para
lelaki tidak dibuatkan ruangan khusus di dalam rumah. Selain itu, Minang Kabau Kabau juga
terkenal dengan pencak silatnya, sehingga setiap pemuda Minang Kabau Kabau diwajibkan untuk
berlatih pencak silat dan menginap di surau. Ketika dewasa pun, pemuda Minang Kabau
diwajibkan untuk merantau dan menuntut ilmu lebih dalam lagi di luar kampung halamannya.
Sehingga pemuda Minang Kabau tidak membutuhkan ruangan khusus di dalam rumah. Karena
alamnya yang masih asri dan dominan lahan terbuka hijau, maka dominan pekerjaan masyarakat
Minang Kabau adalah bertani, sehingga di kawasan rumah dibutuhkan gudang penyimpanan dari
hasil tani tersebut. Dalam mengambil dan membuat keputusan, niniak mamak memegang peranan
penting. Selain itu, kepentingan niniak mamak dalam mengurus keponakan nya lebih tinggi
daripada kepentingan ayah dalam mengurus anak nya sendiri. Sehingga setiap keputusan
berdasarkan musyarawah mufakat yang dilakukan secara bersama-sama, haruslah dipimpin dan
disetujui oleh mamak. Seperti acara pernikahan, kematian, pesta dan berbagai kepentingan lainnya.

Berdasarkan latar belakang kebudayaan dan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat Minang
Kabau tersebut, maka terciptalah konfigurasi ruang dan program ruang yang sedemikian rupa
untuk menunjang kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Minang Kabau tersebut untuk menjalani
kehidupan sehari-hari nya.

Gambar 1. Struktur bangunan Rumah Gadang(https://3.bp.blogspot.com)

Pada dasarnya, Rumah Gadang hanya terdiri dari bilik, dapur dan juga ruang lepas yang berfungsi
untuk musyawarah mufakat, sehingga konfigurasi ruang dari Rumah Gadang disusun berdasarkan
grid, memudahkan pembagian antar ruang dan juga dapat memaksimalkan penggunaan ruang
sehingga tidak ada ruang yang tersisa dan tidak dimanfaatkan.
Gambar 2. Denah Rumah Gadang(https://3.bp.blogspot.com)

Dengan pembagian ruang yang berdasarkan grid, maka terciptalah konfigurasi ruang yang
menjadikan ruang tongah dan ruang ateh sebagai pusat berkumpulnya keluarga, dengan akses yang
mudah dari pintu masuk dan juga dari bilik. Sehingga antara user yang satu dengan user lainnya
tidak perlu repot-repot untuk melewati ruangan lainnya ketika hendak berkumpul. Selain itu,
Rumah Gadang ditinggikan dari tanah dengan tujuan untuk melindungi privasi anak gadis dan
wanita lainnya yang mendiami Rumah Gadang, sehingga user yang hendak bertamu tidak dapat
melihat langsung aktivitas user di dalam Rumah Gadang. Ketika masuk Rumah Gadang, terdapat
adab yang harus diperhatikan yaitu, sebelum naik ke Rumah Gadang, pengunjung harus
mendehem sebanyak tiga kali untuk menandakan kedatangan mereka, ketika sang pemilik rumah
menyahut dan mempersilahkan masuk, barulah pengunjung menaiki tangga, membersihkan kaki
dengan air yang disediakan di tangga pintu masuk dan memasuki Rumah Gadang untuk bertamu.

Secara fisik, atap Rumah Gadang dibuat menyerupai tanduk kerbau dengan material ijuk,
dikarenakan tambo (cerita) Minang Kabau yang terdahulu, dimana kerbau merupakan cikal bakal
pembentukan nama Minang Kabau Kabau (melambangkan kemenangan). Dengan bentuk tanduk
kerbau yang lancip seperti itu menyebabkan tirisan hujan dapat turun ke tanah, tidak ditampung
oleh atap terlalu lama. Jumlah gonjong (atap) pada Rumah Gadang juga menggambarkan fungsi
dan kedudukan si pemilik rumah tersebut:
1.gonjong dua: tempat tinggal keluarga
2.gonjong empat:kaum yang merupakan keturunan penghulu
3.gonjong lima: kaum yang memiliki penghulu di dalam keluarganya
4.gonjong enam:datuak penghulu kepala suku
5.gonjong delapan:keturunan bangsawan
6.Rumah Gadang panjang:
7.bangunan istana, enam gonjong dengan dua paringin
8.bangunan gadang rantau yang memanjang ke belakang

