Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL RISET

HUBUNGAN KESEHATAN SPIRITUAL DENGAN CARING


PERAWAT DI RS. DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
TAHUN 2017

Proposal RisetIniSebagaiPrasyaratMemperolehGelarSarjanaKeperawatan (S.Kep)

OLEH

NAMA : CECEP SUMANJAYA

NPM : 08160100052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

proposal penelitian dengan judul ”HubunganKesehatan Spiritual DenganCaring

Perawat Di Rs. Dr. SoehartoHeerdjan JakartaTahun 2017”

Peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam

penyusunan proposal ini, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Dr. dr. Hafizurrachman, MPH, selaku Ketua STIKIM yang telah

memberikan dukungan sarana dan prasarana di kampus STIKIM.

2. Ns. Marisca Agustina, S.Kep, M.Kes, selaku Pembimbing Riset yang sudah

meluangkan waktu dan mengarahkan dengan sabar serta pengertiannya.

3. Seluruh staf keperawatan yang telah memberikan support dan nasehat yang

membangun.

4. Keluargatercinta dan tersayangyang telah memberikan dukungan dan

kesabaran dalam menemani pembuatan riset ini.

5. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam penyusuna proposal ini.

Dengan berbagai keterbatasan dalam penyusunan proposal ini, penulis

menyadari bahwa masih jauhdari sempurna.Oleh karena itu, peneliti sangat

mengharapkan masukan, kritikserta saran demi perbaikan laporan penelitian

ini

2
Jakarta, September 2017

CECEP SUMANJAYA

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4

BAB IPENDAHULUAN ....................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.

B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8

1. Tujuan Umum........................................................................................... 8

2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 8

C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 10

A. Kesehatan Spiritual .................................................................................... 10

1. Pengertian ............................................................................................... 10

2. Komponen .............................................................................................. 14

3. Faktor yang Mempengaruhi .................. Error! Bookmark not defined.8

4. Karaktristik Spiritual ............................... Error! Bookmark not defined.

B. Caring ......................................................................................................... 25

1. Pengertian ............................................................................................... 25

2. Manfaat .................................................... Error! Bookmark not defined.

3. Asumsi .................................................................................................... 26

4. Carative .................................................. Error! Bookmark not defined.

5. Faktor yang Mempengaruhi: .................................................................. 30

C. Penelitian Terkait ........................................ Error! Bookmark not defined.

4
D. Kerangka Teori............................................ Error! Bookmark not defined.

BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONALError! Bookmark


not defined.

A. Kerangka Konsep ........................................ Error! Bookmark not defined.

B. Hipotesis..................................................................................................... 35

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN ............... Error! Bookmark not defined.

A. Desain Penelitian ......................................... Error! Bookmark not defined.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian .................... Error! Bookmark not defined.

C. Populasi, Dan Sampel ................................. Error! Bookmark not defined.

D. Instrumen Penelitian.................................... Error! Bookmark not defined.

E. Validitas Dan Reliabilitas Kuisoner .......... Error! Bookmark not defined.8

F. Prosedur Pengumpulan Data .................... Error! Bookmark not defined.0

DAFTAR PUSTAKA .......................................... Error! Bookmark not defined.6

5
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas asuhan

keperawatan tersebut merupakan faktor yang paling menentukan untuk

tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal dengan asuhan keperawatan

yang bermutu. Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan

baik seorang perawat perlu memiliki kemampuan untuk berhubungan

dengan klien dan keluarga, serta berkomunikasi dengan anggota tim

kesehatan lain, mengkaji kondisi kesehatan klien baik melalui wawancara,

pemeriksaan fisik maupun menginterpretasikan hasil pemeriksaan

penunjang, menetapkan diagnosis keperawatan dan memberikan tindakan

yang dibutuhkan klien, mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah

diberikan serta menyesuaikan kembali perencanaan yang telah dibuat, dan

sebagainya (Copel, L.C. 2007). Asuhan keperawatan bermutu yang

diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat

memperlihatkan sikap caring kepada klien. Hal ini ditunjukkan oleh

penelitian Kalsum (2016) bahwa ada hubungan yang signifikan antara

perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati.

6
Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku caring

perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan

caring yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan

mengenai perilaku manusia akan dapat meningkatkan kesehatan individu

dan memfasilitasi pemberian pelayanan kepada pasien. Watson (1979

dalam Tomey & Alligod, 2006) menambahkan bahwa caring yang

dilakukan dengan efektif dapat mendorong kesehatan dan pertumbuhan

individu. Perilaku caring tidak dapat terbentuk dalam waktu yang singkat

karena perilaku merupakan interaksi dari pengetahuan, persepsi dan

motivasi dari individu tersebut dalam melakukan caring, sehingga

pembelajaran pada berbagai unsur caring hendaknya telah dibangun sejak

perawat dalam masa pendidikan. Caring dalam asuhan keperawatan

merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat yang sangat dipengaruhi

oleh variabel individu, organisasi, dan psikologis. Caring tidak hanya

mempraktekkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk

meringankan penderitaan pasien dan keluarganya, meningkatkan

kesehatan dan martabat tetapi juga memperluas aktualisasi diri perawat

(Morrison & Bernard, 2009).

Faktor yang mempengaruhi caring perawat diantaranya adalah faktor

individu.Perkembangan caring perawat dipengaruhi oleh kecerdasan dasar

yang dimiliki oleh setiap manusia, keserdasan tersebut diantaranya adalah

kecerdasan spiritual (Ridwansyah dan Kurniawati, 2014). Kecerdasan

7
spiritual perawat akan membangun kesehatan spiritual perawat dan

berdampak pada pemenuhan kebeutuhan spiritual pasien yang seringkali

terabaikan.

