Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DEGLOVING

Oleh :

DEDI IRAWAN

1401100021

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

TAHUN 2016
LEMBAR PENGESAHAN

Tanggal :

Nama mahasiswa :

NIM :

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )
NIP. NIP.
A. Pengertian
Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan variasi
kedalaman jaringan yang disebabkan trauma ditandai dengan rusaknya struktur yang
menghubungkan kulit dengan jaringan dibawahnya kadang masih ada kulit yang
melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan dibawahnya. Degloving dapat
juga berhubungan dengan permukaan pada jaringan lunak, tulang, persarafan ataupun
vaskuler. Di katakan degloving jika luka trauma sampai pada jaringan subkutan atau
dengan kedalaman luka lebih dari 4 mm. Jika trauma menyebabkan cedera degloving
terjadi akibat gaya kehilangan aliran darah pada kulit, maka dapat terjadi nekrosis.
Trauma degloving ini seringkali membutuhkan debridement untuk menghilangkan
jaringan yang nekrosis. Trauma degloving dalam jumlah besar disertai dengan jaringan
yang lebih profunda menyebabkan jaringan terkelupas atau berupa sayatan.
Degloving injury menandakan terlepasnya kulit dan jaringan subkutan dari fasia dan
otot yang terletak di bawahnya. Cedera semacam ini paling banyak melibatkan
ekstermitas bawah dan torso, dan penyebab tersering adalah kecelakaan industri dan lalu
lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian ekstremitas bawah, bahkan dapat meluas
hingga ke bagian bawah torso. Cedera tersebut sering disertai dengan fraktur atau cedera
lain yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi mulai dari infeksi hingga
kematian. Apalagi jika pasien berusia lanjut, risiko terjadinya komplikasi semakin
meningkat (Wojcicki et al, 2011).

Tangensial yang mengenai permukaan kulit dengan permukaan yang ireguler yang
mencengkram kulit sehingga tidak licin. Ketika gaya ini dilawan dengan gerakan yang
berlawanan, kulit tertarik dan terlepas dari jaringan di bawahnya (Krisnamoorthy and
Karthikeyan, 2011). Biasanya, luka yang terjadi bersifat terbuka. Namun, ada pula cedera
degloving yang bersifat tertutup, yang lebih jarang ditemukan (Yorganci et al, 2002). Jika
lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera dilakukan tindakan menutup
area yang mengalami degloving. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
terjadinya infeksi (Fujiwara and Fukamizu, 2008).

B. Etiologi

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:


 Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
 Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
 Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
 Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif
dan berbagai korosif lainnya.

C. Anatomi dan Fisiologi


1. Kulit
Price 2005 menyatakan “ Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benang
pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupaan tempat sensai raba,
tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan “.
a. Epidermis bagian terluas kulit dibagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti dan
bertanduk.
2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
setelah mengalami proses diferensiasi.
b. Dermis
Dermis terletak dibawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen elastin,
dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrik kulit mengandung
pembuluh-pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan instansi benda-benda asing.
Serabt-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada
dermis.
c. Lemak subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang
terletak dibawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk
mempertahankan daya tarik seksual pada dua jenis kelamin”.

2. Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi dengan
sedemikian makapergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabutsilindris yang
mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain. Semua sel diikat menjadi berkas-
berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil.

3. Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan
prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus
dengan nukleus besar dan berdinding sel lainnya.berbagai juluran timbul (prosesus)
timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan saraf kepada
dan dari sel syaraf.
D. Pathway

Trauma mekanis Trauma elektris Trauma termis Trauma kimia


(tergesek, terpotong, (listrik dan petir) (panas dan dingin)
terbentur, terjepit)

Tidak mampu meredam


energy atau trauma

Degloving

Prosedur pembedahan Merusak jaringan Pelepasan Pelepasan Deformitas Trauma arteri


sekitar mediator nyeri mediator atau vena
Tindakan Terpasang alat Kurang informasi inflamasi
kurang bantu (traksi) Gangguan
prosedur Faktor mekanik
aseptik Ditangkap fungsi
(gesekan/robekan) vasodilatasi
reseptor nyeri Perdarahan
Mobilisasi sulit Ancaman perifer tidak
karena nyeri kematian Hambatan
Risiko Kerusakan Aliran darah terkontrol
mobilisasi
infeksi integritas kulit Impuls ke otak meningkat
Krisis fisik
Intoleransi situasional Kehilangan
Persepsi nyeri Permeabilitas
aktivitas volume
kapiler
cairan
Ansietas meningkat
Nyeri berlebih
akut
Koping tidak Kebocoran cairan
efektif interstitiel Risiko syok
hipovolemik
Oedema
Gangguan
pola tidur
Menekan
pembuluh darah
perifer

Gangguan
perfusi jaringan
perifer
E. Patofisiologi

Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka
terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet ( vulnus
excoratiol ), luka sayat ( vulnus invissum ), luka robek ( vulnus laceratum ), luka potong
( vulnus caesum ), luka tusuk ( vulnus iktum ), luka tembak ( vulnus aclepetorum), luka
gigit ( vulnus mossum ), luka tembus ( vulnus penetrosum ), sedangkan luka tertutup
yaitu luka tidak terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar.

