Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Seperation Anxiety Disorder

R S K O JA K A R T A

Disusun Oleh :
Mochamad Ikhsan Ashari, S.Ked
1161050077

Pembimbing :
dr. Mario Gerald Semen, Sp.KJ (K), SH
dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ
dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO)
PERIODE 27 AGUSTUS – 28 SEPTEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
1
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan


berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major
attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah. Diperkirakan bahwa beberapa
jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia
sekolah. Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan
kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini
gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut yang berlebihan yang dialami anak
ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau
jauh dari rumah.

Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap anak-
anak, khususnya pada anak yang sangat kecil. Sebaliknya, gangguan kecemasan berpisah
adalah kegelisahan berlebihan yang melebihi apa yang diharapkan untuk tingkat perkembangan
anak. Kecemasan berpisah dipertimbangkan sebagai gangguan jika berlangsung setidaknya
sebulan dan menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau merusak fungsi. Durasi pada
gangguan tersebut menggambarkan keparahannya.

Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran
terhadap sensasi fisiologis (palpitasi atau berkeringat) dan kesadaran terhadap rasa gugup atau
takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan
berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi
persepsi. Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan
perhatian, menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal
dengan lainnya. Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka
mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk


kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat
dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah.
Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak
mempengaruhi hingga 10% dari anak usia sekolah.1,2
Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan
kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal
ini gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut yang berlebihan yang
dialami anak ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti
berpisah dari ibu atau jauh dari rumah.2
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap
anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil. Sebaliknya, gangguan kecemasan
berpisah adalah kegelisahan berlebihan yang melebihi apa yang diharapkan untuk tingkat
perkembangan anak. Kecemasan berpisah dipertimbangkan sebagai gangguan jika
berlangsung setidaknya sebulan dan menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau
merusak fungsi. Durasi pada gangguan tersebut menggambarkan keparahannya.1,2,3
Suatu tingkat cemas perpisahan (separation anxiety) adalah fenomena yang
universal, dan merupakan bagian yang diperkirakan pada perkembangan anak yang
normal. Bayi menunjukkan cemas perpisahan dalam bentuk cemas terhadap orang asing
(stranger anxiety) pada usia kurang dari 1 tahun jika bayi dan ibunya dipisahkan.
Beberapa cemas perpisahan juga normal pada anak-anak kecil yang masuk sekolah untuk
pertama kalinya. Tetapi, gangguan cemas perpisahan, ditemukan jika secara
perkembangannya adalah tidak sesuai dan kecemasan yang berlebihan timbul dalam hal
perpisahan dari tokoh perlekatan yang utama. Penghindaran sekolah (school avoidance)
dapat terjadi.
Menurut Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV), gangguan cemas perpisahan memerlukan adanya sekurangnya tiga gejala
yang berhubungan dengan kekhawatiran berlebihan tentang perpisahan dari tokoh

3
perlekatan utama. Ketakutan mungkin mengambil bentuk penolakan sekolah, ketakutan
dan ketegangan akan perpisahan, keluhan berulang gejala fisik tertentu seperti nyeri
kepala dan nyeri perut jika akan dihadapi perpisahan, dan mimpi buruk tentang masalah
perpisahan. Kriteria diagnostic DSM-IV memasukkan durasi sekurangnya empat minggu
dan onset sebelum usia 18 tahun.2,3,4,5
Gangguan cemas perpisahan adalah gangguan kecemasan satu-satunya yang
sekarang dimasukkan dalam bagian anak-anak dan remaja dalam DSM-IV. Sebaliknya,
bagian anak dan remaja dalam DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) memasukkan
gangguan cemas berlebihan (over-anxious disorder) dan gangguan menghindar
(avoidant disorder) pada masa anak-anak atau masa remaja sebagai tambahan gangguan
cemas perpisahan.
Dalam DSM-III-R, gangguan cemas berlebihan ditandai oleh kecemasan yang
berlebihan yang tidak berhubungan dengan masalah perpisahan. Anak-anak dengan
gejala yang konsisten dengan gangguan cemas berlebihan sekarang dicakup oleh kategori
dewasa gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) dalam DSM-IV.
Dalam kategori DSM-III-R gangguan menghindar masa anak-anak atau remaja,
anak menunjukkan hubungan yang hangat dan memuaskan dengan anggota keluarga
tetapi menghindari kontak dengan orang yang tidak dikenal; tidak ditemukan kategori
diagnostik yang sejajar dalam bagian masa anak-anak dari DSM-IV.
Anak-anak dengan gejala gangguan menghindar memenuhi kriteria diagnostic
DSM-IV untuk fobia sosial, yang juga digunakan untuk dewasa. Anak-anak dan remaja
mungkin juga menunjukkan gangguan cemas yang digambarkan dalam bagian dewasa
DSM-IV, termasuk fobia spesifik, gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, dan
gangguan stress pascatraumatik.4,5,6,7,8