Oleh sebab itu pemenuhan kebutuhan spiritual dan emosional dari pasien

merupakan tugas dari perawat. Pemenuhan asuhan spiritual secara holistik

dengan pemahaman yang terbuka dan hubungan baik dengan orang lain

dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki spiritualitas yang

tinggi.Studi yang dilakukan oleh Hamid (2008) dan Dehghaninejad (2015)

mengatakan bahwa kesejahteraan spiritual perawat berhubungan dengan

kualitas kinerja dan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien (Azarsa, Davoodi, Khorami Markani, Gahramanian, &

Vargaeei, 2015).

Spiritualitas menurut (Mickley ET all dalam Potter & Perry, 2013) yaitu

suatu yang bersifat multidimensi, yang terdiri dari dimensi ekstensial dan

dimensi agama. Dimensi ekstensial berfokus pada tujuan dan arti dari

kehidupan, sedangkan dimensi agama berfokus terhadap hubungan

individu dengan Tuhannya. Farran et al. (1989) dalam Potter & Perry

(2013), menyampaikan bahwa komitmen tertinggi dari individu yang

merupakan suatu prinsip yang komprehensif dari perintah, atau nilai final

yaitu argumen yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan dalam hidup

kita. Makna spiritualitas sendiri dipengaruhi oleh kultur, perkembangan,

8
pengalaman hidup, dan ide- ide mereka tentang hidup (Potter & Perry,

2013). Karakteristik pada spiritualitas yaitu pencarian makna dan tujuan

hidup seseorang, hubungan, serta transendensi. Pemenuhan kebutuhan

spiritual merupakan suatu hal penting dalam mencapai suatu kualitas hidup

seseorang. Sebagai seorang perawat yang memiliki tugas dalam

pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, emosional serta spiritual pasien,

tentunya akan menimbulkan suatu krisis dan stres bagi perawat di tempat

kerja. Studi yang dilakukan oleh (Suhonen et al, 2012 dalam Azarsa et al.,

2015) menunjukkan bahwa situasi krisis pasien dan pemenuhan asuhan

secara holistik terhadap pasien adalah faktor yang paling berpengaruh

terhadap kesehatan spiritual perawat, serta menyebabkan kepuasan hidup

perawat yang rendah (Azarsa et al., 2015).

Kesehatan spiritual atau kesejahteraan spiritual menurut (Hungelmann et

all, 1985 dalam Potter & Perry, 2013) adalah suatu rasa keharmonisan

dimana merasa saling dekat dengan Tuhan, diri sendiri, alam, serta dengan

orang lain. Kesehatan spiritual menurut (Shojaei, 2011 dalam Abbas et al.,

2016) merupakan suatu pemeliharaan dan aktualisasi dalam berhubungan

dengan Allah dan merancang pribadi yang stabil dan dari pribadi stabil

tersebut memiliki tujuan hidup, jujur, mempunyai hubungan produktif

yang sehat dengan diri sendiri dan orang lain. Ekspresi dari spiritualisasi

seseorang terhadap orang lain dapat dilihat dari perasaan kegembiraan,

tertawa, keterlibatan dalam keagamaan, melalui persahabatan, tertawa,

9
ampunan, harapan, melayani orang lain, serta memiliki rasa empati

terhadap orang lain (Kozier, 2010).

Perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan harus dapat menjadi role model peran spiritual bagi kliennya.

Perawat yang sehat spiritualnya akan mempunyai pegangan terhadap

keyakinan spiritual yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan

arti dan tujuan hidup, mencintai berhubungan, dan pengampunan. Taylor

(1997) dalam Hamid, (2008) menyatakan perawat yang sehat spiritual

akan mempunyai pegangan terhadap spiritual dalam mendapatkan arti

hidup, meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri,

menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain meskipun berbeda

dengan keyakinan spiritual perawat tersebut, serta menunjukkan perasaan

damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, kreativitas dalam

berinteraksi dengan orang la in, serta memiliki perilaku yang caring

(Hamid, 2008).

Ketika perawat sehat secara spiritual akan menyebabkan tingginya kualitas

kerja mereka dan penerimaan mereka terhadap situasi dan suatu

keterbatasan tertentu, sehingga mereka akan bekerja dengan maksimal.

Perawat yang sehat spiritualnya juga akan memiliki sikap yang ihklas,

memiliki tujuan hidup, empati serta caring terhadap orang lain. Penelitian

Rudolfsson, & Barbosa, (2014) didapatkan bahwa konsep spiritualitas dan

10
caring memiliki arti yang sama, dan jelas bahwa spiritualitas dan spiritual

dalam konteks keperawatan berkaitan erat dengan konsep caring.

Sebagai salah satu profesi yang lebih banyak menghabiskan waktu dalam

memberikan perawatan terhadap pasien akan berakibat terhadap kelelahan

fisik, stres dan tekanan psikologis pada tugas. Ketika seorang perawat

tidak sehat secara spiritual, akan menyebabkan ketidakmampuan perawat

dalam mengatasi kelelahan dan tuntutan kerja, yang dapat memperbesar

resiko burnout. Tingginya tingkat burnoutakan berdampak terhadap

turnover intention perawat. Dalam penelitian Budiono (2010) didapatkan

bahwa spiritualitas ditempat kerja, perawat dirumah sakit islam Unisma

Malang termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai 4,06, semakin

tingginya spiritualitas seseorang ditempat kerja, maka semakin tinggi

komitmen organisasional yang akan menurunkan tingkat turnover

intention (Budiono & Alamsyah, 2014)

Rumusan Masalah

Perilaku caring tidak dapat terbentuk dalam waktu yang singkat karena

perilaku merupakan interaksi dari pengetahuan, persepsi dan motivasi dari

individu tersebut dalam melakukan caring, sehingga pembelajaran pada

berbagai unsur caring hendaknya telah dibangun sejak perawat dalam

masa pendidikan. Faktor yang mempengaruhi caring perawat diantaranya

adalah faktor individu.Perkembangan caring perawat dipengaruhi oleh

kecerdasan dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, keserdasan tersebut