Selain itu, karena Rumah Gadang memiliki banyak bukaan, badan Rumah Gadang dibuat
seperti lambung kapal, untuk mengurangi tirisan hujan yang masuk ke dalam rumah. Karena
Rumah Gadang dibangun di daerah sumatera barat, yang dikelilingi oleh gunung merapi dan bukit
barisan, maka struktur bangunan yang dibuat pun juga menyesuaikan dengan keadaan alam
Minang Kabau Kabau tersebut, dimana seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam
tanah, tetapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan, setiap
pertemuan tiang dan kasau (kaso) tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat
dari kayu. Ketika gempa terjadi Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel di atas batu datar
tempat tonggak atau tiang berdiri. Begitu pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak
kayu juga bergerak secara fleksibel, sehingga Rumah Gadang yang dibangun secara benar akan
tahan terhadap gempa. Setiap penanaman pancang utama Rumah Gadang, disertai dengan
pelumuran darah ayam sebagai simbol bahwa rumah ini akan hidup dan kuat untuk menopang
penghuni di dalamnya.

Menurut tradisinya, tiang utama Rumah Gadang yang disebut tonggak tuo yang berjumlah
empat buah/batang diambil dari hutan secara gotong royong oleh anak nagari, terutama anak nagari
dari kaum kerabat terdekat. Batang pohon yang ditebang biasanya adalah pohon juha yang sudah
tua dan lurus, dengan diameter 40 cm hingga 60 cm. Sebelum digunakan, pohon direndam terlebih
dahulu di kolam berlumpur milik kaum atau keluarga besar selama bertahun-tahun. Setelah cukup
waktu batang pohon tersebut diangkat untuk dipakai sebagai tonggak tuo, prosesi
mengangkat/membangkit pohon tersebut disebut dikenal sebagai mambangkik batang tarandam.
Dengan direndam selama bertahun-tahun kayu tersbeut kemudian menjadi sangat keras dan tak
bisa dimakan rayap, sehingga bisa bertahan sebagai tonggak tuo atau tiang utama selama ratusan
tahun. Orang Minang Kabau mengenal perancang Rumah Gadang hanya dengan sebutan tukang
tuo, yang bekerja sesuai dengan alua jo patuik (ajaran Minang Kabau). Bahwa, segala sesuatu yang
terdapat di alam ini mempunyai fungsi sendiri-sendiri, sesuai dengan ungkapan masyarakat
Minang Kabau Kabau yaitu indak tukang mambuang kayu. Bak bunyi petuah Minang Kabau:

Nan kuaik ka jadi tonggak,


Nan luruih jadikan balabeh,
Nan bungkuak ambiak ka bajak,
Nan lantiak jadi bubuangan,
Nan satampok ka papan tuai,
Panarahan ka jadi kayu api,
Abunyo ambiak ka pupuak.

Rumah Gadang memiliki dua sisi, yaitu bagian depan dan belakang, bagian depan dihias
sedemikian rupa untuk menggambarkan keindahan, sedangkan bagian belakang hanya berupa
susunan bambu karena berfungsi sebagai dapur. Pada dasarnya ukiran hiasan pada Rumah Gadang
merupakan ragam hias pengisi bidang yang mengambarkan keindahan alam Minang Kabau.
Berdasarkan ajaran Minang Kabau, alam takambang jadi guru. Motifnya umumnya berupa
tumbuhan merambat, ataupun akar berdaun. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar
berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar
berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai
adalah motif segitiga, segiempat dan jajar genjang. Motif ukiran biasanya diukir tersendiri atau
secara berjajaran.

Gambar 4. Ukiran Pada Bagian Depan Rumah Gadang


Tiap kaum atau adat memiliki ciri khas dari bentuk Rumah Gadang yang berbeda. Pada
dasarnya terdapat dua suku yang berpengaruh yaitu suku koto piliang dan bodi caniago. Rumah
Gadang di kaum koto piliang memiliki anjungan, dimana mereka percaya bahwa niniak mamak
dan tigo tungku sajarangan memiliki tingkat yang berbeda daripada masyarakat lainnya,
Sedangkan bodi caniago tidak memiliki anjungan, karena merasa tiap masyarakat memiliki
kedudukan yang sama.

Gambar 4. Anjungan di Suku Koto Piliang (https://driwancybermuseum.wordpress.com)

Gambar 4. Anjungan di Suku Koto Piliang (https://driwancybermuseum.wordpress.com)


Referensi:

 Rapoport, Amos. 1969. House, Form and Culture. Prentice-Hall.


 Zulkarnaini. 2003. Budaya alam Minang Kabau. Padang: Indonesia. Usaha Ikhlas

Anda mungkin juga menyukai