2.2. Epidemiologi

Gangguan cemas perpisahan adalah lebih sering terjadi pada anak kecil
dibandingkan remaja dan dilaporkan terjadi sama seringnya pada anak laki-laki dan anak
perempuan. Onset dapat terjadi pada tahun-tahun prasekolah tetapi yang tersering
ditemukan pada usia 7 sampai 8 tahun. Prevalensi gangguan cemas perpisahan
diperkirakan 3 sampai 4 persen dari semua anak usia sekolah dan 1 persen dari semua
remaja.7,8

4
2.3. Etiologi dan Klasifikasi
2.3.1. Faktor Psikososial

Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah yang terutama rentan
terhadap kecemasan yang berhubungan dengan peprisahan. Karena anak mengalami
urutan ketakutan perkembangan – takut kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu,
takut cedera tubuh, takut akan impulsnya, dan takut akan cemas hukuman (punishing
anxiety) dari superego dan rasa bersalah – sebagian besar anak mengalami cemas
perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih ketakutan-ketakutan tersebut. Tetapi,
gangguan cemas perpisahan terjadi jika anak memiliki ketakutan yang tidak sesuai akan
kehilangan ibu. Dinamika yang sering adalah penyangkalan dan pengalihan perasaan
kemarahan anak terhadap tokoh orangtua kepada lingkungan, yang selanjutnya menjadi
sangat mengancam. Rasa takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya pada salah
satu orang tua adalah preokupasi yang menetap; anak dapat merasa aman dan yakin
hanya dengan kehadiran orang tua. Sindrom sering ditemukan pada masa anak-anak,
terutama dalam bentuk ringan yang tidak mencapai tempat periksa dokter. Hanya jika
gejala menjadi ditegakkan dan mengganggu adaptasi umum anak dalam kehidupan
keluarga, teman sebaya, dan sekolah, mereka datang untuk mendapatkan perhatian
professional.8,9,10
Pola struktur karakter pada banyak anak dengan gangguan adalah berhati-hati,
hasrat untuk menyenangkan, dan kecenderungan ke arah kecocokan. Keluarga
cenderung erat dan mengasuh, dan anak sering tampak manja atau sasaran perhatian
orang tua secara berlebihan.4,6
Stres kehidupan luar sering bersamaan dengan perkembangan gangguan.
Kematian seorang sanak saudara, penyakit pada anak, perubahan lingkungan anak, atau
pindah ke rumah baru atau sekolah baru sering kali ditemukan dalam riwayat anak
dengan gangguan.4,5
2.3.2. Faktor Belajar
Kecemasan fobik dapat dikomunikasikan dari orangtua kepada anak-anak
dengan modeling langsung. Jika orangtua penuh ketakutan, anak kemungkinan
memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru, terutama pada lingkungan sekolah.
Beberapa orangtua tampaknya mengajari anak-anaknya untuk cemas dengan
melindungi mereka secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang diharapkan
atau dengan membesar-besarkan bahaya. Sebagai contoh, orang tua yang ngeri di

5
ruangan selama kilatan cahaya mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang sama.
Orangtua yang ketakutan terhadap tikus atau serangga menyampaikan afek takut
kepada anaknya. Sebaliknya, orangtua yang menjadi marah pada anak selama awal
permasalahan fobik tentang binatang dapat menanamkan permasalahan fobik pada
anak-anak dengan intensitas kemarahan yang diekspresikan.9,10,11
2.3.3. Faktor Genetik
Intensitas nama cemas perpisahan dialami oleh anak individual kemungkinan
memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah menunjukkan bahwa keturunan
biologis dari orang dewasa dengan gangguan kecemasan adalah rentan terhadap
gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak. Orang tua yang memiliki gangguan
panik dengan agorafobia tampaknya memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan
gangguan cemas perpisahan. Gangguan cemas perpisahan dan depresi pada anak-anak
adalah bertumpang tindih, dan beberapa klinisi memandang gangguan cemas
perpisahan sebagai varian dari gangguan depresif.10,11,12
2.3.4. Faktor Predisposisi

Beberapa tekanan hidup, seperti kematian seorang keluarga, teman, atau


binatang peliharaan atau pindah wilayah atau pindah sekolah, bisa memicu gangguan
tersebut. Genetika yang mudah terkena kegelisahan juga umumnya memainkan sebuah
peranan kunci. Gangguan ini bisa terjadi karena mungkin anak terlalu medapatkan
perhatian lebih dari anda, sehingga ia terlanjur merasa nyaman dalam “pelukan” dan
perhatian. Sehingga saat anak harus menunjukkan eksistensi dirinya di lingkungan, ia
menjadi merasa tidak nyaman. Apalagi harus ditinggal oleh orang tua. Selain memang
diri si anak yang mungkin cenderung tidak "eksploratif," peran pengasuhan orangtua
memegang kontribusi yang luar biasa besar. Biasanya, anak dengan gangguan
kecemasan berpisah dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kecemasan yang sama.
Orangtua yang terlalu melindungi anaknya, orangtua yang terlalu overprotektif, atau
keluarga dengan budaya yang terlalu akrab biasanya rentan pada pengasuhan anak yang
dapat menimbulkan gangguan kecemasan berpisah. pada anak-anak dengan
karakteristik seperti anak tunggal, anak bungsu, anak laki-laki/perempuan satu-satunya
di keluarga, anak pertama meninggal sehingga anak kedua jadi harapan keluarga, anak
yang lahir dengan susah payah (misalnya bayi tabung) menyebabkan orangtua
berpotensi menjadi "over".10,11,12,13,14

