Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pusat gempa bumi (episentrum) berada di darat, sekitar Kecamatan Sirenja,
Kabupaten Donggala. Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan cukup
kuat di sebagian besar provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian
Kalimantan Timur serta Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Di Makassar
misalnya, getaran sempat dirasakan beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan
berlarian meninggalkan gedung. Di Palopo, Sulawesi Selatan, guncangan membuat
warga berlarian meninggalkan rumah. Di Samarinda, gempa turut dirasakan sampai
warga keluar berhamburan dari gedung dan pusat perbelanjaan. Di Balikpapan,
guncangan gempa turut dirasakan di rusunawa, dan hotel.

Secara umum gempa dirasakan berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan
memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposenttrum gempa bumi, tampak
bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar
ini merupakan sesar yang teraktif di Sulawesi, dan bisa pula disenut paling aktif di
Indonesia dengan pergerakan 7 cm pertahun. Sesar yang diteliti di LIPI baru sampai
sesar darat. Sedangkan sesar di laut sama sekali nihil dari penelitian. Menurut Sutopo
Purwo Nugroho, gempa bumi yang terjadi "merupakan jenis gempa bumi dangkal
akibat aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme
pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip sinistral)". Sehubungan
gempa ini, Wahyu W. Pandoes dari pihak BPPT menyatakan bahwa gempa ini
berkekuatan 2,5 × 1020 Nm atau setara 3 × 106 ton TNT. Ini serupa 200 kali bom
Hiroshima.

1.2 Rumusan Masalah


Likuefaksi adalah akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak
gempa terjadi muncul gejala likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak
korban jiwa dan material. Dua tempat yang paling nyata mengalami bencana ini adalah
Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaroa di Kota Palu. Balaroa ini terletak di tengah-
tengah sesar Palu-Koro. Saat terjadinya likuifaksi, terjadi kenaikan dan penurunan
muka tanah. Beberapa bagian amblas 5 meter, dan beberapa bagian naik sampai 2
meter. Di Petobo, ratusan rumah tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5 meter.
Terjadi setelah gempa, tanah di daerah itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang
dengan segera menyeret bangunan-bangunan di atasnya. Di Balaroa, rumah amblas,
bagai terisap ke tanah. Adrin Tohari, peneliti LIPI, ada menyebut bahwa di bagian
tengah zona Sesar Palu-Koro, tersusun endapan sedimen yang berumur muda, dan
belum lagi terkonsolidasi/mengalami pemadatan. Karenanya ia rentan mengalami
likuefaksi jika ada gempa besar.

Laporan dan rekaman likuefaksi juga muncul dari perbatasan Kabupaten Sigi
dengan Kota Palu. Lumpur muncul dari bawah permukaan tanah dan menggeser tanah
hingga puluhan meter dan akhirnya menenggelamkan bangunan dan korban hidup-
hidup. Menurut data, likuefaksi yang terjadi di Perumnas Balaroa menenggelamkan
sekitar 1.747 unit rumah; sementara di Kelurahan Petobo sekitar 744 unit rumah
tenggelam. Jumlah korban jiwa belum dapat dikumpulkan hingga 2 Oktober 2018.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh kerapatan relatif tanah terhadap mekanisme likuifaksi.


2. Pengaruh kerapatan relatif tanah terhadap potensi likuifaksi.
3. Pengaruh PGA (Peak Ground Acceleration) dan kerapatan relatif tanah
terhadap potensi likuifaksi.
4. Batasan kerapatan relatif tanah tidak mengalami likuifaksi.
5. Parameter gempa bumi.
6. Bagaimana sejarah gempa bumi yang telah menghancurkan kehidupan
Manusia.
7. Bagaimana dampak yang ditimbulkan gempa bumi terhadap kehidupan
Manusia.
8. Jalur gempa bumi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat, di antaranya:

1. Memahami konsep dan mekanisme likuifaksi.


2. Mengetahui pengaruh kerapatan relatif dan percepatan maksimum gempa
terhadap potensi likuifaksi.
3. Mengetahui pengaruh peningkatan tegangan air pori terhadap mekanisme
likuifaksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau getar-getar yang terjadi di permukaan bumi
akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang
seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi).
Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang dialami
selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer.
Moment magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa Bumi terjadi untuk
seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala yang dilaporkan oleh observatorium
seismologi nasional yang diukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude.