11
diantaranya adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual perawat akan

membangun kesehatan spiritual perawat dan berdampak pada pemenuhan

kebeutuhan spiritual pasien yang seringkali terabaikan. Kesejahteraan

spiritual perawat berhubungan dengan kualitas kinerja dan sikap perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.Pemenuhan

kebutuhan spiritual merupakan suatu hal penting dalam mencapai suatu

kualitas hidup seseorang. Sebagai seorang perawat yang memiliki tugas

dalam pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, emosional serta spiritual pasien,

tentunya akan menimbulkan suatu krisis dan stres bagi perawat di tempat

kerja.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan caring perawat di

RS Jiwa dr Soeharto Heerdjan Jakarta

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kesehatan spiritual perawat di RS Jiwa dr

Soeharto Heerdjan Jakarta

b. Mengetahui gambaran caring perawat di RS Jiwa dr Soeharto

Heerdjan Jakarta

c. Mengetahui hubungan kesehatan spiritual dengan caring perawat

dengan di RS Jiwa dr Soeharto Heerdjan Jakarta

12
C. Manfaat

1. Manfaat

a. Perawat

Sebagai informasi kepada perawat lebih meningkatkan kesehatan

spiritualitas dan caring sehingga dalam memberikan asuhan

keperawatan lebih optimal pada pasien jiwa

b. Rumah sakit

Sebagai data objektif untuk masukan bagi rumah sakit agar

semakin meningkatkan kebutuhan kesehatan spiritual untuk

perawat dan fasilitasi lingkungan dalam penerapan kebutuhan

spiritual perawat dan pasien melalui kebijakan.

13
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep dan Teori Terkait

1. Kesehatan Spiritual

a. Pengertian

Profesi keperawatan dibandingkan dengan tenga kesehatan lainnya,

perawat lebih menghabiskan banyak waktu dengan pasien, mereka

membantu pasien dalam menemukan makna hidup dan berusaha

meningkatkan kesehatan mereka, membantu menyelesaikan krisis

penyakit, hospitalisasi, dan kehilangan orang yang mereka cintai,

perawat juga membantu meningkatkan hubungan pasien dengan

Allah melalui nilai- nilai dan kualitas hidup. (Mauk, 2004).

Profesi keperawatan adalah profesi yang sangat identik dengan

sikap caring. Komponen penting dalam Keperawatan yaitu dimana

menggabungkan ilmu kesehatan dan peduli, promisi kesehatan, dan

pencegahan penyakit dan merawat orang-orang yang memiliki

penyakit akut atau kronis, cacat, sekarat.Profesi perawat memiliki

fungsi yang tinggi terhadap kesehatan fisik, mental, spiritual

kliennya, mereka harus memeriksa secara menyeluruh dari setiap

dimensi kesehatan.Merawat klien dengan berbagai penyakit dan

kerentanan memerlukan energi dan kasih sayang yang

signifikan.Pada tingkat fisik perawat sering berpartisipasi dalam

memberikan perawatan.Mental, perawat menyadari bahwa mereka

14
merawat orang – orang yang mungkin rentan pada saat

perawatan.Seringkali perawat menempatkan energi yang signifikan

dari dirinya untuk memberikan perawatan sehingga pasien merasa

nyaman, terlindungi, dan merasa percaya bahwa perawat menerima

mereka. Perawat juga menyadari bahwa klien memenuhi

kesehatan dan penyakitnya melalui konteks spiritual pribadi

mereka. Bagi perawat untuk memiliki kekuatan dalam mengatasi

dimensi kesejahteraan pasien dengan kebutuhan yang kompleks,

perawat harus memenuhi kesehatan mereka sendiri, termasuk

kesehatan spiritual mereka(Mauk, 2004).

Perawat memberikan asuhan keperawatan yang tidak hanya aman,

efektif tetapi juga memelihara kesehatan dan kesejahteraan hidup,

perawat harus dapat mencapai keseimbangan antara kehidupan

profesional dan pribadi mereka. Perawat perlu memiliki waktu

untuk dapat merenungkan kesehatan fisik pribadi mereka,

kesehatan mental, sosial serta spiritual yang akan mempengaruhi

pemenuhan asuhan keperawatan terhadap klien. Apa yang terjadi

dalam kehidupan profesional perawat secara signifikan akan

mempengaruhhi kehidupan pribadi mereka. Ketika perawat sehat

secara fisik, mental, sosial dan spiritual, akan menyebabkan

tingginya kualitas kerja mereka dan bermanfaat untuk orang lain

sera menerima setiap situasi dan keterbatasan (Mauk, 2004).

15
Banyaknya tuntutan pekerjaan perawat, serta meningkatnya

kompleksitas perawatan kesehatan meyebabkan tidak sedikit

perawat yang mengalami rasa frustasi, kelelahan dan kekecewaan

terkait peran profesional. Figley (1995) dalam Mauk, (2004)

mengidentifikasi penyebab kelelahan mencakup semua hal, tidak

hanya melibatkan kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan mental,

sosial dan kelelahan spiritual. Perawat memberikan banyak energi

dari waktu kewaktu, namun mereka tidak dapat mengembalikan

keseimbangan energi pribadi mereka. Stres dan tekanan psikologis

pada tugas dapat menyebabkan kelelahan sehingga beresiko untuk

burnout. Sebaliknya, jika pengalaman menjadi perawat

memberikan kepuasan .ketika perawat memiliki tujuan dalam

memberikan asuhan keperawatan mereka akan mendapatkan rasa

puas. Akibatnya, hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri

mereka, memiki kekuatan, dan memiliki spiritualitas yang baik

(Mauk, 2004).

1. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan

spiritual antara lain:

a. Mengikuti pengajian/ kegiatan keagamaan

Berpartisipasi dalam komunitas keagamaan dapat

memberikan banyak manfaat dan dapat memperkaya

16
jiwa.Ritual ibadah menjadi sumber seseorang untuk

mendapatkan kenyamanan.

b. Berdoa

Berdoa, menghabiskan waktu sendirian untuk bermeditasi,

adalah suatu kegiatan atau latihan yang berguna. Seseorang

dapat berdoa dengan doa yang sesederhana mungkin untuk

meminta bantuan atau memohon rahman terhadap Allah.

c. Dukungan spiritual

Dukungan spiritual dapat datang dari berbagai bentuk, ada yang

mendapatkan dukungan spiritual dari suatu komunitas yang

dijadwalkan secara rutin di mesjid. Cara lain yang sering

digunakan seseorang untuk mendapat dukungan spiritual

adalah mencari guru spiritual, atau pembimbing spiritual.

d. Energi spiritual yang dapat dari perawat

Keperawatan merupakan suatu profesi yang mencakup seni dan

bakat. Seorang perawat harusnya dapat memberikan asuhan

keperawatan spiritul terhadap klien, sehingga klien dapat

menangkap atau mengambil energi spiritual dari perawat

tersebut (Mauk, 2004).

b. Komponen

Kesehatan spiritual memiliki tiga komponen pendukung menurut

Shorkey, (2008) dalam Gray, (2010) diantaranya, pengalaman

spiritual, kesejahteraan spiritual, serta lokus kontrol spiritual.

17
Seseorang yang sehat secara spiritual akan memiliki tujuan hidup,

dimana tujuan hidupnya dapat dipengaruhi oleh bagaimana

pengalaman-pengalaman yang pernah dialami seseorang dimasa

lalu. Dengan menjalankan kehidupan yang mereka pilih dengan

keyakinan yang mereka miliki akan menimbulkan suatu

keharmonisan sehingga dapat memperoleh kesejahteraan spiritual.

Tingkat kesejahteraan spiritual seseorang dapat dipengaruhi oleh

bagaimana presepsi individu tersebut dalam menerima

kehidupannya sehingga akan mempengaruhi tingkat kesehatan

spiritual seseorang (Gray, 2010). Komponen kesehatan spiritual

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kesejahteraan Spiritual

Seseorang yang memiliki kesejahteraan spiritual akan merasa

terhubung dengan orang lain dan mampu menemukan makna

dan tujuan hidup untuk membawa ke keadaan sehat spiritual

(Potter & Patricia A, 2009). Seseorang yang memiliki

kesejahteraan spiritual dapat terlihat melalui perasaan damai

dalam dirinya, adanya perasaan kasih sayang terhadap sesama,

dapat menghargai setiap kehidupan yang dijalani, selalu

bersyukur atas apa yang dimiliki, serta memiliki sikap positif

dalam menjalankan suatu masalah (Kozier, Barbara J. Berman,

2008).Fehring dalam (Fisher, 2011) menyebutkan bahwa

kesejahteraan spiritual merupakan suatu indikasi dari kualitas

18
hidup seseorang dalam dimensi spiritual atau suatu indikasi

dari kesehatan spiritual.

Kesejahteraan spiritual sering digambarkan sebagai dua

dimensi, yaitu dimensi vertikal dimana mengambarkan

hubungan antara individu dengan kekuatan yang lebih tinggi,

sedangkan dimensi horizontal menggambarkan hubungan

positif antara individu dengan orang lain, lingkungan dan

lainnya (Potter & Patricia A, 2009)

2) Pengalaman Spiritual

Pengalaman spiritual menurut Shorkey et al, (2008) dalam

Gray, (2010) adalah suatu makna yang diambil seseorang

terhadap suatu kejadian yang pernah terjadi didalam hidupnya.

Pengalaman spiritual dapat diperoleh dari hubungan transenden

seseorang dalam memaknai proses kehidupannya dengan

kedekatan mereka terhadap Tuhan. Persepsi seseorang terhadap

kehidupan pribadi dan tingkat kualitas hubungan seseorang

dengan tuhannya akan menghasilakan emosi, kognisi, yang

positif dan perilaku yang berkaitan dengan diri sendiri, orang

lain, alam serta Tuhan akan menghasilkan kesejahteraan.

Underwood & Teresi (2002) dalam Rahmawati (2016)

19
menyebutkan bahwa pengalaman spiritual memiliki dua aspek

yaitu: persepsi tentang adanya hubungan yang bersifat

transenden dan presepsi tentang peristiwa transenden.

Persepsi tentang adanya hubungan transenden yaitu ketika

seseorang merasa bahwa Tuhan ada dalam kehidupannya,

merasa bahagia, terbebas dari masalah dan selalu meminta

bantuan kepada tuhannya dalam kehidupan sehari-hari.

Presepsi tentang peristiwa transenden dimana individu merasa

bahwa peristiwa spiritualnya memberian dampak positif

terhadap kehidupan sehari hari dengan rasa syukur dalam

beribadah terhadap Tuhannya (Underwood & Teresi 2002

dalam Rahmawati.2016)

3) Lokus Kontrol Spiritual

Shorkey et al. (2008) dalam Gray, (2010) berpendapat bahwa

locus of control merupakan suatu presepsi individu terhadap

sumber yang mempengaruhi dan menerima tanggung jawab

dari suatu kejadian dalam kehidupannya. Lokus kontrol dapat

dibagi menjadi 2 yaitu lokus kontrol internalmerupakan suatu

presepsi seseorang yang mengacu kepada suatu kejadian baik

positif maupun negatif dipengaruhi oleh tindakan atau

karakteristik diri mereka yang cenderung menetap. Lokus

kontrol eksternal adalah suatu presepsi individu dimana suatu

20
kejadian positif maupun negatif tidak berhubungan langsung

dengan diri sendiri atau dipengaruhi oleh faktor ekstenal dari

dirinya seperti: keberuntungan, kesempatan, nasib serta kuasa

Tuhan (Christina & Brahmana, 2009).

