Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan mahkluk sosial yang membutuhkan pemeliharaan,

kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai

perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan

totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase

perkembangan pada masa kanak-kanak (anak). Menurut Locke (dalam

Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap

rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan (Syah, 2009).

Data dari Badan Pusat Statistik 2016, jumlah penduduk Indonesia

2015 usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua. Dalam data itu

terlihat, jumlah anak kelompok usia 0-14 tahun pria 34 juta jiwa, wanita 32

juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pada beberapa tahun yang akan

datang anak-anak inilah yang akan memegang peranan penting di suatu

Negara ( Syamsul, 2016) Oleh karena itu dalam menciptakan generasi yang

berkualitas maka perlu perhatian besar terhadap dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak sedini mungkin.

Perkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada

usia anak, yaitu pada masa infancy todlerhood (usia 0-3 tahun), early

childhood (usia 3-6 tahun), middle childhood (usia 6-11 tahun). Perubahan

yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek fisik,
emosi, kognitif, dan psikososial. Perubahan ini tentunya akan dapat diamati

misalnya pada aspek kognitif dapat terlihat dari proses dan cara belajar yang

dilakukan anak. Proses dan perubahan ini akan sangat jelas terlihat terutama

ketika anak berada pada masa usia sekolah dasar,karna pada saat itu daya

pikir anak akan berkembang kearah berpikir kongkrit, objektif, dan daya

ingatnya akan menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar berada dalam

suatu stadium belajar (Syah, 2009).

Menurut Skinner, belajar adalah suatu proses adaptasi yang

berlangsung secara progresif. Adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil

yang optimal apabila diberi penguat(reinforce). Sementara menurut Ernest

R Hilgard, belajar merupakan proses aktivitas mental ataupun psikis yang

dilakukan kemudian menimbulkan perubahan dan hasil yang berbeda antara

sebelum dan sesudah belajar. Dari kedua pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang akan

menimbulkan perubahan sebelum dan sesudah yang merupakan hasil

produk belajar itu sendiri. (Syah, 2009).

Secara umum hasil belajar siswa di Indonesia ditentukan oleh

kemampuan kognitif dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah

ditentukan di dalam kurikulum. Dengan demikian struktur kognitif yang

diperoleh siswa mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Hal ini dapat

terlihat pada evaluasi nilai post test, ulangan harian dan nilai rapor setiap

akhir semester atau NEM setiap akhir tahun ajaran. Di Indonesia UASBN

tahun 2015 yang diikuti 48.463 siswa menghasilkan nilai murni rata-rata
22,29 untuk pelajaran bahasa Indonesia,matematika,dan IPA, sedangkan

tahun lalu nilai murni rata-rata adalah 22,67. Hal ini menunjukkan

penurunan hasil belajar siswa dibandingkan tahun lalu meskipun angka

kelulusan tetap sama yaitu hampir 100%. (Depdiknas: 2015).

Melihat manifestasi dari penurunan hasil belajar yang sangat banyak

maka tentunya memerlukan tenaga pendidik professional yang memiliki

pengetahuan psikologis baik psikologis belajar anak ataupun psikologis

perkembangan anak didiknya. Sehingga pendidik dapat mengetahui

penyebab dari penurunan hasil belajar yang ada pada anak, akan tetapi

kenyataan menunjukkan kurangnya pengetahuan psikologis anak didik

menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya hasil belajar anak didiknya.

Pendidik kurang memahami kebutuhan belajar anak didiknya. Tolak ukur

sebenarnya dalam proses belajar mengajar adalah seberapa besar

kemampuan dalam membangkitkan gairah belajar secara menyenangkan

(Dryden & Jeanette, 2001).

Dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan diperlukan

terapi atau treatment agar anak benar-benar merasa rileks dan memberikan

kenyamanan tersendiri bagi anak didik dalam belajar sehingga situasi

belajar menjadi kondusif,motivasi belajar akan meningkat yang akan

berdampak pada peningkatan hasil belajar. Supaya pembelajaran efektif dan

efisien, siswa perlu mempelajari suatu metode kognitif. Dengan maksud

siswa ataupun guru secara bersamaan mempunyai hubungan timbal balik.