Kedua skala yang sama selama rentang angka mereka valid. Gempa 3
magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat dan jika besarnya 7 lebih
berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada
kedalaman gempa. Gempa Bumi terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9,
meskipun tidak ada batasan besarnya. Gempa Bumi besar terakhir besarnya 9,0 atau
lebih besar adalah 9,0 magnitudo gempa di Jepang pada tahun 2011 (per Maret 2011),
dan itu adalah gempa Jepang terbesar sejak pencatatan dimulai. Intensitas getaran
diukur pada modifikasi Skala Mercalli.

Gambar 2.1 Lempengan tektonik gerakan global (Global plate motion,)


Gambar 2.2 Peta Citra satelit informasi gempa bumi dan tsunami 28 september 2018
2.2 Jenis - Jenis Gempa Bumi Diindonesia
Jenis gempa bumi dapat dibedakan berdasarkan:

 Gempa bumi tektonik


Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang
sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan
kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu menjalar
keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang
terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik
dan dilepaskan dengan tiba-tiba.

 Gempa bumi tumbukan


Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke
Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi

 Gempa bumi runtuhan


Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah
pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

 Gempa bumi buatan


Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari
manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan
bumi.

 Gempa bumi vulkanik (gunung api)


Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi
sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan
menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi.
Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

2.3 Berdasarkan Kedalaman


Berdasarkan kedalaman gempa bumi dapat dibedakan:

 Gempa bumi dalam


Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada lebih dari
300 km di bawah permukaan bumi (di dalam kerak bumi). Gempa bumi dalam pada
umumnya tidak terlalu berbahaya.

 Gempa bumi menengah


Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada
antara 60 km sampai 300 km di bawah permukaan bumi.gempa bumi menengah pada
umumnya menimbulkan kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa.

 Gempa bumi dangkal


Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada kurang
dari 60 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini biasanya menimbulkan kerusakan
yang besar.

2.4 Berdasarkan gelombang atau getaran gempa


 Gelombang Primer
Gelombang primer (gelombang lungituudinal) adalah gelombang atau getaran
yang merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7–14 km/detik. Getaran ini
berasal dari hiposentrum.
 Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran
yang merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah
berkurang,yakni 4–7 km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui
lapisan cair.

2.5 Parameter Gempa Bumi


Gempabumi tektonik telah terjadi di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
pada hari Jumat, 28 September 2018, jam 17.02.44 WIB dengan M 7.7 Lokasi 0.18 LS
dan 119.85BT dan jarak 26 km dari Utara Donggala Sulawesi Tengah, dengan
kedalaman 10 km. Berdasarkan hasil pemodelan tsunami dengan level tertinggi siaga
(0.5m-3m) di Palu dan estimasi waktu tiba jam 17.22 WIB sehingga BMKG
mengeluarkan potensi tsunami. Estimasi ketinggian tsunami di Mamuju menunjukkan
level wasapada yaitu estimasi ketinggian tsunami kurang dari 0.5m. Setelah dilakukan
pengecekan terhadap hasil observasi tide gauge di Mamuju, tercatat adanya perubahan
kenaikan muka air laut setinggi 6 cm pukul 17.27 WIB. Jarak antara Palu dan Mamuju
adalah 237 km. Berdasarkan hasil update mekanisme sumber gempa yang bertipe
mendatar (strike slip) dan hasil observasi ketinggian gelombang tsunami, serta telah
terlewatinya perkiraan waktu kedatangan tsunami maka Peringatan Dini Tsunami
(PDT) ini diakhiri pada pukul 17.36.12 WIB.

Dari hasil monitoring BMKG hingga Pukul 02.55 WIB, telah terjadi 76
Gempabumi susulan yang tercatat, dengan magnitude terbesar M6,3; dan terkecil
M2.9. BMKG terus memonitor perkembangan gempabumi susulan dan hasilnya akan
diinformasikan kepada masyarakat melalui media.

