Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH MASJID ISTIQLAL JAKARTA

MASJID ISTIQLAL Jakarta

Masjid Istiqlal (foto: arie saksono)

SEJARAH MASJID ISTIQLAL

Pada tahun 1953 beberapa ulama mencetuskan ide untuk mendirikan masjid megah
yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota dan juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Mereka adalah KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI
pertama, yang melontarkan ide pembangunan masjid itu bersama-sama dengan H.
Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta sekitar 200-an orang tokoh
Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman. Ide itu kemudian diwujudkan dengan
membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.

Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikan yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H.
Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut.
Gedung Deca Park di Lapangan Merdeka (kini Jalan Medan Merdeka Utara di
Taman Museum Nasional), menjadi saksi bisu atas dibentuknya Yayasan Masjid
Istiqlal. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti Merdeka sebagai simbol
dari rasa syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SAW.
Presiden pertama RI Soekarno menyambut baik ide tersebut dan mendukung
berdirinya yayasan masjid Istiqlal dan kemudian membentuk Panitia Pembangunan
Masjid Istiqlal (PPMI).

Penentuan Lokasi Masjid Istiqlal

Penentuan lokasi masjid sempat menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan
Bung Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Bung Karno
mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick
Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van
Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan
Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran. Sementara Bung Hatta mengusulkan
lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya yaitu di Jalan
Thamrin yang pada saat itu disekitarnya banyak dikelilingi kampung, selain itu ia juga
menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang
tidak sedikit. Namun akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di
lahan bekas benteng Belanda, karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral
dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan
beragama di Indonesia.

Sayembara Desain Masjid Istiqlal

Setahun sebelumnya, Ir. Soekarno menyanggupi untuk membantu pembangunan


masjid, bahkan memimpin sendiri penjurian sayembara desain maket masjid. Setelah
melalui beberapa kali sidang, di Istana Negara dan Istana Bogor, dewan juri yang
terdiri dari Prof.Ir. Rooseno, Ir.H. Djuanda, Prof.Ir. Suwardi, Hamka, H. Abubakar
Aceh, dan Oemar Husein Amin.

Pada tahun 1955 Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal mengadakan sayembara


rancangan gambar atau arsitektur masjid Istiqlal yang jurinya diketuai oleh Presiden
Soekarno dengan hadiah berupa uang sebesar Rp. 75.000; serta emas murni seberat
75 gram. Sebanyak 27 peserta mengikuti sayembara, namun dari seluruh peserta
hanya 5 peserta yang memenuhi syarat:
1. F. Silaban dengan rancangannya “Ketuhanan”
2. R. Oetoyo dengan rancangannya “Istighfar”
3. Hans Groenewegen dengan rancangannya “Salam”
4. Mahasiswa ITB (5 orang) rancangannya “Ilham 5”
5. Mahasiswa ITB (3 orang) rancangannya “Chatulistiwa”
Setelah proses penjurian yang panjang dengan mempelajari rancangan arsitektur
beserta makna yang terkandung didalamnya berdasarkan gagasan para peserta maka
akhirnya pada 5 Juli 1955 atas perintah Presiden Soekarno memutuskan desain
rancangan dengan judul “Ketuhanan” karya Frederich Silaban dipilih sebagai
pemenang sebagai model dari Masjid Istiqlal.

Sang Arsitek Masjid Beragama Kristen

Frederich Silaban adalah seorang arsitek beragama Kristen kelahiran Bonandolok


Sumatera, 16 Desember 1912, anak dari pasangan suami istri Jonas Silaban
Nariaboru. Ia adalah salah satu lulusan terbaik dari Academie van
Bouwkunst Amsterdam tahun 1950. selain membuat desain masjid Istiqlal ia juga
merancang kompleks Gelanggang Olahraga Senayan.

