Anda di halaman 1dari 6

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

SURAT KETETAPAN
KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
Nomor SK / /X/2018

tentang

KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN

KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit Tingkat III


Baladhika Husada wajib dilaksanakan dengan mengutamakan
keselamatan pasien;
b. bahwa diperlukan Kebijakan dalam pemberian pelayanan yang
mengutamakan keselamatan pasien; dan
c. bahwa diperlukan penetapan dengan Surat Ketetapan Karumkit.

Mengingat : 1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan;
5. Inpres RI Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan Dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat;dan
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.

MENETAPKAN

Menetapkan : 1. Surat Ketetapan Kepala Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada
tentang Kebijakan Keselamatan Pasien
2. Pelayanan pasien di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada
wajib diselenggarakan dengan mengutamakan keselamatan sesuai
dengan Kebijakan yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan ini.
3. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jember
pada tanggal Oktober 2018

Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. Maksum Pandelima, Sp.OT.


Letnan Kolonel Ckm NRP 11950008540771
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG Lampiran SK Karumkit Tk.III Baladhika Husada
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA Nomor SK/ /X/2018
Tanggal Oktober 2018

KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Perencanaan, perancangan, pengukuran, analisis dan perbaikan proses yang
berhubungan dengan keselamatan pasien harus secara terus menerus dikelola
dengan baik agar tercapai hasil yang maksimal.
2. Semua proses untuk menjaga keselamatan pasien di rumah sakit melalui
pendekatan yang melibatkan multidisipliner semua pelayanan di seluruh rumah
sakit.

B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit bertanggung jawab tentang pengelolaan
proses di rumah sakit yang berhubungan dengan keselamatan pasien, termasuk
juga membangun kesadaran tentang keselamatan pasien di rumah sakit, alur
pelaporan insiden, analisis insiden dan memberikan rekomendasi kepada Pimpinan
RS untuk keselamatan pasien rumah sakit.
2. Sasaran Keselamatan Pasien termasuk dalam prioritas keselamatan pasien di
rumah sakit.
a. Ketepatan Identifikasi Pasien
1) Identifikasi pasien pada semua pelayanan atau pengobatan menggunakan
minimal 2 (dua) dari identitas pasien yaitu :
a) nama lengkap sesuai KTP/e-KTP
b) tanggal lahir sesuai KTP/e-KTP, dan
c) nomer rekam medis sesuai yang ditulis di berkas rekam medis.
2) Identifikasi pasien dilakukan secara lisan/verbal dan menggunakan gelang
identitas.
3) Identifikasi secara lisan/verbal wajib dilakukan oleh setiap Profesional
Pemberi Asuhan saat pertama kali bertemu pasien pada hari tersebut;
identifikasi selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan gelang
identitas.
4) Penggunaan warna gelang pasien adalah :
a) Gelang identitas: warna biru untuk pasien laki-laki, warna merah muda
untuk pasien perempuan.
b) Apabila ada kasus bayi baru lahir dengan kelamin ambigu atau tanpa
jenis kelamin, menggunakan warna gelang sesuai dengan warna gelang
ibunya yaitu warna merah muda.
c) PIN penanda: warna merah untuk pasien memiliki alergi, warna kuning
untuk pasien memiliki risiko jatuh, warna ungu untuk pasien DNR (Do
Not Resuscitation).
5) Penulisan identitas gelang pasien dengan jelas, terbaca dan tidak mudah
terhapus dengan menggunakan tinta permanen.
6) Penulisan identitas pasien dilakukan di loket pendaftaran rawat inap dan
loket pendaftaran IGD (baik secara manual atau menggunakan elektronik)
kemudian diserahkan kepada perawat IGD atau IRJ.
7) Gelang pasien dipasang pada pasien:
a) Semua pasien rawat inap, baik melalui Rawat Jalan atau IGD
b) Bayi baru lahir, baik di Kamar Bersalin maupun Kamar Operasi
8) Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh perawat poliklinik
apabila pasien masuk perawatan melalui poliklinik.
9) Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh perawat IGD apabila
pasien masuk perawatan melalui IGD.
10) Pada pasien bayi baru lahir/neonatus pemasangan gelang identitas
dilakukan di ruang tindakan setelah bayi lahir (di Kamar Bersalin, IGD,
Kamar Operasi), gelang identitas dipakaikan ke pergelangan tangan pasien
yang dominan (misalnya: tangan yang digunakan untuk menulis) atau
pergelangan kaki tergantung kondisi pasien..
11) Bagi pasien rawat jalan yang harus dipasang gelang identitas adalah yang
akan dilakukan tindakan kemoterapi, tindakan bedah rawat jalan.
12) Verifikasi identitas pasien dilakukan sebelum tindakan medis: pemberian
obat, darah atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
13) Pada pasien tanpa identitas/tidak dikenal ditentukan identitas dengan “huruf”
(Mr X, Mr Y, dst.)
14) Pada pasien gangguan jiwa, pasien luka bakar yang tidak memungkinkan
diidentifikasi dengan gelang dan pasien alergi terhadap bahan baku gelang
diidentifikasi menggunakan foto.
15) Pelepasan gelang identitas dilakukan di ruang rawat inap pada pasien
pulang perawatan, sedangkan pasien yang meninggal dilakukan di ruang
jenazah, gelang dipotong kecil-kecil dan dimasukkan sampah medis.