Lee (1990) dalam (Rahayuningsih, 2015) menyatakan bahwa

lokus kontrol internal adalah suatu keyakinan seseorang bahwa

didalam dirinya memiliki potensi besar untuk dapat

menentukan nasib sendiri. Seseorang dengan lokus kontrol

internal yang tinggi akan memiliki etos kerja yang tinggi, sabar

dalam menghadapi segala macam kesulitan. Lee (1990) dalam

(Rahayuningsih, 2015) juga menyatakan bahwa seseorang yang

memiliki lokus kontrol eksternalnya tinggi akan mudah pasrah

dan menyerah ketika terjadi suatu masalah yang sulit, bahkan

mereka memandang masalah yang sulit suatu ancaman bagi

dirinya. Individu dengan lokus kontrol eksternal yang tinggi,

ketika mereka tidak mampu atau mengalami kegagalan dalam

menyelesaikan suatu persoalan mereka akan menilai kegagalan

sebagai suatu nasib yang mendorong seseorang untuk lari dari

persoalan. (Lee, 1990 dalam Rahayuningsih, 2015). Crider

(1983) dalam (Rahayuningsih, 2015) meyebutkan perbedaan

karakteristik anatara lokus kontrol internal dan lokus kontrol

eksternal. Karakteristik dari lokus kontrol internal antara lain;

21
bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha

menyelesaikan masalah, memiliki presepsi apabila ingin

berhasil harus dengan usaha. Karakteristik dari lokus kontrol

eksternal antara lain; kurang inisiatif, mudah menyerah, kurang

mencari informasi, mudah dipengaruhi.

c. Faktor-faktor dapat mempengaruhi kesehatan spiritual

Faktor yang seseorang menurut Ruth (2009) adalah budaya, jenis

kelamin, pengalaman sebelumnya, krisis, isu moral dan pemisahan

dapat mempengaruhi perubahan kesehatan spiritual seseorang.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan spiritual menurut

Hamid 2008 adalah tahap perkembangan. Faktor – faktor tersebut

akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Budaya (Ruth, 2009)(Ruth, 2009)

Latar belakang sosial budaya seseorang akan mempengaruhi

keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang.

Seseorang akan mengikuti dan mempelajari tradisi agama dan

spiritual keluarga. Anak akan belajar pentingnya melaksanakan

kegiatan keagamaan, termasuk nilai moral dari hubungan

keluarga serta peran dalam berbagai bentuk kegiatan

keagaman. Apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang

dianut seseorang, tetap saja pengalaman spiritual merupakan

hal yang unik bagi tiap individu. Namun tidak semua orang

22
akan mengikuti tradisi spiritual dan agama dari keluarga asal

meraka.

2) Jenis Kelamin

Spiritual akan bergantung dengan kepercayaan masyarakat dan

kelompok agama terhadap ajaran tentang jenis kelamin atau

perilaku yang diharapkan untuk pria dan wanita. Sebagai

contoh, islam memerintahkan wanita untuk menutup auratnya.

Dalam beberapa kasus yang menjadi pemimpin spiritual selalu

laki-laki.

3) Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat

mempengaruhi tingkat spiritualitas seseorang dan hal tersebut

juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan

kejadian atau pengalaman tersebut secara spiritual. Peristriwa

yang terjadi dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu

cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji

keimanannya. Begitu pula pengalaman hidup yang

menyenangkan sekalipun, seperti pernikahan, pelantikan

kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan. Saat ini, kebutuhan

spiritual akan meningkat memerlukan kedalaman spiritual dan

kemampuan koping untuk memenuhinya.

4) Krisis Dan Perubahan

23
Krisis dan perubahan dapat menguatkan tingkat spiritualitas

seseorang. Krisis spiritual sering dialami seseorang ketika

menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan

dan bahkan kematian, khususnya pada klien yang mengalami

penyakit terminal atau prognosis yang buruk. Perubahan

kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan suatu

pengalaman spiritual.

5) Terpisah Dari Ikatan Spiritual

Klien yang menderita sakit, klien yang dirawat dirumah sakit

atau dipanti jompo sering membuat seseorang merasa terisolasi

dan kehilangan kebebasan pribadi dan dukungan sosial.Klien

mungkin merasa tidak aman dan merasa terisolasi dalam

ruangan yang asing baginya dan berubahnya kebiasaan hidup

sehari-hari. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat

berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.

6) Isu Moral Terkait Dengan Terapi

Kebanyakan agama, proses penyembuhan penyakit dianggap

merupakan sebagai cara Tuhan dalam menunjukkan

kebesarannya, meskipun tidak sedikit yang menolak intervensi

pengobatan. Prosedur dalam dunia medis sering sekali menjadi

dilema karena dapat dipengaruhi oleh agama, misalnya

transplantasi organ, sirkumsisi, pencegahan kehamilan,

sterilisasi. Adanya konflik antara keyakinan agama dan

24
prosedur medis sering dialami oleh klien serta tenaga

kesehatan.

7) Asuhan keperawatan yang tidak sesuai

Dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien,

perawat diharapkan peka dan mengerti kebutuhan spiritual

klien, namun pada praktiknya perawat justru menghindar

dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual, alasannya

perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan

spiritualnya pribadi, kurang menganggap penting

kebutuhan spiritual klien, tidak memiliki atau tidak

mendapatkan pendidikan spiritual dalam keperawatan, atau

merasa bahwa dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien

bukanlah tugasnya, namun merupakan tanggung jawab dari

pemuka agama.

8) Tahap Perkembangan

Hamid (2008) menyatakan seorang anak seharusnya memiliki

kemampuan berpikir abstrak sebelum memahami spiritualitas

yang ada didalam dirinya untuk mengeksplorasi hubungan

dengan kekuatan yang paling tinggi. Berdasarkan penelitian

hasil david heller terhadap anak - anak usia 4 sampai 12 tahun,

dengan empat agama yang berbeda ditemukan mereka memiliki

presepsi terhadap Tuhan dan kegiatan ibadah yang berbeda

menurut usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian anak.

25
Anak-anak mendeskripsikan tentang Tuhan yang bekerja

melalui kedekatan dengan manusia dan saling terikat dengan

kehidupan, mempercayai tuhan terlibat dalam suatu

perubahan,mempercayai tuhan memiliki kekuatan. Anak- anak

yang dewasa, pengalaman hidup biasanya berpengaruh dengan

kematangan keyakinan spiritual.