2.6 Dampak Gempa Bumi


Guncangan gempa bumi ini dirasakan di Donggala VII-VIII MMI, Palu,
Mapaga VI-VII MMI, Gorontalo dan Poso III-IV MMI, Majene dan Soroako III MMI,
Kendari, Kolaka, Konawe Utara, Bone, Sengkang, Kaltim dan Kaltara II - III MMI,
Makassar, Gowa, dan Toraja II MMI.2 Hingga saat ini sudah ada laporan dampak
kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Berdasarkan data sementara
dari BPBD Kabupaten Donggala tercatat 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka
dan puluhan rumah rusak. Korban tertimpa oleh bangunan yang roboh.
Gambar 2.6 Peta guncangan (shakemap) Gempabumi Donggala, Sulawesi Tengah.
Gambar 2.7 Rekaman observasi tide gauge Mamuju, Sulawesi Barat

Gambar 2.8 Lokasi episenter gempabumi di Donggala, Sulawesi


Tengah (kiri) dan lokasi tide gauge Mamuju, Sulawesi Barat (kanan)

2.1 Penyebab Gempa Bumi


Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter,
gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktifitas sesar
Palu Koro. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini,
dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar
mendatar (Slike-Slip).
Gambar 2.9 Peta episenter dan mekanisme sumber gempa bumi

2.4 Tektonik dan Seismisitas


Daerah Palu merupakan salah satu kawasan seismik aktif di Indonesia.
Tingginya tingkat aktivitas kegempaan di kawasan ini tidak lepas dari lokasinya yang
berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Indo-Australia,
Eurasia dan Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini bersifat konvergen dan ketiganya
bertumbukan secara relatif mengakibatkan Daerah Sulawesi Tengah dan sekitarnya
menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di
Indonesia berkaitan dengan aktivitas sesar aktif.

Menurut Hamilton (1979), ada beberapa segmentasi sesar yang sangat


berpotensi membangkitkan gempabumi kuat di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Sesar-sesar tersebut adalah: (a) Sesar Palu-Koro yang memanjang dari Palu ke arah
Selatan dan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian Utara menuju ke selatan Bone
sampai di laut Banda, (b) Sesar Saddang yang memanjang dari pesisir Pantai Mamuju
memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian tengah, Sulawesi Selatan
bagian selatan, Bulukumba menuju ke Pulau Selayar bagian Timur, dan (c) Sesar Parit-
Parit di Laut Makassar Selatan dan Laut Bone, dan beberapa anak patahan baik yang
berada di darat maupun di laut

Untuk mengetahui tingkat aktivitas kegempaan di Palu, perlu dilakukan kajian


sejarah gempabumi dan seismisitas. Berdasarkan distribusi seismisitas, tampak klaster
aktivitas gempabumi yang cukup tinggi di sepanjang sesar aktif Palu-Koro hingga
memotong Kota Palu. Ditinjau dari kedalaman gempabuminya, aktivitas gempabumi
di zona ini tampak didominasi oleh gempabumi kedalaman dangkal antara 0 hingga 60
kilometer, yang merupakan cerminan pelepasan tegangan kerak bumi yang dipicu oleh
aktivitas sesar aktif.

Klaster seismisitas gempabumi dangkal ini terkonsentrasi hampir merata baik


di lepas pantai maupun di daratan. Klaster seismisitas ini merupakan gambaran dari
sangat aktifnya kondisi tektonik di kawasan ini. Kondisi seismisitas ini menunjukkan
bahwa daerah Palu dan sekitarnya merupakan daerah yang rawan terhadap gempabumi
dan tsunami. Apalagi kondisi seismisitas dan tektonik yang ada mendukung untuk
terjadinya gempabumi kuat dengan kedalaman dangkal yang dapat membangkitkan
tsunami.