6
2.3.5. Faktor Presipitat

Kembar dizigotik atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang
terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik
dan insidensnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat
keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.1-3

2.4. Patofisiologi psikodinamika

Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan


kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi.
Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa kecemasan merupakan simbolisasi dari
konflik dalam diri. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari
menghabiskan energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat memberi
perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu
juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber kecemasan
yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain
itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.14,15

Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu
yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali
karena satu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia
akan hilang, diculik, disakiti, atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan
dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa
ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan
rumah tanpa disertai orang lain. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengeluh
terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual, sakit kepala, sakit perut, muntah-
muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata karena takut akan terjadinya
perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan peristiwa-peristiwa di
sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan perpisahan dapat menganggu dan
memperlambat perkembangan social anak karena ia tidak mengembangkan
independentsi atau belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila
anak dipisahkan (ditinggalkan), ia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tercekam
oleh rasa takut terhadap apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang
berpisah dengannya. Meskipun ia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi
dirinya, tetapi fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan antisipatori

7
terhadap kemungkinan terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih yang berlebihan,
maka anak itu akan menangis, mengadat, merana, apatis, atau mengundurkan diri secara
social pada saat sebelum atau sesudah berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang
penting atau akrab dengannya.15,16,17,18
2.5. Manifestasi Klinis
Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari
rumah atau dari orang yang mereka sayangi. Mereka seringkali perlu tahu dimana orang
- orang dan terlalu sibuk dengan rasa takut bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi
baik terhadap mereka atau terhadap orang yang mereka kasihi. Bepergian sendiri
membuat mereka tidak nyaman dan mereka bisa menolak untuk datang ke sekolah atau
kemah atau untuk mengunjungi rumah teman. Beberapa anak tidak bisa tinggal sendirian
di dalam sebuah ruangan, melekat pada orang tua atau membuntuti orangtua di sekitar
rumah.4,5,8,
Kesulitan pada waktu tidur adalah sering terjadi. Anak dengan gangguan
kecemasan berpisah bisa mendesak seseorang tetap tinggal di ruangan sampai mereka
tertidur. Mimpi buruk bisa memperlihatkan ketakutan anak tersebut, seperti kerusakan
pada keluarga melalui kebakaran atau bencana alam.1,3
Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau ekstrim kecemasan. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya secara fisik
dengan berkeringat, mempercepat denyut jantung atau palpitasi, hiper-ventilasi, dan
sejumlah gejala lain. Bisa berakibat pula pada prestasi belajarnya atau interaksi dengan
lingkungan sekitarnya Anak yang susah berpisah dengan pengasuh, anak takut atau
enggan ke sekolah, atau anak yang tidak mau keluar rumah.1,3,4
Anak- anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti
kemana pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak- anak itu dapat
mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa seseorang untuk menemani
mereka saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut,
mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada hari- hari sekolah,
memohon agar orang tua tidak pergi bekerja, atau temper trantum bila orang tua kan
pergi. Anak- anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa sesuatu akan
terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.1,4
Ciri penting dari gangguan cemas perpisahan adalah kecemasan yang ekstrem
yang dicetuskan oleh perpisahan dari orangtua, rumah, dan lingkungan yang dikenal.
Kecemasan anak dapat mendekati teror atau panik. Penderitaan lebih besar dibandingkan
8
yang normalnya diharapkan menurut tingkat perkembangan anak dan tidak dapat
dijelaskan oleh adanya gangguan lain. Pada banyak kasus gangguan adalah suatu jenis
fobia, walaupun permasalahan fobik merupakan sesuatu yang umum dan tidak
berhubungan dengan objek simbolik tertentu. Karena gangguan berhubungan dengan
masa anak-anak, maka gangguan tidak dimasukkan dalam fobia masa dewasa, yang
memerlukan strukturalisasi kepribadian yang jauh lebih besar.1,2,3,4
Ketakutan, preokupasi, dan ruminasi morbid adalah karakteristik dari gangguan
cemas perpisahan. Anak-anak dengan gangguan merasa ketakutan bahwa seseorang yang
dekat dengannya akan terluka atau bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi pada
mereka jika mereka jauh dari tokoh penting yang mengasuh. Banyak anak takut bahwa
mereka atau orangtuanya akan mengalami kecelakaan atau menjadi takut. Rasa takut
akan tentang kehilangan dan akan diculik dan tidak pernah menemukan lagi orangtuanya
adalah sering ditemukan.1,3
Remaja mungkin tidak secara langsung mengekspresikan kecemasan tentang
perpisahan dari tokoh ibu. Tetapi pola perilaku mereka masih sering mencerminkan
cemas perpisahan di mana mereka mengekspresikan ketidaknyamanan untuk
meninggalkan rumah, terlibat dalam aktivitas sendirian, dan terus menggunakan tokoh
ibu sebagai penolong dalam membeli pakaian dan memasuki aktivitas sosial dan
rekreasional.1,3,4
Gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak sering dimanifestasikan pada
pikiran bepergian atau dalam perjalanan bepergian dari rumah. Anak-anak mungkin
menolak pergi berkemah, ke sekolah baru, atau bahkan ke rumah seorang teman.
Seringkali, ada kesinambungan antara kecemasan antisipatorik ringan dan kecemasan
pervasif setelah terjadi perpisahan dari tokoh yang penting dan kecemasan pervasif
setelah terjadi perpisahan. Tanda pramonitorik adalah iritabilitas, kesulitan makan,
merengek, tinggal sendirian di ruangan, menggendong ke orangtua, dan mengikuti
orangtua kemana saja. Seringkali, jika keluarga pindah, anak menunjukkan kecemasan
perpisahan dengan menggendong terus kepada tokoh ibu. Kadang-kadang cemas relokasi
geografik (geographic relocation anxiety) diekspreikan dalam perasaan kerinduan akan
rumah yang akut atau gejala psikologis yang timbul jika anak jauh dari rumah atau pergi
ke tempat yang baru. Anak-anak ingin pulang ke rumah dan menjadi asyik dengan
khayalan tentang betapa lebih baiknya rumah yang lama. Integrasi ke dalam situasi hidup
yang baru menjadi sangat sulit.1,2,3,4,5

