Anda di halaman 1dari 12

Mekanisme dan Gangguan Pada Sistem Urinaria

Ruth Vinssagita Sambo

102017090

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

ruth.2017fk090@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasit obligat intraselluler
Toxoplasma gondii. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia karena kemampuannya untuk
menimbulkan infeksi yang bisa mengenai setiap sel penjamu yang berinti. Toxoplasma gondii
dapat ditularkan kepada janin jika ibu mendapat infeksi primer sebelum kehamilan. Pencegahan
dapat dilakukan dengan cara vaksinasi pada ibu hamil yang beresiko tertular Toxoplasma gondii
serta hygiene dan gaya hidup sehat dianjurkan untuk menghindari makanan yang terkontaminasi.
Kata Kunci : Toxoplasmosis, Pencegahan, Parasit obligat

Abstract
Toxoplasmosis is a disease caused by infection with the obligate intracellular parasite
Toxoplasma gondii. The disease is spread all over the world because of its ability to cause
infections that may affect any of the host cell nucleus. Toxoplasma gondii can be transmitted to
the fetus if the mother has a primary infection prior to pregnancy. Prevention can be done by
way of vaccination in pregnant women at risk of contracting Toxoplasma gondii as well as
hygiene and healthy lifestyles are encouraged to avoid foods that are contaminated.
Key Word: Toxoplasmosis, Prevention, parasite obligat

Pendahuluan
Di negara beriklim lembab,penyakit parasit masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup serius. Salah satu diantaranya adalah infeksi protozoa yang ditularkan
melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh kucing ini mempunyai prevalensi
yang cukup tinggi,terutama pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan makan daging mentah
atau kurang matang. Di indonesia faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi
lingkungan dan banyaknya sumber penularan.
Toxoplasmosis,suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,merupakan
penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang menghasilkan daging bagi konsumsi
manusia. Infeksi yang disebabkan oleh T.gondii tersebar diseluruh dunia,pada hewan berdarah
panas, dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai
jenis felidae lainnya sebagai hospes definitive.
Infeksi toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung asimtomatis,meskipun
panyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasite yang diutamakan pemberantasannya
oleh pemerintah,tetapi beberapa panelitian yang telah dilakukan di beberapa tempat untuk
mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya. Indonesia sbagai Negara torpik merupakan
tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa
factor seperti sanitasi lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan
sebangsanya (Felidae).
Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat(Aquired Toxoplasmosis)
maupun diperoleh semenjak dalam kandungan(Congenital Toxoplasmosis). Diperkirakan
sepertiga penduduk dunia mengalami penyakit ini.
Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif, sedangkan ookistanya
dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini terjadi dengan tertelannya ookista dan kista
jaringan dalam daging mentah atau kurang matang serta transplasental pada waktu janin dalam
kandungan. Diagnosis infeksi protozoa dilakukan dengan mendapatkan anti bodi IgM dan IgG
anti T. gondii dalam tes serologi. Sebagai parasit T. gondii ditemukan dalam segala macam sel
jaringan tubuh kecuali sel darah merah. Tetepi pada umumya parasit ini ditemukan dalam sel
retikulo endothelia dan system syaraf pusat.
Anamnesis

Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau
keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi data klinik yang ingin
didapat guna menegakkan diagnosis penyakit pasien.1 Data klinik yang ingin didapat oleh dokter
dalam anamnesis diantaranya adalah keluhan utama beserta waktunya, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita atau trauma dan kecelakaan, riwayat
keluarga apakah ada yang sakit seperti ini atau penyakit tertentu, riwayat sosial, ekonomi, dan
budaya yang berkaitan dengan problem medis, riwayat lingkungan tempat tinggal dan bekerja
danu ntuk pasien wanita, perlu ditanya tentang riwayat perkawinan, persalinannya, menstruasi
terakhir, dan riwayat keluarga berencana.
 Identitas : pasien adalah seorang dokter hewan
 Riwayat Penyakit Sekarang
 Keluhan utama : abortus berulang sejak 10 tahun yang lalu
 Keluhan lain : ada demam/tidak,apakah pasien sakit kepala, apakah terasa badan
lemas
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Abortus berulang sejak 10 tahun yang lalu
 Riwayat Penyakit Keluarga
 Apakah keluarga pernah mengalami serupa
 Riwayat Pengobatan
 Bagaimana hasil pengobatan yang pernah dijalani
 Riwayat Pribadi
 Apakah pasien memeliahara hewan di rumah ?
 Apakah pasien mencuci tangan setelah berkontak langsung dengan hewan ?
 Apakah pasien suka makan makanan yang mentah atau setengah matang ?