2.3 Sejarah Gempabumi


Daerah Palu dan sekitarnya, selain sangat rawan gempabumi juga rawan
terhadap tsunami. Kerawaan gempabumi dan tsunami daerah ini sudah dibuktikan
dengan beberapa catatan sejarah gempabumi dan tsunami yang berlangsung sejak
tahun 1927, seperti Gempabumi dan Tsunami Palu 1927, Gempabumi dan Tsunami
Parigi 1938 dan Gempabumi dan TsunamiTambu 1968. Gempabumi dan Tsunami
Palu 1 Desember 1927 bersumber di teluk Palu dan mengakibatkan kerusakan parah
diKota Palu, Palu, Biromaru dan sekitarnya. Gempabumi juga dirasakan dibagian
tengah Pulau Sulawesi yang jaraknya sekitar 230 kilometer. Selain menimbulkan
kerusakan sangat parah, gempabumi ini juga memicu tsunami di Teluk Palu.

Gelombang Tsunami yang tingginya mencapai 15 meter ini terjadi segera


setelah terjadi gempabumi. Banyak bangunan rumah di kawasan pantai mengalami
kerusakan parah. Bencana ini menyebabkan 14 orang meninggal, dan 50 orang luka-
luka. Tsunami juga menimbulkan kerusakan dipelabuhan. Tangga dermaga
Pelabuhan Talise hanyut akibat terjangan tsunam ini,sementara itu berdasarkan
laporan dasar laut setempat mengalami penurunan sedalam12 meter. Gempabumi dan
Tsunami Parigi 20 Mei 1938 terjadi sangat dahsyat, hingga dirasakan hampir
diseluruh bagian Pulau Sulawesi dan Bagian timur pulau Kalimatan. Daerah yang
menderita kerusakan paling parah adalah kawasan Teluk Parigi. Di tempat ini
dilaporkan 942 unit rumah roboh. Kerusakan yang ditimbulkan ini meliputi lebih dari
50 % rumah yang ada wilayah tersebut, sedangkan 184 rumah lainnya rusak ringan.

Di Daerah Sabang dilaporkan bahwa tsunami dating dengan suara gemuruh.


Tsunami tersebut juga menyerang di sepanjang pantai Palu. Menurut laporan,
ketinggian gelombang tsunami mencapai 10 meter dan limpasan tsunami ke daratan
mencapai 500 meter dari garis pantai. Daerah yang mengalami kerusakan paling
parah adalah kawasan Mapaga. Ditempat ini ditemukan160 orang meninggal dan 40
orang dinyatakan hilang, serta 58 orang luka parah Terakhir, Gempabumi dan
Tsunami Toli-Toli dan Palu 1996 (M6.3), menyebabkan 9 orang tewas,serta
kerusakan parah di Desa Bangkir, Toli-Toli, Tonggolobibi, dan Palu. Gempabumi ini
juga memicu tsunami denganketinggian 2 meter dengan limpasan air laut ke daratan
sejauh 400 meter (Suparto et al. 2006).

Tingginya aktivitas gempabumi di Daerah Palu berlangsung hingga sekarang.


Dalam beberapa tahun terakhir, gempabumi kuat masih terjadi dan mengguncang
kawasan ini, seperti Gempabumi Palu-Palu yang terjadi padatanggal 24 Januari 2005
yang menyebabkan satu orang meninggal dan 4 orang luka-luka. Bagi masyarakat
Palu dan sekitarnya, kondisi alam yang kurang bersahabat ini adalah sesuatuyang
harus diterima sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah risiko yang
harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal di kawasan seismik aktif.

Bagi kalangan ahli kebumian dan instansi terkait dalam penanganan bencana,
labilnya Daerah Palu secara tektonik merupakan tantangan berpikir untuk menyusun
strategi mitigasi yang tepat untuk memperkecil risiko jika sewaktu-waktu terjadi
bencana bencana gempabumi dan tsunami di Daerah Palu dan sekitarnya seperti yang
terjadi pada masa lalu.
Gambar 3.0 Sejarah Gempa di Teluk Palu, Lokasi Benturan 3 Lempeng, Gempa
Terdahsyat Akibatkan Tsunami 15 Meter