Untuk menyempurnakan rancangan masjid Istiqlal F. Silaban mempelajari tata cara


dan aturan orang muslim melaksanakan shalat dan berdoa selama kurang lebih 3
bulan dan selain itu ia juga mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di
dunia.
Awal Pembangunan Masjid Istiqlal

Pada sekitar tahun 1950 hingga akhir tahun 1960-an Taman Wilhelmina di depan
Lapangan Banteng dikenal sepi, gelap, kotor dan tak terurus. Tembok-tembok bekas
bangunan benteng Frederik Hendrik di taman dipenuhi lumut dan rumput
ilalang dimana-mana. Kemudian tahun 1960, di tempat yang sama, ribuan orang yang
berasal dari berbagai kalangan masyarakat biasa, pegawai negeri, swasta, alim ulama
dan ABRI bekerja bakti membersihkan taman tak terurus di bekas benteng penjajah
itu.

Setahun kemudian, tepatnya 24 Agustus 1961, masih dalam bulan yang sama
perayaan kemerdekaan RI, menjadi tanggal yang paling bersejarah bagi umat
muslimin di Jakarta khususnya, dan Indonesia umumnya. Untuk pertama kalinya, di
bekas taman itu, kota Jakarta memiliki sebuah masjid besar. Sebuah masjid yang
dimaksudkan sebagai simbol kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Padanan katanya
dalam bahasa Arab berarti merdeka dan disepakati diberi nama Istiqlal sehingga
jadilah, Masjid Istiqlal namanya.

Tanggal yang bertepatan dengan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW itu,
dipilih sebagai momen pemancangan tiang pertama oleh Presiden pertama RI, Ir.
Soekarno yang ketika itu langsung bertindak sebagai Kepala Bidang Teknik.

Proses Panjang Pembangunan Masjid Istiqlal

Seiring dengan iklim politik dalam negeri yang cukup memanas, proyek ambisius itu
tersendat-sendat pembangunannya, karena berbarengan dengan pembangunan
monumen lain seperti Gelora Senayan, Monumen Nasional, dan berbagai proyek
mercu suar lainnya. Hingga pertengahan tahun ’60-an proyek Masjid Istiqlal
terganggu penyelesaiannya. Puncaknya ketika meletus peristiwa G 30 S/PKI tahun
’65-’66, pembangunan Masjid Istiqlal bahkan terhenti sama sekali.

Barulah ketika Himpunan Seniman Budayawan Islam memperingati miladnya yang


ke-20, sejumlah tokoh, ulama dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan
pembangunan Masjid Istiqlal. Dipelopori oleh Menteri Agama KH. M. Dahlan upaya
penggalangan dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Presiden
Soekarno, yang pamornya di mata masyarakat mulai luntur, kedudukannya dalam
kepengurusan diganti oleh KH. Idham Chalied yang bertindak sebagai koordinator
panitia nasional Masjid Istiqlal yang baru. Lewat kepengurusan yang baru, masjid
dengan arsitektur bergaya modern itu selesai juga pembangunannya.

Semula pembangunan masjid direncanakn akan memakan waktu selama 45 tahun


namun dalam pelaksanaannya ternyata jauh lebih cepat. Bangunan utama dapat
selesai dalam waktu 6 tahun tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1967 sudah dapat
digunakan yang ditandai dengan berkumandangnya adzan Maghrib yang pertama.

Secara keseluruhan pembangunan masjid Istiqlal diselesaikan dalam kurun waktu 17


tahun. Peresmiannya dilakukan oleh presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari
1978. Kurun waktu pembangunannya telah melewati dua periode masa
kepemimpinan yaitu Orde Lama dan Orde Baru. Pendanaan pembangunan masjid ini
pada masa Orde Lama direalisasikan melalui proyek Mandataris sementara pada
masa Orde Baru menjadi bagian dari Proyek RePelita (Rencana Pembagunan Lima
Tahun). Kini masjid Istiqlal berdiri megah di Ibukota Jakarta dan menjadi
kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia.