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses yang dilakukan seorang
ahli medis atau dokter dengan memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Hasil pemeriksaan fisik akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan penatalaksanaan pada pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Pemeriksaan fisik yang umum dilakukan adalah melihat tanda
vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah.Setelah itu dilanjutkan dengan
pemeriksaan organ utama yang diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,
beberapa tes khusus mungkin diperlukan.

Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi
medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Pengenal hewan
yang menderita toksoplasmosis sangat sulit karena tidak memberikan gejala klinis yang jelas.
Diagnosis dini dapat ditegakkan dengan melakukan uji serologis untuk mendeteksi adanya
antibody ( IgG dan IgM) baik secara IHA, IFA, ELISA. Pemeriksaan lainnya bisa menggunakan
Dye test (Sabin Felaman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat dibawah dari 4
minggu dan menetap. IHA (Indirect Haemaglutination Assay) dengan waktu pemeriksaan 4-10
minggu untuk menentukan titer meningkat atau serokonversi, hemaglutinasi adalah proses
penggumpalan sel darah merah. IFA (Indirect Fluorscent Assay) adalah pemeriksaan parasitologi
untuk mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap keadaan dimana parasit sangat minimal.
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) adalah pemeriksaan yang menentukan IgG dan
IgM. IgG adalah saat tubuh terkena infeksi, system pertahanan tubuh menghasilkan blocking (
antibody penghalang). Antibody ini menangkap sebanyak mungkin bibit penyakit untuk
menghambat penyebarannya. Setelah perkembangan penyakit dihambat, tubuh mengeluarkan
antibody jenis kedua yaitu IgM. Antibody ini menangkap sisa bibit penyakit yang tertinggal.3

Diagnosis

Diagnosis toxomoplasmosis akut dapat dipastikan bila menemukan takizoit dalam biopsi
otak atau sum-sum tulang. Cairan srebospinal dan ventrikel. Dengan cara pulasan biasa, takizoit
sukar ditemukan dalam specimen.
Isolasi parasit dapat dilakukan dengan inokulasi pada mencit, tetapi hal ini sangat memerlukan
waktu lama. Isolasi dari cairan badan menunjukkan infeksi akut, tetapi isolasi dari jaringan
hanya menunjukkan kista dan tidak memastikan infeksi akut.
Tes serologi dapat menunjukkan diagnosis toksoplasmosis. IgG terhadap Toxoplasma biasanya
muncul 1-2 minggu setelah infeksi dan biasanya menetap seumur hidup. IgM pada penderita
imunokompromais biasanya tidak terdeteksi. Tes yang sering digunakan adalah ELISA untuk
deteksi antibody IgG dan IgM. 1
Adanya zat anti IgM pada neonatus menunjukkan bahwa zat anti dibuat oleh janin IgM
dari ibu yang berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta, tidak seperti halnya zat anti
IgG. Maka bila ditemukan zat anti IgG Toxoplasma pada neonatus, diagnosis toxoplasmosis
konginetal sudah dapat dipastikan.
Untuk memastikan diagnosis toxoplasmosis akuista, tidak cukup bila hanya sekali
menemukan zat anti IgG T. Gondii yang tinggi, karena titer zat anti yang ditemukan dengan tes
tersebut dapat ditemukan bertahun-yahun dalam tubuh seseorang. Diagnosis toxoplasmosis akut
dapat dibuat, bila titer IgG meninggi secara bermakna pada pemeriksaan kedua kali dalam jangka
waktu 3 minggu atau lebih, atau bila ada konversi dari negative kepositif. 2
Untuk memastikan diagnosis toxoplasmosis kongenital pada neonatus perlu ditemukan
zat anti IgM, tetapi zat IgM tidak selalu dapat ditemukan. Zat anti IgM cepat menghilang dari
darah, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan selama beberapa bulan bahkan sampai ketahun
atau lebih. Bila bayi tidak ditemukan zat anti IgM, maka bayi yang tersangkan menderita
toxoplasmosis kenginetal harus di Follow up. Zat anti IgG pada neonatus yang secara pasif
didapatkan dari ibunya melalui plasenta, berangsur-angsur berkurang dan menghilang pada bayi
yang tidak terinfeksi T.gondii. pada bayi yang terinfeksi T.gondii, zat anti IgG mulai dibentuk
sendiri pada umur 2-3 bulan dan pada waktu ini zat anti IgG tetap ada atau naik.2
Tes serologic tidak selalu dapat dipakai untuk mendapatkan diagnosis toksoplasmosis
akut dengan cepat dan tepat, karena IgM tidak selalu dapat ditemukan pada neonatus, atau karena
IgM dapat ditemukan selama berbulan-bulan bahkan sampai lebih dari setahun, sedangkan pada
penderita imunodefisiensi tidak dibentu antibodi IgM dan tidak dapat ditemukan titer IgG yang
meningkat.
Akhir-akhir ini dikembangkan PCR untuk deteksi DNA parasit pada cairan tubuh dan
jaringan. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat dan tepat untuk
toksoplasmosis kongenital prenatal dan postnatal serta infeksi toksoplasmosis akut pada ibu
hamil dan penderita imunokompromais.
Diagnosis pasti ensefalis toksoplasmik ditetapkan dengan menemukan takizoit pada
jaringan, darah atau cairan tubuh lainnya dan PCR untuk deteksi DNA T.gondii pada cairan
serebospinal cukup sensitive dan sangat spesifik untuk diagnosis ensefalis toksoplasmik. Cairan
serebospinal pada pasien ensefalis dapat normal dan menunjukkan pleositosis, kadar protein
meningkat. Respon terhadap terapi empiris dapat juga digunakan untuk diagnosis. Hampir 90 %
pasien baik secara klinis maupun radiologis memberikan respons terhadap terapi toksoplasmosis
serebral pada hari ke-14 setelah pengobatan.2
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh
virus lain (other virus) yang dampak klinisnya lebih terbatas misalnya (measles, varicella,
mumps,dll). Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH adalah hewan yang ada di sekitar
kita, seperti kucing, anjing, ayam, dan lain-lain.Meskipun tidak secara langsung sebagai
penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun bisa
disebabkan oleh perantara seperti makan sayuran, daging setengah matang, dan lainnya.3
Awalnya, seseorang yang mengidap Toxo ini tampak sehat, tetapi kemudian ketika
sedang hamil mulai muncul gejala. Gejala yang sering terjadi adalah flek pada waktu wanita
sedang hamil. Flek ini bisa terjadi terus menerus sepanjang kehamilan, janin di dalam rahim
tidak berkembang, hamil anggur, atau bayinya meninggal pada usia kandungan 7-8 bulan.
Bahkan yang sering terjadi adalah keguguran. Karena diagnose dengan pengamatan gejala
menjadi sukar dilaksanakan, maka dilakukan diagnose laboratorium dengan memeriksa serum
darah penderita penyakit, untuk mengukur titer antibody IgG dan IgM.