2.4 Tatanan Tektonik Sulawesi Tengah


Pulau Sulawesi terbentuk dari proses tektonik yang rumit, sehingga
memberikan bentuk kenampakan seperti sekarang. Beberapa peneliti telah
mengemukakan pendapatnyam tentang pembentukan Pulau Sulawesi antara lain
Soekamto (1975), Hamilton (1979), Hall dan Wilson (2000). Hall dan Wilson (2000)
menggunakan istilah suture untuk menggambarkan kerumitan tektonik yang terjadi di
Indonesia, termasuk di Pulau Sulawesi, dan mengidentifikasi adanya lima suture di
Indonesia, yaitu Suture Sulawesi, Maluku, Sorong, Banda, dan Kalimantan. Menurut
Hall dan Wilson (2000) suture Sulawesi terbentuk akibat proses tumbukan antara
kontinen dan kontinen (Paparan Sunda dan Australia) yang merupakan daerah akresi
yang sangat kompleks, tersusun oleh fragmen ofiolit, busur kepulauan dan kontinen.
Pembentukan suture Sulawesi diperkirakan terjadi pada Kala Oligosen Akhir dan
berlanjut hingga Miosen Awal. Hingga saat ini diperkirakan deformasi tersebut masih
berlangsung. Hamilton (1979) berdasarkan perbedaan litologi membagi Pulau
Sulawesi menjadi empat mandala (province) tektonik yaitu Lengan Utara (North Arm),
Lengan Selatan (South Arm), Lengan Timur (East Arm), dan Lengan Tenggara
(Southeast Arm) (Gambar 2a).

A B

Gambar 3.1 A. Gambar kiri merupakan tataan tektonik Pulau Sulawesi (Hamilton,
1979), gambar kanan merupakan pembagian segmentasi Sesar Palu Koro (Bellier et
al., 2001). B. Peta sebaran pusat gempabumi merusak dan tahun kejadian di Pulau
Sulawesi (modifikasi dari Supartoyo dan Surono,2008).

Daerah Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah rawan bencana


gempabumi di Indonesia (Supartoyo dan Surono,2008), karena terletak dekat dengan
sumber gempabumi yang berada di darat dan di laut. Sebaran kejadian gempabumi
merusak Pulau Sulawesi ditampilkan pada Gambar 2b. Sumber sumber gempabumi
tersebut terbentuk akibat proses tektonik yang terjadi sebelumnya. Sumber gempabumi
di laut berasal dari penunjaman Sulawesi Utara yang terletak di sebelah utara Pulau
Sulawesi, sedangkan sumber gempabumi di darat bersumber dari beberapa sesar aktif
di daratan Sulawesi Tengah, salah satunya adalah Sesar Palu Koro

Sesar Palu Koro merupakan sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong
sebagai sesar aktif (Bellier et al., 2001). Wilayah Sulawesi Tengah paling tidak telah
mengalami 19 kali kejadian gempabumi merusak (destructive earthquake) sejak tahun
1910 hingga 2013 (modifikasi dari Supartoyo dan Surono, 2008). Beberapa kejadian
gempa bumi merusak tersebut pusat gempabuminya terletak di darat. Kejadian gempa
bumi dengan pusat gempa bumi terletak di darat di sekitar lembah Palu Koro
diperkirakan berkaitan dengan aktivitas Sesar Palu. Sesar Palu-Koro sendiri terbentuk
dari tumbukan yang juga dihasilkan oleh NNWSSE Palu-Koro dengan gerakan sesar
sinistral (mengiri). Pergerakan sesar ini juga di karenakan oleh gaya transtensional,
yang terdiri dari gaya transpressive (menekan) dan extensional (perluasan). Patahan
Palu-Koro memanjang dari palu ke arah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan
bagian Utara melewati Teluk Palu menuju ke Selatan Bone sampai di laut Banda. Sesar
ini diduga sebagai salah satu sesar yang sangat mengkhawatirkan. Pergeseran pada
lempeng-lempeng tektonik yang cukup aktif di sesar Palu Koro membuat tingkat
kegempaan di wilayah itu juga dikategorikan cukup tinggi. Wilayah yang rawan akibat
aktivitas sesar ini, antara lain Kabupaten Buol, Tolitoli, Donggala, dan Kota Palu.
Gambar 3.2 A). Sesar mendatar Palu-Koro, B). Asumsi blok diagram yang
menunjukkan segmen sesar turu/naik pada pull apart basin di bagian tengah sesar,
bagian ini merupakan gambaran lembah dan teluk palu, C). Blok diagram yang
menunjukan komponen-komponen sebuah segmen sesar turun/transtension dan sesar
naik/transpresion pada sebuah strike-slip.