9
Kesulitan tidur sering ditemukan dan mungkin mengharuskan seseorang
menemani anak-anak sampai mereka tertidur. Anak-anak sering pergi ke tempat tidur
orangtua atau bahkan tidur di pintu orangtua jika ruang tidur terkunci bagi mereka.
Mimpi buruk dan ketakutan morbid adalah ekspresi lain dari kecemasan.2,3
Ciri penyerta adalah ketakutan akan kegelapan dan ketakutan yang dikhayalkan
dan aneh. Anak-anak mungkin melihat mata memandang pada diri mereka dan menjadi
asyik dengan tokoh atau monster mitos yang akan mengambil mereka dari tempat
tidurnya.2
Kebanyakan anak menuntut dan mengganggu ke dalam hubungan orang dewasa
dan memerlukan perhatian terus-menerus untuk menghilangkan kecemasan mereka.
Gejala timbul jika perpisahan dari tokoh orang tua yang penting menjadi diperlukan. Jika
perpisahan diancamkan, banyak anak dengan gangguan tidak mengalami kesulitan
interpersonal. Tetapi, mereka mungkin terlihat sedih dan mudah menangis. Mereka
kadang-kadang mengeluh bahwa mereka tidak dicintai, mengekspresikan keinginan
untuk mati, atau mengeluh bahwa sanak saudara mereka adalah lebih disukai daripada
mereka. Mereka seringkali menunjukkan gejala gastrointestinal mual, muntah, dan nyeri
perut dan mengalami rasa sakit pada berbagai bagian tubuh, sakit tenggorok, dan gejala
mirip flu. Pada anak-anak yang lebih besar, dilaporkan gejala kardiovaskular dan
respirasi yang tipikal berupa palpitasi, pusing, pingsan dan tercekik.2,3
Gangguan kecemasan yang paling sering bersamaan dengan gangguan cemas
perpisahan adalah fobia spesifik, yang terjadi pada kira-kira sepertiga dari semua kasus
gangguan emas perpisahan yang dirujuk.2
2.6. Diagnosis1,2,3,4,5,6

Gangguan kecemasan akan perpisahan (separation anxiety disorder) didiagnosis


jika kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan atau tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Jadi, anak usia 3 tahun seharusnya dapat mengikuti
kegiatan prasekolah tanpa merasa mual dan muntah karena cemas. Anak usia 6 tahun
seharusnya dapat mengikuti sekolah dasar tanpa rasa ketakutan yang terus- menerus
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya atau orang tuanya

Untuk memenuhi kriteria diagnostik, menurut DSM-IV, gangguan harus ditandai


oleh tiga dari empat gejala berikut untuk sekurangnya empat minggu :