b. Peningkatan komunikasi yang efektif antar Profesional Pemberi Asuhan


1) Komunikasi antar pemberi layanan di rumah sakit dilaksanakan secara
efektif, tepat waktu, akurat lengkap, jelas dan tidak bermakna ganda
mudah dipahami oleh penerima pesan untuk mengurangi dan menghindari
kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien
2) Setiap instruksi via telephon harus dicatat, baca dan konfirmasi ulang.
3) Pelaporan hasil pemeriksaan kritis diagnostik/penunjang dilakukan secara
hirarkhis dalam waktu yang cepat.
4) Untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang.
5) Komunikasi efektif via telepon mengacu kepada SBAR (situasi saat ini, latar
belakang, asesmen dan rekomendasi).
6) Pembacaan kembali instruksi via telepon boleh tidak dilakukan pada situasi
yang tidak memungkinkan seperti di OK, situasi gawat darurat di IGD dan
ICU.

c. Peningkatan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert


medication)
1) Rumah sakit memiliki ketentuan obat yang diwaspadai yaitu obat
kemungkinan menyebabkan kesalahan dan atau obat yang beresiko tinggi
yang menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, termasuk obat-obatan
yang tampak mirip/ucapan mirip ( nama obat, rupa obat dan ucapan
mirip = NORUM) untuk menjamin keselamatan pasien
2) Petugas farmasi mengidentifikasi obat-obatan yang termasuk high alert,
elektrolit pekat, maupun LASA/NORUM.
3) Petugas farmasi melakukan pelabelan obat-obatan yang perlu diwaspadai:
a) Untuk high alert berwarna merah dengan tulisan ”HIGH ALERT” dan
”Periksa Kembali”.
b) Elektrolit pekat berwarna merah bertuliskan”HIGH ALERT” dan ”Periksa
Kembali” disimpan di tempat terpisah dan tidak berdekatan.
c) Untuk LASA/NORUM berwarna kuning bertuliskan”HIGH ALERT” dan
”Periksa Kembali”.
d) Untuk obat narkotika tidak diberi label high alert karena sudah ada label
tersendiri.
e) Untuk obat-obatan kemoterapi dilakukan pelabelan, disimpan di tempat
kusus.
4) Setiap depo farmasi harus memiliki daftar obat dan pedoman high alert.
5) Elektrolit pekat tidak boleh disimpan di ruang perawatan kecuali depo
farmasi, ICU, IGD, OK dan ruang tindakan kebidanan.
6) Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat harus memastikan
penyimpanan di lokasi dengan akses terbatas.
7) Penyimpanan obat high alert dipisahkan dengan obat lain diberi stiker merah
dan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan, khusus obat
narkotika disimpan secara terpisah.
8) Tempat penyimpanan obat yang terlihat mirip dan kedengaran mirip tidak
boleh diletakkan dalam satu rak atau disandingkan.
9) Setiap akan memberikan obat petugas menerapka prinsip 7 benar yaitu
benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara atau rute, benar pasien,
benar informasi dan benar dokumentasi.
10) Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan pencampuran
obat dilakukan oleh petugas yang kompeten.
11) Untuk pemberian elektrolit pekat harus diketahui minimal oleh 2 orang dan
didokumentasikan (tgl, jam, nama jelas dan tanda tangan).

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi


1) Untuk keselamatan pasien perlu dilakukan penandaan sebelum tindakan
operasi dan atau prosedur invasif.
2) Untuk ketepatan prosedur pasien tindakan bedah dan atau prosedur invasif
maka harus dilakukan verifikasi pra tindakan ( Sign In ) , verifikasi Time Out
dilakukan tepat sebelum tindakan dimulai untuk memastikan tindakan dan
prosedur yang akan dilakukan dan verifikasi Sign Out dilakukan sebelum
menutup luka operasi / meninggalkan ruang operasi untuk memastikan tidak
ada barang yang tertinggal.
3) Tanda yang digunakan adalah ”O”.
4) Penandaan dengan menggunakan tinta permanen dan dilakukan di ruang
rawat inap kecuali untuk pasien cito penandaan dilakukan di IGD atau OK.
5) Proses penandaan dilakukan oleh dokter operator.
6) Verifikasi tepat lokasi, tepat prosedur serta tepat pasien operasi
didokumentasikan dalam daftar tilik keselamatan operasi (check list).
7) Pengecualian site marking pada tindakan operasi organ tunggal dan
tindakan operasi gigi sudah menyebutkan nama gigi dan ditandai pada
rontgen gigi atau diagram gigi.