BANGUNAN MASJID ISTIQLAL DAN SPESIFIKASINYA

Masjid Istiqlal dari kejauhan (arie saksono)

Masjid Istiqlal menerapkan prinsip minimalis. Secara umum masjid Istiqlal terdiri
dari gedung induk, gedung pendahulu dan emper sampingnya, teras raksasa, dan
emper keliling serta menara. Ruang-ruang terbuka atau plaza di kiri-kanan bangunan
utama dengan tiang-tiang lebar di antaranya, dimaksudkan oleh perancangnya untuk
memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami serta mendatangkan
kesejukan hati bagi para jamaah yang beribadah.

Spesifikasi Masjid Istiqal:

Luas tanah 12 ha

Luas bangunan 7 ha

Luas lantai 72.000 m2

Luas atap 21.000 m2

Dalam pembangunan masjid ini dibutuhkan:

Semen 78.000 zak dari Gresik

Baja 337 ton

Marmer 93.000 m2

Keramik 11.400 m2

Aspal 21.500 m2
BAGIAN-BAGIAN BANGUNAN MASJID ISTIQLAL

A. Gedung Induk

TINGGI : 60 meter, 5 tingkat symbol shalat 5 waktu

PANJANG : 100 meter

LEBAR : 100 meter

Tiang pancang : 2.361 buah

Bangunan utama ini adalah gedung utama dimana tempat ini dapat menampung
100.000. jemaah pada waktu shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

KUBAH BESAR dengan diameter 45 meter terbuat dari kerangka baja stainless
steel dari Jerman Barat dengan berat 86 ton sementara bagian luarnya dilapisi dengan
keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas
kemerdekaan sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri.

Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang dibuat oleh K.H
Fa’iz. >Updated informasi: Bagian dalam di bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi
Surat Alfateha, Surat Thaha ayat 14, Ayat Kursi, dan Surat Al Ikhlas.

Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan
dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5
ton

Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 12
meter, angka ini merupakan simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12
Rabiul Awal.

Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari
Tulungagung seluas 36.980 m2.

Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan dari pemerintah Kerajaan Arab.


B. Gedung Pendahulu dan Emper Samping

Tinggi : 52 meter

Panjang : 33 meterLebar : 27 meter

Bagian memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit 2
sayap teras. Luas lantainya 36.980 m2 dengan dilapisi 17.300 m2. jumlah tiang
pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil. Fungsi
utama dari gedung ini setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung.
Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat perluasan shalat bila gedung utama
penuh.

C. Teras Raksasa

Teras raksasa terbuka seluas 29.800 m2 terletak di sebelah kiri belakang gedung
induk. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul
Adha. Arah poros teras ini mengarah ke Monument Nasional menandakan masjid ini
adalah masjid nasional. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara
keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah dahulu biasa digunakan untuk
manasik (latihan) haji.

D. Emper Keliling

Emper ini mengelilingi teras raksasa dan emper tengah yang sekelilingya terdapat
1800 pilar guna menopang bangunan emper.

Panjang : 165 meter

Lebar : 125 meter

>BEDUG RAKSASA

Di sudut sebelah tenggara terdapat bedug raksasa yang berfungsi sebagai alat
pertanda waktu shalat. Bedug merupakan salah satu ciri ke-Islaman Indonesia
dimana hanya terdapat di masjid-masjid Indonesia.

Bedug Raksasa Masjid Istiqlal (foto: arie saksono)


Bedug ini terbuat dari kayu meranti dari Kalimantan Timur yang konon berumur 300
tahun. Garis tengah/ diameter depan adalah 2 meter sedangkan diameter belakang
adalah 1,71 meter. Sementara panjang keseluruhan adalah 3 meter dengan berat total
2,3 ton.

Kulit pada bedug adalah kulit sapi. Dibutuhkan 2 lembar kulit sapi dari 2 ekor sapi
dewasa. Bagian depan adalah kulit sapi jantan sedangkan bagian belakang adalah
kulit sapi betina. Untuk menempelkan kulit ini dibutuhkan 90 paku yang terbuat dari
kayu Sonokeling yang pembuatannya membutuhkan waktu 60 hari di Jepara Jawa
Tengah.