10
1. Ketakutan persisten dan berlebihan tentang kehilangan atau kemungkinan bahaya
yang jatuh pada tokoh perlekatan yang utama;
2. Ketakutan yang persisten dan berlebihan bahwa peristiwa yang tidak diharapkan akan
menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama.
3. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk bersekolah atau tempat lain karena
takut akan perpisahan.
4. Ketakutan yang persisten dan berlebihan atau keengaganan untuk sendirian atau
tanpa tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang dewasa yang penting pada
lingkungan lain.
5. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk tidur tanpa dekat dengan tokoh
perlekatan yang utama atau tidur jauh dari rumah
6. Mimpi buruk berulang kali dengan tema perpisahan
7. Keluhan berulang gejala fisik, termasuk nyeri kepala dan nyeri perut, jika perpisahan
dari tokoh perlekatan utama dihadapi
8. Penderitaan yang berlebihan dan berulang jika perpisahan dari rumah atau tokoh
perlekatan utama dihadapi atau dilibatkan.

Menurut DSM-IV, gangguan harus juga menyebabkan penderitaan bermakna


atau gangguan dalam fungsi.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Cemas Perpisahan
A. Kecemasan yang berlebihan dan tidak sesuai menurut perkembangan terhadap
perpisahan dari rumah atau dari orang dengan siapa individu dekat, seperti yang
ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) berikut:
1. Penderitaan yang berlebihan yang rekuren jika terjadi atau akan dihadapi
perpisahan dari rumah atau tokoh perlekatan utama
2. Ketakutan yang persisten dan berlebih tentang kehilangan, atau tentang
kemungkinan bahaya yang mengenai tokoh perlekatan utama
3. Kekhawatiran yang persisten dan berlebihan bahwa kejadian yang tidak
diharapkan akan menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama
(misalnya, hilang atau diculik)
4. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi ke sekolah atau tempat
lain karena rasa takut akan perpisahan

11
5. Secara persisten dan berlebihan merasa takut atau enggan untuk sendirian atau
tanpa tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang dewasa yang penting
dalam situasi lain
6. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi tidur tanpa dekat dengan
tokoh perlekatan utama atau untuk tidur jauh dari rumah
7. Mimpi buruk berulang kali dengan tema tentang perpisahan
8. Keluhan gejala fisik yang berulang kali (seperti nyeri kepala, nyeri perut, mual,
atau muntah) jika terjadi atau akan dihadapi perpisahan dari tokoh perlekatan
utama
B. Lama gangguan sekurangnya 4 minggu
C. Onset adalah sebelum usia 18 tahun
D. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan) atau fungsi penting lain
E. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan, pada remaja dan dewasa,
tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan panik dengan agorafobia
Sebutkan jika:
Onset awal: jika onset terjadi sebelum usia 6 tahun
Riwayat pasien dapat mengungkapkan episode penting perpisahan pada
kehidupan anak, terutama karena penyakit dan perawatan di rumah sakit, penyakit
orangtua, kehilangan salah satu orangtua, atau pindah tempat. Klinisi harus memeriksa
dengan cermat periode masa bayi untuk adanya tanda-tanda gangguan separasi-
individuasi atau adanya tokoh ibu yang adekuat. Pemakaian khayalan, mimpi, dan
material bermain dan pengawasan anak adalah sangat membantu dalam membuat
diagnosis.

Klinisi harus memeriksa bukan saja isi pikiran tetapi juga cara dengan mana
pikiran diekspresikan. Sebagai contoh, anak-anak mungkin mengekspresikan rasa takut
bahwa orang tuanya akan meninggal, walaupun perilaku mereka tidak menunjukkan
bukti kecemasan motorik. Demikian juga, kesulitan mereka dalam menggambarkan
peristiwa atau penyangkalan mereka yang lunak tetang peristiwa pencetus kecemasan
dapat menyatakan adanya gangguan cemas perpisahan. Kesulitan mengingat dalam tema
yang mengekspresikan kecemasan dan pemutarbalikan orangtua dalam menceritakan
tema tersebut dapat memberikan petunjuk adanya gangguan.1,2,3,4

12
2.7. Diagnosis Banding

Suatu tingkat cemas perpisahan adalah fenomena yang normal dan harus
digunakan pertimbangan klinis dalam membedakan kecemasan normal tersebut dari
gangguan cemas perpisahan. Pada gangguan kecemasan umum, kecemasan tidak
dipusatkan pada perpisahan. Pada gangguan perkembangan pervasif dan skizofrenia,
kecemasan tentang perpisahan mungkin terjadi tetapi dipandang disebabkan oleh kondisi
tersebut, bukan suatu gangguan yang terpisah. Pada gangguan depresif yang terjadi pada
anak-anak, diagnosis gangguan cemas perpisahan harus juga dibuat jika kriteria untuk
kedua gangguan dipenuhi; dua diagnosis sering terjadi bersamaan. Gangguan panik
dengan agoraobia adalah jarang sebelum usia 18 tahun dan ketakutan ditandai oleh
serangan panik,bukannya perpisahan dari tokoh orangtua; tetapi pada beberapa kasus
dewasa, banyak gejala gangguan cemas perpisahan dapat ditemukan. Pada gangguan
konduksi, membolos adalah sering, tetapi anak pergi dari rumah dan tidak memiliki
kecemasn tentang perpisahan. Penolakan sekolah merupakan gejala yang sering
ditemukan pada gangguan cemas perpisahan tetapi bukan patognomonik untuk
gangguan. anak – anak dengan diagnosis lain, seperti fobia, dapat tampak dengan
penolakan sekolah; pada gangguan tersebut, usia onset mungkin lebih lambat dan
penolakan sekolah adalah lebih parah dibandingkan gangguan cemas perpisahan.