2.5 Likuifaksi, Fenomena Tanah Bergerak Saat Gempa di Palu


Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 yang mengguncang Kabupaten
Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018
menimbulkan fenomena likuifaksi atau 'tanah bergerak'.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati
menjelaskan, likuifaksi adalah penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan
tanah.

Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau
zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di
dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah
pasir, jelas Dwikorita.

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini memaparkan bahwa likuifikasi terbagi
menjadi dua jenis. Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar
seperti air mancur.

Bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya
terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, jadi seakan-akan
hanyut.
Pihak BMKG sendiri hingga saat ini belum bisa mencapai lokasi bencana. Namun,
melihat pantauan dari media, Dwikorita menyatakan bahwa likuifaksi yang terjadi di
Palu adalah tipe yang tanahnya hanyut bersama air. Suatu massa tanah yang luas yang
ikut hanyut bersama air tadi. Ini baru visual dari televisi, itu perlu dilihat lagi.
Gambar 3.3 Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018 menimbulkan
fenomena likuifaksi atau 'tanah bergerak

2.7 Bahayanya Likuifasi


Bahaya dari fenomena 'tanah bergerak' ini adalah bangunan akan ambles masuk
ke dalam. Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan
tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya
ambles.

"Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat
tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah," kata Dwikorita.
"Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda
yang ada di permukaan tanah tadi," papar Dwikorita.

Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa


setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncangan. Pemulihan tanah pun masih
belum dapat dipastikan.

"Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat
luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa
besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi," kata Dwikorita.
Gambar 3.4 Peta Zona Bahaya Liquifaksi
2.7 Dampak Kerusakan Gempabumi
BNPB mencatat banyak kerusakan bangunan hingga fasilitas publik. Berikut
merupakan data kerusakan di Palu dan sekitarnya (informasi dihimpun dari
www.idntimes.com diakses tanggal 29 September 2018) :

1. Berbagai bangunan, mulai rumah, pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, dan
bangunan lainnya ambruk sebagian atau seluruhnya. Diperkirakan puluhan
hingga ratusan orang belum dievakuasi dari reruntuhan bangunan.
2. Pusat perbelanjaan atau mal terbesar di Kota Palu, Mal Tatura, ambruk.
3. Hotel Roa-Roa berlantai delapan yang berada di Jalan Pattimura, Kota Palu,
rata dengan tanah. Dilaporkan, di hotel yang memiliki 80 kamar itu terdapat 76
kamar yang sedang terisi oleh tamu hotel yang menginap.
4. Arena Festival Pesona Palu Nomoni, puluhan hingga seratusan orang pengisi
acara, sebagian merupakan para penari, belum diketahui nasibnya.
5. Rumah Sakit Anutapura yang berlantai empat, di Jalan Kangkung, Kamonji,
Kota Palu, roboh.
6. Jembatan Ponulele yang menghubungkan antara Donggala Barat dan Donggala
Timur,roboh. Jembatan berwarna kuning yang menjadi ikon wisata Kota Palu
roboh setelah diterjang gelombang tsunami.
7. Jalur Trans Palu-Poso-Makassar tertutup longsor.
8. Tujuh gardu induk PLN padam usai gempa mengguncang Sulawesi Tengah,
khususnya di Palu dan Donggala. Saat ini, baru dua gardu induk yang bisa
dihidupkan kembali.
9. Jaringan komunikasi di Donggala dan Palu terputus karena padamnya pasokan
listrik PLN. Terdapat 276 base station yang tidak dapat dapat digunakan.
10. Terjadi kerusakan di bangunan tower Bandara Mamuju, dan pergeseran tiang
tower di Bandara Liwuk Bangai, namun masih berfungsi.
11. Sejumlah pelabuhan mengalami kerusakan. Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu,
rusak paling parah. Quay crane atau kran peti kemas yang biasanya digunakan
untuk bongkar muat peti kemas roboh. Di Pelabuhan Wani, bangunan dan
dermaga mengalami kerusakan. KM Sabuk Nusantara 39 terhempas tsunami ke
daratan sejauh 70 meter dari dermaga.
Gambar kerusakan Bangunan pada Palu :
Sebelum Sesudah

Kerusakan di Salah Satu Pusat Perbelanjaan Palu, sumber : tribunnews

Kerusakan di Hotel Roa-Roa, sumber : tribunnews

Kerusakan di RSU Anutapura, sumber : MNC Media


Sebelum Sesudah

Kerusakan di Kampus IAIN Palu, sumber : detik.com


Gambar Kerusakan pada bangunan dan jalan, sumber : Tribun news
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

 Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi.


 Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
 Tipe gempa bumi adalah gempa tektonik dan gempa vulkanik.
 Gempa bumi disebabkan oleh pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan
yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian
membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak
dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan
terjadi.

3.2 Saran
Untuk mengantisipasi gempa bumi yang sampai saat ini belum bisa diprediksikan
kapan dan dimana akan terjadi maka dapat dilakukan beberapa langkah sebagai
berikut :

 Menentukan tempat-tempat berlindung yang aman jika terjadi gempa bumi.


 Menyediakan air minum untuk keperluan darurat.
 Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi) barang barang yang
sangat dibutuhkan di tempat pengungsian.

Demikianlah laporan kaji cepat ini dilaksanakan oleh Tim dari Universitas
Malikussaleh . Unimal sejak beberapa tahun ini mendeklarasikan dirinya sebagai
kampus yang menjadikan mitigasi bencana sebagai ciri khas dan keunggulannya.
Sejak peristiwa gempabumi dan tsunami Tahun 2004 lalu, unimal telah berperan pada
sejumlah bencana pada skala nasional dan lokal. Berdasarkan hal tersebut, maka
unimal bersedia membantu upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada hari Jumat, 28 September 2018, jam
17.02.44 WIB dengan M 7.7 Lokasi 0.18 LS dan 119.85BT dan jarak 26 km dari
Utara Donggala Sulawesi Tengah. Proses pembangunan kembali yang dilandaskan
pada seharusnya menjadi fokus Donggala.
DAFTAR PUSTAKA

 Steve, J.M. and Moyra E.J.W., 1998,Biogeographic Implication of the Tertiary


paleogeaographic evolution of Sulawesi and Borneo, SE Asia Research Group,
University of Technology, Perth,Australia.
 Suparto, Eka T.P.dan Surono, 2006, Katalog gempabumi merusak di Indonesia
tahun 1629-2006 edisi ketiga.
 Hamilton, W., 1979,Tectonic of Indonesia Region, Geological Survey
Professional Paper, UnitedStates Government Printing Office, Washington.
 Bellier, O., Sbrier, M., Beaudouin, T., Villeneuve, M., Braucher, R., Bourles, D.,
Siame, L., Putranto, E., dan Pratomo, I., 2001, High Slip Rate for a Low
Seismicity along the Palu Koro Active Fault in Central Sulawesi (Indonesia),
Blackwell Science Ltd., Terra Nova, 13, 463 – 470.
 Bryant, Edward,2001, Underrated Tsunami, Cambridge, Cambrigde University
Press.
 Coppersmith, Kevin J and Wells, Donald L, 1994, New Empirical Relationships
among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface
Displacement, Bulletin of the Seismological Society of America.
 https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Sulawesi_2018
 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu
 http://pusfatja.lapan.go.id/index.php/tanggapbencana/
 https://www.planet.com/
 https://www.nytimes.com/2018/10/01/world/asia/pictures-indonesia-tsunami-
earthquake.html?module=inline
 https://earthobservatory.nasa.gov/images/92836/devastation-in-palu-after-
earthquake-
tsunami?utm_source=TWITTER&utm_medium=NASA&utm_campaign=NASASo
cial&linkId=57661479#
 http://www.bmkg.go.id/gempabumi/gempabumi-dirasakan.bmkg
 https://turnbackhoax.id/2018/10/01/benar-mengenal-likuifaksi-fenomena-tanah-
bergerak-gempa-palu/
 https://news.detik.com/berita/4239490/gempa-47-sr-guncang-tenggara-kota-palu
 http://www.tribunnews.com/tag/hary-tirto-djatmiko

Anda mungkin juga menyukai