2. Caring

a. Pengertian

Perilaku caring perawat adalah suatu perilaku yang meliputi seperti

: mendengarkan penuh perhatian, hiburan, kejujuran, kesabaran,

tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat

membuat keputusan (Watson, 2007)

b. Manfaat caring

Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku

caring perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan. Penerapan caring yang diintegrasikan dengan

pengetahuan biofisikal dan pengetahuan mengenai perilaku

manusia akan dapat meningkatkan kesehatan individu dan

memfasilitasi pemberian pelayanan kepada pasien. Watson (1979

dalam Tomey & Alligod, 2006) menambahkan bahwa caring yang

dilakukan dengan efektif dapat mendorong kesehatan dan

pertumbuhan individu.

26
c. Asumsi Caring

Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan dengan

caring : 1. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin

yang utama dan universal. 2. Kasih sayang yang bermutu dan

caring adalah penting bagi kemanusiaan, tetapi sering diabaikan

dalam hubungan antar sesama. 3. Kemampuan untuk menyokong

ideologi dan ideal caring di dalam praktik keperawatan akan

mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan menentukan

kontribusi keperawatan pada masyarakat. 4. Caring terhadap diri

sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain. 5.

Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam

berhubungan dengan orang lain dalam rentang sehat-sakit. 6.

Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama

dalam praktik keperawatan. 7. Praktik keperawatan secara

signifikan telah menekankan pada Human care. 8. Fondasi caring

keperawatan dipengaruhi oleh teknologi medis dan birokrasi

institusi. 9. Penyediaan dan perkembangan dari Human care

menjadi isu yang hangat bagi keperawatan untuk saat ini maupun

masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara10.Human care

hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan

interpersonal. 11. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat

terletak pada komitmen pada Human care. Berbagai penelitian

27
telah menyatakan tentang caring sebagai fokus sentral keperawatan

(Wolf, et al., 2003).

d. Carative caring

Watson (2007), fokus utama dari keperawatan adalah fakto-rfaktor

carative yang bersumber dari perspektif humanistik yang

dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah. Watson

kemudian mengembangkan sepuluh faktor carative tersebut untuk

membantu kebutuhan tertentu dari pasien dengan tujuan

terwujudnya integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya

kebutuhan biofisik, psikososial dan kebutuhan interpersonal

1) Pendekatan humanistik dan altruistik. Pembentukan sistem nilai

humanistik dan altruistik mulai berkembang di usia dini dengan

nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini

menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan

ke arah kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai

humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui

penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan,

interaksi dengan berbagai kebudayaan dari pengalaman pribadi.

Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri perawat yang

kemudian akan meningkatkan sikap altruistik (Dwidiyanti,

1998). Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini

perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan

sesuatu kepada klien

28
2) Menanamkan sikap penuh harapan. Perawat memberikan

kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan

asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-

klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis,

harapan, dan kepercayaan. Di samping itu, perawat

meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan

kesehatan. Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi

proses karatif maupun kuratif. Perawat perlu memberikan

alternatif-alternatif bagi pasien jika pengobatan modern tidak

berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual.

Dengan menggunakan faktor karatif iniakan tercipta perasaan

lebih baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat

berarti bagi seseorang secara individu

3) Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Pengembangan

perasaan iniakan membawa pada aktualisasi diri melaluio

penerimaan diri antara perawat dan klien. Perawat belajar

menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri

dapat menjadi lebih sensitif dan, murni dan bersikap wajar pada

orang lain. Perawat yang mampu untuk mengenali dan

mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk

membuat orang lain mengekspresikan perasaan mereka.

Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain,

mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai merasakan

29
suatu emosi yang muncul dengansendirinya. Hal itu hanya

dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka

dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha

meningkatkan kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik

(tampil apa adanya). Autentik akan menambah pertumbuhan

diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri maupun bagi

orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu.

4) Hubungan saling percaya dan saling membantu. Pengembangan

hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah

sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya

akan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan

negatif. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan

bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam

keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati,

dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam

berrinteraksi dan tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat

bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti

perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti

penerimaan positif terhadap orang lain yang sering

diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara,

sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain.

5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan

negatif. Perawat menyediakan dan mendengarkan semua

30
keluhan dan perasaan klien.Berbagi perasaan merupakan

pengalaman yang cukup beresiko baik bagi perawat maupun

klien. Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif

maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan

pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang

berbeda

6) Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.

Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai

pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan

mengubah gambaran tradisional perawat sebagai “pembantu”

dokter. Proses keperawatan adalah proses yang sistematis dan

terstruktur, seperti halnya proses penelitian.

7) Peningkatan belajar mengajar interpersonal. Faktor ini adalah

konsep yang penting dalam keperawatan, yang membedakan

antara caring dan curing. Perawat memberikan informasi

kepada klien. Perawat bertanggungjawab akan kesejahteraan

dan kesehatan klien. Perawat memfasilitasi proses belajar

mengajar yang didesain untuk memampukan klien memenuhi

kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan mandiri,

menetapkan kebutuhan personal klien.

8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual

yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh

lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan

31
kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap

lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan

spiritual, dan kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu.

Sedangkan lingkungan eksternal mencakup variabel

epidemiologi, ken yamanan, privasi, keselamatan, kebersihan

dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami

perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal,

maka perawat harus mengkaji dan memfasilitasi kemampuan

klien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental, dan

emosional.

9) Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu

kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal

klien. Pemenuhan kebutuhan yangh paling mendasar perlu

dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi,

eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik

yang paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan

kebutuhan psikososial yang tinggi, dan aktualisasi diri

merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi

10) Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi

spiritual penyembuhan. Faktor ini bertujuan agar penyembuhan

diri dan kematangaan diri dan jiwa klien dapat dicapai.

Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman /

32
pemikiran yang bersifat proaktif. Tujuannya adalah agar dapat

meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.