Karakteristik Umum Gangguan Kecemasan Tertentu yang Terjadi pada Anak-anak


Gangguan Cemas Gangguan Kecemasan
Kriteria Fobia Sosial
Perpisahan Umum
Durasi minimal
untuk
Sekurangnya 4 minggu Tidak ada minimal Sekurangnya 6 bulan
menegakkan
diagnosis
Usia onset Prasekolah – 18 tahun Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Tekanan yang tidak lazim
Perpisahan dari tokoh
Tekanan untuk berperan pada kinerja, kerusakan
Stres pencetus parental, kehilangan lain,
serta dengan teman sebaya harga diri, perasaan tidak
bepergian
memiliki kecakapan

13
Keinginan yang jelas untuk
Hubungan menyenangkan, teman
Baik jika tidak ada perpisahan Tentatif, jelas terhambat
teman sebaya sebaya dicari dan hubungan
ketergantungan ditegakkan
Enggan atau menolak pergi
Kadang-kadang sulit
Tidur tidur, takut terhadap gelap, Sulit tertidur
tertidur
mimpi buruk
Keluhan nyeri perut, mual,
Nyeri perut, mual, muntah,
Gejala muntah, gejala mirip flu, nyeri
Sedih, ketegangan tubuh benjolan di tenggorok, napas
psikofisiologis kepala, berdebar, pusing,
sesak, pusing, berdebar
pingsan
Gangguan penyesuaian
dengan mood terdepresi,
Gangguan cemas perpisahan,
Gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan
gangguan defisit-
skizofrenia, gangguan umum, gangguan cemas
atensi/hiperaktivitas, fobia
depresif, gangguan konduksi, perpisahan, gangguan
Diagnosis sosial, gangguan
gangguan perkembangan depresi berat, gangguan
banding penyesuaian dengan
pervasif, gangguan depresif distimik, gangguan
kecemasan, gangguan
berat, gangguan panik dengan kepribadian menghindar,
obsesif-kompulsif, gangguan
agorafobia gangguan kepribadian
psikotik, gangguan mood
menghindar, gangguan
kepribadian ambang

2.8. Terapi

Pendekatan terapi multimodal- termasuk psikoterapi individual, pendidikan


keluarga, dan terapi keluarga adalah dianjurkan untuk gangguan cemas perpisahan.
Terapi keluarga membantu orangtua mengerti kebutuhan akan cinta yang konsisten dan
suportif dan kepentingnan mempersiapkan tiap perubahan penting dalam kehidupan,
seperti penyakit, pembedahan, atau perpindahan tempat. Strategi kognitif tertentu dan
latihan relaksasidapat membantu anak mengendalikan kecemasan. Farmakoterapi juga
berguna jika psikoterapi saja tidak mencukupi.11,17

Penolakan sekolah yang berhubungan dengan gangguan cemas perpisahan dapat


dipandang sebagai kegawatdaruratan psikiatrik. Rencana terapi yang menyeluruh
melibatkan anak, orangtua, dan teman sebaya dan sekolah anak. Anak harus didorong

14
untuk masuk sekolah, tetapi, jika kembali ke hari sekolah yang penuh dirasakan berat,
harus disusun program bagi anak untuk secara progresif meningkatkan waktunya di
sekolah. Kontak yang bertahap dengan objek kecemasan adalah bentuk modifikasi
perilaku yang dapat diterapkan pada tiap jenis cemas perpisahan. Pada kasus penolakan
sekolah yang parah, mungkin diperlukan perawatan di rumah sakit.6,8,19

Seorang anak yang memiliki gangguan ini seringkali menghindari sekolah.


Sebuah tujuan segera pada pengobatan memungkinkan anak tersebut untuk kembali ke
sekolah. Dokter, orangtua, dan anggota sekolah harus bekerja sebagai tim untuk
memastikan anak tersebut segera kembali ke sekolah. Psikoterapi pribadi dan keluarga
dan obat-obatan yang mengurangi kegelisahan bisa memainkan sebuah peranan penting.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi, maka jangan memaksakan anak untuk segera
beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif
anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu
mengetahui penyebab utamanya juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum
permasalahan berikutnya muncul. 18,19

Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang
dilakukan bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain.