Siklus Hidup

Toxoplasma Gondii adalah spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel
epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni,
Sporogoni) yang menghasilkan ookista bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5 mikron
menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista tertelan
oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara
ini dibentuk kelompok tropozoit yang membelah secara aktif dan disebut takizoit (tachyzoit =
bentuk yang membelah cepat). Kecepatan takizoit Toxoplasma membelah berkurang secara
berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan);
masa ini adalah masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada
hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tetapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista
jaringan.4
Bila kucing secara hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi, maka
terbentuk lagi berbagai stadium seksual didalam sel epitel usus halusnya. Bila hospes perantara
mengandung kista jaringan Toxoplasma, maka masa prapaten (sampai dikeluarkan ookista)
adalah 3-5 hari, sedangkan bila kucing makan tikus yang mengandung takizoit, masa prepaten
biasanya 5-10 hari. Bila ookista langsung tertelan kucing, maka masa prepaten adalah 20-24 hari.
Kucing lebih mudah terinfeksi kista jaringan daripada oleh ookista.4
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan trofozoit dan kista jaringan. Pada
manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang berinti. Bentuk
takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung yang runcing dan ujung lain yang agak
membulat. Panjangnya 4-8 mikron dan mempunyai satu inti yang letaknya di tengah. Takizoit
pada manusia adalah parasit obligat intraselular.4
Takizoit berkembangbiak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan takizoit,
maka sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel-sel di sekitarnya atau difagositosis oleh sel
makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda; ada ksita kecil yang mengandung beberapa
organisme dan ada yang berukuran 200 mikron berisi 3000 organisme. Kista jaringan dapat
ditemukan di dalam hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung dan otot bergaris. Di
otak kista berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot kista mengikuti bentuk sel otot.4
Epidemologi
Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia
baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari penduduk Amerika Serikat positif
terhadap pemeriksaan serologis, yang menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam
masa hidupnya. Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat
dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa
kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani dagig mentah
seperti juru masak.

Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada
ketinggian yang berbeda di daerah rendah prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropik.

Pada umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur,
tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada
hewan adalah sebagai berikut: kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 %
dan pada ternak lain kurang dari 10 %.5

Patofisiologi

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa


Toxoplasma gondii.2-5 Parasit Toxoplasma gondii ini menginfeksi banyak binatang berdarah
panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara.3 Sedangkan hospes
definitif yang berperan dalam penyebaran penyakit toxoplasmosis ini adalah kucing dan berbagai
jenis family Felidae lainnya.4,6
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis
kongenital, transmisi toksoplasma kepada janin terjadi melalui plasenta bila ibunya mendapat
infeksi primer waktu hamil. Pada toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging
mentah atau kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista atau trofozoit T. gondii.
Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu
pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii
Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang
dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan hewan
terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi
di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang
yang menangani daging mentah seperti juru masak.5 Juga mungkin terinfeksi melalui
transplantasi organ tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum
pernah terinfeksi T. gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang bekerja
dengan binatang percobaan yang diinfeksi dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T. gondii
juga dapat terjadi waktu mengerjakan autopsi.

Gambar 2.1 Cara Penularan Toksoplasmosis

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga
tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri
dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan
retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan
antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik,
terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan saraf, yang sifatnya menetap tanpa
menimbulkan peradangan local.
Infeksi primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit
tersebut ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis yang terbukti dengan adanya
gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal reaksi
pada vili. Inflamasi pada tali pusat jarang dijumpai. Kemudian parasit ini akan menimbulkan
keadaan patologik yang manifestsinya sangat tergantung pada usia kehamilan.4,6