Hal ini memampukan para guru untuk menatar pembelajaran siswanya dan
mengajarkan cara memecahkan masalah atas dorongan dari dalam diri

mereka sendiri. Secara hakiki, kegiatan ini bersifat mengonsolidasikan dan

mempromosikan praktik latihan, dan pengulangan sehingga memungkinkan

siswa untuk menjalani pembelajaran baru melalui proses akomodasi yang

melibatkan pengubahan atau perluasan struktur kognitif.

Hasil penelitian (Watson, 2014). Dari Austin University pada anak

disabilitas tentang pengaruh brain gym terhadap perkembangan anak

disabilitas, diketahui berhasil digunakan dengan anak-anak dengan cacat

perkembangan. Hasil penelitian Astuti, N. M. A., Parmiti, D. P., & Wirya,

N. (2014).

Hasil penelitian Banchonhattakit, P., Duangsong, R., Muangsom, N.,

Kamsong, T., & Phangwan, K. (2015) untuk mengetahui keefektifan

pembelajaran berbasis otak (BBL) dan kartun animasi pada compact disc

video (VCD) dalam meningkatkan kebiasaan sehat anak-anak sekolah di

Khon Khen Thailand. Sampel yang mewakili 1.085 anak sekolah di kelas

pertama melalui kelas ketiga di 16 sekolah dipilih secara multistage random

sampling. Pengetahuan tentang kebiasaan sehat dan penerapan praktik yang

dilaporkan sendiri dinilai dengan kuesioner. BBL dan VCD, baik gabungan

atau sebagai teknik intervensi tunggal, menyebabkan pengetahuan dan

praktik perilaku sehat membaik, sedangkan pengajaran konvensional tidak

dilakukan. Sebagai teknik single-intervensi, BBL sendiri menghasilkan

peningkatan kecerdasan yang lebih baik daripada VCD. (Banchonhattakit,,

2015).
Pada anak usia dini, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk dengan penerapan metode

bermain puzzle berbantuan brain gym. Dari siklus I rata-rata persentase

kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk adalah 66,5% dengan kriteria

sedang, sedangkan pada siklus II rata-rata persentase kemampuan kognitif

dalam mengenal bentuk menjadi 88,0% dengan kriteria tinggi. Jadi

peningkatan kemampuan kognitif dalam mengenal bentuk adalah sebesar

21,5% (Astuti, N. M. A., Parmiti, D. P., & Wirya, N., 2014).

Hasil penelitian Dewi tahun 2011 tentang senam otak dapat

meningkatkan kecerdasan kinestetik, khususnya dalam kemampuan

mengingat dan koordinasi fisik pada anak usia dini. Hasil penelitian

menunjukkan senam otak dapat meningkatkan kecerdasan kinestetik

terbukti pada siklus I dan siklus II, berdasarkan hasil perhitungan t test

kemampuan mengingat dan koordinasi fisik yakni t hitung sebesar (± 5,4)

lebih besar dari t tabel 3,499 pada taraf kepercayaan yang signifikan 1%.

Artinya senam otak dapat meningkatkan kecerdasan kinestetik khususnya

kemampuan mengingat dan koordinasi fisik. (Dewi, 2011)

Terapi yang diterapkan dalam meningkatkan hasil belajar anak

haruslah bersifat holistik dan menyeluruh. Penanganan ini hendaknya

melibatkan multidisiplin ilmu yang dilakukan antara tenaga kesehatan,

orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap subjek secara

bersama-sama. Ilmu Keperawatan merupakan pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan


praktik keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang

menyeluruh ditunjukkan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik

sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

(Lokakarya keperawatan 1983).

Biasanya pendidik membuat suatu rencana pengajaran misalnya

mengajak para murid belajar diluar kelas ataupun melalui permainan

gambar. Akan tetapi pengajaran seperti itu tidak akan berhasil karena hanya

mengoptimalkan sebagian fungsi otak. Upaya untuk mengaktifkan semua

bagian dimensi otak yaitu dengan senam otak atau Brain Gym. Seorang

peneliti dari Amerika,Dennison (2002) mengembangkan suatu pendekatan

yang dinamakan Educational kinesiology (Edu-K) yang bertujuan melatih

fungsi otak yang berhubungan dengan tahap perkembangan tertenti atau

meningkatkan kemampuan belajar anak melalui pembaharuan pola bergerak

yaitu Brain gym.