Kaki penopang bedug disebut Jagrag setinggi 3,8 meter pada kakinya terdapat tulisan
Allah dalam segilima yang melambangkan rukun Islam dan waktu shalat. Di sisi lain
terdapat tulisan “Bismillahirrahmanirrahim”. Pada ke-empat sisi kakinya terdapat
tulisan dua kalimat syahadat. Pada bagian Jagrag keseluruhan ada 27 buah kaligrafi
ukiran SuryaSangkala (tahun matahari) yang merupakan pengaruh kebudayaan
Hindu sementara pada bagian atas ada ornament ukiran menyerupai naga yang
merupakan pengaruh Budha. Sehingga secara keseluruhan bedug ini merupakan
wujud dari akulturasi islam dengan berbagai kebudayaan lainnya yang ada di
Indonesia.

E. Menara / Minaret

TINGGI : 6666 centimeter = 66,66 meter

DIAMETER : 5 meter

Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin


mengumandangkan Azan. Di atasnya terdapat banyak pengeras suara yang dapat
menyuarakan azan ke kawasan sekitar masjid.

Puncak menara yang meruncing dirancang berlubang-lubang terbuat dari kerangka


baja tipis. Angka 6666 merupakan symbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam AL
Quran.

F. Halaman dan Air Mancur MASJID ISTIQLAL

Halaman masjid Istiqlal seluas 9,5 hektar. Halaman ini dapat menampung kurang
lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang masuk yang ada. Di
halaman masjid terdapat tiga jembatan yang panjangnya sekitar 21 sampai 25 meter.

Di dalam kompleks masjid di sebelah selatan terdapat air mancur yang berada di
tengah-tengah kolam seluas ¾ hektar. Air mancur ini dapat memancarkan air
setinggi 45 meter.

Halaman masjid Istiqlal dikelilingi pepohonan yang rindang agar suasana masjid
terasa sejuk sehingga akan menambah kekhusukan jamaah beribadah di masjid ini.
G. Tempat Wudhu, Air, dan Penerangan

Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yaitu di sebelah utara, timur
maupun selatan gedung utama. Tempat ini dilengkapi dengan kran khusus sebanyak
660 buah sehingga secara bersamaan 660 orang dapat berwudhu sekaligus.

Sedangkan toilet terdapat juga di lantai dasar sebelah timur di bawah teras raksasa.
Toilet ini tersedia untuk 80 orang yang terbagi dua kompleks, untuk pria dan wanita.
Selain itu juga terdapat 52 kamar mandi yang dapat dikunci dan beberapa toilet di
lantai sebelah selatan 12 buah, barat 12 buah dan timur 28 buah.Keperluan wudhu,
kamar mandi dan toilet ini dipasok sebanyak 600 liter setiap hari per menit dari PAM.

Penerangan masjid Istiqlal menggunakan listrik dari PLN, selain itu juga
menggunakan 3 generator berkekuatan masing-masing 110 kva dan sebuah generator
besar 500 kva. Pendingin ruangan hanya digunakan bagi ruangan-ruangan kantor di
lantai bawah dengan menggunakan sistem kontrol terpusat.

H. Lantai Dasar.

Lantai dasar masjid ini luasnya 2,5 ha dahulu dibiarkan kosong dan hanya digunakan
dalam keadaan darurat untuk menampung masyarakat DKI Jakarta bila dalam
keadaan bahaya. Namun sejak tahun 1978 atas perintah Presiden Soeharto lantai ini
digunakan untuk kantor organisasi keagamaan. Sekarang, masjid ini semarak dengan
berbagai aktivitas umat muslim dan organisasi islam di dalamnya. Ada MUI, Dewan
Masjid Asia dan Lautan Teduh, Dewan Masjid Indonesia, Pusat Perpustakaan Islam
Indonesia, LPTQ dan BP 4 Pusat. Bahkan di atas lahan di sekeliling masjid Istiqlal,
sebagian dipergunakan untuk kegiatan ekonomi, warung makan, cenderamata, dan
terutama setiap hari Jum’at ramai dipenuhi pedagang dan pembeli sehabis
menunaikan shalat Jum’at, yang dikenal dengan pasar Jum’atan.

Anda mungkin juga menyukai