Penatalaksanaan Toxoplasmosis
Obat yang terdapat sampai saat ini hanya dapat membunuh stadium takizoit dari
Toxoplasma gondii, namun tidak dapat membunuh atau membasmi stadium kista dari
Toxoplasma gondii.4 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat yang sudah ditemukan saat ini
hanya dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun yang
dapat menjadi aktif kembali.4
Pirimetamin dan sulfonamid merupakan 2 obat yang bekerja bersama – sama atau
sinergik.4,5 Oleh karena itu, penggunaan kedua obat itu digunakan secara kombinasi selama 3
minggu atau sebulan. Pirimetamin dapat menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan
trombositopenia dan leukopenia.5 Untuk mencegah efek samping dari obat pirimetamin tersebut
dapat ditambahkan asam folinat atau ragi.4 Untuk orang dewasa, pirimetamin diberikan dengan
dosis 50 mg sampai 75 mg setiap hari selama 3 hari, kemudian dosisnya dikurangi menjadi 25
mg setiap hari atau 0,5-1 mg tiap kg berat badan setiap hari selama beberapa minggu pada
penyakit berat.4Pirimetamin memiliki waktu paruh 4 hari sampai 5 hari, oleh karena itu,
pirimetamin dapat diberikan 2 hari sekali atau 3-4 hari sekali. Sedangkan asam folinat atau
leucovorin yang digunakan untuk mencegah efek samping dari pirimetamin dapat diberikan 2 mg
– 4mg sehari atau dapat juga diberikan ragi roti sebesar 5-10 mg sehari dimana 2 kali dalam
seminggu. Kemudian pemberian sulfonamid juga memiliki efek samping menyebabkan
trombositopenia dan hematuria.5 Sulfonamid untuk toksoplasmosis diberikan dengan dosis 50mg
-100 mg / kg berat bada setiap hari selama beberapa minggu atau bulan.
Selain pemberian pirimetamin dan sulfonamid yang dikombinasi, dapat juga diberikan
spiramisin yang merupakan antibiotik golongan mikrolid.4 Spiramisin ini tidak dapat menembus
plasenta, namun dapat ditemukan dengan konsentrasi tinggi di dalam plasenta.3,6 Oleh karena itu,
spiramisin ini biasanya diberikan pada ibu hamil yang mengalami infeksi primer toksoplasmosis.
Spiramisin ini bekerja sebagai obat profilaktik untuk mencegah transmisi Toxoplasma gondii ke
dalam janin ketika masih berada di kandungan.6 Spiramisin diberikan dengan dosis 100mg tiap
kg berat badan setiap hari selama 30 – 45 hari. Pemberian obat spiramisin pada ibu yang
terinfeksi primer toksoplasmosis diberikan sampai aterm atau sampai janin terbukti terinfeksi
Toxoplasma gondii. Apabila janin terbukti telah terinfeksi Toxoplasma gondii, maka dapat
diberikan pirimetamin, sulfonamid, dan asam folinat setelah kehamilan 12 minggu atau 18
minggu.4
Selain pirimetamin, sulfonamid, dan spiramisin, ada obat golongan mikrolid yang juga
efektif terhadap Toxoplasma gondii yakni klaritromisin dan azitromisin. Klaritromisin dan
azitromisin ini diberikan bersama dengan pirimetamin untuk penderita AIDS yang mengalami
ensefalitis toksoplasmik.4
Klindamisin pada dasarnya juga efektif dalam pengobatan toksoplasmosis. Hanya saja
klindamisin memilik efek samping yang dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau
kolitis ulserativa.4 Oleh karena itu, klindamisin tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada
bayi dan ibu hamil.4
Pada penderita toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan.3
Sedangkan pada bayi dengan toksoplasma kongential dapat diberikan pirimetamin dengan dosis
awal 2 mg tiap kg berat badan setiap hari selama 2 hari kemudan dosisnya dikurangi menjadi 1
mg tiap kg berat badan setiap hari selama 2 sampai 6 bulan.6 Kemudian diberikan 3 kali
seminggu, sedangkan sulfonamid diberikan 2 kali sehari dengan dosis 50 mg, dan asam folinat
diberikan dengan dosis 10 mg setiap 3 kali seminggu.4
Prognosis Toksoplasmosis
Toksoplasmosis akuista biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat dihilangkan dengan
pengobatan adekuat. Parasit dalam kista jaringan tidak dapat dibasmi dan dapat menyebabkan
eksaserbasi akut bila kekebalan menurun. Bayi yang dilahirkan dengan toksoplasmosis
konginetal yang berat biasanya meninggal atau tetap hidup dengan infeksi menahun dan gejala
sisa yang sewaktu-waktu mengalami eksaserbasi akut. Pengobatan spesifik tidak dapat
menghilangan gejala sisa, hanya mencgah kerusakan lebih lanjut . seorang ibu yang melahirkan
anak dengan toksoplasmosis congenital untuk selanjutnya akan melahirkan anak normal, oleh
karena ibu tersebut ibu tersebut sudah mempunyai zat anti.7
Pencegahan Toxoplasmosis
Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting dalam menghadapi setiap penyakit.
Upaya pencegahan infesi dari Toxoplasma gondii sangat bermacam – macam. Salah satunya
adalah tindakan seseorang untuk menghindari makan makanan daging yang kurang matang.7
Karena di dalam makanan kurang matang yang telah terdapat kista jaringan atau ookista matang,
ookista akan tetap infektif dan dapat menginfeksi tubuh manusia. Oleh karena itu, makanan
terutama makanan daging harus dimasak hingga matang atau dipanaskan sampai 66 derajat
celcius atau diasap sehingga kista jaringan tidak infektif lagi. Selain itu, infeksi Toxoplasma
gondii juga dapat dikurangi dengan mencuci tangan dengan bersih menggunakan sabun setelah
memegang daging mentah, menutup makanan agar terhindar dari lalat atau lipas, serta mencuci
sayur – mayur dengan bersih atau memasaknya terlebih dahulu.4,7

Kesimpulan

Toksoplasmosis adalah suatu penyakt yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, yang
merupakan penyakit parasit pada hewan (kucing) yang dapat ditularkan pada manusia sebagai
hosper perantaranya.

Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis
congenital, transmisis toksoplasma kepada janin terjadii melalui plasenta bila ibunya mendapat
infeksi primer waktu hamil. Pada toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makanan
daging mentah atau kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista atau trofosit
T.gondii.

Dengan diagnosis dan pengobatan dini, toksopalsmosis dapat diobati secara efektif,
terutama pencegahan yang tepat sebelum terinfeksi pada ibu hamil.

Daftar Pustaka

1. Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung Seto. 2011

2. Monotoyama JG, Lienselfeld O. Toxoplasmosis Lancet 2004;363: 1965-76


3. Weiss LM dan Kim K. Toxoplasma gondii: the model apicomplexan perspectives and
methods. New York: Academic Press; P.12, 182
4. Sungkar Saleha. Buku ajar: Parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. h. 162-9.
5. Chahaya I. Epidemologi “Toxoplasma gondii”. Universitas Sumatera Utara.2003:5-8.
6. Natadisastra D, Agoes R, editors. Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 238-92.
7. Mahon CR, Lehman DC, Manoselis G. Textbook of diagnostic microbiology. 5th
edition. Missouri: Elsevier;2015. P.657-659.

Anda mungkin juga menyukai