Dengan terapi bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan


dan permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi
dan dirinya, tidak ada kritikan dan aturan, dan dapat diterima secara penuh. Situasi seperti
ini sangat kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa
amannya terpenuhi. 11,14

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan


pendekatan ini antara lain:2,4,5,8

 Membangun rasa aman


Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru,
hal yang dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak
dengan menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.
 Mengubah pemikiran yang salah
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan
pemikiran yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-
teman barunya nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya.
15
Pemikiran anak ini perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang
sebaliknya
 Mengajak anak bermain bersama
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak
menjadi aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak
bermain peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan
secara bebas apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk
menggali apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.

Hal-hal tersebut mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui
percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi
ini di lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap
sekolah dapat terbentuk

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan setiap orangtua untuk mengurangi
rasa cemas perpisahan tersebut, yaitu;

1. Membuat perpisahan singkat dan manis; hal tersebut menunjukan kepada anak bahwa
kita percaya ia mampu mengatasi perpisahan sementara ini.
2. Menciptakan ritual perpisahan; seperti memeluk 3 kali, mencium 5 kali
3. Memberikan pesan yang jelas bahwa anak harus tahu bahwa meskipun ia menagis,
menghentak-hentakan kakinya ke lantai, berteriak dsb, tetap dia harus masuk sekolah
atau berada di tempat penitipan anak
4. Jangan membawa anak pulang jika anak menangis karena akan memberi pesan
bahwa jika dia menangis sekeras kerasnya, dia tidak perlu berpisah dari tokoh
perlekatan utama
5. Mengundang anak lain yang sekelas untuk datang ke rumah sehingga anak akan lebih
mudah membina persahabatan dan mengatasi perubahan dengan lebih mudah
6. Jangan menunjukkan sikap sedih saat berpisah. Dengan menujukan sikap yang ceria
dan positif tentang sekolahan, tempat penitipan anak, guru atau pembina dan teman -
teman, membantu anak merasa aman dan menikmati waktunya di sekolah atau
tempat penitipan anak
7. Meminta keluarga yang lain untuk mengantar atau menjemput dengan bergilir
8. Melibatkan guru atau pembina untuk menyambut anak anda dan mempermudah
transisi ini
16
Farmakoterapi berguna untuk gangguan cemas perpisahan. Obat trisiklik dan
tetrasiklik, seperti tricyclic imipramine (Trofanil), biasanya dimulai dengan dosis 25 mg
sehari, ditingkatkan dengan penambahan dosis 25 mg sampai total 150-200 mg sehari,
kadar plasma imipramine dan metabolit aktifnya, desmethylimipramine, harus diukur
untuk menurunkan panik dan ketakutan yang berhubungan dengan perpisahan.
Diphenhydramine (Benadryl) dapat digunakan untuk menghancurkan siklus berbahaya
gangguan tidur.19

2.9. Prognosis1,2,18

Perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas perpisahan adalah bervariasi


dan berhubungan dengan onset usia, lamanya gejala, dan perkembangan gangguan
kecemasan dan depresif komorbid. Anak-anak kecil yang mengalammi ganguan tetapi
mampu mempertahankan kehadirannya di sekolah biasanya memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan remaja dengan gangguan yang menolak hadir di sekolah untuk
periode waktu yang panjang. Laporan telah menyatakan adanya tumpang tindih yang
bermakna gangguan cemas perpisahan dan gangguan depresif. Pada kasus yang sulit
tersebut, prognosisnya adalah terbatas.
Sebagian besar penelitian follow-up meiliki masalah metodologis dan adalah
anak-anak fobik sekolah yang dirawat di rumah sakit, bukan anak dengan gangguan
cemas perpisahan sendiri. Sedikit yang dilaporkan tentang hasil akhir dari kasus yang
ringan, apakah anak ditemukan dalam terapi rawat jalan atau tidak mendapatkan terapi.
Terlepas dari keterbatasan penelitian, penelitian menyatakan bahwa beberapa anak
dengan fobia sekolah yang parah terus menolak masuk sekolah selama bertahun-tahun.
Selama tahun 1970-an telah dilaporkan bahwa banyak wanita dewasa agorafobik
menderita gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anaknya. Walaupun penelitian
menyatakan bahwa banyak anak dengan gangguan kecemasan memiliki risiko tinggi
untuk suatu gangguan kecemasan dewasa, hubungan spesifik antara gangguan cemas
perpisahan pada masa anak-anak dan agorafobia pada masa deawas belum ditegakkan
dengan jelas. Penelitian memang menyatakan bahwa orang tua yang penuh kecemasan
memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan kecemasan. Di samping
itu, pada tahun-tahun belakangan beberpa kasus telah melaporkan aak-anak yang datang
dengan gangguan panik dan gangguan cemas perpisahan.