Kegiatan brain gym sendiri bertujuan mengintegrasikan setiap bagian

otak yang sebelumnya mengalami ketidakselarasan sehingga anak

mendapatkan hambatan dalam berkonsenterasi belajar. Banyak Manfaat

yang bias dipeoleh dengan Brain gym,gerakan-gerakan ringan dengan

permainan melaui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau

stimulus pada otak. (Fanny,2009).

Supaya pembelajaran efektif dan efisien, siswa perlu mempelajari suatu

metode kognitif. Dengan maksud siswa ataupun guru secara bersamaan

mempunyai hubungan timbal balik. Hal ini memampukan para guru untuk
menatar pembelajaran siswanya dan mengajarkan cara memecahkan

masalah atas dorongan dari dalam diri mereka sendiri. Secara hakiki,

kegiatan ini bersifat mengonsolidasikan dan mempromosikan praktik

latihan, dan pengulangan sehingga memungkinkan siswa untuk menjalani

pembelajaran baru melalui proses akomodasi yang melibatkan pengubahan

atau perluasan struktur kognitif.

Menurut bapak Deden selaku wali kelas V- A, kurangya minat belajar

siswa juga berasal dari faktor eksternal yaitu dari latar belakang siswa yang

berbeda-beda Hasil observasi di kelas V pada hari rabu tanggal 9 Agustus

2017. Kurangya minat belajar siswa juga berasal dari faktor eksternal yaitu

dari latar belakang siswa yang berbeda-beda.

Hasil observasi di kelas V pada hari rabu tanggal 9 Agustus 2017

Salah satu upaya untuk memperbaiki cara mengajar dan meningkatkan

minat belajar siswa adalah dengan cara belajar aktif (active learning) yang

dimana guru maupun siswa sama-sama senang dalam proses belajar

mengajar. Strategi ini dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung

pada mata pelajaran untuk membangun minat, memunculkan keingintahuan

serta merangsang berpikir siswa. Salah satu strategi active learning adalah

permainan. Permainan mempunyai fungsi pendidikan dan perkembangan

karena memampukan anak untuk mengendalikan perilaku mereka dan

menerima keterbatasan di dunia nyata, serta melanjutkan perkembangan ego

dan pemahaman atas realitas. Smilansky dan Shefatya (2005) sama-sama

mengindikasikan bahwa adakalanya siswa perlu mempelajari cara bermain


para guru dapat secara aktif membantu dalam proses ini sehingga siswa itu

menjadi terampil sebagai pemain dan pebelajar. Permainan dipandang

istimewa sekaligus vital dalam pendidikan untuk siswa dan dalam

pengertian luasnya terdapat pandangan yang jelas tentang kualitasnya yang

menentukan serta hal-hal yang dihasilkannya bagi siswa. Dengan

dilatarbelakangi oleh Fenomena di atas maka penulis tertarik untuk meneliti

Pengaruh brain gym terhadap motivasi belajar anak sekolah dasar SDN 09

Joglo Jakarta barat pada tahun 2017.

B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Brain gym dapat meningkatkan tingkat kecerdasan anak. Brain gy

dapat digunakan dalam rangka mengatasi anak kurang minat dalam belajar.

Berdasarkan hasil observasi di kelas V pada hari rabu tanggal 9 Agustus 2017

diketahui bahwa kurangya minat belajar pelajaran kurang, siswa juga berasal

dari faktor eksternal yaitu dari latar belakang siswa yang berbeda-beda kelas V

SDN 09 Joglo Jakarta, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V

SDN 09 Joglo Jakarta. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan

masalah penelitian ini yaitu Adakah pengaruh brain gym terhadap prestasi

belajar anak sekolah dasar?


C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh brain games terhadap prestasi belajar anak sekolah

dasar SDN 09 Joglo Jakarta barat.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran brain game. Jenis- jenis brain game, frekuensi

menggunakan brain game, durasi menggunakan brain game

b. Diketahui pengaruh antara brain game dengan prestasi belajar anak

sekolah dasar.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan dijadikan alternatif

dalam proses belajar mengajar dikelas ketika anak sudah merasa bosan

untuk belajar.

2. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan menjadi

referensi untuk meningkatkan kualitas pemahaman bagi mahasiswa PSIK

dan dapat dijadikan alternatif untuk diterapkan mahasiswa dalam proses

belajar mengajar dikelas.

3. Manfaat Metodologis

Diharapkan dapat dikembangkan lagi penelitian tentang jenis brain gym

yang atau atau manfaat brain gym terhadap lainnya.

Anda mungkin juga menyukai