Diakuinya faktor karatif ini dalam ilmu keperawatan membantu

perawat untuk memahami jalan hidup seseorang dalam

menemukan arti kesulitan hidup. Karena adanya dasar yang

irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat

menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh

kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau

kematian. Watson menyadari bahwa faktor ini sedikit sulit

untuk dipahami, tetapi hal ini akan membawa perawat kepada

pemahaman yang lebih baik mengenai diri sendiri dan orang

lain.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi caring

Gibson, james & john (2000) mengemukakan tiga faktor yang

dapat mempengaruhi perilaku caring sebagai berikut : a. Faktor

Individu13 Faktor individu yang dapat mempengaruhi perilaku

caring yaitu, kemampuan diantaranya kemampuan kecerdasan

emosional, latar belakang, keterampilan, dan karakteristik

demografis diantaranya umur, jenis kelamin, dan pendidikan. b.

Faktor Psikologis Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi

perilaku caring yaitu, sikap, kepribadian dan motivasi, faktor ini

dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, dan karakteristik

demografis. Faktor Organisasi Faktor organisasi yang dapat

33
mempengaruhi perilaku caring yaitu, sumber daya manusia,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan pekerjaan.

B. Penelitian Terkait

1. Abdollah (2015) melakukan penelitian tentang Oncology Nurses

Spiritual Health Experience: A Qualitative Content Analysis.

Penelitian ini menggunkan metode kualitatif fenomenologis.

Pengambilan data dilakukukan dengan wawancara semi-tersruktur dan

dua pertemuan kelompok 16 perawat dengan cukup usia,dan

keragaman jenis kelamin. Hasil dari penelitian didapatkan perawat

onkologi memiliki kesehatan spiritual seperti percaya kepada tuhan, al-

quran, nabi, dan hari pembalasan, serta mencari pertolongan dan

menyembah tuhan, (kesehatan agama). Memiliki kesehatan sempurna ;

memiliki kepuasan hidup dan kerja yang tinggi, serta mencari makna

dan tujuan hidup (kesehatan eksistensial). Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tempat dilakukannya

penelitian,serta jenis penelitian,dimana pada penelitian ini

menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

2. Azarsa (2015) melakukan penelitian tentang Spiritual wellbeing,

Attitude toward Spiritual Care and its Relationship with Spiritual Care

Competence among Critical Care Nurses. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengevaluasi kesejahteraan spiritual perawat serta sikap

terhadap perawatan spiritual dan hubungannya dengan kompetensi

34
perawatan spiritual. penelitian ini menggunakan metode deskriptif

korelasi yang dilakukan terhadap 109 perawat yang bekerja di unit

perawatan intensif di rumah sakit Imam Reza dan rumah sakit madani

Iran. Penelitian ini menggunakan tiga kuisoner yaitu, spiritual

wellbeing skala, spiritualitas dan skala perawatan spiritual. Hasil

penelitian didapatkan kesejahteraan spiritual perawat tinggi sebesar

94,45 (14,84), perspektif perawatan spiritual adalah 58,77 (8,67), dan

kompetensi perawatan spiritual adalah 98,51 (15,44). Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tempat

dilakukannya penelitian dan serta populasi yang akan dijadikan

responden. Responden pada penelitian ini adalah perawat di ruang

intensif sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah perawat yang bekerja diruang rawat inap yang beragama islam.

Pada penelitian yang akan diteliti, mengunakan sampel sebesar 141

responden.

35
C. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

FaktorD.yang mempengaruhi kesehatan Komponen kesehatan spiritual


E.
spiritual
F. a. pengalaman spiritual,
a. Pengalaman hidup
G. b. kesejahteraan spiritual,
b. Jenis kelamin
H. c. lokus kontrol spiritual.
c. Budaya
I.
d. Krisis dan perubahan (Gray, 2010)
J.
e. Terpisah dari ikatan spiritual
K.
f. Isu moral terkait dengan terapi
L.
g. Asuhan keperawatan yang
M.
tidak sesuai
N.
h. Tahap perkembangan
O.
P.
Q.

Sumber: (Ruth, 2009)(Hamid, 2008)(Gray, 2010)

36
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak, logika secara harfiah yang

dapat membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan

body of knowledge (Nursalam, 2008). Berdasarkan teori yang telah

diuraikan di tinjauan teori, maka peneliti memebuat kerangka konsep yang

digambarkan dalam skema, yaitu sebagai berikut

Skema 3.1 Kerangka Konsep

variabel independen variable dependen

Caring
kesehatan spiritual

B. Hipotesis

Hipotesis peneltian adalah jawaban sementara yang berupa pernyataan

yang menjawab pertanyaan penelitian analitik yang nantinya akan

dibuktikan oleh peneliti melalui penelitiannya (Dahlan, 2010). Hipotesis

dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatifyaitu :

Terdapat hubungan kesehatan spiritual dengan caring perawatdi RS Jiwa

dr Soeharto Heerdjan Jakarta.

37
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan salah satu tahapan penelitian yang harus

diperhatikan dengan sebaik-baiknya, agar penelitian dapat dilaksanakan

dengan baik untuk mencapai tujuan penelitian (Putra, 2012). Jenis

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional.

Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu

waktu tertentu dan relative pendek dan tempat tertentu (Sujarweni, 2015).

Penelitian cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada satu waktu

dan pada waktu yang sama (Dharma, 2011).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di RS.Soeharto Herrjaan dari bulan Juli 2017-

Januari 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang diteliti (Hidayat, 2008).Populasi dalam penelitian ini sejumlah 40

parawat.

38
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau dan dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian yang melalui sampling

(Nursalam, 2008).Sampel dalam penelitian ini sejumlah 40 perawat.

D. Instrumen Penelitian

Kuesioner terdiri dari kuesioner A yaitu kesehatan spiritual perawat yang

peneliti buat modifikasi dari penelitian Septia (2017)yang memodiikasi

dari Grey (2010) dengan mengganti isi dari bberapa pernaytaan

didalamnya secara umum tidak lagi menggunakan istilah islam sejumlah

33 pernyataan. Kuesioner B yaitu caring perawat peneliti meembuat

kuesioner sendiri sejumlah 47 pernyataan.

E. Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah sebuah tes yang dilakukan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen

tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur bedasarkan situasi

dan kondisi tertentu (Swarjana, 2016). Uji validitas dengan rumus Pearson

Product Moment, dimana suatu pertanyaan dianggap valid jika nilai r

hitung > r tabel, sedangkan pertanyaan yang dianggap tidak valid maka

nilai r hitung < r tabel (0,361) pada n= 30 (Hastono, 2006). Reliabilitas

adalah sejauh mana alat ukur yang kita gunakan mampu menghasilkan

pengukuran yang tetap konsisten meskipun dilakukan pengukuran lebih

39
dari satu kali pada objek yang sama (Swarjana, 2016). Uji reliabilitas pada

penelitian ini menggunkan cronbach’s alpha. Instrumen dikatakan

reliabilitas apabila memiliki cronbach’s alpha > 0,6 (Hamdi, 2014). Uji

validitas dan reliabilitas akan dilakukan di RSUD. Duren Sawit pada 30

responden pasien skizoprenia.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan alur penelitian yang akan

memberikan gambaran keseluruhan mengenai prosedur penelitian. Skema

dibawah ini merupakan alur penelitian yang akan dijalani oleh peneliti,

masing-masing komponen dalam skema diberikan nomor untuk

memudahkan penulisan penjelasannya pada cara kerja (Dahlan,

2012).Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan penelitian

Persiapan dimulai dengan mempersiapkan kuesioner penelitian yang

aplikatif, kuesioner penelitian berupa kuesioner penelitian demografi

dan kuesioner penelitian tingkat pengetahuan.

2. Pemilihan Subjek/ sampel.

Dengan teknik purpossive sampling,peneliti mendatangi populasi

penelitian satu hari sebelum penelitian. Subjek diberikan penjelasan

tentang penelitian yang sedang dilaksanakan, kemudian ditanya

kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian.

40
3. Informed Consent

Setelah menyatakana kesediaan untuk menjadi responden penelitian

maka responden akan mengisi inform concent sebagai bukti

kesediaan tertulis.

4. Mengisi kuesiner Pengisian kuesioner dilakukan secara bersama-

sama dengan dipandu oleh peneliti dan responden memiliki hak

untuk menanyakan maksud dari pertanyaan dalam kuesioner yang

belum dipahami.

41
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. & Tomey, A.N. (2006).Nursing Theorist and their work.

6th Edition, ST. Louis: Mosby Elsevier, Inc

Azarsa, T., Davoodi, A., Khorami Markani, A., Gahramanian, A., &

Vargaeei, A. (2015). Spiritual wellbeing, Attitude toward Spiritual

Care and its Relationship with Spiritual Care Competence among

Critical Care Nurses. Journal of Caring Sciences, 4(4), 309–20.

https://doi.org/10.15171/jcs.2015.031

Christina, V., & Brahmana, S. S. (2009). Hubungan Locus of Control

Dengan Komitmen Organisasi Dosen Universitas Widyatama, 2,

1–5. Retrieved from

http://www.dlib.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/1177

Dalami, E. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info

Media.

Erlinafsiah.(2010). Modal Praktik Keperawatan Jiwa.Jakarta : Trans Info

Media.

Fisher, J. W. (2011). Spiritual Health: Its Nature And Place. Melbourne:

Custom Books Center.

Gray J. (2006). Measuring Spirituality: Conceptual and Methodological

Considerations. J Theory Construct Test; 10:58-64.

Kozier, Barbara J. Berman, A. (2008). Fundamentals of nursing :

42
concepts, process, and practice (8th ed.). USA: P e a r s o n E d u

c a t i o n , Inc., U p p e r S a d d l e River, N ew J e r s e y 07458.

Mauk, K. L. & Nola A. (2004). spiritual care in nursing practice. new

york: lippincott wiliams & wilkins.

Morrison, P. & Bunard, P. (2009).Caring dan Communicating, Hubungan

interpersonal dalam Keperawatan. Jakarta:EGC

Oktaviana, Y. 2016. caring dalam konteks asuhan keperawatan.

http://majalahkasih.pantiwilasa.com/detailpost/caring-

dalam-konteks-asuhan-keperawatan

Potter & Patricia A. (2009). Fundamentals of Nursing (7 th). mosby:

elsevier.

Potter & Perry.(2005). Volume 1 Buku Ajar Fundamental Keperawatan

Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC..

Ruth, F. craven. (2009). fundamental of nursing: human health and fuction

(6th ed.). USA: lipponcott williams & wilkins.

Rika.(2012). Perilaku Caring Perawat dalam Melakukan Asuhan

Keperawatan pada Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.

Tengku Mansyur Tanjungbalai. Skripsi USU

Rohman.(2009). Faktor faktor yangberhubungan dengan pemberian

asuhan keperawatan spiritual di RS Islam Jakarta.Tesis Tidak

Dipublikasikan.UI. Jakarta

Yuliawati, A. L. (2012). Gambaran perilaku caring perawat terhadap

43
pasien di ruang rawat inap umum RS Dr Marzuki Mahdi

Bogor.Skripsi.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311981-

S43435-Gambaran%20perilaku.pdf

Watson, J. (2007). Watson’s Theory Of Human Caring And Subjective

Living Experiences: Carative Factors/Caritas Processes As a

Disciplinary Guide To The Professional Nursing Practice. [serial

online]. http://www.scielo.br/pdf/tce/v16n1/a16v16n1.pdf

Wolf, z.b., colahan, m, costello, a.,warwick, f., ambrose, m.s., & giardino

e.r . 2004. relationship between nurse caring and patient

satisfaction. jural medsur nursing, 7(2). 99-105. september 29,

2014. http://findarticles.com/p/articles/mi_

44
45

Anda mungkin juga menyukai