17
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan


berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major
attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah.Diperkirakan bahwa beberapa
jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia
sekolah. Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan
kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini
gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut yang berlebihan yang dialami anak
ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau
jauh dari rumah. Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap
anak-anak, khususnya pada anak yang sangat kecil.

Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak, maka jangan paksakan anak untuk
segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif
anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui
penyebab utamanya juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya
muncul. Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang dilakukan
bersama anak dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Allen JL, Lavallee KL, Herren C, Ruhe K, Schneider S: DSM-IV criteria for childhood
separation anxiety disorder: informant, age, and sex differences. J Anxiety Disord
2010; 24:946–952
2. Sadock BJ, Sadock VA. Medical Health Skizofrenia. In: E-book Kaplan & Sadock’s
synopsis of psychiatry : Behavioral sciences/clinical psychiatry. Edition 9th.
Philadelphia : Lippincott Williams and WOLTERS Kluwer business. 2009. Pp.1574-
82.
3. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE: Lifetime
prevalence and age-of-onset distributions of DSMIV disorders in the National
Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry 2005; 62:593–602
4. Shear K,Jin R,Ruscio AM, WaltersEE, Kessler RC: Prevalence and correlates of
estimated DSM-IV child and adult separation anxiety disorder in the National
Comorbidity Survey Replication. Am J Psychiatry 2006; 163:1074–1083
5. Beesdo K, Knappe S, Pine DS. Anxiety and anxiety disorders in children and
adolescents: developmental issues and implications for DSM-V. Psychiatr Clin North
Am. 2009;32(3):483-524
6. Beesdo K, Pine DS, Lieb R, et al. Incidence and risk patterns of anxiety and depressive
disorders and categorization of generalized anxiety disorder. Arch Gen Psychiatry.
2010;67(1):47-57
7. Lipsitz JD, Martin LY, Mannuzza S, Chapman TF, Liebowitz MR, Klein DF, Fyer AJ:
Childhood separation anxiety disorder in patients with adult anxiety disorders. Am J
Psychiatry 1994; 151:927–929
8. Aschenbrand SG, Kendall PC, Webb A, Safford SM, FlannerySchroeder E: Is
childhood separation anxiety disorder a predictor of adult panic disorder and
agoraphobia? A seven-year longitudinalstudy. JAm Acad Child Adolesc Psychiatry
2003; 42: 1478–1485
9. Lewinsohn PM, Holm-Denoma JM, Small JW, Seeley JR, Joiner TE Jr: Separation
anxiety disorder in childhood as a risk factor for future mental illness. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry 2008; 47:548–555

19
10. Manicavasagar V, Silove D, Hadzi-Pavlovic D: Subpopulations of early separation
anxiety: relevance to risk of adult anxiety disorders. J Affect Disord 1998; 48:181–190
11. Roberson-Nay R, Eaves LJ, Hettema JM, Kendler KS, Silberg JL: Childhood
separation anxiety disorder and adult onset panic attacks share a common genetic
diathesis. Depress Anxiety 2012; 29:320–327
12. Battaglia M, Pesenti-Gritti P, Medland SE, Ogliari A, Tambs K, Spatola CA: A
genetically informed study of the association between childhood separation anxiety,
sensitivity to CO(2), panic disorder, and the effect of childhood parental loss. Arch Gen
Psychiatry 2009; 66:64–71
13. Pini S, Abelli M, Mauri M, Muti M, Iazzetta P, Banti S, Cassano GB: Clinical
correlates and significance of separation anxiety in patients with bipolar disorder.
Bipolar Disord 2005; 7: 370–376
14. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta
15. Lavallee K, Herren C, Blatter-Meunier J, Adornetto C, In-Albon T, Schneider S: Early
predictors of separation anxiety disorder: early stranger anxiety, parental pathology
and prenatal factors. Psychopathology 2011; 44:354–361
16. Silove D, Manicavasagar V, O’Connell D, Blaszczynski A, Wagner R, Henry J: The
development of the Separation Anxiety Symptom Inventory (SASI). Aust N Z J
Psychiatry 1993; 27:477–488
17. Topolski TD, Hewitt JK, Eaves LJ, Silberg JL, Meyer JM, Rutter M, Pickles A,
Simonoff E: Genetic and environmental influences on child reports of manifest anxiety
and symptoms of separation anxiety and overanxious disorders: a community-based
twin study. Behav Genet 1997; 27:15–28
18. Feigon SA, Waldman ID, Levy F, Hay DA: Genetic and environmental influences on
separation anxiety disorder symptoms and their moderation by age and sex. Behav
Genet2001; 31:403–411
19. Roberson-Nay R, Eaves LJ, Hettema JM, Kendler KS, Silberg JL: Childhood
separation anxiety disorder and adult onset panic attacks share a common genetic
diathesis. Depress Anxiety 2012; 29:320–327

20

Anda mungkin juga menyukai