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


1) Untuk pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi, maka hand
hygiene harus dilakukan oleh semua personil yang berada di lingkungan
rumah sakit dan menggunakan acuan dari hand hygiene WHO yang berlaku
2) Hand hygiene /cuci tangan dilakukan oleh setiap atau semua petugas
Rumah Sakit, keluarga dan pengunjung yang berhubungan langsung
dengan pasien.
3) Hand hygiene dengan air dan sabun dilakukan dengan waktu 40 – 60 detik.
4) Hand hygiene dengan hand rub berbasis alkohol dilakukan dengan waktu 20
- 30 detik.
5) Hand hygiene dilakukan dengan prinsip lima moment yaitu:
a) Sebelum kontak dengan pasien.
b) Sebelum melaksanakan tindakan aseptik.
c) Setelah terkena cairan tubuh pasien.
d) Setelah kontak dengan pasien.
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
6) Cuci tangan dilakukan dengan perbandingan maksimal 10 kali
menggunakan hand rub dan 1 kali menggunakan hand wash.

f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


1) Untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh maka harus
dilakukan Asesmen pasien pada awal pasien dirawat dan dilakukan
pengulangan bila ada perubahan kondisi
2) Asesmen awal pasien risiko jatuh dilakukan: di IGD, di poliklinik yang
melakukan tindakan medis dan di ruang rawat inap termasuk pada pasien
pasca operasi.
3) Asesmen ulang dilakukan pada pasien: pasca operasi, pasien setelah
dilakukan tindakan medis, pasien yang mengalami perubahan fisik secara
signifikan.
4) Penilaian (skrining) risiko jatuh untuk pasien anak menggunakan skala
Humpty Dumpty dan pasien dewasa menggunakan skala Morse, serta
Timed Up & Go test untuk pasien rawat jalan.
5) Pasien dengan risiko jatuh tinggi tempat tidur diberi penghalang dan
dipasang tanda (simbol) risiko jatuh warna kuning.
6) Pasien dengan risiko jatuh rendah tempat tidur dipasang tanda risiko jatuh
warna kuning.
7) Hasil penilaian dimonitor dan didokumentasikan dalam rekam medis.
8) Pelaporan insiden pasien jatuh dilakukan setiap bulan oleh Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien.
3. Pelatihan staf dilakukan supaya staf memahami dan berpartisipasi pada semua
proses dalam keselamatan pasien berlangsung dengan baik.
4. Proses keselamatan pasien dilakukan melalui rancangan proses sebagai berikut:
konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit; memenuhi kebutuhan pasien,
keluarga, staf dan lainnya; mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko
yang relevan; menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait;
mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dengan sistem.
5. Setiap adanya insiden keselamatan pasien selalu mengutamakan keselamatan
pasien yaitu ada proses cepat tanggap asuhan kepada pasien yang terkena
musibah dan membatasi risiko pada orang lain.
6. Pimpinan rumah sakit berkolaborasi dalam melaksanakan program keselamatan
pasien rumah sakit.
7. Frekuensi pengumpulan data indikator yang berhubungan dengan keselamatan
pasien disesuaikan dengan kegiatannya.
8. Dalam monitoring data keselamatan pasien ditunjang oleh teknologi serta biaya lain
yang dianggarkan dalam anggaran rutin rumah sakit.
9. Informasi tentang pencapaian keselamatan pasien di sampaikan pada rapat
koordinasi bulanan para pimpinan departemen yang harus disampaikan ke staf di
jajarannya, lewat papan pengumuman atau website rumah sakit secara
bertanggung jawab.
10. Monitoring semua insiden keselamatan pasien dan dilanjutkan dengan analisis akar
masalah dan tindak lanjut untuk menanggulangi kasus-kasus sebagai berikut :
a. Kejadian yang termasuk Kejadian Sentinel antara lain sebagai berikut:
1) kematian yang tidak diduga:
2) kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait dengan penyakit pasien atau
kondisi pasien;
3) operasi salah tempat, salah prosedur, dan salah pasien;
4) terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau
produk darah atau transplantasi organ atau jaringan ;
5) penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah
bukan rumah orangtuanya;
6) perkosaan, kekejaman di tempat kerja.
b. Kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional meliputi kejadian sentinel
yang memiliki potensi berdampak luas dan/atau kejadian sentinel yang
melibatkan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan lain
c. Kejadian Tidak Diinginkan yang harus dilakukan analisis intensif antara lain
meliputi kejadian:
1) semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi akibat adanya kesalahan
prosedur dalam penyiapan darah &/produk darah dan atau kesalahan
pemberian darah &/ produk darah;
2) semua kejadian serius akibat efek samping obat
3) semua kesalahan pengobatan yang signifikan
4) semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis
pascaoperasi;
5) efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi;
6) Wabah penyakit menular;
11. Pelaporan insiden keselamatan menggunakan form baku dalam waktu sesuai
ketentuan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
12. Bila terjadi efek yang tidak diharapkan harus dicatat di rekam medis pasien dan
harus melaporkan insiden keselamatan pasien dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku.

Kepala Rumah Sakit,

dr. Maksum Pandelima, Sp.OT.


Letnan Kolonel CKM NRP 11950008540771

Anda mungkin juga menyukai