Degloving Tertutup Degloving Terbuka


 Permukaan kulit intak  Anatomical degloving.
 Akibat trauma jaringan kulit
(physiological degloving).
 Jaringan subkutan terlepas dari terpisah dari dasarnya disertai
jaringan dibawahnya, sedang terputusnya permukaan kulit.
 80% disertai Fraktur
permukaan luar tanpa luka.
 Tanda: terangkatnya kulit dari
 Terjadi jika ada kekuatan shear
jaringan sekitar disertai dengan luka
dengan energi yang besar dalam waktu
terbuka
singkat
 Pembagian degloving terbuka
 Tanda : mobilitas kulit dan fluktuasi
1. Avulsi biasa: jaringan terelevasi
di subcutis, disertai jejas seperti ban
sekelilingtepi luka
mobil, luka abrasi. 2. Avulsi tidak khas: luka kecil avulsi
 Bila tidak diatasi : jaringan bisa
luas
necrosis 3. Avulsi Area Khusus: telapak kaki.
 Penanganan  Penanganan
a. Survey Primer (ABCDE) a. Survey Primer (ABCDE)
b. Penilaian vitalitas jaringan (kulit yg b. Debridemant dan irigasi
c. Penilaian vitalitas kulit degloving
degloving)
d. Vitalitas otot : wara, turgor,
c. Jaringan nonvital dieksisi
d. Bila jaringan vital: perdarahan, kontraktilitas, bila
o Insisi kecil diatas daerah
tidak vital: eksisi.
degloving e. Bila terjadi compartement
o Evakuasi hematom dan jar syndrome: fasciotomi.
lemak nekrotik f. Otot yang viabel dirotasi atau
o Irigasi luka transposisi untuk menutup tulang
o Pasang Drain
o Balut Tekan yang ekspose.
e. Bila terdapat deformitas kontur, g. Raw surface ditutup dengan STSG

luka dibuka lebar dan jar lemak atau FTSG


h. Penutupan luka tanpa tegangan
yang nekrotik di eksisi.
F. Tanda dan Gejala
a. Syok dan syndroma remuk ( cris syndroma)
b. Biasanya terjadi nyeri dan pendarahan.
c. Kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak
teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar.
d. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah
yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang
mengakibatkan kelainan yang disebut “lower nepron / neprosis”, tandanya urine
berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah meningkat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit, pada
pendarahan Hb dan Ht akan menurun disertai leukositosis, sel darah merah yang banyak
dalam sedimen urine menunjukan adanya trauma pada saluran kencing, jika kadar
amilase 100 unit dalam 100 mll, cairan intra abdomen, memungkinkan trauma pada
pankreas besar sekali.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Ada dua kondisi yang perlu dikaji
 Luka baru
1. Kaji keadaan umum pasien
2. Kaji tempat kejadian ( emergensi atau stabil )
3. Kaji Tanda Vital ( Tensi, suhu, nadi, pernapasan )
4. Kaji keadaan luka ( luas, lokasi, jenis, )
5. Kaji adanya tanda – tanda infeksi luka
6. Kaji hal –hal yang berhubungan dengan luka, fraktur, perdarahan, injuri, dan
cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, Jumlah, warna , bau )

 Luka lama / sudah ada tindakan


1. Kaji penampilan luka ( tanda-tanda infeksi )
2. Kaji luas luka
3. Kaji Keluhan nyeri ( Lokasi, intensitas )
4. Kaji kondisi jahitan luka
5. Kaji drainage atau cairan yang keluar

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit Berhubungan dengan
 Trauma tumpul / tajam
 Insisi operasi
 Penekanan yang lama
 Injury
 Imobilisasi
2. Nyeri berhubungan dengan
 Cedera Termal
 Insisi operasi
 Kerusakan jaringan
 Immobilisasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
 Hilangnya sebagian jaringan
 Luka terbuka
 Malnutrisis
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
 Nyeri
 Imobilisasi
 Kelemahan fisik

C. Intervensi
1. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan trauma tumpul/tajam, insisi operasi,
penekanan yang lama, injury, immobilisasi
Hasil yang diharapkan :

 Klien akan mempertahankan keutuhan kulit selama perawatan


 Jaringan tampak menyatu
 Kulit tidak lecet
 Integritas kulit bebas dari luka tekan
Intervensi :

1. Kaji / catat keadaan luka ( ukuran, warna, kedalaman luka) perhatikan jaringan
nekrotik
R/ : Memberikan informasi dasar adanya kemungkinan kebutuhan tentang
sirkulasi

2. Kaji kulit luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna
R/ : Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnaya

3. Anjurkan pasien untuk merubah posisis miring kiri / miring kanan setiap 4 jam
R/ : Meningkatkan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan mencegah tekanan yang
lama

4. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari


R/ : Mencegah terjadinya kerusakan kulit lebih lanjut

5. Pertahankan tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering


R/ : Menghindari kulit lecet dan terkontamionasi mikroorganisme

6. Tempatkan bantalan air / bantalan lain di bawah siku/ tumit sesuai dengan indikasi
R/ : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan beresiko terjadinya kerusakan
kulit
7. Gunakan baby oil / krim kulit 2-3 kali dan setelah mandi
R/ : Melicinkan kulit dan menghindari gatal
8. Kolaborasi dengan dokter untuk therapi anti inflamasi
R/ : Menghindari infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan cedera termal, insisi operasi, kerusakan jaringan


,immobilisasi
Hasil yang diharapkan :

 Klien akan bebas dari nyeri selama perawatan


 Klien mengatakan nyeri berangsur-angsur berkurang sampai dengan hilang
 Klien tampak rileks
 Kilen dapat beraktifitas tanpa nyeri
Rencana Tindakan :

1. Kaji keluhan nyeri (provokatif, quality, region, skala, time )


R/ : sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya

2. Pertahankan tirah baring selama fase akut


R/ : Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk
menurunkan spasme otot, penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi
terjadinya reduksi

3. Anjurkan pasien untuk melakukan gerakan tubuh yang tepat dan batasi aktifitas
selama nyeri
R/ Menghilangkan / mengurangi sterss pada otot dan mencegah trauma lebih
lanjut

4. Anjurkan dan ajarkan klien untuk melakukan teknik distraksi


R/ : mengalihkan perhatian dan membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan proses penyembuhan

5. Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena


R/ : meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan nyeri

6. Lakukan kompres dingin


R/ : Menurunkan edema atau pembentukan hematom, menurunkan sensasi nyeri

7. Letakan semua kebutuhan pasien dalam batas yang mudah di jangkau oleh pasien
R/ : menurunkan resiko peregangan saat meraih

8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapi analgetik


R/ : Analgetik dapat mengurangi nyeri

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya sebagian jaringan, luka terbuka,
malnutrisi
Hasil yang diharapkan :

 Kilen tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi selama masa perawatan


 Luka tampak kering dan bersih
 Tidak ada cairan atau darah yang keluar atau merembes
 Penyembuhan luka rapat dan baik
Intervensi :

1. Kaji kulit terhadap adanya iritasi, luka terbuka atau robekan kulit
R/ : Mengidentifikasi adanya faktor pencetus masuknya kuman penyebab infeksi

2. Kaji tanda-tanda vital pasien


R/ : Sebagai indikator untuk intervensi selanjutnya dari perubahan tanda-tanda
vital

3. Tekankan pentingnya cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang
kontak dengan pasien
R/ : Mencegah kontaminasi silang, menekan resiko infeksi

4. Anjurkan pasien untuk diisolasi sesuai dengan indikasi


R/ : Isolasi dapat dilihat dari luka sederhana/ terbuka sampai komplit untuk
menurunkan resiko kontaminasi silang

5. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari


R/ : Menurnkan resiko infeksi dan mendukung proses penyembuhan

6. Tampung cairan sisa yang terkontaminasi pada tempat tertentu dalam ruangan
kemudian di buang pada pembuangan yang sudah ditentukan oleh rumah sakit
R/ : Mencegah penyebaran infeksi di lingkungan rumah sakit

7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik


R/ : Antibiotik dapat membunuh kuman penyakit pemyebab infeksi dan
mengurangi penyebaran infeksi

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik


Hasil yang diharapkan :

 Klien dapat melakukan aktifitas mandiri selama masa perawatan


 Pasien tampak rileks
Intervensi :

1. Kaji respon terhadap aktifitas pasien


R/ : Sebagai parameter untuk menentukan tingkat kemampuan pasien dalam
beraktifitas

2. Kaji Tanda-tanda vital pasien


R/ : Sebagai indikator terhadap perubahan TTV akibat aktifitas

3. Observasi keluhan pasien selama beraktifitas


R/: Indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya

4. Jelaskan pada pasien tentang teknik penghematan energi


R/ : mengurangi dan menghemat penggunaan energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

5. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan napas dalam
R/ : Mengurangi tekanan pada salah satu area dengan meningkatkan sirkulasi
perifer

6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi


R/ Mengurangi kelelahan otot dapat membantu mengurangi nyeri, spasme dan
kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010. Nursing
Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia
: F.A Davis Company

Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius

NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and Classification. West


Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai